Sierra mengernyit dalam tidurnya pagi itu. Perlahan Sierra membuka matanya dan saat ia melirik jamnya, ternyata jam sudah menunjukkan jam lima pagi. "Astaga, sudah pagi," gumam Sierra sambil menatap sayang pada Lalita yang masih meringkuk di dalam pelukannya itu. Sierra pun mendaratkan bibirnya ke puncak kepala Lalita dan membelainya sayang, sebelum perlahan Sierra melepaskan diri dari Lalita. Sierra terlalu antusias karena hari ini adalah hari liburnya. Ia pun ingin segera pergi dari rumah, sebelum semua anggota keluarga bangun dan membuat liburnya mungkin terhambat. "Eh, tapi aku tertidur saat Bastian masih di sini kemarin. Ck, pasti dia sudah kembali ke kamarnya sendiri. Perlukah aku berterima kasih padanya karena sudah menyingkirkan Stephanie kemarin?" gumam Sierra yang mendadak teringat kejadian kemarin. "Ah, besok saja dipikir lagi! Hari ini aku benar-benar tidak mau memikirkan apa pun."Sambil mengendap-endap agar tidak mengganggu Lalita, Sierra pun segera keluar dan menu
"Aunty, mengapa kita ke rumah sakit?" tanya Lalita polos sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling dinding putih itu. "Aunty mau mengunjungi seseorang. Sebentar saja, oke? Setelah itu, Aunty akan mengajak Lalita bermain." Mata Lalita pun kembali berbinar-binar dan ia mengangguk cepat. "Lalita mau, Aunty." "Hmm, Anak Pintar! Ayo, Sayang!" Sierra pun menggandeng Lalita menuju ke sebuah ruangan yang bertuliskan ICU. "Lalita, karena anak kecil tidak boleh masuk ke dalam, maukah Lalita menunggu di sini bersama Suster?" "Eh?" Seketika ekspresi Lalita langsung berubah mendengarnya. Tidak ada lagi tatapan berbinar-binar berganti tatapan yang goyah dan berkaca-kaca. Tubuh Lalita pun mendadak gemetar dan ketakutan dengan napas yang mulai putus-putus. Lalita selalu mengalami kecemasan berlebih setiap kali disuruh menunggu di tempat yang asing karena Lalita memang pernah ditinggalkan oleh Stephanie di mall sampai Lalita begitu trauma. Dan Sierra yang menyadari perubahan ekspresi Lal
Sierra terus menenangkan dirinya setelah ia berpamitan dengan ibunya dan akhirnya keluar dari ruangan ibunya. Sierra sempat berbicara dengan suster yang memberitahu bahwa belum ada perkembangan yang berarti dari kondisi ibunya dan Sierra pun hanya bisa mendesah pasrah. "Eh, itu Aunty sudah selesai!" seru Valdo saat melihat Sierra keluar dari ruang ICU. Sierra pun tersenyum menatap Valdo dan Lalita. "Apa permennya sudah habis, Sayang?" "Sudah, Aunty. Sekarang kita mau pergi ke mana?" tanya Lalita yang mendadak antusias. Entah apa yang Valdo lakukan sejak tadi untuk mengambil hati anak itu, yang jelas senyum sumringah terpancar di wajah Lalita. "Aunty senang sekali kalau kau tersenyum seperti ini, Lalita! Cantik sekali! Tapi setelah ini, Aunty akan mengajakmu ke satu tempat dan memperkenalkanmu pada seseorang." "Eh, siapa, Aunty?" "Ikut saja, Sayang!" Sierra dan Valdo pun akhirnya pergi dengan mobil mereka masing-masing dan bertemu di tempat yang sama yaitu sebuah yayasa
"Valdo, aku masih sangat berterima kasih padamu karena Rosella dan Julio bisa tinggal di sini.""Kau tahu kan sejak ibuku kecelakaan, tidak ada yang mengurus mereka dan aku hampir putus asa. Sekali lagi terima kasih, Valdo!"Sierra yang sudah duduk berdua di kursi panjang masih menatap Valdo dengan penuh rasa syukur dan Valdo sendiri masih menatap Sierra dengan penuh cinta. "Sama-sama, Sierra. Aku senang bisa membantumu."Valdo pun terus tersenyum dan baru saja menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Sierra, namun mendadak suara Julio yang terdengar mendekat pun membuatnya mengurungkan niatnya dan menyimpan lagi tangannya. "Aunty ... Uncle ...."Sierra langsung menoleh ke arah Julio dan merentangkan tangannya bersiap menyambut Julio. "Hai, ada apa, Sayang? Mana Lalita?""Itu Lalita masih berjalan sangat pelan di belakang sana! Tapi Aunty bilang mau mengajak Julio makan siang di mall? Julio sudah bilang Mama barusan dan Mama diam saja, tapi nanti kita belikan Mama makanan ya, Aun
