Theona terlihat gelagapan. Sebenarnya ia merasa senang berada dalam posisi itu. Namun, ia tidak boleh memanfaatkan situasi dan membuat Ikosagon semakin membencinya.
"Te-terimakasih," kata Theona terbata. "Lain kali kau boleh memanggilku jika mengalami kesulitan. Apalagi tinggi badanmu yang ..." Ikosagon menghentikan kata-katanya dan tersenyum. "Ternyata kau bisa tersenyum juga. Menurutku, kau lebih tampan jika tersenyum," kata Theona begitu terpana melihat senyum menawan Ikosagon. Sejak awal, ia tidak pernah melihat Ikosagon tersenyum. Ekspresi wajah pria itu selalu dingin dan terkadang cenderung menakutkan. Apalagi ketika sedang marah dan mengejeknya. "Aku tersenyum? Jangan mengarang cerita kau, Theo," sangkal Ikosagon. "Ya, sepertinya aku memang mengarang," kata Theona menahan senyumnya. "Apa kau tersenyum, Theo?" tanya Ikosagon dingin. "Ah, tidak-tidak. Aku sangat lapar dan aku mau masak mie instan lagi." Theona beranjak pindah melihat kemarahan di manik mata bulat pria itu. Ikosagon menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas berat. Kemudian, ia menatap punggung Theona sejenak dan beranjak pergi dari area meja makan. *** Beberapa jam kemudian, Theona sudah ada di ruang ganti. Ia ingin bersiap-siap tidur dengan pergi ke kamar mandi. Mencuci kaki, tangan, wajah, dan menggosok gigi. Namun ketika ia pergi ke ruang ganti, ia tidak menemukan satu piyama pun di sana melainkan sederet lingerie seksi dengan berbagai warna. "Bagaimana mungkin aku memakai pakaian ini? Yang ada Osa semakin memandang rendah aku dan mengataiku wanita murahan," batin Theona sambil mendesah pelan. "Sepertinya besok pagi aku harus membeli piyama dan sekarang aku tidak perlu mengganti baju," putus Theona sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Theona membalikkan tubuhnya dan menabrak sesuatu yang keras. "Aww!" pekik Theona sambil menyentuh keningnya. Kemudian, ia mengangkat kepalanya dan melihat Ikosagon sedang menatapnya dingin. "Maaf," lirih wanita itu. "Kenapa kau bengong di situ?" tanya Ikosagon dingin. "Tidak, tidak kenapa-kenapa." Theona menggeleng cepat, "Aku keluar dulu sudah mengantuk," imbuhnya sambil melangkah cepat. Wanita itu merengkuh gagang pintu dan menoleh ke belakang. Ia merasa ada yang salah dengan ekspresi wajah Ikosagon. Padahal sebelumnya pria itu terlihat biasa-biasa saja, tapi kenapa sekarang kembali terlihat dingin? Theona keluar dan duduk di depan meja rias. Ia memakai pelembab wajah sebelum akhirnya duduk di tepi ranjang. Ia masih tidak habis pikir dengan isi lemari gantungnya. Bagaimana bisa ibu mertuanya membelikan banyak sekali lingerie, tetapi tidak membelikannya satu piyama pun? "Astaga! Kenapa tadi aku tidak memeriksa lemari lain? Kalau sampai semua isi lemari isinya lingerie semua bagaimana?" Theona mulai terlihat frustasi mengingat hal itu. Tiba-tiba, pintu ruang ganti terbuka. Ia menoleh ke arah sana dan melihat raut wajah Ikosagon semakin tidak enak. Sepertinya pria itu sedang menghadapi masalah. Tatapan mata Theona terus terpaku pada Ikosagon. Bahkan sampai pria itu berbaring di atas tempat tidur. "Kenapa? Apa ada yang salah dengan wajahku?" tanya Ikosagon dingin. Sejak keluar dari ruang ganti, ia tahu bahwa Theona memperhatikannya. Jadi, ia bertanya karena penasaran. "Ti-tidak, tidak ada," balas Theona menggeleng cepat. "Kau mau ke mana?" tanya Ikosagon dengan dahi yang berkerut. Ia melihat Theona beranjak berdiri bertepatan setelah ia membaringkan tubuhnya. Bukankah