Theona terpaku beberapa saat. Ia memicingkan mata melihat wajah Ikosagon yang kian mendekat. Apalagi dengan manik mata yang terpejam sempurna. Namun entah mengapa, ia ikut memejamkan mata. Perlahan ia merasakan sesuatu yang lembut dan lembab mendarat di bibirnya.
"Apa kau sedang berpura-pura tidak pernah berciuman?" tanya Ikosagon mengejek. Ciuman yang terasa kaku itu membuatnya kesal. Mendengar pertanyaan itu, jantung Theona seolah ingin meledak. Ia pikir, Ikosagon mau menyentuhnya karena sudah mau menerimanya. Namun nyataannya, pria itu hanya ingin menuduh dan merendahkannya saja. "Kenapa kau selalu berpikir negatif tentangku, Osa? Sumpah aku belum pernah berciuman seperti itu. Aku hanya pernah berciuman sekedar menempelkan bibir saja." Dengan kecewa, Theona berusaha menjelaskan. "Cih! Mana mungkin wanita yang sering bermain-main di luar dengan pria, tapi belum pernah berciuman. Kalau mau membual masuk akal sedikit. Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi?" sanggah Ikosagon sinis. "Sudah kubilang kalau aku tidak seperti yang kau pikirkan. Selaput daraku robek karena aku diperkosa." Air mukanya sudah memerah dan bulir-bulir bening menumpuk di pelupuk mata dan hampir tumpah ruah membanjiri wajah. Beruntung, Theona berhasil menahannya kuat-kuat. "Terserah kau mau mengelak seperti apa. Pokoknya sampai dunia kiamat sekalipun aku tidak akan pernah percaya," balas Ikosagon malas. Pria itu berbalik dan masuk ke dalam kamar. Sementara itu, Theona hanya bisa menangis sesenggukan menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang di balik pintu. Tubuhnya terasa berat dan meluruh begitu saja hingga duduk terjerambah di lantai. "Kenapa harus sesakit ini?" Theona meremas dadanya kuat-kuat diiringi bulir bening yang terus mengalir membasahi pipinya. Theona baru sadar telah menjadi wanita lemah semenjak mengenal Ikosagon. Sudah dua kali ia menangis karena ucapan pria itu. Ia lekas menghapus air matanya dan berusaha menguatkan dirinya sendiri. "Baiklah, selamat datang hidup baru," lirih Theona beranjak berdiri sambil mengulas senyum. Mau tidak mau, ia tetap harus menyambut kehidupan barunya. "Ingat! Kita tetap satu kamar," ujar Ikosagon tiba-tiba. Entah sejak kapan pria itu berdiri di depan pintu, bahkan Theona sendiri tidak sadar pintu telah dibuka. Mungkin karena ia terlalu fokus pada luka hatinya. "Ah, iya." Theona terlihat terkejut dan bangkit berdiri. Ikosagon mengernyitkan dahinya melihat raut wajah Theona yang bersinar. Padahal sebelumnya terlihat sedih dan basah akan air mata. "Kenapa ekspresi wajahnya cepat sekali berubah?" batin Ikosagon sambil menggelengkan kepala Pria itu kembali masuk kamar diikuti oleh Theona. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan memalingkan wajahnya, menatap Theona yang tengah duduk di sofa. "Mulai malam ini kau tidak perlu tidur di sofa lagi," kata Ikosagon. "Kalau bukan di sofa, lalu aku tidur di mana?" tanya Theona sambil mengerutkan keningnya. Tidur di tempat tidur tidak diizinkan dan tidur di sofa pun tidak diperbolehkan. Lalu, ia harus tidur di mana? "Tidur di sini bersamaku." Ikosagon menepuk-nepuk kasur sebelah dan melanjutkan kata-katanya, "Tapi jangan salah paham dulu. Aku mengizinkanmu tidur bersamaku di sini bukan karena aku menyukaimu. