Suara lantang Noah sontak membuat Sierra menghentikan langkahnya.
Sierra pun sempat terdiam sejenak, sebelum ia kembali membalikkan tubuhnya dan berdiri berhadapan dengan Noah. "Membocorkan pada semua orang siapa aku sebenarnya? Memangnya siapa aku, hah?" tantang Sierra tanpa takut sedikit pun. Noah pun kembali menyeringai dan mendekati Sierra lagi. "Oh, kau pintar sekali berpura-pura ya! Kau itu hanya seorang wanita murahan, Sierra! Katakan padaku apa dulu kau punya banyak pelanggan, hah? Pantas saja sejak awal kau masuk sebagai perawat, aku sudah merasa familiar denganmu, aku baru menyadarinya akhir-akhir ini kalau aku memang pernah bertemu denganmu di suatu tempat yang jauh dari sini ...." Noah sengaja menggantung kata-katanya dan terlihat seolah menyimpan sebuah rahasia. Namun, Sierra yang mendengarnya pun hanya bisa tertawa sinis dan menanggapi semuanya dengan tetap tenang. "Apa kau mabuk, Noah? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan! Lagipula aku juga tidak merasa punya rahasia apa pun jadi aku tidak takut pada ancamanmu!" "Benarkah kau tidak takut, Sierra? Aku benar-benar punya kartu As-mu yang bisa membuatmu langsung diceraikan oleh pria tua itu!" Sierra kembali tertawa. "Diceraikan? Silakan saja! Katakan saja pada pria tua itu apa yang kau ketahui tentangku! Kutegaskan sekali lagi kalau aku tidak takut, Noah! Menjauhlah dariku dan jangan coba-coba mengancamku seperti ini lagi!" Sierra menatap tajam pada Noah, sebelum ia berencana pergi dari sana, namun lagi-lagi Noah menghentikan Sierra dengan mencengkeram erat lengan Sierra. "Kau benar-benar wanita misterius dan pemberani ya, Sierra! Aku jadi makin menyukaimu!" Noah tersenyum nakal di depan wajah Sierra. "Lepaskan aku, Noah!" geram Sierra sambil berusaha menarik lengannya. Mereka pun masih saling bertatapan saat Bastian yang sudah tidak tahan lagi pun akhirnya muncul. "Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Bastian yang memergoki keduanya. Bastian sendiri tadinya baru saja akan ke toilet saat ia mendengar pembicaraan Sierra dan Noah yang membuatnya mengurungkan niatnya. Noah yang mendengar suara Bastian pun langsung melepaskan tangannya dan nampak gugup di depan Bastian. "Eh, Bastian! Wanita ini ... mencoba menggodaku! Aku sudah menolaknya tapi dia terus menggodaku," tuduh Noah melindungi dirinya. Sierra lagi-lagi hanya bisa tertawa kesal sambil menatap Bastian. "Kau percaya itu, Bastian? Aku menggodanya? Kau sudah tiga bulan tinggal di rumah untuk tahu pria seperti apa Noah ini dan kalau kau percaya pada ucapannya berarti kau bodoh, Bastian!" seru Sierra sarkastik. Tanpa banyak bicara lagi, Sierra pun segera meninggalkan Bastian dan Noah dengan perasaan kesal. Bastian sendiri masih terdiam di tempatnya dengan Noah yang masih berusaha membela dirinya. "Sumpah dia menggodaku, Bastian! Aku sudah menolaknya tapi dia terus menggodaku! Dia itu wanita murahan, Bastian!" "Kau dengar apa yang Sierra katakan kan, Noah? Kalau aku percaya padamu berarti aku bodoh. Dan perlu kutegaskan padamu kalau aku tidak bodoh dan juga tidak buta. Aku jelas bisa melihat siapa yang menggoda dan siapa yang digoda," seru Bastian, sebelum ia ikut meninggalkan Noah begitu saja. Noah yang ditinggalkan pun mengumpat kesal. "Ah, sial! Mengapa Bastian harus tiba-tiba muncul dan merusak kesenanganku? Ck, tapi tidak mungkin Bastian melapor ke Stephanie kan? Dia tidak