sebelumnya ia bilang mengantuk dan ingin pergi tidur? "Aku mau tidur," sahut Theona. "Kalau mau tidur kenapa malah berdiri bukannya berbaring?" tanya Ikosagon heran. "Aku mau tidur di sofa saja," balas Theona menunjuk ke arah sofa. Melihat raut tidak enak dari Ikosagon membuat Theona ingin menghindar. Ia takut salah langkah jika berbaring di atas tempat tidur tepat di samping pria itu. Jadi, lebih baik menghindar sebelum ia ditendang hingga jatuh tersungkur di lantai seperti sebelumnya. "Kenapa? Bukankah sebelumnya kau sangat ingin tidur bersamaku?" tanya Ikosagon tersenyum sinis. "Itu sebelumnya dan sekarang aku sudah tidak berminat," sanggah Theona gugup. "Apa kau bilang? Cepat berbaring!" geram Ikosagon. Ia benar-benar sakit telinga mendengar ucapan Theona. Memangnya ia pria jalang yang bisa diminati oleh siapa saja? "Maaf, Osa, aku ingin tidur di sofa saja," tolak Theona tegas. "Apa seperti ini cara orang tuamu mengajarimu untuk membantah perintah suamimu?" tanya Ikosagon sinis. "Kenapa kau bawa-bawa nama orang tuaku?" tanya Theona mengeluh. "Karena kau anaknya. Mana mungkin seorang anak diajarkan tata krama oleh orang lain," sanggah Ikosagon sambil menyeringai. Ikosagon tahu ucapannya mampu membuat Theona akan berubah pikiran. Jadi, ia tidak terlalu menekan Theona dengan kata-kata jahatnya. Mungkin dalam hitungan jari wanita itu akan kembali dan berbaring di sampingnya. "Baiklah, aku akan berbaring di situ," kata Theona lesu. "Bagus. Mulai malam ini kau akan tidur di sini bersamaku." Ikosagon menatap Theona yang sudah berbaring. "Hmmm, a-apa?" Theona cukup terkejut mendengar ucapan Ikosagon. Ia sampai beranjak berdiri sangking terkejutnya. "Aku hanya tidak ingin ketahuan Papi sama Mami saja. Jadi, kau jangan salah paham," bohong Ikosagon. "Hmmm." Theona menghela nafas kecewa. Ia pikir Ikosagon sudah mau menerimany, tetapi ia salah. Ia lekas berbaring dan tidak lama kemudian ia menggerakkan tubuhnya memunggungi Ikosagon. "Astaga, Tuhan!" batin Ikosagon dongkol. Bagaimana bisa ada wanita seperti Theona? Berani membelakanginya sedangkan banyak sekali wanita di luaran sana yang mendambakan tidur satu ranjang dengannya. Namun, sepertinya ia lupa dengan sikap kasar yang ia tunjukkan sebelumnya pada Theona. Atau memang seperti itu tabiatnya yang suka pura-pura lupa. "Apa seperti ini cara orang tuamu meng--" Ucapan Ikosagon seketika terhenti di awang-awang karena tiba-tiba Theona berbalik dan meletakkan jari telunjuknya di bibir Ikosagon. "Jangan bawa-bawa nama orang tuaku. Aku tahu bagaimana cara bersikap dan melayani suamiku," geram Theona sambil menggertakkan giginya. "Benarkah?" Ikosagon menyeringai mendapat kesempatan berlian. "Ya," sahut Theona tegas. "Jadi, bagaimana caramu bersikap pada suamimu?" tanya Ikosagon sambil memajukan tubuhnya. Tidak lupa dengan seringaian dan senyum liciknya. "Ak-aku me-menawarimu makan dan membuatkanmu makanan," sahut Theona terbata. "Hmmm, begitukah? Apa membuatkanku mie rebus bisa dikatakan membuatkanku makanan?" tanya Ikosagon tersenyum licik. Theona menatap Ikosagon ngeri. Ia menyusutkan tubuhnya ke belakang dan menyadari bahwa ia sudah sampai di ujung. Jika tidak berhenti, maka ia akan jatuh terjengkang ke belakang. "Baiklah, baiklah. Besok pagi aku akan pergi berbelanja bahan makanan dan akan membuatkanmu banyak makanan enak," balas Theona setelah merapikan ekspresi wajahnya yang kacau. Ikosagon mengulurkan tangannya dan mengusap lembut rambut