Share

Awal perubahan

"Ibu dimana mbak ?" Tanya Bayu pada asisten rumah tangga nya begitu ia sampai dirumah.

"Belum pulang pak." Jawab Mbak Asih yang masih sibuk dengan pekerjaan nya di dapur.

"Dari pagi ?"

"Iya pak, Bukan nya biasanya pulang malam ?"

"Biasa nya ibu pulang jam berapa ?"

"Kadang jam enam, paling telat biasanya jam delapan udah dirumah kok pak. Emang ibu gak bisa dihubungin pak ?"

Mbak Asih balik bertanya. Ia pun bingung dengan pertanyaan majikan nya yang seolah tak pernah tahu jam kerja istrinya.

"Yaudah Mbak, makasih. kamu lanjut kerja aja." Jawab Bayu kemudian ia naik ke lantai dua rumahnya untuk masuk ke dalam kamar.

Ia raih kembali ponsel nya, Diana masih tak menjawab telepon nya.

Padahal Bayu sudah mendatangi kantor Diana dalam perjalanan pulang tadi, namun teman-teman nya mengatakan Diana sempat pamit ingin ke kantor suaminya saat jam istirahat makan siang, namun belum kembali sampai saat ini.

Kini segala macam pikiran dan kemungkinan berkecamuk di dalam kepala Bayu. Padahal sebelumnya ia tak pernah peduli dengan perasaan Diana. Namun membuat wanita itu mendengar langsung pembicaraan nya dengan Abi, entah mengapa membuatnya merasa...bersalah.

Panik tak karuan, pikiran nya sedikit kacau. Apalagi hari sudah menjelang sore, dan Diana masih belum bisa dihubungi. Semakin kuat firasat nya bahwa memang benar sang istri mendengar semua perkataan nya.

Ia kembali mengusap layar ponsel nya dan dibuka nya ruang chat dirinya dengan Diana.

'Di, kamu dimana ?'

'Di, kita udah janji mau makan siang kan ? Kok kamu gak nemuin aku ? Kamu dimana ?'

'Diana, tolong angkat telepon sebentar.'

'Diana..'

'Di, angkat.'

'Aku pulang sekarang, kamu dimana ? aku ke kantor kamu, kamu gak ada.'

Entah sudah berapa kali Bayu mengirimkan pesan singkat, dan entah sudah berapa puluh kali ia coba menghubungi Diana. Namun tak satupun pesan dan panggilan nya dijawab oleh wanita itu.

'Di, aku udah dirumah. Pulang sekarang ya, aku tunggu.' Bayu kembali mencoba mengirimi pesan singkat itu, sungguh berharap setidaknya Diana memberi tahu keberadaan nya.

Drrt..drrtt.. getar tanda pesan masuk. Tergesa-gesa Bayu memeriksa pesan masuk di ponsel nya. Matanya berbinar penuh harap ketika ia lihat nama Diana yang tertera disana.

'Masih banyak kerjaan, aku pulang malam.' Dari sekian banyak pesan singkat yang ia kirimkan, hanya itu jawaban yang diberikan Diana.

Seketika Bayu merasa ada yang hilang. Entah karena rasa bersalahnya, atau karena Diana yang tak jujur mengenai alasan nya tak menemui Bayu siang itu.

Ia bahkan tak meminta maaf atau menjelaskan mengapa ia tak menjawab telepon suaminya, seperti yang biasanya ia lakukan. Dan yang lebih terasa mengganjal dan membuat Bayu tidak tenang, adalah Diana yang tak memanggilnya dengan panggilan sayang, seperti yang biasa ia katakan atau ia ketikan kapan pun ia bicara pada Bayu.

Biasanya wanita itu selalu menyatakam cinta setiap kali hendak menutup telepon, mengakhiri obrolan pesan singkat atau pergi dari rumah. Namun kali ini sama sekali tak dilakukan nya.

'Malam jam berapa ? aku jemput ya ?' Penawaran bodoh, tentu saja Diana pasti menolak sebab ia selalu membawa sendiri mobil nya. Tapi lagi-lagi Diana tak membalas.

'Yaudah, ketemu dirumah kalo emang kamu sibuk. Kita makan malem dirumah aja ya.' Tak berputus asa, Bayu terus mengirimi nya pesan.

Selesai itu, ia letakan ponsel nya di atas nakas. Menarik nafas panjang sambil memejamkan mata, kemudian kembali menghembuskan nya. Ia coba menenangkan diri dan memikirkan cara untuk menebus kesalahan dan membuat Diana merasa lebih baik.

