Stephanie membelalak kaget saat tangannya yang sudah melayang untuk menampar Sierra malah ditahan oleh seseorang."Tidak sepantasnya kau menamparnya, Stephanie!" seru Bastian penuh ancaman sambil mengempaskan tangan Stephanie dengan kasar. Sontak saja semua orang di dalam ruang keluarga pun mematung. Noah dan Vinn terlihat ketakutan melihat Bastian, sedangkan Sierra juga membelalak kaget melihat Bastian yang menyelamatkannya dari tamparan. "B-Bastian ... mengapa kau membelanya? Dia ini sumber penyakit di rumah ini!" sembur Stephanie dengan penuh emosi. "Aku tidak membelanya, Stephanie! Dan bukan dia sumber penyakitnya, tapi suamimu sendiri!""Cukup, Bastian! Jangan pernah menjelekkan Noah di depanku! Dia suamiku!""Lalu kenapa kalau dia suamimu? Setidaknya berpikirlah rasional, Stephanie! Apa kau akan tetap mempertahankan suamimu yang baru saja berusaha melecehkan istri dari ayahmu, hah? Menjijikkan sekali!""Bastian, apa otakmu juga sudah dicuci oleh wanita ini, hah? Dia sengaja
Hembusan napas maskulin milik Bastian dan ucapannya yang menggoda mendadak membuat Sierra kehabisan napas. "Lalu masalah melihat tubuhmu ... bukankah kau juga sudah sering melihat tubuhku saat kau mengusir para wanitaku? Dan sekarang aku juga sudah melihat tubuhmu ...." Bastian menyeringai di depan wajah Sierra. "Kita impas sekarang, Sierra."Sierra kembali menahan napasnya mendengar ucapan Bastian. Sierra tidak menanggapinya lagi, tapi Sierra terus mengomel begitu ia sudah kembali ke kamarnya sendiri. "Impas? Apanya yang impas? Dasar sinting! Aku melihat tubuhnya dan dia melihat tubuhku, apa itu namanya impas?"Bahkan, Sierra masih tetap mengomel saat ia sudah bersiap ke kantor. Sementara di bawah, keributan masih tetap terjadi antara Stephanie dan Noah, sedangkan Vinn yang sudah terlalu malu langsung saja pergi tanpa kata dari rumah itu. "Kau benar-benar brengsek, Noah!" Stephanie meraih bantal sofa dan memukulkannya pada Noah. "Auw, maafkan aku, Sayang! Aku benar-benar tidak
Sierra pulang ke rumahnya malam itu dengan tubuh yang cukup lelah. Seharian ia menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan agar hari liburnya besok tidak terganggu. Selain itu, sebenarnya Sierra sendiri juga sedang dalam mode menghindar dari Laura, Stephanie, maupun Bastian di kantor. Sierra tahu Stephanie pasti marah besar padanya dan pasti akan melampiaskan kemarahan itu cepat atau lambat, namun Sierra masih terlalu lelah untuk meladeninya. Untung saja, tadi pagi Sierra bergerak cepat untuk pergi ke kantor, sebelum bertemu mereka, bahkan Sierra juga tidak melihat Noah lagi dan berharap tidak perlu melihat pria itu lagi selamanya. Sierra pun langsung naik ke kamarnya dan mengurung diri di sana sampai jam makan malam selesai. "Apa Sierra belum pulang? Mengapa dia tidak ikut makan dengan kita?" tanya Jacob yang sudah berkumpul di ruang makan bersama seluruh anggota keluarganya. Namun, semua orang diam dan tidak menjawab. Bastian seolah tidak peduli, Laura pun juga tidak peduli, sed