Theona. "Istri yang baik," pujinya. Theona tersipu malu dengan wajah yang memerah. Bahkan, pria seperti Ikosagon yang dingin itu bisa tahu alasan wajahnya memerah. "Kalau masalah kata-katamu tentang melayani suami. Bagaimana caramu melayani suamimu?" tanya Ikosagon penasaran dengan jawaban apa yang akan Theona berikan.Tatapan mata dan raut wajah Ikosagon semakin menakutkan. Senyumannya membuat Theona merinding dan hampir jatuh terjengkang ke belakang karena ketakutan. Beruntung Ikosagon langsung bergerak cepat dan menarik tangannya kuat-kuat. Namun, posisi mereka justru menjadi canggung. Posisi di mana Theona berada di dekapan Ikosagon dan mendengar suara debaran jantung pria itu yang tidak kalah menggebu dari debaran jantungnya. "I-ini? Aroma tubuh ini?" Theona menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ikosagon. Ia merasa pernah merasakan aroma itu, tetapi ia tidak tahu di mana. "Ah iya, aku ingat. Sebelumnya 'kan kita pernah tidur bersama di pagi pertama. Jadi aku menjadi hafal aroma ini," batin Theona bersemangat. Ia sama sekali tidak sadar bahwa aroma itu adalah aroma pria yang pernah menodainya. Pria yang pernah merenggut kesuciannya dengan cara paksa. Theona mengangkat kepalanya bertepatan dengan Ikosagon yang menundukkan kepalanya. Kini, dua pasang mata itu saling bertatapan. Entah sudah be
"Harusnya aku yang tanya, apa yang kau katakan pada Bi Sudan? Apa kau mengadu kalau aku memintamu meminum obat peluruh janin?" Theona terbelalak tidak percaya. Bagaimana mungkin Ikosagon menuduhnya mengadu yang tidak-tidak pada Bi Sudan? Memangnya ia pikir Theona anak kecil yang masih mengadukan keluh kesahnya pada orang yang lebih tua."Kenapa kau diam saja? Apa benar yang aku katakan, huh?" Ikosagon melangkah maju dan mencengkeram dagu Theona kuat-kuat."Tidak. Aku tidak mengatakan apa pun pada Bi Sudan," sanggah Theona tegas. Ia menatap manik mata hitam nan bulat milik Ikosagon yang terlihat sangat menakutkan itu."Tidak kau bilang? Hahaha ... Lalu, kenapa kau menangis di depan Bi Sudan? Kau pikir aku bodoh, huh? Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi? Tidak, Theo!" Pria itu tertawa seperti seorang iblis yang sedang mempermainkan musuhnya.Ia menghempaskan tangannya kuat-kuat dan tubuh Theona terdorong ke belakang. Dengan tatapan tajam dan wajah yang memerah, dada Theon
Theona berusaha mengendap-endap masuk ketika resepsionis sedang tidak fokus. Ia berencana masuk ke dalam dan mencari ruangan Ikosagon sendiri. Namun sayangnya, ia ketahuan resepsionis dan diancam akan memanggil petugas keamanan. Daripada ia diseret keluar dan tidak ada yang bisa membantunya, lebih baik ia pergi saja.Akhirnya, ia berencana untuk pulang dan akan menerima apa pun yang akan Ikosagon lakukan padanya."Theona? Kau benar-benar Theona istri Osa, 'kan?" tanya seorang pria."I-iya, aku Theo. Maaf kau siapa?" Theona mengerutkan keningnya merasa tidak mengenali pria itu. Namun, ia merasa pernah melihat dan wajahnya terasa tidak asing."Aku Sky, sepupu Osa. Kau kenapa di sini dan tidak masuk? Apa ada masalah?" Skywara melihat Theona yang mondar-mandir di lobby. Ia pikir, wanita itu sedang mengalami masalah.Sebelumnya, Theona memang pernah melihat Keluarga Candramawa lainnya termasuk Skywara. Namun, ia tidak terlalu memperhatikan karena waktu yang cukup singkat."Sebenarnya aku m