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah mencintaimu. Di hatiku cuma ada satu nama yang akan selalu memenuhi hatiku," imbuhnya menjelaskan. Awalnya, manik mata Theona berbinar. Sudut bibirnya perlahan naik ke atas. Jantungnya berdegup kencang merasakan kebahagiaan. Namun, mendengar Ikosagon berkata bahwa ia mencintai wanita lain membuat semangatnya kembali runtuh. Hidupnya serasa hancur dalam sekejap mata. "Kenapa? Apa kau kecewa?" tanya Ikosagon melihat Theona hanya melamun. "Ti-tidak. Aku sama sekali tidak kecewa," sahut Theona menyangkal. "Baguslah kalau kau tidak kecewa. Lagi pula, meskipun kau kecewa sekalipun aku tetap tidak peduli," ujar Ikosagon malas. "Aku berjanji, aku akan merebut hatimu, membuatmu mencintaiku, dan membuatmu melupakannya," tekad Theona dalam hati. Wanita cantik itu hanya perlu bersabar dan berusaha keras agar Ikosagon mau melihatnya. Bahkan batu yang sangat keras jika terus-menerus diterpa air hujan akan hancur. Begitu juga dengan hati Ikosagon. Ia yakin seiring berjalannya waktu sang suami akan berubah mencintainya. "Kau mau ke mana?" tanya Ikosagon melihat Theona beranjak berdiri. Padahal wanita itu baru saja duduk. "Aku lapar. Apa kau tidak lapar?" sahut Theona balik bertanya. "Lapar, tapi di rumah ini tidak ada bahan makanan apa pun," balas Ikosagon sambil menyentuh perutnya yang sedikit keroncongan. Semua barang-barang memang sudah dipindahkan sebelum mereka datang ke rumah itu. Namun, hanya bahan makanan saja yang tidak ada di sana. Theona sama sekali tidak terpikirkan akan hal itu karena proses pindah yang tiba-tiba. "Kalau mie instan ada tidak?" tanya Theona ragu. Satu menit yang lalu ia berpikir untuk memesan makanan siap antar. Namun, akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan ia tidak berpikir sanggup menahannya. "Aku tidak tahu, tapi kau coba periksa saja. Barangkali saja penjaga rumah menyimpannya," balas Ikosagon. "Baiklah, tapi kalau ada kau mau tidak? Kalau mau, biar aku buatkan sekalian," ujar Theona menawarkan. Meskipun ia tidak yakin Ikosagon mau, tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Lagi pula, meskipun konglomerat seperti Ikosagon tidak terlihat pernah memakan mie instan. Namun, dalam keadaan lapar seperti ini tidak memungkinkan untuk tidak menolak. "Bo-leh," sahut Ikosagon mengangguk ragu. "Oke, aku coba cek dulu." Theona melangkah keluar dan tidak sadar bahwa Ikosagon juga ikut berjalan di belakangnya, "Astaga! Aaa!" Theona terkejut dengan kehadiran Ikosagon yang tiba-tiba. Tubuh wanita itu menjadi tidak seimbang sehingga terjatuh ke belakang. Namun, belum sempat menikmati lantai berundak itu, Ikosagon sudah menangkapnya. Perlahan, Theona membuka mata dan melihat Ikosagon sedang menatapnya lekat. Ia bahkan bisa mendengar detak jantungnya dengan detak jantung pria itu saling bersahutan.Ikosagon menyadari akan kebodohannya. Seharusnya ia langsung melepaskan Theona, alih-alih terpana akan kecantikan wajah tanpa perona itu."Terima kasih," kata Theona sambil mengulas senyuman."Lain kali hati-hati. Kalau kau sampai jatuh ke bawah bagaimana," balas Ikosagon sambil mengedip-ngedipkan mata berusaha mengalihkan kecanggungan.Pria itu melangkah menuruni anak tangga lebih dulu. Ia tidak ingin terus berada di dalam kecanggungan menuruti detak jantungnya yang bodoh."Iya. Lain kali aku akan lebih berhati-hati." Theona tersenyum dengan hati yang berbunga-bunga. Tentu saja karena ia mendapat perhatian dari Ikosagon. Kemudian, ia melangkah cepat untuk mensejajarkan langkahnya dengan pria itu. Namun lagi-lagi, kakinya menginjak anak tangga tidak benar dan hampir terjatuh."Aww!" pekik Theona kesakitan. Beruntung tangannya bereaksi cepat dengan memegang gagang besi penjagaan. Kalau tidak mungkin ia akan jatuh di punggung Ikosagon."Belum ada satu menit kau sudah mau jatuh lagi. Da
