"Apa perlu, aku menjawab pertanyaanmu?" tanya Ikosagon sambil meremas dadanya."Terserah kau saja mau mengatakannya atau tidak. Aku sama sekali tidak keberatan kalau kau tidak mau mengatakannya," balas Theona malas.Jujur, ia penasaran dengan luka di tubuh Ikosagon tepat di mana jantung pria itu berada. Namun, rasa keingintahuannya tidak boleh membuat pria itu marah. Ia akan sangat bersyukur jika sang suami mau menceritakannya dan ia juga tidak akan kecewa jika sang suami tidak ingin membicarakannya dengannya."Aku tidak ingin mengatakannya," kata Ikosagon datar.Meskipun Theona sudah sah menjadi istrinya. Namun, ia tidak perlu mengatakan perihal penyakitnya di masa lalu. Apalagi, ia memutuskan untuk tidak memberikan hatinya pada wanita itu. Lagi pula selain anggota keluarganya, tidak ada satu orang pun yang tahu perihal penyakitnya. Dan yang paling penting sekarang, ia sudah sembuh berkat donor jantung beberapa bulan yang lalu."Baiklah, kalau begitu aku mau pulang. Jangan lupa makan
Cassiopeia begitu terkejut mendengar pengakuan sahabatnya. Bagaimana bisa ayah dan ibu tiri Theona menemukan keberadaan Theona? Padahal, ia sudah berusaha keras membantu Theona bersembunyi. Di mulai dari mengosongkan kamar hotel sehingga nama Theona tidak ada di daftar pengunjung. Mematikan semua kamera pengawas di hotel dan sekitarnya. Akan tetapi, usahanya sia-sia saja karena Theona tetap menikah dengan orang yang orang tuanya pilihkan. Padahal, ia ingin sahabatnya menikah dengan adiknya, Wolf."Ceritanya panjang dan aku tidak tahu harus memulainya dari mana, Cassie," sahut Theona menunduk lesu. "Astaga, Theo!" Cassiopeia terlihat frustasi menghadapi sikap Theona. Sejak kapan sahabatnya itu menjadi berbelit-belit seperti itu? Membuatnya semakin penasaran saja."Maaf," lirih Theona dengan raut sedih. Kepalanya senantiasa menunduk seolah di tengkuknya ada beban yang cukup berat."Baiklah-baiklah. Kau bisa menceritakannya pada kakak di mulai dari kau menginap di hotel." Cassiopeia me
"Siapa bilang? Tidak ada satu wanita pun di dunia ini yang tidak akan jatuh cinta pada Wolf. Dia itu pintar, tampan, mapan, pekerja keras, bahkan dulu ketika SMP dia menjadi bintang di sekolah. Aku saja sampai silau waktu pertama kali melihatnya," sanggah Theona menggebu."Jadi, kau benar-benar menyukai Wolf?" Theona mengangguk mantap membuat Cassiopeia bersemangat, "Ya sudah, kau ceraikan saja suamimu dan menikah dengan Wolf," sambung Cassiopeia tidak kalah semangat dari sebelumnya.Mungkin, dulu ia tidak bisa menyatukan Wolf dengan Theona karena hadirnya sosok Petraeus yang berani. Jika saja Wolf memiliki keberanian seperti Petraeus dengan menyatakan perasaannya pada Theona. Mungkin Wolf yang akan menjadi pasangan Theona sekarang. Namun sayangnya, rasa takut kehilangan membuat Wolf menahan perasaannya lebih dari sepuluh tahun."Bukan suka seperti itu yang aku maksud, Cassie. Aku suka Wolf karena dia itu baik dan perhatian. Dia selalu ada untuk membelaku meski dia harus dibenci selur
"Ish! Dasar kau ini!" Theona menjauhkan tubuhnya sambil menyebikkan bibirnya."Kenapa? Kau tidak percaya?" tanya Wolf kecewa. Padahal, ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya."Sudah, jangan bercanda!" sanggah Theona."Aku serius, Theo. Lagi pula, sejak kapan aku pernah bercanda di saat-saat serius seperti ini?" ujar Wolf semakin muram."Baiklah. Nanti kalau sudah tiba waktunya, aku akan mendatangimu," balas Theona.Wanita itu melangkah keluar diikuti oleh Wolf. Pria itu bergegas mensejajarkan langkahnya dan mereka berjalan menuju parkiran. Tidak lama kemudian, mereka masuk ke dalam mobil dan langsung menuju restoran."Kau mau makan apa?" tanya Wolf sambil menatap buku menu."Sebenarnya aku sudah makan di rumah tadi." Wanita itu nampak berpikir, "Jadi, kau boleh pesankan aku makanan yang tidak akan membuatku kenyang," imbuh Theona."Baiklah. Bagaimana kalau pasta? Steak? Atau kau mau salad buah saja?" tawar Wolf tanpa menatap Theona sedikitpun."Steak dan salad buah kelihatannya enak,"