"Kau?" geram Ikosagon sambil menggertakkan giginya. Bagaimana bisa ia ketahuan tersenyum di depan orang lain? Ya, meskipun orang itu adalah Skywara, sepupunya sendiri. Namun, tetap saja hal itu akan menjadi bahan olokan. Apalagi Skywara tipe pria yang suka sekali membuatnya kesal dengan tingkah konyolnya.Skywara melangkah masuk ke dalam. Pria itu menatap Ikosagon dengan ekspresi yang sangat menyebalkan. "Kenapa? Apa kau takut kalau aku akan mengumbar tentang kejadian langka ini?" tanya pria itu sambil menunjukkan seringaian tipisnya. Pria itu duduk di sofa sambil melipat kakinya."Ada urusan apa kau datang kemari? Kalau tidak ada urusan apa-apa, lebih baik kau pergi karena aku dan Theo mau makan siang," tanya Ikosagon berusaha mengalihkan perhatian.Ia benar-benar malas meladeni sepupunya itu. Meskipun ia yakin ada tujuan tertentu, tetapi ia tidak ingin berlama-lama dalam situasi yang hanya akan mempermalukannya saja."Tentu saja ada. Aku ingin membahas masalah pekerjaan. Jadi, bisa
Theona membeku dengan manik mata terbelalak. Ia tidak menyangka Ikosagon akan bertanya sekaligus berbuat. Ia mengedip-ngedipkan matanya dan tersadar. Lalu, ia mendorong pria itu menjauh darinya."Apa yang kau lakukan, Osa?!" sentak Theona.Entah mengapa, ia seperti mainan yang bisa dimainkan sesuka hati. Mainan yang bisa dimainkan di kala bosan dan akan dibuang di saat pria itu teringat akan mainan kesukaannya."Memangnya apa yang aku lakukan? Bukankah aku sedang bertanya padamu?" Bukan sebuah jawaban yang Ikosagon lontarkan, tetapi balas melempar pertanyaan."Cukup, Osa! Jangan menyentuhku lagi!" seru Theona dengan manik mata yang membola. Sumpah demi apa pun, Theona tidak bisa percaya dengan sikap Ikosagon yang seperti ini. Kalau pria itu mencintai wanita lain dan tidak bisa menerimanya sebagai istri, lalu kenapa selalu berbuat seenaknya seperti ini?"Kenapa jangan?" tanya Ikosagon malas. Pria itu menghempaskan tubuhnya di sofa dan menyandarkan tubuhnya."Kau masih tanya kenapa? As
Theona mendorong tubuh Ikosagon kuat-kuat hingga pria itu hampir terjengkang ke belakang. "Sudah kubilang jangan sentuh aku lagi!" seru Theona kesal.Belum lama ia mengatakannya pada Ikosagon. Mungkin baru ada lima sampai sepuluh menit dan pria itu sudah mengulanginya lagi. Sepertinya telinga dan wajah pria itu sangat tebal sampai-sampai bersikap seolah tidak tahu."Astaga, Theo! Kau yang menggodaku dan kau juga yang menolakku," kata Ikosagon tersenyum kecut.Berkali-kali ia mengingatkan agar Theona menutup mulutnya, tetapi wanita itu terus mengabaikan seruannya. Sekarang giliran disuruh tanggung jawab malah marah."Siapa juga yang menggodamu?" tanya Theona malas. Sejak kapan ia mulai menjadi wanita penggoda. Apalagi di depan suami menjengkelkan seperti Ikosagon. Yang ada bukannya senang, ia justru dirugikan baik secara fisik maupun hatinya."Sejak tadi kau menggodaku, Theo bodoh," balas Ikosagon kesal."Sejak tadi kapan? Sudah jelas-jelas aku tidak menggodamu," tanya Theona memeloto
"Astaga, Theo! Apa kata orang kalau mereka sampai tahu istri seorang Osa bekerja di luaran sana," ujar Ikosagon frustasi.Bagaimana mungkin ia membiarkan istrinya bekerja? Bukankah hal itu bisa membuat reputasinya dan keluarganya hancur? Ia tidak boleh mencoreng namanya hanya demi menuruti keinginan konyol Theona. "Biarkan saja orang mau berkata apa yang penting aku nyaman. Lagi pula, kau bisa menjelaskan pada mereka kalau aku yang menginginkannya. Bila perlu, kau katakan pada mereka kalau aku yang memaksa," sanggah Theona menggebu.Apa peduli mereka. Yang penting ia bisa bekerja dengan nyaman. Yang penting ia tidak akan merasa bosan karena setiap hari harus berada di rumah tanpa melakukan aktivitas apa pun.Mendengar ucapan Theona membuat Ikosagon kesal. Pria itu membanting sendok ke tempat makan dengan keras. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Memangnya kalau aku izinkan, kau mau bekerja di mana?" tanyanya berusaha sabar sambil mengeratkan giginya."Phoeni