sekepo itu! Ah, sial!" Noah terus merutuk kesal. Sedangkan Bastian sudah berhasil menyusul Sierra sampai ke salah satu stall minuman. "Jadi yang benar siapa menggoda siapa, hah?" bisik Bastian yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakang Sierra. Hembusan napas Bastian yang mengenai leher Sierra membuat Sierra menegang sejenak. Sierra pun langsung menoleh ke arah Bastian yang ternyata sudah menatapnya intens. "Bukankah sejak awal aku sudah pernah bilang padamu terserah kau mau menganggapku apa kan? Jadi percayailah apa yang mau kau percayai, Bastian!" sahut Sierra acuh. "Hmm, baiklah! Lalu apa maksudnya dia memegang kartu As-mu? Rahasia apa yang sedang kau sembunyikan, Sierra? Siapa kau sebenarnya?" Sierra langsung membelalak tidak percaya mendengarnya. "Kau menguping pembicaraan kami? Di mana sopan santunmu, Bastian?" "Aku tidak menguping, Sierra. Mungkin kau harus diingatkan di mana kalian tadi bicara. Kalian berdebat di depan toilet umum yang berarti siapa pun yang ada di dekat sana bisa mendengar pembicaraan kalian." Sierra pun terdiam sejenak. Sial! Bastian benar! Semoga saja tidak ada orang lain lagi yang mendengarnya selain Bastian. Sierra mengembuskan napas panjang dan tetap berusaha setenang mungkin. "Noah itu maniak, Bastian. Dia itu perayu ulung dan dia suka menggoda semua wanita." Bastian mengangguk, namun alih-alih menanggapi tentang Noah, Bastian malah kukuh pada pertanyaan awalnya. "Jadi apa yang kau sembunyikan, Sierra? Siapa kau sebenarnya? Wanita panggilan? Mata-mata, hah?" "Jangan bicara ngawur, Bastian! Tidak ada yang kusembunyikan dan aku bukan siapa-siapa selain diriku sendiri. Jangan dengarkan Noah! Sudah kubilang dia itu maniak jadi dia akan selalu bicara asal demi menarik perhatian wanita." "Ah, begitu ya?" Bastian melangkah mendekati Sierra. "Lalu apa kau tidak tertarik padanya, Sierra? Apa kau menolaknya karena dia suami Stephanie? Jadi kau hanya akan menggoda pria yang single atau duda, hah? Seperti ayahku yang duda ... atau mengapa kau tidak mempertimbangkan aku? Aku single, Sierra," ucap Bastian dengan nada yang menggoda sekaligus mencemooh. Jelas terlihat bahwa Bastian masih menganggap Sierra seperti wanita murahan. Sierra pun hanya memutar bola matanya kesal. "Jangan mulai lagi, Bastian!" Sierra masih membuka mulutnya untuk kembali bicara pada Bastian, tapi seorang manager mendadak menyapanya. "Selamat malam, Bu Sierra!" Sierra yang mendengarnya pun sontak berbalik memunggungi Bastian dan langsung mengabaikan anak tirinya itu. "Oh, hai, aku tidak melihatmu tadi, Pak. Senang bertemu keluargamu!" Sierra menjabat tangan manager itu dan langsung mengobrol dengan ramah bersama keluarga manager itu. Bastian yang diabaikan pun hanya terdiam di tempatnya dengan tatapan yang sudah fokus pada pemandangan punggung terbuka di hadapannya. Punggung Sierra terlihat begitu sempurna, begitu halus tanpa bintik-bintik sama sekali dan wanita itu memiliki lengkung tubuh yang begitu indah. Ditambah rambut ranjangnya yang distyle natural dan tergerai indah pun seolah memanggil siapa saja untuk menyentuhnya. Semakin Bastian menatap, ia semakin tidak tahan lagi. Baiklah, ini bukan nafsu! Tentu saja Bastian tidak akan tergoda oleh ibu tirinya sendiri. Bastian hanya merasa perlu menguji sendiri bagaimana seorang wanita murahan merespon sebuah sentuhan. Tentu saja dari responnya, Bastian bisa menilai seberapa