Mendengar suara Theona yang sangat lirih membuat Wolf mengangkat pandangan dan menatap wanita itu. Meskipun terdengar sangat pelan, tetapi ia masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas."Aku tidak mendengar. Bisakah kau ulangi sekali lagi?" pinta Wolf takut pendengarannya salah."Beberapa hari yang lalu, aku menikah, Wolf," jelas Theona menunduk.Ia yakin, Wolf akan sangat marah padanya. Selain tidak tahu apa-apa, pria itu juga tidak diundang. Ia baru diberitahu setelah pernikahan berlalu. Jika posisinya ditukar, Wolf yang ada di posisinya, mungkin ia akan sangat marah."Apa kau bilang? Menikah?" Wolf tersenyum tidak percaya, "Candaanmu sangat-sangat tidak lucu, Theo," imbuhnya."Aku tidak bercanda, Wolf. Aku serius kalau aku sudah menikah," balas Theona dengan nada suara yang cukup tegas.Wolf meneguk salivanya tiba-tiba hingga tersedak. Ia terbatuk hingga bola matanya memerah dan berair."Minum dulu, Wolf," kata Theona sambil menyodorkan gelas blue ocean.Sontak, wolf langsung mera
Theona mengangkat kepalanya menatap Wolf terkejut. Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat dan menjawab, "Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku melakukan itu padamu, Wolf?""Kenapa tidak bisa? Bukankah akan lebih baik daripada harus menikah dengan pria asing yang sama sekali tidak kau kenali?" tanya Wolf menggebu. Air matanya mengalir begitu saja dari pelupuk mata teduhnya."Bisa saja aku melakukannya, tapi bagaimana dengan kau?" sanggah Theona.Ia pikir, ia tidak boleh egois. Jika ia menikah dengan Wolf sebagai ganti atas investasi yang pria itu berikan. Lalu, bagaimana dengan pria itu? Bagaimana bisa ia membiarkan Wolf menikah dengan wanita yang tidak dicintainya?"Bagaimana apanya? Apa masalahnya denganku?" tanya Wolf dengan dahi yang berkerut dan raut bingung."Bagaimana bisa kau menikah denganku, wanita yang tidak kau cintai?" Alih-alih menjawab pertanyaan yang Wolf lontarkan, Theona justru balik bertanya."Astaga, Theo!" Wolf terlihat sangat frustasi mendengar pertanyaan Theona.Pria
"Wolf?" gumam Ikosagon sambil mengerutkan keningnya. Kemudian, ia menatap raut sedih Theona. "Hei, Theo! Siapa itu, Wolf?" seru pria itu penasaran sambil menepuk pipi Theona."Wolf? Kau di sini?" tanya Theona terkejut. Manik matanya senantiasa tertutup rapat.Wanita itu sedang demam tinggi dan berhalusinasi tentang keberadaan Wolf. Padahal pria yang ada di hadapannya kini adalah Ikosagon."Pergilah, Wolf! Aku tidak ingin suamiku melihatmu dan terjadi masalah," kata Theona khawatir."Aku bilang siapa Wolf, bodoh?" geram Ikosagon."Tidak, Wolf, jangan. Aku mohon pergilah! Aku janji, setelah aku merasa tenang aku akan menemuimu," ujar Theona.Wanita itu terus berhalusinasi tentang Wolf yang bersikeras berada di sana. Jadi, ia meminta pria itu pergi sebelum Ikosagon pulang."Siapa itu Wolf, Theo?" tanya Ikosagon sambil menggertakkan giginya. Tangannya pun mencengkeram dagu istrinya kuat-kuat.Theona menangis sedih sambil memohon, "Aku mohon pergilah, Wolf. Aku tidak ingin Osa melihatmu di
Ikosagon membeku mendengar suara lenguhan yang melengking indah di telinganya. Dengan susah payah, ia mereguk salivanya dengan kasar.Tiba-tiba, Theona bergerak memeluk Ikosagon sambil bergumam, "Dingin, dingin sekali."Merasakan tubuh panas Theona melekat pada tubuhnya membuat Ikosagon tidak bisa mengendalikan diri. Akan tetapi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengumpat dalam hati. Dan, mau tidak mau ia membalas pelukan wanita itu."Apa sudah hangat?" tanya Ikosagon lembut."Mmm," sahut Theona mengangguk lemah."Bisakah aku mengambil kompresan sebentar?" izin Ikosagon.Tubuh Theona terasa sangat panas dan ia harus mengompresnya agar demamnya cepat turun. Namun, posisinya saat ini benar-benar sulit untuk mengambil alat kompres di nakas."Tidak, Wolf, aku sangat kedinginan," tolak Theona."Wolf, kau bilang?!" geram Ikosagon.Theona cukup tersentak dan membuka mata. Ia melihat manik mata suaminya yang tajam bagai elang."O-osa?" terkejut Theona dengan manik mata terbelalak."Ya, i