"Apa perlu, aku menjawab pertanyaanmu?" tanya Ikosagon sambil meremas dadanya."Terserah kau saja mau mengatakannya atau tidak. Aku sama sekali tidak keberatan kalau kau tidak mau mengatakannya," balas Theona malas.Jujur, ia penasaran dengan luka di tubuh Ikosagon tepat di mana jantung pria itu berada. Namun, rasa keingintahuannya tidak boleh membuat pria itu marah. Ia akan sangat bersyukur jika sang suami mau menceritakannya dan ia juga tidak akan kecewa jika sang suami tidak ingin membicarakannya dengannya."Aku tidak ingin mengatakannya," kata Ikosagon datar.Meskipun Theona sudah sah menjadi istrinya. Namun, ia tidak perlu mengatakan perihal penyakitnya di masa lalu. Apalagi, ia memutuskan untuk tidak memberikan hatinya pada wanita itu. Lagi pula selain anggota keluarganya, tidak ada satu orang pun yang tahu perihal penyakitnya. Dan yang paling penting sekarang, ia sudah sembuh berkat donor jantung beberapa bulan yang lalu."Baiklah, kalau begitu aku mau pulang. Jangan lupa makan
Satu bulan kemudian, Theona merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Berat badannya tiba-tiba naik dan nafsu makannya kian bertambah. Terkadang, ia sampai lupa berapa kali sehari ia makan karena terlalu sering."Sepertinya aku harus diet," celetuk Theona."Untuk apa? Aku suka kau yang lebih berisi seperti ini." Ikosagon semakin mengeratkan pelukannya."Tapi aku tidak suka. Aku terlihat seperti ibu-ibu yang sedang menyusui. Astaga! Apa aku hamil?" Theona terkejut teringat bagaimana kondisi tubuhnya ketika sedang mengandung putra pertamanya."Apa benar kau hamil?" tanya Ikosagon berbinar.Tidak bisa dibayangkan betapa bahagianya Ikosagon saat ini. Kabar baik itu memang belum pasti, tetapi kebahagiaannya langsung membuncah begitu saja."Aku tidak tahu, tapi dulu ketika hamil Alpha nafsu makanku meningkat dan berat badanku pun semakin bertambah," jelas Theona."Ini, sih, sudah jelas kalau kau hamil. Bukankah kita sudah bekerja keras selama ini? Jadi, kita hanya perlu memetik hasilnya," kata Ik
"Tidak-tidak. Kalau Alpha tiba-tiba ke sini mencari kita bagaimana?" tolak Theona khawatir."Itu mudah. Aku akan menelepon Mbak Santi untuk tidak datang ke sini. Bagaimana?" balas Ikosagon membujuk.Theona terlihat sedang berpikir. Raut wajahnya terlihat sangat ragu dan tidak setuju dengan ide suaminya. Bagaimana kalau ayah, ibu tiri, atau Sherly yang masuk ke dalam. Bisa saja pintu dikunci, tapi akan sangat tidak enak rasanya kalau ada yang mengetuk pintu dan memanggilnya."Apa kita perlu menginap satu malam agar kita bisa main-main di kamar ini?" tawar Ikosagon tidak menyerah."Ya sudah sekarang saja, tapi kalau ada yang datang ke sini bagaimana?" kata Theona memutuskan, tetapi masih khawatir."Abaikan saja. Jadi, bisakah kita memulainya sekarang?" tanya Ikosagon yang kemudian diangguki oleh Theona.Sebelum benar-benar melakukannya, Ikosagon melompat turun dan mengunci pintu. Kemudian, ia kembali dan mulai melancarkan aksi membuat kenangan di kamar itu. Melucuti pakaian istrinya hin