Bastian baru saja keluar dari kamarnya saat ia melihat Sierra masuk ke kamar Lalita. "Apa yang Sierra lakukan? Apa Lalita sudah pulang? Ck, bahkan anak kecil saja mau dihasut olehnya?" geram Bastian. Dengan cepat, Bastian pun melangkah ke kamar itu dan berniat ikut masuk saat tiba-tiba ia mendengar tangisan Lalita dan suara Sierra yang menenangkan Lalita dengan sabar. Alih-alih masuk, Bastian malah perlahan membuka pintunya lebih lebar sehingga ia bisa mengintip. Dan seketika Bastian pun mematung melihat Sierra mendekap dan mencium puncak kepala Lalita. Untuk sesaat, Bastian pun begitu terharu melihat apa yang wanita itu lakukan pada Lalita, tapi rasa harunya tidak bertahan lama saat suara Stephanie mendadak mengagetkannya. "Apa yang kau lakukan di depan kamar anakku, Bastian?" "Stephanie?" Stephanie tidak menanggapi dan malah langsung menghambur masuk ke kamar Lalita karena ia diberitahu oleh pelayan bahwa Sierra ada di sana. Ya, Sierra. Walaupun Stephanie tahu Betty
Sierra mengernyit dalam tidurnya pagi itu. Perlahan Sierra membuka matanya dan saat ia melirik jamnya, ternyata jam sudah menunjukkan jam lima pagi. "Astaga, sudah pagi," gumam Sierra sambil menatap sayang pada Lalita yang masih meringkuk di dalam pelukannya itu. Sierra pun mendaratkan bibirnya ke puncak kepala Lalita dan membelainya sayang, sebelum perlahan Sierra melepaskan diri dari Lalita. Sierra terlalu antusias karena hari ini adalah hari liburnya. Ia pun ingin segera pergi dari rumah, sebelum semua anggota keluarga bangun dan membuat liburnya mungkin terhambat. "Eh, tapi aku tertidur saat Bastian masih di sini kemarin. Ck, pasti dia sudah kembali ke kamarnya sendiri. Perlukah aku berterima kasih padanya karena sudah menyingkirkan Stephanie kemarin?" gumam Sierra yang mendadak teringat kejadian kemarin. "Ah, besok saja dipikir lagi! Hari ini aku benar-benar tidak mau memikirkan apa pun."Sambil mengendap-endap agar tidak mengganggu Lalita, Sierra pun segera keluar dan menu
"Aunty, mengapa kita ke rumah sakit?" tanya Lalita polos sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling dinding putih itu. "Aunty mau mengunjungi seseorang. Sebentar saja, oke? Setelah itu, Aunty akan mengajak Lalita bermain." Mata Lalita pun kembali berbinar-binar dan ia mengangguk cepat. "Lalita mau, Aunty." "Hmm, Anak Pintar! Ayo, Sayang!" Sierra pun menggandeng Lalita menuju ke sebuah ruangan yang bertuliskan ICU. "Lalita, karena anak kecil tidak boleh masuk ke dalam, maukah Lalita menunggu di sini bersama Suster?" "Eh?" Seketika ekspresi Lalita langsung berubah mendengarnya. Tidak ada lagi tatapan berbinar-binar berganti tatapan yang goyah dan berkaca-kaca. Tubuh Lalita pun mendadak gemetar dan ketakutan dengan napas yang mulai putus-putus. Lalita selalu mengalami kecemasan berlebih setiap kali disuruh menunggu di tempat yang asing karena Lalita memang pernah ditinggalkan oleh Stephanie di mall sampai Lalita begitu trauma. Dan Sierra yang menyadari perubahan ekspresi Lal
Sierra terus menenangkan dirinya setelah ia berpamitan dengan ibunya dan akhirnya keluar dari ruangan ibunya. Sierra sempat berbicara dengan suster yang memberitahu bahwa belum ada perkembangan yang berarti dari kondisi ibunya dan Sierra pun hanya bisa mendesah pasrah. "Eh, itu Aunty sudah selesai!" seru Valdo saat melihat Sierra keluar dari ruang ICU. Sierra pun tersenyum menatap Valdo dan Lalita. "Apa permennya sudah habis, Sayang?" "Sudah, Aunty. Sekarang kita mau pergi ke mana?" tanya Lalita yang mendadak antusias. Entah apa yang Valdo lakukan sejak tadi untuk mengambil hati anak itu, yang jelas senyum sumringah terpancar di wajah Lalita. "Aunty senang sekali kalau kau tersenyum seperti ini, Lalita! Cantik sekali! Tapi setelah ini, Aunty akan mengajakmu ke satu tempat dan memperkenalkanmu pada seseorang." "Eh, siapa, Aunty?" "Ikut saja, Sayang!" Sierra dan Valdo pun akhirnya pergi dengan mobil mereka masing-masing dan bertemu di tempat yang sama yaitu sebuah yayasa
