Share

Menyadari perasaan

Bayu melangkah cepat menuruni anak tangga sambil mengenakan arloji nya. ia tergesa-gesa karena sudah hampir terlambat. entah Diana yang tak membangunkan nya, atau memang ia yang tak terbangun meski sudah dibangunkan.

Dilihatnya Diana sudah bersiap dengan setelan kantornya, kini sedang menikmati sarapan nya di meja makan. Bayu menghentikan langkah nya, kembali teringat dengan masalah yang belum ia selesaikan kemarin. Diana masih tak terlihat meyapa nya, padahal setiap pagi biasanya ia selalu tersenyum manis menyambut Bayu di meja makan dengan berbagai menu sarapan yang ia siapkan sendiri.

"pagi, Di." Bayu berusaha tersenyum, lalu ia kecup puncak kepala Diana dan mengusap lembut punggung nya.

mengangkat sebelah alisnya, Diana melirik Bayu. Merasa heran sebab tak pernah Bayu sehangat ini menyapa nya di pagi hari. Biasanya pria itu langsung duduk bahkan nampak selalu enggan memulai pembicaraan apapun dengan nya.

Diana masih terus berusaha pada awalnya. Namun setelah apa yang ia dengar kemarin, ia pun merasa lelah dan enggan mengusahakan apapun sekarang.

"Hm, pagi." Hanya itu jawaban yang ia berikan.

"Mm.. Sarapan ku mana ?" Tanya Bayu sambil melihat meja makan mereka yang masih kosong. Diana bahkan hanya memakan beberapa lembar Roti yang sudah ia olesi dengan selai.

"Mbak.." Bukan nya menjawab, Diana malah memanggil Mbak Asih.

"Iya bu ?" Jawab Mbak Asih setelah sampai di hadapan nya.

"Sarapan nya bapak." Jawabnya. Kemudian, Mbak Asih pun mengeluarkan sepiring nasi goreng yang telah dibuatnya sejak tadi dan memberikan nya pada Bayu.

"Siapa yang buat ini ?" Tanya Bayu pada Mbak Asih.

"Saya pak." Jawabnya. Bayu pun menghela nafas lalu mendorong pelan piring itu menjauh.

"Mbak makan aja deh, saya sarapan roti aja." Ucap Bayu. Mbak Asih pun menurut dan mengambil kembali piring itu. Namun tak juga menanyakan apapun, Diana masih sibuk dengan ponsel nya di tangan kiri, dan Roti di tangan kanan nya.

"Di, kok gak siapin sarapan aku ? tumben." Tanya Bayu selembut mungkin.

"Itu tadi sarapan. sama aja kan aku yang masak atau Mbak Asih yang masak." Jawabnya.

"Gak sama, Di, kamu kenapa sih ?"

"Kenapa apanya ?"

"Kamu marah ?"

"Kenapa harus marah ? Kamu habis buat salah ?" Pertanyaan Diana sontak membuat Bayu menelan ludah mendengarnya. Begitu gugup ia rasa tak sanggup mengakui kesalahan nya.

"Aku jalan dulu." Diana lantas meraih tas nya, juga kunci mobil yang tergeletak di atas meja.

"Di, aku anter ya." Bayu pun menyusul, bahkan sebelum ia memulai sarapan nya.

"Kamu aja belum sarapan, aku udah kesiangan." Jawab Diana.

"Gak apa-apa, aku sarapan nanti. Aku anter kamu dulu."

"Gak usah Mas, aku bisa sendiri kok. Biasanya juga kamu selalu nolak kalo aku minta anter." Jawab Diana, lalu ia tekan tombol yang ada di kunci mobil untuk membuka pintu.

"Di.." Masih belum menyerah, Bayu pun menahan Diana dengan menarik lengan nya.

"Apaan sih ?"

"Aku anter aja ya. Nanti pulang nya aku jemput."

"Kenapa sih gak berangkat sendiri-sendiri aja ? Kayak biasanya aja, kenapa emang ? Biasanya juga kamu gak gini. Udah ah, jangan bikin aku pusing pagi-pagi." Jawab Diana, sambil ia hempaskan tangan Bayu yang menggenggam lengan nya.