Saat ini, Ikosagon sudah berada di rumah ayah mertuanya bersama Theona dan Alphagon. Mereka baru saja sampai dan duduk di sofa. Berhubung Ikosagon ingin membuat kejutan, jadi ia meminta pengasuh yang baru ia sewa untuk mengajak putranya bermain."Apa kau ingin aku membalaskan perbuatan mereka pada Petraeus?" tanya Ikosagon dengan sudut bibir yang dinaikkan sebelah. Tangan kanannya senantiasa bergerak memainkan rambut istrinya yang tergerai cantik."Kenapa kau diam saja? Kau ingin aku melakukan apa pada mereka?" tanya Ikosagon lagi karena tak mendengar jawaban apa pun.Ikosagon sengaja bertanya pada sang istri dengan suara yang cukup keras. Tatapan matanya fokus menatap ayah mertuanya dan Merry bergantian. Mendengar pertanyaan yang Ikosagon lontarkan membuat sepasang suami istri itu menegang. Tidak lama kemudian, tubuh mereka berdua bergetar ketakutan."Kau tidak perlu khawatir karena aku memiliki bukti konkrit. Jadi hanya dengan menyerahkan bukti itu ke polisi, mereka akan langsung m
Setelah melakukan ritual malam pertama setelah enam tahun berlalu, kini Theona dan Ikosagon bermalas-malasan di atas tempat tidur tanpa berencana untuk membersihkan diri."Sebenarnya, ini luka bekas apa?" tanya Theona sambil mengusap bekas luka di bagian dada kiri Ikosagon.Sejak dulu, Theona begitu penasaran dan sempat bertanya. Namun sayangnya, Ikosagon tidak mau menjawab. Dan pada kesempatan kali ini, di saat hubungannya sudah benar-benar membaik, ia berharap Ikosagon mau mengatakannya."Sebenarnya, ini luka bekas operasi tranplantasi jantung," sahut Ikosagon. Tiba-tiba raut wajahnya berubah tidak enak."Memangnya ada apa dengan jantungmu?" tanya Theona penasaran."Sejak lahir, aku mengalami kelainan jantung dan tiga bulan sebelum kita menikah, aku melakukan tranplantasi," jelas Ikosagon sambil menatap kosong langit-langit kamar."Tapi, sekarang kau sudah baik-baik saja, 'kan?" tanya Theona khawatir."Tentu saja aku baik-baik saja. Apalagi ada kau di sisiku. Hanya saja ..." Ikosag
"Sayang, bangun. Ayo kita pindah ke kamar!" Ikosagon merengek sambil mengecupi telinga istrinya. Berkali-kali ia berusaha membangunkan, tetapi sang istri tak kunjung bangun dan justru terlihat sangat pulas."Yang? Sayang?" rengek Ikosagon.Sambil menguap dan merentangkan kedua tangannya, perlahan Theona membuka mata. "Alpha sudah tidur?" tanyanya pada sang suami."Sudah. Ayo kita ke kamar!" balas Ikosagon bersemangat."Alpha bagaimana?" tanya Theona tidak tega meninggalkan putranya sendirian."Nanti kalau sudah selesai, kita balik lagi ke sini," sahut Ikosagon bersemangat.Theona mengangguk berencana untuk bangun dan turun. Akan tetapi, Ikosagon tidak membiarkannya begitu saja. Pria itu langsung bergerak cepat dengan mengangkat tubuh rampingnya ala pengantin. Kemudian, ia lekas membawa Theona keluar dan menuju kamarnya."Apa kau sudah benar-benar sembuh?" tanya Theona khawatir. Pasalnya, ia merasakan suhu tubuh suaminya yang masih lumayan panas."Iya. Aku hanya butuh waktu berdua deng
Theona menatap Ikosagon sendu. Mengingat kisah yang ibu mertuanya ceritakan membuatnya sedikit tidak percaya. Bagaimana bisa pria seperti Ikosagon bisa menjadi hancur hanya karena kehilangannya?"Kenapa? Apa kau tidak mau memberiku kesempatan?" Ikosagon mengangkat kepalanya menatap Theona serius."Tidak. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi untuk memperbaiki segalanya. Jadi, seandainya sikapmu masih seperti yang dulu. Maaf, aku tidak bisa terus-menerus berada di sampingmu dan terpaksa harus pergi seperti sebelumnya," balas Theona menggebu."Apa kau serius?" tanya Ikosagon tidak percaya."Ya, sangat-sangat serius," sahut Theona mantap.Mendengar jawaban yang Theona lontarkan membuat Ikosagon berlari dan mendekap tubuh istrinya erat. Ia merasa, kebahagiaannya kali ini terasa lebih lengkap."Terimakasih banyak, Sayang, terimakasih. Aku janji tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku janji akan selalu membahagiakanmu," ujar Ikosagon tersenyum bahagia sekaligus lega."Hentikan, Osa! Aku b