Ia edarkan pandangan ke seluruh ruang tidur itu dan meresapi udara nya. Wangi yang khas parfum milik Diana seolah selalu melekat pada ruangan ini. Ia lihat pula ranjang mereka yang selalu rapi, namun terkesan dingin.

Disadarinya kemudian, selama pernikahan mereka Bayu belum pernah sekalipun menyentuh istrinya. Semula ia jadikan alasan Diana yang sedang datang bulan pada hari pernikahan mereka, selanjutnya selalu ia hindari hal itu dengan berbagai macam alasan untuk pulang kerumah ketika Diana sudah tertidur.

Bayu duduk di tepi ranjang, helaan nafas berat kini kembali terdengar. merasa berdosa, sudah pasti. Ia memang tak seharusnya memperlakukan sang istri dengan tidak adil begini.

Hanya karena terpaku pada satu kalimat bahwa 'Cinta nya sudah habis di orang lama', Ia jadi melalaikan kewajiban untuk memberikan apa yang menjadi hak Diana. Wanita baik hati yang ia jadikan istri.

Bayu tahu, Diana tulus mencintai nya. Bayu juga tahu, Diana menganggap dirinya lebih penting dari pada hidup wanita itu sendiri. Semua anggota keluarga nya bahkan sangat menyayangi Diana karena kebaikan hati dan lembut tutur katanya.

'Maaf, Aku yang bodoh, aku tahu itu. Kamu pasti kecewa dengan apa yang kamu dengar tadi. Aku janji akan perbaiki semuanya. Izinin aku untuk mulai dari awal. Aku akan berusaha buat gak mengecewakan kamu lagi.' Bayu menyuarakan kebodohan nya sendiri di dalam hati.

Beberapa saat ia terdiam, hingga akhirnya memutuskan untuk beranjak dan menemui ART nya di lantai bawah.

"Mbak, tolong bersihin kamar ya." Ucap Bayu pada Mbak Asih.

"Tadi udah dibersihkan pak. Masih kotor ya ?"

"Bersihin lagi, kamar mandi nya juga. Gorden udah berdebu tuh kamu cuci aja, terus ganti sama yang bersih. Cepet ya Mbak, saya mau udah rapi sebelum ibu pulang."

"Baik pak." Jawab Mbak Asih, lalu wanita muda itu langsung melaksanakan apa yang diperintahkan majikan nya.

Sambil menunggu, Bayu pergi ke restoran langganan nya yang berada tak jauh dari rumah. Ia putuskan untuk menyiapkan makan malam romantis untuk dirinya dan Diana, demi mengganti makan siang mereka yang batal.

Sementara disini lah Diana, masih di tempat yang sama. tak beranjak satu jengkal pun dari posisi nya. Entah sudah berapa jam ia menangisi nasib nya. kini ia menurunkan sandaran kursi mobil, setengah berbaring sambil sibuk dengan pikiran nya.

Memang tak ia hiraukan panggilan dan pesan dari Bayu, sebab masih enggan bicara dengan pria itu. Diana merasa ditipu dan dipermainkan meski seharusnya ia sadari sejak awal Bayu tak pernah mencintai nya.

Tak pernah ia dapatkan perhatian Bayu atau sekedar kepedulian nya tentang apa yang Diana lakukan, bagaimana kabarnya, atau sekedar bertanya apa saja yang sudah dilalui nya setiap hari.

Lelaki itu selalu sibuk dengan apa yang dilakukan nya seolah hanya hidup untuk dirinya sendiri dan tak lagi membutuhkan orang lain.

Seharusnya ia juga menyadari, selama ini hanya dirinya sendiri yang sibuk mencari-cari Bayu jika pria itu tak memberinya kabar seharian. Ia yang selalu berusaha mencari perhatian. Bahkan sering kali berpura-pura sakit hanya karena ingin Bayu mengajaknya bicara.

Berbagai cara dan usaha selalu ia coba lakukan untuk mencairkan sikap Bayu yang begitu dingin. Kini ia sadari, semua usaha itu tidak akan pernah membuahkan hasil. Bukan karena dirinya yang tak pantas, melainkan bukan ia yang diinginkan.

Bukan ia wanita yang dirindukan suaminya. Bukan ia pula yang dipilih. Entah siapa yang sebenarnya dicintai oleh Bayu. Diana tak ingin menambah kepedihan hatinya dengan mencari tahu tentang hal itu. Kini ia bahkan tak tahu bagaimana harus bersikap di hadapan Bayu. Ia bingung bagaimana harus menghadapi suaminya jika mereka bertemu lagi di rumah.

Yang jelas hanya satu jalan yang dipikirkan nya saat ini, untuk menyelamatkan hati yang terlanjur sakit juga sisa harga dirinya.

'Aku mau cerai.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status