Share

5. Sial!

Ikosagon menyadari akan kebodohannya. Seharusnya ia langsung melepaskan Theona, alih-alih terpana akan kecantikan wajah tanpa perona itu.

"Terima kasih," kata Theona sambil mengulas senyuman.

"Lain kali hati-hati. Kalau kau sampai jatuh ke bawah bagaimana," balas Ikosagon sambil mengedip-ngedipkan mata berusaha mengalihkan kecanggungan.

Pria itu melangkah menuruni anak tangga lebih dulu. Ia tidak ingin terus berada di dalam kecanggungan menuruti detak jantungnya yang bodoh.

"Iya. Lain kali aku akan lebih berhati-hati."

Theona tersenyum dengan hati yang berbunga-bunga. Tentu saja karena ia mendapat perhatian dari Ikosagon. Kemudian, ia melangkah cepat untuk mensejajarkan langkahnya dengan pria itu. Namun lagi-lagi, kakinya menginjak anak tangga tidak benar dan hampir terjatuh.

"Aww!" pekik Theona kesakitan. Beruntung tangannya bereaksi cepat dengan memegang gagang besi penjagaan. Kalau tidak mungkin ia akan jatuh di punggung Ikosagon.

"Belum ada satu menit kau sudah mau jatuh lagi. Dasar ceroboh!" ujar Ikosagon sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Kalau aku jatuh 'kan masih ada kau yang akan menolongku," balas Theona enteng.

Entah mengapa, Theona merasa nyaman berbicara santai dengan Ikosagon. Mungkinkah karena sikap sang suami tidak sedingin sebelumnya?

"Jangan menjadi wanita yang mudah bergantung pada laki-laki. Aku paling tidak suka wanita lemah," ujar Ikosagon seolah memberi petunjuk pada Theona.

"Benarkah kau tidak suka wanita yang mudah bergantung pada laki-laki?" Theona memiringkan kepalanya menata Ikosagon meminta jawaban, "Bukankah setiap laki-laki menginginkan wanitanya bergantung padanya?" imbuh Theona karena tak mendapat jawaban.

Dulu ketika ia belajar mandiri, sang kekasih melarangnya keras. Pria itu ingin Theona bergantung padanya. Ingin agar Theona selalu mengatakan apa pun padanya hal sekecil apa pun yang Theona butuhkan.

"Ya, aku pun begitu," balas Ikosagon menghentikan langkahnya dan menatap Theona sekilas. Kemudian, ia kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur.

"Sebenarnya kau suka wanita mandiri atau tidak?" tanya Theona dengan nada mengeluh.

"Aku suka wanita mendiri, tetapi aku tidak suka jika wanita itu wanitaku. Aku ingin wanitaku selalu bergantung padaku. Berhubung kau bukan wanitaku, jadi aku ingin kau menjadi wanita mandiri," jelas Ikosagon serius.

Ia pikir, apa gunanya memiliki seorang wanita jika ia tidak dibutuhkan. Segala sesuatunya dilakukan sendiri dan ia tidak bisa melakukan apa pun untuknya.

Theona menghela nafas berat dan menunjukkan wajah murung. Bahkan Ikosagon bisa melihat dengan jelas raut kekecewaan di wajah wanita itu.

"Tidak bisakah wanita itu aku? Aku akan menjadi istri yang baik untukmu," pinta Theona dalam hati. Ingin sekali ia mengatakan hal itu. Namun, hanya sampai di tenggorokannya saja dan lidahnya langsung terasa kelu.

"Kenapa? Apa kau keberatan?" tanya Ikosagon sambil menarik kursi meja makan.

"Tidak," sahut Theona lesu.

Wanita itu lekas mencari sesuatu di lemari pendingin. Ia hanya melihat beberapa botol air mineral dan beberapa butir telur di dalamnya, lalu beralih mencari di setiap lemari penyimpanan. Ia berharap ada mie instan di dalamnya.

"Ini dia," ujar Theona berbinar.

Mendengar suara Theona yang cukup mengejutkannya membuat Ikosagon menoleh. Ia melihat wanita itu kesulitan meraih mie instan. Kemudian, ia meletakkan ponselnya di meja. Ia lekas beranjak berdiri dan melangkah mendekat.

"Astaga! Kenapa sulit sekali diambil?" gumam Theona.

Tiba-tiba, ia melihat tangan kekar melintas dan meraih mie instan. Ia menoleh ke belakang dan menatap Ikosagon lekat. Tingginya yang sebatas bahu sehingga wajahnya menempel pada dada bidang pria itu.

"Dasar pendek! Ambil barang setinggi ini saja tidak bisa," kata Ikosagon sambil menepuk lembut puncak kepala Theona.

"Bukan aku yang pendek, tapi kau yang terlalu tinggi," sanggah Theona tidak terima.