"Alpha mana?" tanya Hexagon."Alpha di rumah, Mi, sama Osa. Theo sengaja datang sendirian karena ingin menanyakan sesuatu," balas Theona sambil memeluk ibu mertuanya.Setelah sarapan, ia langsung menitipkan putranya pada Ikosagon dan berkata ingin keluar sebentar. Seperti rencananya semalam, ia ingin menanyakan perihal kehidupan Ikosagon selama enam tahun ia pergi."Duduk dulu, yuk!" Hexagon membimbing menantunya agar duduk di sofa, "Memangnya kau ingin tanya apa?" tanya wanita itu penasaran."Theo mau tanya tentang kehidupan Osa selama Theo pergi," sahut Theona."Apa kau serius? Bukankah selama ini kau melarang mami untuk menceritakan hal itu?" tanya Hexagon heran.Sejak pertemuan pertama mereka setelah Theona menghilang, beberapa kali Hexagon berusaha menceritakan. Namun sayangnya, Theona selalu mencegah hingga pada akhirnya ia urung untuk menceritakannya."Iya, Mi. Theo merasa sudah waktunya Theo tahu segalanya dan berhenti menghindar," sahut Theona mengangguk mantap."Baiklah. Apa
Mendengar jawaban putranya membuat Theona terdiam. Ia tidak tahu apakah harus menuruti ucapan pria mungilnya atau tidak."Sini biar aku makan sendiri saja," celetuk Ikosagon dengan nada lemah.Theona menoleh ke arah pria itu. Dengan sinis, ia membalas, "Tidak perlu." Kemudian, ia mulai memegang sendok dan mengisinya dengan nasi. Lalu, menyuapkannya pada Ikosagon.Meski Theona terlihat sangat kesal, tetapi Ikosagon merasa sangat senang. Apalagi bisa disuapi dan bisa berkumpul lagi. Rasa-rasanya, sakitnya kali ini justru membuahkan kebahagiaan. Dan, hal itu terjadi karena keberadaan putranya di sana."Terimakasih dan maaf, Sayang. Terimakasih karenamu Theo mau keluar dan maaf karena dulu daddy tidak menginginkan kehadiranmu," batin Ikosagon menatap putranya sendu.Penyesalan memang selalu datang belakangan. Akan tetapi, Ikosagon merasa sangat bersyukur karena ia bisa menemukan istri dan anaknya. Dengan begitu, ia bisa memperbaiki kesalahannya di masa lalu."Alpha mau paman suapi?" tawar
Ikosagon menghentikan kalimatnya sejenak dan menatap Theona sendu. Ia ingin tahu bagaimana reaksi istrinya. Akankah sang istri mulai mengingat kejadian itu atau ..."Sayangnya setelah aku bangun, wanita itu sudah tidak ada. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menemukan wanita itu dan bertanggungjawab. Aku juga sudah memutuskan untuk mencintainya apa pun yang terjadi. Jadi, itulah alasan kenapa aku berusaha membohongi perasaanku dengan berkata tidak mencintaimu.""Selama kita menikah, aku sibuk mencari wanita itu. Sampai di mana kau pergi, aku menemukan fakta bahwa wanita yang aku nodai di hotel waktu itu adalah kau, Theo."Ikosagon kembali mengangkat kepalanya. Ia melihat wajah Theona yang sudah bersimbah air mata, "Kau tahu betapa hancurnya aku? Aku pikir, kenapa aku tidak menemukan fakta itu sejak dulu sehingga aku tidak terlalu banyak melukai hati dan fisikmu? Aku ... Hidupku benar-benar menderita setelah kau pergi, Theo. Banyak sekali penyesalan atas sikap kejamku padamu. Aku s