Theona terlihat gelagapan. Sebenarnya ia merasa senang berada dalam posisi itu. Namun, ia tidak boleh memanfaatkan situasi dan membuat Ikosagon semakin membencinya."Te-terimakasih," kata Theona terbata."Lain kali kau boleh memanggilku jika mengalami kesulitan. Apalagi tinggi badanmu yang ..." Ikosagon menghentikan kata-katanya dan tersenyum."Ternyata kau bisa tersenyum juga. Menurutku, kau lebih tampan jika tersenyum," kata Theona begitu terpana melihat senyum menawan Ikosagon.Sejak awal, ia tidak pernah melihat Ikosagon tersenyum. Ekspresi wajah pria itu selalu dingin dan terkadang cenderung menakutkan. Apalagi ketika sedang marah dan mengejeknya."Aku tersenyum? Jangan mengarang cerita kau, Theo," sangkal Ikosagon."Ya, sepertinya aku memang mengarang," kata Theona menahan senyumnya."Apa kau tersenyum, Theo?" tanya Ikosagon dingin."Ah, tidak-tidak. Aku sangat lapar dan aku mau masak mie instan lagi." Theona beranjak pindah melihat kemarahan di manik mata bulat pria itu.Ikosag
Tatapan mata dan raut wajah Ikosagon semakin menakutkan. Senyumannya membuat Theona merinding dan hampir jatuh terjengkang ke belakang karena ketakutan. Beruntung Ikosagon langsung bergerak cepat dan menarik tangannya kuat-kuat. Namun, posisi mereka justru menjadi canggung. Posisi di mana Theona berada di dekapan Ikosagon dan mendengar suara debaran jantung pria itu yang tidak kalah menggebu dari debaran jantungnya. "I-ini? Aroma tubuh ini?" Theona menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ikosagon. Ia merasa pernah merasakan aroma itu, tetapi ia tidak tahu di mana. "Ah iya, aku ingat. Sebelumnya 'kan kita pernah tidur bersama di pagi pertama. Jadi aku menjadi hafal aroma ini," batin Theona bersemangat. Ia sama sekali tidak sadar bahwa aroma itu adalah aroma pria yang pernah menodainya. Pria yang pernah merenggut kesuciannya dengan cara paksa. Theona mengangkat kepalanya bertepatan dengan Ikosagon yang menundukkan kepalanya. Kini, dua pasang mata itu saling bertatapan. Entah sudah be
"Harusnya aku yang tanya, apa yang kau katakan pada Bi Sudan? Apa kau mengadu kalau aku memintamu meminum obat peluruh janin?" Theona terbelalak tidak percaya. Bagaimana mungkin Ikosagon menuduhnya mengadu yang tidak-tidak pada Bi Sudan? Memangnya ia pikir Theona anak kecil yang masih mengadukan keluh kesahnya pada orang yang lebih tua."Kenapa kau diam saja? Apa benar yang aku katakan, huh?" Ikosagon melangkah maju dan mencengkeram dagu Theona kuat-kuat."Tidak. Aku tidak mengatakan apa pun pada Bi Sudan," sanggah Theona tegas. Ia menatap manik mata hitam nan bulat milik Ikosagon yang terlihat sangat menakutkan itu."Tidak kau bilang? Hahaha ... Lalu, kenapa kau menangis di depan Bi Sudan? Kau pikir aku bodoh, huh? Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi? Tidak, Theo!" Pria itu tertawa seperti seorang iblis yang sedang mempermainkan musuhnya.Ia menghempaskan tangannya kuat-kuat dan tubuh Theona terdorong ke belakang. Dengan tatapan tajam dan wajah yang memerah, dada Theon