"Apa kau suka makanannya, Julio?" tanya Valdo saat mereka sudah keluar dari restoran siang itu. "Suka, Uncle! Julio makan banyak sekali!""Haha, coba Uncle rasakan sudah seberapa berat tubuhmu!"Hap!Dengan cepat, Valdo menggendong tubuh Julio dan Julio pun terkekeh. "Aku sudah berat kan, Uncle?""Ah, kau berat sekali! Tapi Uncle masih kuat menggendongmu!""Hehe, Julio tidak suka digendong, tapi karena Mama tidak pernah menggendongku jadi Uncle boleh menggendongku!" Lagi-lagi Julio terkekeh. Julio selalu sangat menyukai Valdo yang begitu sabar dan ramah. "Haha, baiklah, Uncle akan menggendongmu. Jadi kita akan ke mana sekarang?"Valdo nampak berjalan dengan santai sambil menggendong Julio dengan satu tangannya, sementara satu tangan yang lain memeluk Lalita yang berjalan di tengah. Sierra sendiri berjalan di samping Lalita dan mereka pun terus tertawa bersama layaknya keluarga kecil yang sangat bahagia. Lalita pun terlihat sangat senang sampai ia terus tertawa dan Sierra pun iku
Sierra menahan napasnya sejenak mendengar suara yang ia yakin sangat dikenalnya itu. Seketika Sierra berdiri mematung tidak jauh di hadapan Valdo sampai Valdo pun mengernyit bingung. "Ada apa, Sierra? Awas, es krimnya!" seru Valdo yang langsung mengambil es krimnya dari tangan Sierra. "Siapa yang menelepon?" tanya Valdo lagi. Namun, Sierra hanya mengangkat tangannya memberi kode pada Valdo, sebelum Sierra sedikit menjauh dari Valdo. Bastian yang mendengar suara pria pun mengumpat kesal, walaupun ia masih belum menyadari kalau itu adalah suara Valdo. "Brengsek, Sierra! Jadi ini yang membuatmu libur? Berkencan dengan seorang pria bahkan makan es krim bersama, hah? Konyol sekali! Kau pikir kau itu anak remaja, hah?" seloroh Bastian sarkastik. Sierra yang seharian tadi merasa senang pun mendadak merasa kesal lagi mendengar ucapan Bastian. "Bastian, apa masalahmu sampai kau harus meneleponku seperti ini, hah?""Kau menghilang dari kantor tanpa kabar dan meninggalkan pekerjaanmu den
"Apa kau senang hari ini, Lalita?""Senang, Aunty," jawab Lalita sambil tersenyum begitu manis. "Ah, Aunty ikut senang mendengarnya. Tapi hari ini sama sekali belum berakhir, Lalita. Kita akan bermain bersama anak-anak lain di yayasan sampai malam lalu kita juga akan menginap di sana malam ini.""Benarkah, Aunty? Kita akan menginap di taman besar itu?""Tentu saja, tapi kamarnya tidak akan sebagus di rumah. Kamar di sana sempit dan ranjangnya pun tidak besar, tapi kita bisa meminta ranjang lipat nanti. Aunty dan Julio bisa tidur di bawah. Benarkan, Julio?"Julio yang mendengarnya hanya mengangguk saat sisi dewasanya mendadak muncul. "Julio bisa tidur di lantai," sahut Julio cepat. "Astaga, tentu saja Aunty tidak akan membiarkanmu tidur di lantai, Julio." Sierra pun mengacak singkat rambut Julio. Mereka pun tertawa bersama, sebelum melanjutkan jalan-jalan dan berbelanja banyak cemilan untuk teman-teman Julio di yayasan. Sementara itu, Bastian yang sejak tadi mengikuti mereka pun m
Jantung Sierra berdebar begitu kencang mendengar pertanyaan Valdo. Ini bukan pertama kalinya Valdo bersikap seperti ini padanya. Terkadang Sierra merasa Valdo seperti seorang kakak yang selalu setia menjaga adiknya, tapi terkadang Sierra merasa Valdo seolah memendam perasaan padanya melebihi seorang teman, sahabat, maupun kakak adik. Tentu saja Sierra sangat bahagia dan bersyukur atas apa yang diberikan Valdo padanya, tapi untuk saat ini, cinta bukanlah prioritas bagi Sierra karena Sierra sendiri sudah mempunyai banyak hal penting yang menyita semua pikirannya. "Hmm, apa maksudmu, Valdo? Tentu saja aku berharap aku bisa selamanya berteman denganmu. Terlepas dari kenyataan bahwa kita menjadi dekat karena Pak Tua itu, tapi tetap saja pada akhirnya kita menjadi teman baik dan sungguh aku tidak mau kehilangan teman sepertimu, Valdo ...," ucap Sierra tulus. Valdo yang mendengarnya pun terdiam sejenak, sebelum ia mengangguk dan memaksakan senyumnya. "Hmm, tentu saja, Sierra. Aku ju