ahlinya wanita itu. Dengan alasan absurd di otaknya, Bastian pun melangkah hingga berdiri tepat di belakang Sierra. Bastian mengenalkan dirinya sebagai anak dari Jacob Sagala agar ia bisa ikut dalam obrolan mereka, namun tangan Bastian mulai bekerja. Punggung tangan Bastian membelai punggung bawah Sierra dan terus naik ke atas sebelum ia menggunakan ibu jarinya menekan punggung itu seolah memijatinya. Dan Sierra pun menegang merasakannya. Sierra langsung menegakkan tubuhnya hingga kaku seperti patung dan perlahan kehilangan senyumnya, berbanding terbalik dengan reaksi Bastian yang saat ini justru mulai tersenyum. **Sierra masih begitu tegang saat merasa ada sesuatu yang berjalan di punggungnya.Awalnya rasanya seperti belaian ringan. Sierra sudah berpikir ada semut yang naik ke punggungnya. Namun, belaian itu merambat naik hingga menjadi sebuah pijatan lembut dengan jari dan Sierra mulai menyadari bahwa yang merambat di punggungnya bukanlah semut biasa. Sierra pun langsung menoleh ke arah Bastian yang sekarang sedang tersenyum tipis. Setengah mati Sierra menahan diri untuk tidak mengomel dan ia pun akhirnya menggeser posisi berdirinya agar ia bisa lepas dari Bastian. Namun, sialnya Bastian menahan punggungnya dan manager itu juga mengajak Sierra bicara sehingga Sierra terpaksa kembali tersenyum. "Sepertinya hubungan kalian begitu baik, Bu Sierra. Dan ini juga pertama kalinya aku bertemu dengan anak Pak Jacob," kata manager itu dengan ramah. Sierra tetap tersenyum tanpa menanggapi apa pun, sedangkan Bastian malah menyahutinya dengan begitu santai. "Tentu saja hubungan kami sangat baik, Pak.
"Mmpphh, Bastian ... jangan lakukan itu ... aku takut nanti ibu tirimu akan memergoki kita dan mengusirku lagi seperti waktu itu di rumahmu ...," rajuk seorang wanita yang sudah duduk di pangkuan Bastian dengan manja. Bastian sengaja membawa wanitanya ke ruang kerjanya dan membuat ulah agar Sierra tidak tahan padanya dan tidak mau bekerja bersamanya. "Tidak akan, Sayang. Aku sudah meminta Tory berjaga di depan pintu, lagipula ini tidak akan lama! Aku sedang penat siang ini," ucap Bastian sambil mulai menyusupkan tangannya ke balik rok wanita itu. Wanita itu pun hanya terkekeh geli dan langsung membenamkan wajahnya ke ceruk leher Bastian. Sementara di luar ruang kerja Bastian, Sierra baru saja datang membawa berkas untuk ia pelajari bersama Bastian. Sierra pun berniat masuk ke ruang kerja Bastian, tapi Tory yang sudah berjaga di sana langsung menghalanginya. "Eh, maaf, kau tidak bisa masuk sekarang, Bu Sierra!" kata Tory sambil merentangkan kedua tangannya di depan pintu. S
Bastian dan Sierra masih terdiam dalam posisi yang begitu dekat. Bukan hanya Bastian yang mendadak terhipnotis pada kecantikan Sierra, karena Sierra juga merasakan yang sama. Bahkan debar jantung Sierra pun memacu begitu kencang karena kedekatan ini. Sierra tahu Bastian tampan, bahkan ketampanan pria itu di atas rata-rata. Dan pria itu juga sangat menarik sampai bisa membuat orang berhenti melangkah hanya untuk mengaguminya. Tapi bukan berarti Sierra lantas tertarik pada Bastian. Awal perkenalan yang sama sekali tidak ramah ditambah dengan sikap brengsek dan menyebalkan yang pria itu tunjukkan membuat Sierra membenci pria itu. Namun, entah mengapa saat ini, mendadak Sierra melupakan semuanya saat hembusan napas Bastian bisa ia rasakan di wajahnya. Untungnya, Sierra segera menyadari kalau posisi mereka terlalu dekat. Sierra pun langsung meletakkan tangannya di dada Bastian dan mendorongnya pelan. "Astaga, Bastian, maaf ...," ucap Sierra pelan karena ia begitu sadar bahwa ia