Tinggi badan Theona sekitar seratus enam puluh sentimeter, sedangkan Ikosagon sekitar seratus delapan puluh lima sentimeter. Jadi, tinggi badan Theona sebatas bahu hingga leher Ikosagon.

"Ngeles saja bisanya." Ikosagon mengulurkan tangannya menyodorkan dua bungkus mie instan.

"Dasar bawel!" umpat Theona.

"Berani?" Wajah Ikosagon memerah sambil menggertakkan giginya.

"Tidak. Sudah sana duduk," sahut Theona sambil mendorong tubuh Ikosagon ke arah meja makan.

Ikosagon pun kembali duduk dan memainkan ponselnya. Ia sama sekali tidak sadar ada yang sibuk memperhatikannya. Tentu saja karena pria itu sibuk menggulir pesan masuk di emailnya. Banyak sekali pekerjaan yang sekretarisnya kirim. Jadi, ia tidak tahu ada yang memperhatikan dan hanya fokus memeriksa laporan dan menandatanginya.

"Mie instan ala Theo sudah jadi," kata wanita itu sambil meletakkan dua mangkuk di meja.

Aroma mie instan dipadukan dengan telur menyeruak di indera penciuman Ikosagon. Entah sudah berapa lama ia berkecimpung dengan pekerjaannya sampai-sampai tidak sadar bahwa Theona sudah selesai memasak.

"Kenapa hanya dilihat? Kenapa tidak langsung dimakan?" tanya Theona heran.

Ikosagon menelan salivanya melihat Theona menyeruput mie panjang. Sontak, ia lekas menarik mangkuk mie instan miliknya dan langsung menikmatinya.

"Sayang sekali tidak ada sawi dan cabai. Pasti rasanya akan sangat enak," gumam Theona mengeluh.

"Apa kau tidak menyukainya?" tanya Ikosagon dengan raut yang tidak bisa dijelaskan.

Belum sempat menjawab, Ikosagon sudah merebut mangkuk mie Theona. "Hei! Itu milikku dan aku baru memakannya beberapa suap saja," protes Theona.

"Aku sangat lapar dan kau bisa membuatnya lagi," sanggah Ikosagon memakan mie instan milik Theona dengan lahap.

"Tapi aku sudah memakannya." Theona menatap mangkuk kosong milik Ikosagon.

Ia tidak berpikir Ikosagon akan memakan makanan yang sudah ia makan. Terlebih pria itu menggunakan sendok yang sudah ia gunakan. Padahal yang ia tahu, orang kaya selalu lebih higienis, dan tidak pernah memakan makanan sisa orang lain.

"Tidak apa-apa. Bukankah kita sudah berciuman? Jadi, untuk apa aku merasa jijik?" sanggah Ikosagon membuat Theona membeku.

Mengingat adegan ciuman panas sebelumnya membuat pipi Theona memanas. Apalagi pemikiran pria itu yang tidak keberatan memakan makanan miliknya dan menggunakan sendok yang telah ia gunakan. Namun, kebahagiaannya seketika hancur mengingat sang suami tidak mencintainya melainkan mencintai wanita lain.

"Kenapa? Apa kau marah aku memakan mie instan milikmu?" tanya Ikosagon dengan mulut penuh makanan.

"Ah, tidak. Kau boleh menghabiskannya dan aku akan membuat lagi," balas Theona terkejut dari lamunannya.

"Baiklah."

Ikosagon melanjutkan aktivitasnya dan Theona beranjak berdiri. Wanita itu mengedarkan pandangan terlihat sedang mencari sesuatu.

"Apa yang kau cari?" tanya Ikosagon penasaran.

"Tidak ada," sahut Theona. Wanita itu meraih bangku dan meletakkannya tepat di bawah lemari penyimpanan mie instan.

"Apa yang kau lakukan, Theo?" tanya Ikosagon lagi, tetapi tak mendapat balasan.

Ia hanya melihat Theona mulai naik bangku itu dan sudah bisa menebak apa yang akan istrinya lakukan. Ia menuang air minum dan meneguknya perlahan, lalu mendekat ke arah sang istri.

"Kenapa kau tidak meminta bantuanku saja?" tanya Ikosagon heran.

"Astaga!" Theona cukup terkejut dan menoleh ke belakang.

Pijakan kaki Theona tidak benar dan terjatuh. Beruntung Ikosagon langsung menangkapnya. Namun, manik mata mereka berdua kembali bertemu seperti kecelakaan sebelumnya. Debaran-debaran aneh pun kembali menyergap keduanya.

"Sial! Sebenarnya ada apa denganku?" batin Ikosagon mengumpat.

Pria itu kembali dilanda kebingungan. Bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang apa yang membuat jantungnya begitu tidak terkendali setiap kali di dekat Theona.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status