"Valdo, aku masih sangat berterima kasih padamu karena Rosella dan Julio bisa tinggal di sini.""Kau tahu kan sejak ibuku kecelakaan, tidak ada yang mengurus mereka dan aku hampir putus asa. Sekali lagi terima kasih, Valdo!"Sierra yang sudah duduk berdua di kursi panjang masih menatap Valdo dengan penuh rasa syukur dan Valdo sendiri masih menatap Sierra dengan penuh cinta. "Sama-sama, Sierra. Aku senang bisa membantumu."Valdo pun terus tersenyum dan baru saja menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Sierra, namun mendadak suara Julio yang terdengar mendekat pun membuatnya mengurungkan niatnya dan menyimpan lagi tangannya. "Aunty ... Uncle ...."Sierra langsung menoleh ke arah Julio dan merentangkan tangannya bersiap menyambut Julio. "Hai, ada apa, Sayang? Mana Lalita?""Itu Lalita masih berjalan sangat pelan di belakang sana! Tapi Aunty bilang mau mengajak Julio makan siang di mall? Julio sudah bilang Mama barusan dan Mama diam saja, tapi nanti kita belikan Mama makanan ya, Aun
Setelah serangkaian acara selesai, anak-anak pun makan bersama lalu bermain bersama. Gelak tawa dan teriakan anak-anak memenuhi pinggir kolam renang sampai membuat Jacob dan Lidya pun terus tertawa senang. "Masa tua kita akan terus bahagia melihat para cucu kita yang tumbuh besar, aku senang sekali akhirnya kita menjadi keluarga besar, Bu Lidya." "Aku juga senang, Pak Jacob. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Masih teringat jelas bagaimana semua hal buruk itu terjadi dulu, tapi semua benar-benar sudah berubah beberapa tahun terakhir ini. Dan selama beberapa tahun ini aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bersyukur sekali." "Haha, kau benar, Bu Lidya. Kau benar. Karena aku juga merasakan yang sama. Sejak Bastian menikah dengan Sierra, aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bahagia sekali." Lidya yang mendengarnya hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak-anak yang bermain bersama. Kali ini Bastian dan Jonathan mengobrol bersama, sedangkan Rosella dan Sierra pun mengobro
Satu tahun kemudianSpanduk bertuliskan "Happy birthday Victor Sagala" membentang di pinggir kolam renang rumah Jacob pagi itu. Jacob ngotot menjadi tuan rumah dalam acara ulang tahun cucunya itu dan keluarga Sierra pun akhirnya merayakan ulang tahun Victor di sana. Lidya dan Sierra pun berangkat ke rumah Jacob membawa Santos dan Sania yang sudah berlarian kesana kemari dan tidak bisa diam itu. Namun, Santos dan Sania sangat menyayangi Victor. Perbedaan umur mereka yang hanya 1.5 tahun membuat mereka terlihat lucu saat bersama. Santos dan Sania akan menggandeng Victor di tengah dan Victor yang baru belajar berjalan itu begitu senang setiap kali digandeng oleh kakak kembarnya itu. Seperti pagi itu di pinggir kolam renang rumah Jacob. "Hati-hati, Santos! Jangan miring-miring jalannya! Nanti kalian bertiga bisa masuk ke dalam kolam!" seru Sierra yang masih sibuk menyusun kue-kue di meja untuk foto. Santos dan Sania membawa Victor berkeliling dan mereka berjalan zigzag. Kadang mere
