"Valdo, aku masih sangat berterima kasih padamu karena Rosella dan Julio bisa tinggal di sini.""Kau tahu kan sejak ibuku kecelakaan, tidak ada yang mengurus mereka dan aku hampir putus asa. Sekali lagi terima kasih, Valdo!"Sierra yang sudah duduk berdua di kursi panjang masih menatap Valdo dengan penuh rasa syukur dan Valdo sendiri masih menatap Sierra dengan penuh cinta. "Sama-sama, Sierra. Aku senang bisa membantumu."Valdo pun terus tersenyum dan baru saja menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Sierra, namun mendadak suara Julio yang terdengar mendekat pun membuatnya mengurungkan niatnya dan menyimpan lagi tangannya. "Aunty ... Uncle ...."Sierra langsung menoleh ke arah Julio dan merentangkan tangannya bersiap menyambut Julio. "Hai, ada apa, Sayang? Mana Lalita?""Itu Lalita masih berjalan sangat pelan di belakang sana! Tapi Aunty bilang mau mengajak Julio makan siang di mall? Julio sudah bilang Mama barusan dan Mama diam saja, tapi nanti kita belikan Mama makanan ya, Aun
"Apa kau suka makanannya, Julio?" tanya Valdo saat mereka sudah keluar dari restoran siang itu. "Suka, Uncle! Julio makan banyak sekali!""Haha, coba Uncle rasakan sudah seberapa berat tubuhmu!"Hap!Dengan cepat, Valdo menggendong tubuh Julio dan Julio pun terkekeh. "Aku sudah berat kan, Uncle?""Ah, kau berat sekali! Tapi Uncle masih kuat menggendongmu!""Hehe, Julio tidak suka digendong, tapi karena Mama tidak pernah menggendongku jadi Uncle boleh menggendongku!" Lagi-lagi Julio terkekeh. Julio selalu sangat menyukai Valdo yang begitu sabar dan ramah. "Haha, baiklah, Uncle akan menggendongmu. Jadi kita akan ke mana sekarang?"Valdo nampak berjalan dengan santai sambil menggendong Julio dengan satu tangannya, sementara satu tangan yang lain memeluk Lalita yang berjalan di tengah. Sierra sendiri berjalan di samping Lalita dan mereka pun terus tertawa bersama layaknya keluarga kecil yang sangat bahagia. Lalita pun terlihat sangat senang sampai ia terus tertawa dan Sierra pun iku
Sierra menahan napasnya sejenak mendengar suara yang ia yakin sangat dikenalnya itu. Seketika Sierra berdiri mematung tidak jauh di hadapan Valdo sampai Valdo pun mengernyit bingung. "Ada apa, Sierra? Awas, es krimnya!" seru Valdo yang langsung mengambil es krimnya dari tangan Sierra. "Siapa yang menelepon?" tanya Valdo lagi. Namun, Sierra hanya mengangkat tangannya memberi kode pada Valdo, sebelum Sierra sedikit menjauh dari Valdo. Bastian yang mendengar suara pria pun mengumpat kesal, walaupun ia masih belum menyadari kalau itu adalah suara Valdo. "Brengsek, Sierra! Jadi ini yang membuatmu libur? Berkencan dengan seorang pria bahkan makan es krim bersama, hah? Konyol sekali! Kau pikir kau itu anak remaja, hah?" seloroh Bastian sarkastik. Sierra yang seharian tadi merasa senang pun mendadak merasa kesal lagi mendengar ucapan Bastian. "Bastian, apa masalahmu sampai kau harus meneleponku seperti ini, hah?""Kau menghilang dari kantor tanpa kabar dan meninggalkan pekerjaanmu den
"Apa kau senang hari ini, Lalita?""Senang, Aunty," jawab Lalita sambil tersenyum begitu manis. "Ah, Aunty ikut senang mendengarnya. Tapi hari ini sama sekali belum berakhir, Lalita. Kita akan bermain bersama anak-anak lain di yayasan sampai malam lalu kita juga akan menginap di sana malam ini.""Benarkah, Aunty? Kita akan menginap di taman besar itu?""Tentu saja, tapi kamarnya tidak akan sebagus di rumah. Kamar di sana sempit dan ranjangnya pun tidak besar, tapi kita bisa meminta ranjang lipat nanti. Aunty dan Julio bisa tidur di bawah. Benarkan, Julio?"Julio yang mendengarnya hanya mengangguk saat sisi dewasanya mendadak muncul. "Julio bisa tidur di lantai," sahut Julio cepat. "Astaga, tentu saja Aunty tidak akan membiarkanmu tidur di lantai, Julio." Sierra pun mengacak singkat rambut Julio. Mereka pun tertawa bersama, sebelum melanjutkan jalan-jalan dan berbelanja banyak cemilan untuk teman-teman Julio di yayasan. Sementara itu, Bastian yang sejak tadi mengikuti mereka pun m
