Share

4. Tidur Di Sini Bersamaku

Theona terpaku beberapa saat. Ia memicingkan mata melihat wajah Ikosagon yang kian mendekat. Apalagi dengan manik mata yang terpejam sempurna. Namun entah mengapa, ia ikut memejamkan mata. Perlahan ia merasakan sesuatu yang lembut dan lembab mendarat di bibirnya.

"Apa kau sedang berpura-pura tidak pernah berciuman?" tanya Ikosagon mengejek. Ciuman yang terasa kaku itu membuatnya kesal.

Mendengar pertanyaan itu, jantung Theona seolah ingin meledak. Ia pikir, Ikosagon mau menyentuhnya karena sudah mau menerimanya. Namun nyataannya, pria itu hanya ingin menuduh dan merendahkannya saja.

"Kenapa kau selalu berpikir negatif tentangku, Osa? Sumpah aku belum pernah berciuman seperti itu. Aku hanya pernah berciuman sekedar menempelkan bibir saja." Dengan kecewa, Theona berusaha menjelaskan.

"Cih! Mana mungkin wanita yang sering bermain-main di luar dengan pria, tapi belum pernah berciuman. Kalau mau membual masuk akal sedikit. Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi?" sanggah Ikosagon sinis.

"Sudah kubilang kalau aku tidak seperti yang kau pikirkan. Selaput daraku robek karena aku diperkosa."

Air mukanya sudah memerah dan bulir-bulir bening menumpuk di pelupuk mata dan hampir tumpah ruah membanjiri wajah. Beruntung, Theona berhasil menahannya kuat-kuat.

"Terserah kau mau mengelak seperti apa. Pokoknya sampai dunia kiamat sekalipun aku tidak akan pernah percaya," balas Ikosagon malas.

Pria itu berbalik dan masuk ke dalam kamar. Sementara itu, Theona hanya bisa menangis sesenggukan menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang di balik pintu. Tubuhnya terasa berat dan meluruh begitu saja hingga duduk terjerambah di lantai.

"Kenapa harus sesakit ini?" Theona meremas dadanya kuat-kuat diiringi bulir bening yang terus mengalir membasahi pipinya.

Theona baru sadar telah menjadi wanita lemah semenjak mengenal Ikosagon. Sudah dua kali ia menangis karena ucapan pria itu. Ia lekas menghapus air matanya dan berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Baiklah, selamat datang hidup baru," lirih Theona beranjak berdiri sambil mengulas senyum. Mau tidak mau, ia tetap harus menyambut kehidupan barunya.

"Ingat! Kita tetap satu kamar," ujar Ikosagon tiba-tiba.

Entah sejak kapan pria itu berdiri di depan pintu, bahkan Theona sendiri tidak sadar pintu telah dibuka. Mungkin karena ia terlalu fokus pada luka hatinya.

"Ah, iya." Theona terlihat terkejut dan bangkit berdiri.

Ikosagon mengernyitkan dahinya melihat raut wajah Theona yang bersinar. Padahal sebelumnya terlihat sedih dan basah akan air mata.

"Kenapa ekspresi wajahnya cepat sekali berubah?" batin Ikosagon sambil menggelengkan kepala

Pria itu kembali masuk kamar diikuti oleh Theona. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan memalingkan wajahnya, menatap Theona yang tengah duduk di sofa.

"Mulai malam ini kau tidak perlu tidur di sofa lagi," kata Ikosagon.

"Kalau bukan di sofa, lalu aku tidur di mana?" tanya Theona sambil mengerutkan keningnya. Tidur di tempat tidur tidak diizinkan dan tidur di sofa pun tidak diperbolehkan. Lalu, ia harus tidur di mana?

"Tidur di sini bersamaku." Ikosagon menepuk-nepuk kasur sebelah dan melanjutkan kata-katanya, "Tapi jangan salah paham dulu. Aku mengizinkanmu tidur bersamaku di sini bukan karena aku menyukaimu. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah mencintaimu. Di hatiku cuma ada satu nama yang akan selalu memenuhi hatiku," imbuhnya menjelaskan.

Awalnya, manik mata Theona berbinar. Sudut bibirnya perlahan naik ke atas. Jantungnya berdegup kencang merasakan kebahagiaan. Namun, mendengar Ikosagon berkata bahwa ia mencintai wanita lain membuat semangatnya kembali runtuh. Hidupnya serasa hancur dalam sekejap mata.

"Kenapa? Apa kau kecewa?" tanya Ikosagon melihat Theona hanya melamun.

"Ti-tidak. Aku sama sekali tidak kecewa," sahut Theona menyangkal.

"Baguslah kalau kau tidak kecewa. Lagi pula, meskipun kau kecewa sekalipun aku tetap tidak peduli," ujar Ikosagon malas.

"Aku berjanji, aku akan merebut hatimu, membuatmu mencintaiku, dan membuatmu melupakannya," tekad Theona dalam hati.

Wanita cantik itu hanya perlu bersabar dan berusaha keras agar Ikosagon mau melihatnya. Bahkan batu yang sangat keras jika terus-menerus diterpa air hujan akan hancur. Begitu juga dengan hati Ikosagon. Ia yakin seiring berjalannya waktu sang suami akan berubah mencintainya.

"Kau mau ke mana?" tanya Ikosagon melihat Theona beranjak berdiri. Padahal wanita itu baru saja duduk.

"Aku lapar. Apa kau tidak lapar?" sahut Theona balik bertanya.

"Lapar, tapi di rumah ini tidak ada bahan makanan apa pun," balas Ikosagon sambil menyentuh perutnya yang sedikit keroncongan.

Semua barang-barang memang sudah dipindahkan sebelum mereka datang ke rumah itu. Namun, hanya bahan makanan saja yang tidak ada di sana. Theona sama sekali tidak terpikirkan akan hal itu karena proses pindah yang tiba-tiba.

"Kalau mie instan ada tidak?" tanya Theona ragu.

Satu menit yang lalu ia berpikir untuk memesan makanan siap antar. Namun, akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan ia tidak berpikir sanggup menahannya.

"Aku tidak tahu, tapi kau coba periksa saja. Barangkali saja penjaga rumah menyimpannya," balas Ikosagon.

"Baiklah, tapi kalau ada kau mau tidak? Kalau mau, biar aku buatkan sekalian," ujar Theona menawarkan.

Meskipun ia tidak yakin Ikosagon mau, tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Lagi pula, meskipun konglomerat seperti Ikosagon tidak terlihat pernah memakan mie instan. Namun, dalam keadaan lapar seperti ini tidak memungkinkan untuk tidak menolak.

"Bo-leh," sahut Ikosagon mengangguk ragu.

"Oke, aku coba cek dulu." Theona melangkah keluar dan tidak sadar bahwa Ikosagon juga ikut berjalan di belakangnya, "Astaga! Aaa!"

Theona terkejut dengan kehadiran Ikosagon yang tiba-tiba. Tubuh wanita itu menjadi tidak seimbang sehingga terjatuh ke belakang. Namun, belum sempat menikmati lantai berundak itu, Ikosagon sudah menangkapnya.

Perlahan, Theona membuka mata dan melihat Ikosagon sedang menatapnya lekat. Ia bahkan bisa mendengar detak jantungnya dengan detak jantung pria itu saling bersahutan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status