"Tory, aku tidak ikut makan siang, tapi belikan aku makan siang di cafe biasanya! Aku harus mempelajari berkas sialan ini agar aku tidak terlihat bodoh di depan Pak Jose! Pak Jose adalah klien penting dan ini proyek pertamaku! Aku harus lebih menonjol daripada wanita itu!" seru Bastian siang itu. "Ah, baik, Bos! Tapi bolehkah aku makan siang dulu sebelum membawakan makan siangmu ke sini?" Tory menunjukkan deretan gigi putihnya dan tertawa nyengir. "Bawa kemari dulu baru kau boleh pergi makan!" geram Bastian. "Eh, tapi kalau aku bolak-balik, jam makan siangku akan habis di jalan, Bos!""Ck, sekali lagi kau begitu berisik, aku akan memotong gajimu, Tory! Sana pergi, aku lapar!" geram Bastian lagi. Tory yang mendengar nada ketus Bastian pun hanya bisa pasrah keluar dari ruangan itu sambil memanyunkan bibirnya. Dengan cepat, Tory pun tiba di cafe langganan Bastian. Beruntung cafenya tidak terlalu ramai siang itu jadi pesanan Tory bisa langsung dilayani. "Silahkan duduk dulu, Pak! Na
Bastian masih berkutat dengan pekerjaannya sore itu saat tiba-tiba cerita Tory mendadak memenuhi otaknya. Dengan geram, Bastian pun membanting bolpen yang dipegangnya ke atas meja. "Sial, mengapa aku harus memikirkan wanita itu? Apa yang akan terjadi padanya sama sekali bukan urusanku!""Tapi Noah memang brengsek! Apa dia begitu tidak laku sampai harus memakai cara seperti ini hanya untuk mendapatkan wanita? Sial! Stephanie benar-benar sudah gila saat memilih Noah menjadi suaminya!"Untuk sesaat, Bastian nampak mengeraskan rahangnya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia menelepon panggilan interkom ke ruangan sekretaris Sierra. "Apa Sierra ada di ruangannya?""Bu Sierra sedang ada janji dengan klien, Pak. Mungkin dia tidak akan kembali ke kantor hari ini.""Ck, baiklah!" Bastian pun menutup teleponnya sambil menghela napas kasar. "Yang penting aku sudah mencobanya, jadi jangan salahkan aku yang tidak memberitahumu," seru Bastian, sebelum akhirnya ia benar-benar tenggelam dalam p
Sierra bangkit dari kursinya dengan kepala yang berdenyut hebat.Bukan sakit kepala biasa karena rasanya lebih mirip seperti pusing karena sesuatu yang tidak berhasil dilampiaskan dan rasanya berputar di kepala Sierra. Tubuhnya pun makin memanas dan sensitif. Apalagi saat Vinn mulai mendekatinya dan mendadak memeluk pinggangnya dengan kurang ajar. "Apa ini? Maaf, Pak Vinn, singkirkan tanganmu!" seru Sierra yang masih mencoba mempertahankan dirinya. "Oh, maaf!" Vinn pun mengangkat kedua tangannya menjauhi Sierra, namun ia tersenyum simpul menantikan saat Sierra sendiri yang memohon untuk disentuh. Jantung Sierra pun masih memacu begitu cepat apalagi merasakan desiran rasa puas saat tangan besar Vinn memeluk pinggangnya tadi. Sial! Pasti ada yang salah denganku! Tapi apa itu? Mengapa mendadak rasanya seperti ini?Sierra masih terus berpikir keras saat akhirnya Vinn mengajaknya keluar dari restoran. Mereka naik ke lift dan Vinn sama sekali tidak menyentuh Sierra melainkan hanya men
Bastian melajukan mobilnya begitu cepat pergi dari Hotel Garden meninggalkan Tory sendirian. Dan sepanjang jalan, Bastian pun terus mengumpat dengan kesal. "Sialan! Ada apa dengan anak itu? Biasanya dia bersikap seperti anak kecil yang begitu iseng dan suka mengeluh, tapi mendadak hari ini dia bersikap seperti seorang pria dewasa yang menyebalkan! Merengek seperti itu agar aku menolong Sierra!""Sial! Untuk apa aku melakukannya? Apa dia pikir aku ini suka mencampuri urusan orang lain? Apalagi urusan wanita itu! Sial!"Bastian pun menggenggam erat setirnya sambil menginjak gasnya kencang saat tiba-tiba ingatan tentang Sierra yang terjebak berdua bersamanya di lift muncul di otaknya. Tubuh ramping yang begitu pas di pelukannya dan sepasang manik mata yang begitu indah. Tatapan yang berani, namun juga tersirat banyak hal dalam tatapan itu yang Bastian juga tidak tahu apa itu. Namun, rasanya seolah Bastian kembali ke malam itu, saat manik mata itu menatapnya dalam, hembusan napas itu