"Kau mau yang ini juga?" tanya Sierra kepada Jacob saat melayani pria itu sarapan keesokan harinya. Semua orang sudah berkumpul di meja makan dan seperti biasa, tidak ada yang menyapa Sierra pagi itu. Laura dan Stephanie menatap Sierra dengan malas, sedangkan Noah malah menatap Sierra dengan tatapan lapar yang menjijikkan."Letakkan di sini makananku, Sierra! Dan pergilah mencari Bastian ke kamarnya! Bawa dia kemari untuk sarapan bersama!" perintah Jacob pada Sierra. Sierra pun hanya memutar bola matanya, sebelum melayangkan protes. "Bastian itu sudah besar, biarkan saja dia memutuskan sendiri kapan dia mau sarapan!"Jacob mengernyit mendengarnya. "Sekalipun dia sudah besar, dia tetap butuh makan, sudah tugasmu untuk merawatnya juga kan?""Tapi tidak harus aku juga yang memanggilnya kan? Pelayan bisa memanggilnya." "Aku mau kau, Sierra! Kau ibunya! Cepat panggil Bastian di kamarnya!" titah Jacob lagi yang tidak mau dibantah. Sambil menahan rasa kesalnya, Sierra pun akhirnya menu
"Tory, aku tidak ikut makan siang, tapi belikan aku makan siang di cafe biasanya! Aku harus mempelajari berkas sialan ini agar aku tidak terlihat bodoh di depan Pak Jose! Pak Jose adalah klien penting dan ini proyek pertamaku! Aku harus lebih menonjol daripada wanita itu!" seru Bastian siang itu. "Ah, baik, Bos! Tapi bolehkah aku makan siang dulu sebelum membawakan makan siangmu ke sini?" Tory menunjukkan deretan gigi putihnya dan tertawa nyengir. "Bawa kemari dulu baru kau boleh pergi makan!" geram Bastian. "Eh, tapi kalau aku bolak-balik, jam makan siangku akan habis di jalan, Bos!""Ck, sekali lagi kau begitu berisik, aku akan memotong gajimu, Tory! Sana pergi, aku lapar!" geram Bastian lagi. Tory yang mendengar nada ketus Bastian pun hanya bisa pasrah keluar dari ruangan itu sambil memanyunkan bibirnya. Dengan cepat, Tory pun tiba di cafe langganan Bastian. Beruntung cafenya tidak terlalu ramai siang itu jadi pesanan Tory bisa langsung dilayani. "Silahkan duduk dulu, Pak! Na
Bastian masih berkutat dengan pekerjaannya sore itu saat tiba-tiba cerita Tory mendadak memenuhi otaknya. Dengan geram, Bastian pun membanting bolpen yang dipegangnya ke atas meja. "Sial, mengapa aku harus memikirkan wanita itu? Apa yang akan terjadi padanya sama sekali bukan urusanku!""Tapi Noah memang brengsek! Apa dia begitu tidak laku sampai harus memakai cara seperti ini hanya untuk mendapatkan wanita? Sial! Stephanie benar-benar sudah gila saat memilih Noah menjadi suaminya!"Untuk sesaat, Bastian nampak mengeraskan rahangnya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia menelepon panggilan interkom ke ruangan sekretaris Sierra. "Apa Sierra ada di ruangannya?""Bu Sierra sedang ada janji dengan klien, Pak. Mungkin dia tidak akan kembali ke kantor hari ini.""Ck, baiklah!" Bastian pun menutup teleponnya sambil menghela napas kasar. "Yang penting aku sudah mencobanya, jadi jangan salahkan aku yang tidak memberitahumu," seru Bastian, sebelum akhirnya ia benar-benar tenggelam dalam p