Beberapa bulan berlalu dan perut para Ibu hamil pun sudah membola. Rosella sendiri sudah mendekati waktu melahirkan, namun ia masih begitu aktif bekerja sampai Adipura tidak tahan melihatnya. "Aduh, Rosella! Kau di rumah saja ya! Istirahat saja! Tinggal menghitung hari kau akan melahirkan! Ayah tidak mau cucu Ayah lahir di kantor!" "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula aku tidak setiap hari ke kantor kan?" "Tapi Ayah takut sekali melihatmu berjalan dengan perut sebesar itu!" "Haha, benar, Rosella! Dengarkan ayahmu, dia sampai tidak bisa tidur memikirkanmu." Imelda mengulum senyumnya. Rosella sendiri ikut tersenyum. "Haha, baiklah, Ayah! Baiklah, besok aku tidak akan ke kantor ya," kata Rosella akhirnya. "Ah, iya, iya." Adipura pun bernapas lega dan jantungnya terus berdebar kencang karena terlalu antusias. Bahkan Adipura ikut diam di rumah bersama Rosella keesokan harinya. "Makan yang banyak, Rosella! Kau harus punya tenaga untuk melahirkan," pesan Adipura yang terus menghitung
Hamil dalam keadaan sadar dan hamil dalam keadaan gila tentu saja adalah dua hal yang sangat berbeda. Dulu waktu Rosella hamil Julio, setiap hari ia hanya bisa berteriak dan memukuli perutnya, menolak kehadiran Julio dan terus mengamuk. Rosella benar-benar gila dulu dan rasanya apa yang terjadi dulu sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di atas semua itu, Rosella bersyukur karena semua hal buruk sudah berlalu dan digantikan hal baik yang tiada henti di kehidupannya yang sekarang. Rosella memiliki keluarga yang hebat, suami yang hebat, mertua yang hebat, dan anak yang hebat. Pekerjaan yang hebat juga dan semua hal yang membuatnya tidak pernah menyesal telah dilahirkan, yang membuat Rosella tidak pernah menyesali lagi semua yang sudah terjadi di masa lalunya. Dan yang membuat Rosella paham bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup kita. Mungkin seringkali kita bertanya mengapa aku yang harus mengalami semua hal buruk itu, aku tidak kuat, aku tidak sanggup.
Lidya dan Sierra masih begitu syok sampai mereka tidak tahu harus senang atau tidak, namun semua anggota keluarga yang lain malah memekik senang, terutama Jacob yang tidak berhenti tertawa senang. "Selamat ya, Sierra! Selamat! Haha! Ayah senang sekali akan bertambah cucu! Hahaha!" Sierra pun hanya memaksakan senyumnya sampai tidak lama kemudian, Bastian pun pulang ke rumah karena Sierra mengirimkan hasil tespeknya ke ponsel Bastian.Bastian yang baru memarkir mobilnya pun langsung berlari masuk dan mencari istrinya. "Sierra, Sayang, benarkah itu? Kau hamil lagi, Sayang?" Bastian langsung menangkup kedua bahu Sierra. "Entahlah, tespeknya bilang begitu!" Bastian yang mendengar jawaban Sierra pun langsung tertawa sumringah. "Bukankah tespek tidak pernah bohong, Sayang? Sekarang kita tanya ke dokter ya! Ayo, Sayang! Ayo!" Bastian pun langsung mengajak Sierra pergi ke dokter kandungan siang itu dan jantung Sierra pun terus berdebar tidak karuan sampai akhirnya ia dipanggil masuk dan
Hampir satu minggu setelah acara pernikahan dan semua orang akhirnya bisa bersantai lagi dari padatnya acara mereka. Saking banyaknya undangan yang diundang oleh Adipura dari berbagai kota dan negara membuat jadwal keluarga mereka pun begitu padat untuk menjamu semuanya. Dan ketika semuanya berakhir, Rosella sendiri mengalami kelelahan yang tidak biasa. Ia lelah sekali sampai lemas dan tidak bernafsu melakukan apa pun, bahkan nafsu makan pun tidak ada. Selama tiga malam Rosella dan Jonathan masih menginap di hotel lalu setelahnya mereka pun pulang ke rumah Adipura. Jonathan memang belum mengajak Rosella tinggal berdua di apartemen karena keluarga Adipura masih begitu menikmati kumpul bersama seperti ini, apalagi sekarang Julio sudah tinggal bersama mereka. "Kau tidak apa, Sayang? Kau kelelahan ya?" Jonathan membelai kepala Rosella yang sedang berbaring tidur siang itu. "Hmm, aku lelah sekali, Jonathan. Aku sedikit meriang, kurasa aku tidak mau melakukan apa-apa dulu." "Kau mau