Jantung Sierra berdebar begitu kencang mendengar pertanyaan Valdo. Ini bukan pertama kalinya Valdo bersikap seperti ini padanya. Terkadang Sierra merasa Valdo seperti seorang kakak yang selalu setia menjaga adiknya, tapi terkadang Sierra merasa Valdo seolah memendam perasaan padanya melebihi seorang teman, sahabat, maupun kakak adik. Tentu saja Sierra sangat bahagia dan bersyukur atas apa yang diberikan Valdo padanya, tapi untuk saat ini, cinta bukanlah prioritas bagi Sierra karena Sierra sendiri sudah mempunyai banyak hal penting yang menyita semua pikirannya. "Hmm, apa maksudmu, Valdo? Tentu saja aku berharap aku bisa selamanya berteman denganmu. Terlepas dari kenyataan bahwa kita menjadi dekat karena Pak Tua itu, tapi tetap saja pada akhirnya kita menjadi teman baik dan sungguh aku tidak mau kehilangan teman sepertimu, Valdo ...," ucap Sierra tulus. Valdo yang mendengarnya pun terdiam sejenak, sebelum ia mengangguk dan memaksakan senyumnya. "Hmm, tentu saja, Sierra. Aku ju
Julio bangun terlambat pagi itu. Rasa senangnya setelah berkeliling dengan Valdo, Sierra, dan Lalita membuatnya tidur dengan begitu nyenyak. Namun, saat Julio membuka matanya, ia melihat Sierra dan Lalita sudah tidak ada di sana. Seperti yang ia lakukan biasanya di pagi hari, Julio pun menyapa Rosella dulu dan menyiapkan apa yang ibunya itu butuhkan, sebelum akhirnya Julio berlari keluar kamar. "Aunty! Mana Aunty? Apa Aunty sudah pergi?" lirih Julio yang berlari sampai ke taman luas itu mencari mobil Sierra. Entah mengapa, hati Julio begitu sedih sampai ia pun terus melangkah ke depan pintu gerbang yayasan untuk mencari Aunty-nya. "Mengapa Aunty pergi tanpa berpamitan denganku? Lalita juga pergi begitu saja. Kapan aku bisa bertemu dengan mereka lagi? Mengapa Aunty tidak bisa sering-sering datang?" "Padahal dulu waktu awal-awal Aunty bekerja, dia juga bisa sering pulang ke rumah, tapi sejak aku dan Mama tinggal di sini, Aunty jadi jarang menjenguk kami ...," lirih Julio sedih
"Kau tidak ke kantor, Bos? Aku sudah menunggumu untuk rapat," kata Tory di teleponnya. "Bukankah Sierra sudah masuk hari ini? Biarkan saja dia yang memimpin rapat!""Eh, haha, lama-lama kalian jadi kompak ya, saat salah satu tidak ada maka yang lain akan menggantikannya. Kalau kau benar-benar menyingkirkannya nanti, kau tidak akan bisa sesantai ini, Bos!""Sial, Tory! Kau pikir aku membutuhkannya untuk menggantikanku, hah? Aku hanya memanfaatkan keberadaannya sekarang!""Ah, begitu ya! Hehe, baiklah! Tapi di mana kau sekarang, Bos?""Aku sedang pergi ke suatu tempat, nanti saja kuceritakan, kututup teleponnya sekarang!"Blep!Tanpa menunggu jawaban Tory lagi, Bastian pun langsung menutup teleponnya. "Eh, Bos! Bos! Ah, dia selalu seperti itu, menutup telepon sebelum aku selesai bicara!" Saat Tory masih berdiri dan menggerutu kesal di ruang kerja Bastian, Sierra pun masuk ke sana tanpa mengetuk pintunya. "Mana Bastian, Tory? Ada berkas yang harus dia pelajari.""Eh, selamat pagi, Bu
"Kau tidak apa, Jagoan?" tanya Bastian saat mendekati Julio. Bastian sempat mengacak singkat rambut Julio, sebelum ia berjongkok di depan Julio dan melihat lengan dan lututnya. "Astaga, lukamu cukup lumayan ya! Apa kau tidak merasa kesakitan?" Bastian menatap anak kecil yang terlihat begitu tangguh itu. Bahkan sejak tadi anak itu sama sekali tidak terlihat menangis padahal lengan dan lututnya tergores hingga berdarah. Julio yang ditanya pun menggeleng. "Tidak sakit, Uncle! Hmm, sebenarnya sakit tapi anak laki-laki tidak boleh menangis. Aku masih bisa menahan rasa sakitnya, hanya sedikit." Julio mengangkat tangannya dan menunjukkan ibu jari dan telunjuknya pada Bastian, memberi kode kalau sakitnya hanya sedikit. Bastian yang mendengarnya pun memicingkan matanya. Anak ini benar-benar setangguh Sierra, ibu dan anak yang mirip, bahkan wajah anak ini juga sedikit mirip dengan Sierra. Mendadak Bastian pun merasa sedikit kesal karena sudah hampir bisa dipastikan bahwa anak ini ad