Sierra sama sekali tidak bisa mengendalikan dirinya. Mulai saat Vinn menangkup dadanya dengan kurang ajar, Sierra sudah menikmatinya walaupun ia masih cukup sadar untuk menjaga harga dirinya. Namun, saat Vinn mulai memeluknya, melemparnya ke ranjang dan menyentuhnya, Sierra sudah tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya yang benar-benar mendamba sentuhan itu. Bahkan rasa jijik saat menatap wajah Noah dan Vinn ternyata tetap tidak bisa menjaga kewarasan Sierra. Sampai saat pintu dibuka kasar dan seseorang masuk ke sana lalu menghajar para pria itu. Sierra pun menggeser posisi tubuhnya menjauhi orang-orang, namun ia tetap menggeliat di ranjang itu. "Akkhh, aku tidak tahan lagi, dress ini benar-benar menyiksaku!" pekik Sierra saat semua orang akhirnya keluar dari kamarnya. Sierra bangkit berdiri dan mulai melepaskan dressnya serta semua penghalang lain di tubuhnya sampai tubuhnya benar-benar polos. Dan saat ia mendengar suara pintu ditutup, Sierra yang kaget pun menoleh. Seketika
"Mmpphh, Bastian ...."Suara parau Sierra yang meneriakkan namanya membuat hasrat Bastian makin membuncah. Dengan lihai, Bastian menyusuri setiap inchi tubuh Sierra tanpa terlewat dengan bibirnya dan membuat wanita itu bergerak tak karuan. Bastian sendiri berakhir dengan membenamkan wajahnya ke ceruk leher Sierra menikmati aroma yang mendadak menjadi candunya. Setelah puas dengan leher wanita itu, Bastian menciumi rahang dan bibir Sierra, sebelum ia mulai memposisikan dirinya untuk melebur bersama wanita itu.Hasrat Bastian makin meletup saat sejenak ia bertatapan dengan sepasang manik indah milik Sierra yang menatapnya sayu.Bastian pun meraup bibir itu dalam dan bersiap memulai penyatuannya saat mendadak sebuah suara mengagetkan membuatnya tersentak dan membuka matanya lebar-lebar. Bastian pun langsung bangkit duduk di ranjangnya. "Oh, sial, aku bermimpi! Rasanya begitu nyata!" umpat Bastian saat ia melirik sesuatu yang menegang dan terasa sesak di balik celananya. "Sial! Dari s
Stephanie membelalak kaget saat tangannya yang sudah melayang untuk menampar Sierra malah ditahan oleh seseorang."Tidak sepantasnya kau menamparnya, Stephanie!" seru Bastian penuh ancaman sambil mengempaskan tangan Stephanie dengan kasar. Sontak saja semua orang di dalam ruang keluarga pun mematung. Noah dan Vinn terlihat ketakutan melihat Bastian, sedangkan Sierra juga membelalak kaget melihat Bastian yang menyelamatkannya dari tamparan. "B-Bastian ... mengapa kau membelanya? Dia ini sumber penyakit di rumah ini!" sembur Stephanie dengan penuh emosi. "Aku tidak membelanya, Stephanie! Dan bukan dia sumber penyakitnya, tapi suamimu sendiri!""Cukup, Bastian! Jangan pernah menjelekkan Noah di depanku! Dia suamiku!""Lalu kenapa kalau dia suamimu? Setidaknya berpikirlah rasional, Stephanie! Apa kau akan tetap mempertahankan suamimu yang baru saja berusaha melecehkan istri dari ayahmu, hah? Menjijikkan sekali!""Bastian, apa otakmu juga sudah dicuci oleh wanita ini, hah? Dia sengaja
