Ikosagon membeku mendengar suara lenguhan yang melengking indah di telinganya. Dengan susah payah, ia mereguk salivanya dengan kasar.Tiba-tiba, Theona bergerak memeluk Ikosagon sambil bergumam, "Dingin, dingin sekali."Merasakan tubuh panas Theona melekat pada tubuhnya membuat Ikosagon tidak bisa mengendalikan diri. Akan tetapi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengumpat dalam hati. Dan, mau tidak mau ia membalas pelukan wanita itu."Apa sudah hangat?" tanya Ikosagon lembut."Mmm," sahut Theona mengangguk lemah."Bisakah aku mengambil kompresan sebentar?" izin Ikosagon.Tubuh Theona terasa sangat panas dan ia harus mengompresnya agar demamnya cepat turun. Namun, posisinya saat ini benar-benar sulit untuk mengambil alat kompres di nakas."Tidak, Wolf, aku sangat kedinginan," tolak Theona."Wolf, kau bilang?!" geram Ikosagon.Theona cukup tersentak dan membuka mata. Ia melihat manik mata suaminya yang tajam bagai elang."O-osa?" terkejut Theona dengan manik mata terbelalak."Ya, i
Pria itu lekas memeriksa ponsel Theona dan mendapati nama Cassiopeia di sana. Ia mengerutkan keningnya merasa pernah mendengar nama itu, tetapi entah di mana. Tentu saja di surat kabar atau media massa lainnya karena wanita itu merupakan wanita sukses yang menggeluti dunia bisnis."Siapa itu Cassie?" tanya Ikosagon dingin"Dia sahabat aku," sahut Theona ketus."Sahabat? Laki-laki atau perempuan?" tanya pria itu menyelidik."Laki-laki," sahut Theona singkat dan ketus.Siapa suruh main rebut ponselnya di saat sedang berbicara di telepon. Jadi, ia sengaja mengerjai Ikosagon. Sekalian saja ia ingin memastikan, apakah pria itu akan marah jika ia berbicara dengan laki-laki lain."Apa kau bilang?" geram Ikosagon dengan rahang yang mengeras. Beraninya wanita itu bertelepon dengan pria lain di depannya? Benar-benar tidak memiliki rasa takut sedikitpun.Melihat raut menakutkan Ikosagon membuat Theona mengurungkan niatnya untuk mengerjai pria itu. "Tidak, aku bohong. Cassie itu perempuan dan kau
Melihat pemandangan yang sangat indah di depan matanya membuat Ikosagon berjalan tergopoh-gopoh ke atas tempat tidur. Ia langsung membaringkan tubuhnya menghadap Theona. Manik matanya berbinar seperti sepasang manik mata tokoh kartun. "Kau kenapa, Osa?" tanya Theona sambil menggoyangkan tangannya tepat di depan wajah suaminya. Awalnya, ia berencana untuk tidur setelah Ikosagon pergi ke kamar mandi. Namun karena ia sudah tidur beberapa jam sejak sore tadi, jadi ia tidak merasa mengantuk sama sekali. Justru bola matanya terasa sangat terang bagai burung hantu di malam hari. Ketika mendengar suara pintu terbuka, Theona menatap ke arah pintu kamar mandi. Tidak disangka, ia melihat pemandangan indah beberapa roti sobek. Manik mata yang semula segar, kini menjadi sepuluh kali lipat lebih segar. Namun yang membuatnya heran, pria itu terlihat sangat senang dan semakin bersemangat untuk datang menghampirinya. "Astaga, Osa! Apa yang kau lakukan?" ucap Theona frustasi. Bagaimana tidak,
"A-apa?!" Theona benar-benar terkejut dengan manik mata yang membola, "Ti-tidak. Tu-tubuhku masih terasa sakit dan kepalaku masih terasa sangat pusing," imbuh Theona panik."Benarkah? Bahkan suaramu saja sudah terdengar lebih bersemangat." Ikosagon tidak berencana untuk menuruti perkataan istrinya.Ia lebih senang mengerjai Theona daripada menuruti permintaannya. Syukur-syukur, ia bisa melakukannya saat itu juga. Kalau tidak, ya sudah. Paling-paling ia terpaksa harus menahannya sampai istrinya sembuh. Meskipun demikian, ia tidak akan menyewa wanita mana pun karena sudah berjanji untuk berhenti. Berjanji pada dirinya sendiri, pada wanita yang ia nodai, dan janji pada ayahnya."Ah! Uhuk-uhuk! Selain tubuhku dan kapalaku yang terasa sakit, aku juga batuk. Leherku benar-benar sakit dan aku butuh air. Jadi, aku harus ke dapur sekarang untuk mengambil air." Wanita itu tidak kehabisan akal demi bisa lepas dari cengkeraman Ikosagon. "Kau tenang saja. Air sisa tadi masih ada dan aku akan meng