Tak menunggu jawaban lagi, Diana masuk ke dalam mobil lalu segera melajukan mobil nya. Sementara Bayu, hanya bisa menatap mobil Diana yang sudah melaju semakin jauh dan menghilang dari pandangan nya.

Baru satu hari, rasanya sudah lama sekali, ia merindukan kelembutan sikap Diana padanya. Ia pun menghela nafas sambil memejamkan matanya lalu masuk ke dalam mobil.

Pagi nya begitu kacau. Ia terlambat bangun sebab Diana tak membangunkan nya. Dan ia terburu-buru untuk ia siapkan sendiri setelan kerja nya sebab Diana juga tak mempersiapkan untuk nya. Bahkan kini perutnya terasa lapar karena Diana tak mengurus sarapan nya.

Ia sadari ia memang membutuhkan wanita itu. Hidupnya tak beraturan padahal baru beberapa saat Diana bersikap seperti ini padanya. Ia terlalu meremehkan keberadaan Diana, ia sadari itu. Diana yang selalu melakukan itu semua karena cinta nya yang tulus pada Bayu, kini seakan sudah menghilang.

Ia kini bahkan merindukan senyuman nya yang selalu hangat menyambut nya setiap pagi. Tangan nya kini menggenggam stir mobil dengan kuat. Otaknya tak bisa memikirkan hal lain, selain bagaimana cara nya agar dapat mengembalikan istrinya dan meyakinkan nya bahwa..

Bahwa yang ia dengar hanyalah salah paham. Bahwa yang ia dengar itu tidak benar. Bahwa Bayu juga.. mencintai nya ? Benarkah begitu ? Benarkah kini ia juga mencintai Diana sebagaimana wanita itu juga mencintai nya ? Bayu malah mempertanyakan nya sendiri tentang bagaimana perasaan nya terhadap sang istri.

Sebab ia pun tak menyangka akan seperti ini. Merasa begitu kehilangan, merasa bersalah, dan juga..Rindu. Akan kehangatan dan kelembutan sikap juga tutur kata Diana padanya.

Sebab ia tak ingin seperti ini. Ia merasa rumah nya bukan lagi rumah, jika Diana tak menyambutnya. Ia merasa hampa, ketika Diana tak lagi berusaha mengisi hari-hari nya.

"Di, tolong kasih aku kesempatan, aku janji aku perbaiki semuanya." Gumam Bayu.

Selanjutnya ia pun melajukan mobil nya untuk pergi bekerja. meski sedikit kacau, tetap ia harus bertanggung jawab dengan pekerjaan nya bukan ?

Sementara Diana, dengan wajah datar nya seperti seseorang yang sudah mati rasa. Ia kendarai mobil nya sambil memandang lurus kedepan. Tak sedikitpun sikap Bayu mempengaruhi pikiran nya.

Ia bahkan merasa puas ketika Bayu mengacaukan pagi nya sendiri, sebab selama ini pria itu tak pernah sekalipun berterima kasih atas apa yang sudah Diana lakukan untuknya.

Kini yang memenuhi kepalanya adalah bagaimana ia harus memulai pembicaraan tentang niatnya untuk bercerai. Bukan Bayu yang memberatkan hatinya, sebab tahu lelaki itu tak mencintai nya. melainkan mertua nya, Ibunda Bayu yang sedang berjuang melawan kanker ovarium stadium akhir.

Tak mungkin Diana membebani nya dengan masalah rumah tangga, sedangkan ia sangat menyayangi Ibunda Bayu layaknya orang tua nya sendiri.

Diana yang sudah tak memiliki orang tua, menganggap mertua nya seperti orang tua nya sendiri.

Tak mungkin ia meminta perceraian dalam waktu dekat. Sebab pasti merasa berdosa jika terjadi sesuatu pada Ratih, Ibu mertua nya.

Diana menghela nafas panjang, ia pun membelokan stir mobil nya. Alih-alih ke kantor, ia memutuskan untuk menjenguk mertua nya di rumah. Sebab untuk tetap bekerja pun, rasanya wanita itu tak bisa fokus untuk menyelesaikan pekerjaan.

Ia lantas meraih ponsel nya lalu menghubungi Anita, salah satu rekan nya di kantor untuk meminta bantuan nya menyampaikan izin tak masuk kantor hari ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status