Sierra bangkit dari kursinya dengan kepala yang berdenyut hebat.Bukan sakit kepala biasa karena rasanya lebih mirip seperti pusing karena sesuatu yang tidak berhasil dilampiaskan dan rasanya berputar di kepala Sierra. Tubuhnya pun makin memanas dan sensitif. Apalagi saat Vinn mulai mendekatinya dan mendadak memeluk pinggangnya dengan kurang ajar. "Apa ini? Maaf, Pak Vinn, singkirkan tanganmu!" seru Sierra yang masih mencoba mempertahankan dirinya. "Oh, maaf!" Vinn pun mengangkat kedua tangannya menjauhi Sierra, namun ia tersenyum simpul menantikan saat Sierra sendiri yang memohon untuk disentuh. Jantung Sierra pun masih memacu begitu cepat apalagi merasakan desiran rasa puas saat tangan besar Vinn memeluk pinggangnya tadi. Sial! Pasti ada yang salah denganku! Tapi apa itu? Mengapa mendadak rasanya seperti ini?Sierra masih terus berpikir keras saat akhirnya Vinn mengajaknya keluar dari restoran. Mereka naik ke lift dan Vinn sama sekali tidak menyentuh Sierra melainkan hanya men
Bastian melajukan mobilnya begitu cepat pergi dari Hotel Garden meninggalkan Tory sendirian. Dan sepanjang jalan, Bastian pun terus mengumpat dengan kesal. "Sialan! Ada apa dengan anak itu? Biasanya dia bersikap seperti anak kecil yang begitu iseng dan suka mengeluh, tapi mendadak hari ini dia bersikap seperti seorang pria dewasa yang menyebalkan! Merengek seperti itu agar aku menolong Sierra!""Sial! Untuk apa aku melakukannya? Apa dia pikir aku ini suka mencampuri urusan orang lain? Apalagi urusan wanita itu! Sial!"Bastian pun menggenggam erat setirnya sambil menginjak gasnya kencang saat tiba-tiba ingatan tentang Sierra yang terjebak berdua bersamanya di lift muncul di otaknya. Tubuh ramping yang begitu pas di pelukannya dan sepasang manik mata yang begitu indah. Tatapan yang berani, namun juga tersirat banyak hal dalam tatapan itu yang Bastian juga tidak tahu apa itu. Namun, rasanya seolah Bastian kembali ke malam itu, saat manik mata itu menatapnya dalam, hembusan napas itu
"Astaga, Jonathan, kembalikan!" Rosella berusaha mengambil lagi kertas gambarnya dari Jonathan dan Jonathan yang masih mematung pun akhirnya pasrah saja saat Rosella kembali mengambilnya. Dengan cepat, Rosella pun meremat kertasnya dan langsung membuangnya ke tempat sampah sampai Jonathan kaget melihatnya. "Mengapa dibuang, Rosella? Gambar itu ....""Ah, itu hanya iseng! Aku malu sekali! Tidak penting sama sekali! Eh, sudah jam berapa ini? Astaga, sudah siang! Ayo kita makan siang saja! Julio ada di toko bersama Ibu!" seru Rosella dengan tetap gugup dan Rosella pun langsung melangkah keluar duluan dari kamar itu. Jonathan pun terdiam sambil menatap pintu kamar itu cukup lama, sebelum Jonathan akhirnya turun ke ruang makan dan makan bersama dengan Sierra dan Rosella. Sepanjang makan siang, Jonathan tidak berhenti melirik Rosella yang berusaha nampak biasa saja sambil mengobrol dengan Sierra itu. Jonathan pun makan siang sambil berpikir keras hingga akhirnya setelah makan siang, i
"Apa kau tidak merasa itu terlalu kebetulan, Jonathan? WHA membuka lowongan arsitek." "Kau hanya tidak melihat bagaimana ekspresi Rosella saat menonton berita itu tadi pagi." Bastian langsung menelepon Jonathan saat ia menyetir ke kantor pagi itu dan menceritakan semuanya pada Jonathan. Jonathan sendiri yang masih ada di rumahnya pun terdiam mendengarnya. Sejak kemarin, ia sudah mendengar dari Jordan kalau WHA membuka lowongan arsitek namun ia tidak menyangka pagi ini malah Rosella mendengarnya dari berita. Ini adalah kebetulan yang sangat gila menurut Jonathan, karena seolah semesta juga mengarahkan Rosella pada WHA, yang secara tidak langsung berarti tetap berhubungan dengan Jonathan. Namun, entah mengapa Jonathan masih enggan mengakui kebetulan itu. "Ck, kau terlalu halu, Bastian! Semua hal bisa saja terjadi dan yang namanya kebetulan ya terkadang memang terjadi begitu saja." "Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, Jonathan. Semuanya pasti sudah diatur!" tegas Basti