"Tidak mau. Bukankah syarat untuk tidak melakukan itu malam ini hanya kecup, kecup, kecup, dan kecup. Jadi, aku hanya akan melakukan itu," tolak Theona tegas.Wanita itu membalikkan tubuhnya dan merangkum wajah Ikosagon. Kemudian, ia mulai mengecup kening, pipi kiri dan kanan, lalu yang terakhir bibirnya."Syarat pertama sudah dan ini syarat kedua," kata Theona sambil memeluk Ikosagon."Masih kurang. Aku mau kau mengecup tengkuk," rengek Ikosagon."Sudah jangan berisik. Untuk syarat ketiga, nanti kalau aku sudah benar-benar sembuh," protes Theona berbisik."Baiklah," balas Ikosagon lesu.Malam ini memang ia tidak mendapat jatah, tetapi ia bisa merasakan kehangatan. Mendapat banyak kecupan dan pelukan sepanjang malam sudah membuatnya lebih dari cukup.Pria itu mengusap-usap punggung Theona. Setelah memastikan istrinya tertidur, Ikosagon menjauhkan tubuhnya dan beranjak bangun. Ia membuka laci dan mengambil salep khusus. Jangan sampai di keesokan harinya Theona mengamuk karena melihat j
"Bagaimana? Tidak terasa sakit, 'kan?" tanya Ikosagon sambil membelai rambut Theona."Tidak," balas Theona menggeleng pelan."Jadi, apa enak?" tanya pria itu penasaran. Pasalnya, sejak tadi Theona terus mencengkeram rambutnya.Mendengar pertanyaan itu membuat Theona menyembunyikan wajahnya. Ia benar-benar malu dan tidak tahu harus menjawab apa. "Aku tanya, tapi kenapa kau malah menyembunyikan wajahmu, hum? Apa kau malu?" Ikosagon menyentuh tangan Theona dan menjauhkan dari wajahnya. Kemudian, ia menyentuh dagu istrinya dan mengarahkan agar mau menatapnya, "Kenapa malu? Bukankah kita sudah sering melakukannya?" tanya Ikosagon gemas."Tidak, aku sama sekali tidak malu. Aku hanya sudah tidak tahan ingin mandi," sangkal Theona dengan wajah yang memerah.Sekeras apa pun ia menyangkal, sekeras apa pun ia berusaha untuk membunyikannya, Ikosagon tetap bisa melihatnya. Sikapnya yang malu-malu dan wajah yang selalu memerah membuat pria itu langsung bisa menebaknya."Ah, yang benar?" kata Ikosa
Mendengar ucapan dan raut kecewa Theona membuat Ikosagon sakit hati. Debaran khawatir di jantungnya takut bahwa wanita itu akan salah paham."Apa yang kau katakan, Theo? Aku memberikanmu kartu itu karena memang kau istriku. Aku memberikanmu kartu itu karena memang sudah menjadi kewajibanku untuk menafkahimu. Jadi, berhenti berpikir negatif seperti itu." Ikosagon langsung merengkuh tubuh istrinya dan memeluknya erat. Entah mengapa, pria itu merasa sangat bersalah. Padahal bukan tipe seorang Ikosagon untuk merasakan hal seperti itu. Namun, tidak aneh karena jantung yang bersemayam di tubuhnya bukan miliknya secara utuh. Ia hanya memberikan tempat bagi jantung itu untuk berteduh."Benarkah? Kau sungguh-sungguh berpikir seperti itu 'kan, Osa?" tanya Theona penuh harap.Ia menengadahkan kepalanya menatap sendu suaminya. Meski rasanya sangat nyaman berada di dekapan yang begitu hangat. Namun, hatinya tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri."Tentu saja. Aku ini suamimu dan aku m
"Osa, tunggu!" teriak Theona. Ia menatap punggung suaminya yang kian menjauh dengan khawatir."Aku akan menghubungimu lagi nanti." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Theona langsung mengakhiri panggilan.Bertepatan dengan hal itu, Theona mendengar suara gebrakan pintu yang sangat keras. Ia tahu itu pasti Ikosagon. Jadi sebelum pria itu benar-benar salah paham, ia harus cepat-cepat menjelaskan. Jangan sampai hubungan yang sedang mulai membaik kembali renggang.Wanita itu melangkah cepat menuju ruang kerja. Ia mengetuk pintu perlahan dan memanggil suaminya. Namun sayangnya, ia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari dalam. Lalu, ia berinisiatif untuk membuka pintu, tetapi terkunci. Sepertinya Ikosagon memang ada di dalam dan sengaja mengunci pintu agar ia tidak bisa masuk."Buka pintunya, Osa. Aku dan Wolf tidak ada hubungan apa-apa. Jika ada, kami hanya berteman. Jadi, aku mohon jangan salah paham," ucap Theona.Ia yakin Ikosagon bisa mendengarnya meskipun tidak menunjukkan reaksi a