Hembusan napas maskulin milik Bastian dan ucapannya yang menggoda mendadak membuat Sierra kehabisan napas. "Lalu masalah melihat tubuhmu ... bukankah kau juga sudah sering melihat tubuhku saat kau mengusir para wanitaku? Dan sekarang aku juga sudah melihat tubuhmu ...." Bastian menyeringai di depan wajah Sierra. "Kita impas sekarang, Sierra."Sierra kembali menahan napasnya mendengar ucapan Bastian. Sierra tidak menanggapinya lagi, tapi Sierra terus mengomel begitu ia sudah kembali ke kamarnya sendiri. "Impas? Apanya yang impas? Dasar sinting! Aku melihat tubuhnya dan dia melihat tubuhku, apa itu namanya impas?"Bahkan, Sierra masih tetap mengomel saat ia sudah bersiap ke kantor. Sementara di bawah, keributan masih tetap terjadi antara Stephanie dan Noah, sedangkan Vinn yang sudah terlalu malu langsung saja pergi tanpa kata dari rumah itu. "Kau benar-benar brengsek, Noah!" Stephanie meraih bantal sofa dan memukulkannya pada Noah. "Auw, maafkan aku, Sayang! Aku benar-benar tidak
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan
"Sial, berani sekali dia menghina Cedric! Dia pikir siapa dia? Keluarga bukan, teman juga bukan!" "Dia benar-benar sudah melunjak! Aku makin tidak menyukainya sekarang! Sial!" Jessica mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan kesal yang luar biasa. Setelah mendengar semua ucapan Rosella, bukannya Jessica tidak gelisah. Namun, Jessica gelisah bukan karena percaya pada Rosella, tapi gelisah karena amarah untuk Rosella. Semakin dipikir, amarahnya malah semakin besar. Bisa-bisanya wanita itu mendadak muncul dengan membawa anak, diterima oleh semua orang dengan begitu mudah, dan sekarang makin melunjak. "Sial!" rutuk Jessica lagi tanpa henti. Jessica pun masih terus mengumpat kesal saat pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan dibuka. Jessica yang mengira Rosella kembali lagi pun langsung membentak keras. "Aku tidak mau mendengarmu! Tidak usah datang ke sini lagi!" Namun, ternyata yang datang Livy dan Livy cukup kaget mendengar teriakan Jessica. Jessica sendiri menbelalak m
"Aku sudah selesai, Rosella." "T-Tami ...." "Eh, kau kenapa? Kau pucat, Rosella!" Rosella menggeleng dan berusaha untuk tidak menoleh sama sekali agar Cedric tidak mengenalinya. Namun, beberapa pria di meja Cedric sempat menoleh menatap Tami dan punggung Rosella karena memang Rosella duduk memunggungi meja para pria itu. "Aku tidak apa, Tami. Ayo kita pulang!" "Eh, iya." Tami pun membawa Rosella masuk ke mobil dan ia segera menyetir kembali ke perusahaan. Rosella sendiri hanya bisa duduk di mobil sambil menenangkan dirinya dan memikirkan tentang Jessica. Ia tidak mungkin membiarkan Jessica dilecehkan oleh pria brengsek itu, tapi apa yang harus ia lakukan? Apa?"Kau yakin kau tidak apa, Rosella?" tanya Tami yang menyetir mobilnya. "Tidak apa, Tami. Jangan khawatir! Aku sudah lebih tenang sekarang." "Eh, sudah lebih tenang? Memangnya tadi kau kenapa, Rosella? Kau pucat sekali tadi! Kau mau minum kopi agar lebih segar?" "Tidak. Aku tidak apa, Tami. Hanya mendadak teringat ses
"Aku tahu, aku sudah makan siang. Semuanya baik-baik saja, Jonathan." Rosella menerima telepon dari Jonathan siang itu saat ia baru saja melangkah masuk ke lobby perusahaan. Jonathan yang sudah tiba di Amerika begitu cepat sudah merindukan Rosella lagi. "Baiklah, nanti malam telepon aku. Aku mau melihat Julio, Sayang." "Haha, baiklah. Sana bekerja! Aku juga mau bekerja dulu." "Baiklah, aku mencintaimu, Rosella." "Aku juga mencintaimu, Jonathan." "Dah!" Rosella masih tersenyum dan menutup ponselnya lalu memandangi ponsel itu saat tiba-tiba tubuhnya hampir tertabrak oleh seorang pria sampai refleks ia melangkah mundur dan terhuyung. "Astaga!" pekik Rosella. Namun, pria itu langsung memegangi tangan Rosella sampai akhirnya Rosella tidak jadi jatuh. Jantung Rosella pun berdebar kencang karena gerakan mendadak itu, namun kedua matanya langsung bertaut dengan mata pria yang menyelamatkannya. "Kau tidak apa, Nona?" tanya pria itu dengan lembut dan dengan tatapan kagum. "Aku tida