"Selamat pagi, Mama Sayang!" Sierra membuka matanya pagi itu karena mendengar suara Bastian yang dibuat mirip seperti anak kecil itu dengan wangi semerbak bau khas bayi yang begitu dekat dengannya. "Hmm, siapa ini?" gumam Sierra saat melihat salah satu bayinya yang sudah didekatkan padanya. Bayi itu membuka matanya dengan mulut yang terus terbuka dan kepala yang miring ke samping. "Ini Santos, Mama. Santos sudah sangat kehausan ...," sahut Bastian lagi. Dan Sierra pun tersenyum melihat tingkah bayinya yang lucu. Mata itu, mata yang mirip dengan Bastian saat ini sedang menatapnya penuh harap. "Hmm, kau mau susu ya?" "Tentu saja, Mama ... aku sudah sangat haus," sahut Bastian lagi dan Sierra pun tergelak. Perlahan ia mendekatkan dadanya ke arah Santos dan karena ada bau susu di sana, Santos pun makin membuka mulutnya dan memiringkan kepalanya maksimal mencari pabrik susunya. Sierra yang melihatnya pun kembali tergelak sambil terus menggoda bayinya, namun Sierra belum juga mau
Rosella tidak berhenti tersenyum malam itu. Sambil terus membelai kepala Julio yang sudah tertidur pulas, Rosella pun mengingat kencannya dengan Jonathan tadi dan semakin diingat, senyuman pun makin merekah di bibir Rosella. "Mama yakin Jonathan bisa menjadi Papa yang baik untukmu, Julio. Bahkan sekarang saja dia tidak keberatan dipanggil Papa kan?""Apa itu berarti dia memang ingin menjadi Papamu? Apakah Mama terlalu bodoh kalau masih tidak menyadarinya?""Tadi dia juga menciumku dan tanpa sengaja memanggilku sayang ... hanya saja, belum ada status yang jelas di antara kami ...."Senyuman Rosella pun makin lebar dan ia pun mulai menciumi wajah Julio yang sedang tidur itu. Namun, Rosella masih tidak bisa tidur. Sebagian dari dirinya masih memikirkan adegan romantis antara dirinya dan Jonathan, namun sebagian lagi memikirkan tentang ucapan Jonathan bahwa Rosella harus mengejar impiannya. Seketika senyuman Rosella pun memudar saat ia memikirkan tentang impiannya. "Apa itu mungkin?
Kau selalu punya aku ....Kata-kata Jonathan terdengar begitu indah untuk Rosella sampai Rosella pun kembali menitikkan air matanya. Jonathan begitu tulus padanya dan Jonathan pun baru saja memberi semangat bagi Rosella yang sebelumnya semangat itu belum pernah Rosella rasakan. Rosella hanya merasa bahwa hidupnya tidak akan sama lagi, dari wanita yang dulunya percaya diri dengan apa yang dimilikinya, mendadak Rosella sekarang menjadi minder akan banyak hal, terutama karena ia bukan wanita suci dan ia sudah punya anak di luar nikah. Tapi kehadiran Jonathan membuat Rosella kembali merasa diinginkan dan membuat Rosella merasa berharga. "Jonathan, terima kasih! Terima kasih! Ucapanmu benar-benar berarti untukku." Jonathan pun tersenyum dan memijat lembut lengan terbuka Rosella. "Kau juga berarti untukku, Rosella. Sangat berarti. Bahkan aku yang seharusnya berterima kasih padamu karena telah mengijinkan aku merasakan banyak sekali perasaan sejak bersamamu." "Dan aku serius, Rosella.