Sebuah papan bertuliskan "The Wedding of Jonathan and Rosella" terpasang di pintu masuk sebuah taman di sebuah hotel mewah yang akan menjadi tempat pemberkatan pernikahan pagi itu. Hanya sedikit undangan yang diundang pada pagi hari, namun mereka akan mengadakan pesta besar lagi di ballroom mewah nanti malam. Semua undangan pun sudah hadir di sana dan mereka begitu antusias menantikan pasangan pengantin yang berbahagia. Rosella sendiri nampak begitu gugup saat berada di ruang VIP untuk menunggu saat ia harus keluar. Setelah mengalami persiapan pernikahan yang cukup membuat emosi labil dan setelah mengalami pingitan yang membuatnya begitu merindukan Jonathan, hari ini akhirnya mereka akan mengikat janji suci dan jantung Rosella tidak berhenti berdebar kencang sejak subuh tadi. "Tenang, Rosella! Tenang! Kau terlalu gugup!" Lidya terus tersenyum menatap Rosella dari pantulan cerminnya. "Bagaimana aku tidak gugup, Ibu? Entahlah, aku gemetar!" "Haha, aku juga begitu waktu itu, Rosel
Semua anggota keluarga menyambut bahagia lamaran yang dilakukan oleh Jonathan dan mereka pun begitu tidak sabar untuk menikahkan anak-anak mereka. Mereka pun langsung memilih hari baik dan persiapan pernikahan pun mulai digelar. Semua orang langsung sibuk dengan tugasnya masing-masing karena Adipura ingin membuat pesta besar untuk Jonathan dan Rosella. "Sungguh tidak usah pesta sebesar itu, Ayah. Bagiku yang penting pernikahan kami sah.""Tidak bisa! Kau akan menikah, tentu saja pestanya harus besar dan mewah. Ayah tidak mau tahu, pestanya harus besar!" seru Adipura lagi dengan lantang. Semua anggota keluarga pun tidak berani membantah lagi dan akhirnya menuruti Adipura. Mereka menyewa gedung resepsi mewah dan menyewa jasa WO, namun tetap saja Adipura yang begitu sibuk mengatur semua detailnya karena memang Adipura sendiri adalah orang yang sangat detail. Sedangkan Lidya dan keluarganya yang sudah kembali ke rumah mereka sendiri, tidak banyak ikut campur dan memilih untuk mengik
"Mari, silakan, Pak Jacob!" "Silakan, Pak Adipura!" Keluarga Adipura, keluarga Jacob, dan keluarga Lidya sedang berkumpul bersama malam itu di sebuah ruang VIP di sebuah hotel mewah untuk makan malam. Setelah melalui banyak hal, mereka menjadi semakin dekat satu sama lain. "Rosella, kapan kau baru akan kembali ke WHA, hah? Om menunggumu. WHA membutuhkanmu," seru Adipura. Sejak kejadian itu sampai Adipura keluar dari rumah sakit bahkan sampai hari ini, Rosella memang belum kembali bekerja di WHA. Walaupun semua masalah sudah selesai dan namanya sudah bersih, tapi Rosella masih ragu untuk kembali. Bahkan Livy sudah mengundurkan diri dan memilih pindah ke luar negeri. "Ah, itu ...." "Besok Rosella akan kembali bekerja, Ayah." celetuk Jonathan tiba-tiba. Rosella pun membelalak menatap Jonathan karena sebelumnya mereka belum pernah membicarakannya. "Jonathan!" desis Rosella. Namun, Jonathan tidak menanggapinya dan malah menggenggam tangan Rosella yang ada di atas meja. "Besok