Theona berusaha mengendap-endap masuk ketika resepsionis sedang tidak fokus. Ia berencana masuk ke dalam dan mencari ruangan Ikosagon sendiri. Namun sayangnya, ia ketahuan resepsionis dan diancam akan memanggil petugas keamanan. Daripada ia diseret keluar dan tidak ada yang bisa membantunya, lebih baik ia pergi saja.Akhirnya, ia berencana untuk pulang dan akan menerima apa pun yang akan Ikosagon lakukan padanya."Theona? Kau benar-benar Theona istri Osa, 'kan?" tanya seorang pria."I-iya, aku Theo. Maaf kau siapa?" Theona mengerutkan keningnya merasa tidak mengenali pria itu. Namun, ia merasa pernah melihat dan wajahnya terasa tidak asing."Aku Sky, sepupu Osa. Kau kenapa di sini dan tidak masuk? Apa ada masalah?" Skywara melihat Theona yang mondar-mandir di lobby. Ia pikir, wanita itu sedang mengalami masalah.Sebelumnya, Theona memang pernah melihat Keluarga Candramawa lainnya termasuk Skywara. Namun, ia tidak terlalu memperhatikan karena waktu yang cukup singkat."Sebenarnya aku m
"Kau?" geram Ikosagon sambil menggertakkan giginya. Bagaimana bisa ia ketahuan tersenyum di depan orang lain? Ya, meskipun orang itu adalah Skywara, sepupunya sendiri. Namun, tetap saja hal itu akan menjadi bahan olokan. Apalagi Skywara tipe pria yang suka sekali membuatnya kesal dengan tingkah konyolnya.Skywara melangkah masuk ke dalam. Pria itu menatap Ikosagon dengan ekspresi yang sangat menyebalkan. "Kenapa? Apa kau takut kalau aku akan mengumbar tentang kejadian langka ini?" tanya pria itu sambil menunjukkan seringaian tipisnya. Pria itu duduk di sofa sambil melipat kakinya."Ada urusan apa kau datang kemari? Kalau tidak ada urusan apa-apa, lebih baik kau pergi karena aku dan Theo mau makan siang," tanya Ikosagon berusaha mengalihkan perhatian.Ia benar-benar malas meladeni sepupunya itu. Meskipun ia yakin ada tujuan tertentu, tetapi ia tidak ingin berlama-lama dalam situasi yang hanya akan mempermalukannya saja."Tentu saja ada. Aku ingin membahas masalah pekerjaan. Jadi, bisa
Theona membeku dengan manik mata terbelalak. Ia tidak menyangka Ikosagon akan bertanya sekaligus berbuat. Ia mengedip-ngedipkan matanya dan tersadar. Lalu, ia mendorong pria itu menjauh darinya."Apa yang kau lakukan, Osa?!" sentak Theona.Entah mengapa, ia seperti mainan yang bisa dimainkan sesuka hati. Mainan yang bisa dimainkan di kala bosan dan akan dibuang di saat pria itu teringat akan mainan kesukaannya."Memangnya apa yang aku lakukan? Bukankah aku sedang bertanya padamu?" Bukan sebuah jawaban yang Ikosagon lontarkan, tetapi balas melempar pertanyaan."Cukup, Osa! Jangan menyentuhku lagi!" seru Theona dengan manik mata yang membola. Sumpah demi apa pun, Theona tidak bisa percaya dengan sikap Ikosagon yang seperti ini. Kalau pria itu mencintai wanita lain dan tidak bisa menerimanya sebagai istri, lalu kenapa selalu berbuat seenaknya seperti ini?"Kenapa jangan?" tanya Ikosagon malas. Pria itu menghempaskan tubuhnya di sofa dan menyandarkan tubuhnya."Kau masih tanya kenapa? As
Theona mendorong tubuh Ikosagon kuat-kuat hingga pria itu hampir terjengkang ke belakang. "Sudah kubilang jangan sentuh aku lagi!" seru Theona kesal.Belum lama ia mengatakannya pada Ikosagon. Mungkin baru ada lima sampai sepuluh menit dan pria itu sudah mengulanginya lagi. Sepertinya telinga dan wajah pria itu sangat tebal sampai-sampai bersikap seolah tidak tahu."Astaga, Theo! Kau yang menggodaku dan kau juga yang menolakku," kata Ikosagon tersenyum kecut.Berkali-kali ia mengingatkan agar Theona menutup mulutnya, tetapi wanita itu terus mengabaikan seruannya. Sekarang giliran disuruh tanggung jawab malah marah."Siapa juga yang menggodamu?" tanya Theona malas. Sejak kapan ia mulai menjadi wanita penggoda. Apalagi di depan suami menjengkelkan seperti Ikosagon. Yang ada bukannya senang, ia justru dirugikan baik secara fisik maupun hatinya."Sejak tadi kau menggodaku, Theo bodoh," balas Ikosagon kesal."Sejak tadi kapan? Sudah jelas-jelas aku tidak menggodamu," tanya Theona memeloto