Jantung Rosella sudah memacu tidak terkendali karena kedekatannya dengan Jonathan, apalagi saat mendadak Jonathan menyatukan bibirnya dengan bibir Rosella. Bibir mereka menempel dan keduanya memejamkan mata. Baru seperti ini saja, tapi Jonathan sudah melambung. Rosella bisa merasakan hembusan napas Jonathan di wajahnya, begitu pula sebaliknya, dan tepat saat Jonathan mulai memagut bibir itu mendadak hal yang tidak ia inginkan terjadi. Ting!Pintu lift pun terbuka dan mereka sama-sama tersentak dengan suara itu. Apalagi karena di depan lift sudah ada beberapa orang yang salah tingkah melihat pemandangan itu. "Oh, astaga, Jonathan!" Rosella buru-buru menunduk malu dan menyembunyikan wajahnya di dada Jonathan. Jonathan sendiri hanya tersenyum kecut sambil mengangguk singkat pada beberapa orang seolah meminta maaf atas pemandangan itu. Jonathan pun langsung menggandeng Rosella dan membawa wanita itu melangkah ke parkiran dan Rosella hanya mengikutinya dengan patuh. "Sudah tidak ada
"Papa ...." Julio langsung menyambut Jonathan begitu pria itu tiba di rumah. "Hai, jagoan! Kau sudah siap?" "Sudah, tapi Mama lama sekali! Katanya Mama lagi pakai make up!" lapor Julio polos. Jonathan yang mendengarnya sampai menahan senyumnya. Lidya sendiri yang mendengarnya ikut mengulum senyumnya. "Astaga, Julio, mengapa kau mengatakannya?" tegur Lidya gemas. "Eh, memangnya tidak boleh ya? Mama lagi pakai merah-merah pipi, terus Mama juga wangi sekali!" imbuh Julio sampai membuat Lidya malu sendiri. Lidya yang sedang menggendong Sania pun hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu mengajak Sania berjalan-jalan lagi ke sekeliling rumah. Jonathan sendiri tidak bisa berhenti tersenyum mendengar Rosella yang sedang berdandan untuknya itu dan ia mulai tidak sabar bertemu dengan wanita itu. "Baiklah, kita tunggu Mama di sini saja!""Coba Julio panggil Mama lagi ya biar Mama cepat!" "Tidak usah, Julio! Biarkan saja Mama bersiap pelan-pelan!" "Tapi nanti kita terlambat, Ric kan su
Beberapa gaun santai terbentang di atas ranjang Rosella dan ia begitu bingung memilih gaun yang harus ia pakai pada kencan pertamanya. Walaupun kemarin ia sempat menolak Jonathan, tapi tidak dapat dipungkiri kalau Rosella juga antusias pada acara malam ini. Bahkan jantung Rosella sudah berdebar tidak karuan karena akan berkencan lagi setelah sekian lama. Rosella sempat punya kekasih namun itu sudah sangat lama, sebelum Rosella mengalami kejadian naas itu yang mengubah hidupnya. Dan hari ini, rasanya seperti pengalaman pertama lagi dan Rosella mendadak menjadi seperti wanita polos lagi. "Yang ini atau yang ini?" Rosella masih menempelkan dua gaun di depan tubuhnya dengan gelisah. Walaupun ia sudah menghabiskan banyak waktu bersama Jonathan, walaupun Jonathan sendiri mungkin sudah melihat saat paling jelek Rosella saat bangun tidur, tapi Rosella tidak sepenuhnya sadar saat itu. Tapi saat ini, Rosella sudah sadar dan sebagai wanita normal tentu saja Rosella ingin tampil cantik di
"Ayo berkencan denganku!" Rosella langsung menoleh kaget mendengar ajakan Jonathan malam itu. Satu minggu sudah berlalu sejak satu bulanan si kembar dan dengan berat hati, Stephanie serta Lalita pun harus pulang ke rumah Jacob. Karena itu, Jonathan sendiri merasa lebih nyaman berkunjung ke rumah Rosella dan berduaan dengan Rosella. Bukannya Jonathan sungkan pada Stephanie karena nyatanya Jonathan sudah menganggap Stephanie seperti saudaranya sendiri, tapi lebih sedikit orang selalu lebih baik. Apalagi sekarang fokus semua orang masih tertuju pada si kembar jadi Jonathan punya waktu berduaan lebih banyak dengan Rosella. Jonathan sendiri masih menatap Rosella lekat-lekat, sedangkan Rosella mulai salah tingkah. Mereka sedang duduk berhadapan di kursi santai di pinggir kolam renang dan Rosella pun langsung memalingkan tatapannya. "Berkencan seperti apa maksudmu, Jonathan? Bukankah kita sudah sering pergi bersama?" Rosella masih canggung dan belum mendapatkan kepercayaan dirinya s