"Bagaimana? Tidak terasa sakit, 'kan?" tanya Ikosagon sambil membelai rambut Theona."Tidak," balas Theona menggeleng pelan."Jadi, apa enak?" tanya pria itu penasaran. Pasalnya, sejak tadi Theona terus mencengkeram rambutnya.Mendengar pertanyaan itu membuat Theona menyembunyikan wajahnya. Ia benar-benar malu dan tidak tahu harus menjawab apa. "Aku tanya, tapi kenapa kau malah menyembunyikan wajahmu, hum? Apa kau malu?" Ikosagon menyentuh tangan Theona dan menjauhkan dari wajahnya. Kemudian, ia menyentuh dagu istrinya dan mengarahkan agar mau menatapnya, "Kenapa malu? Bukankah kita sudah sering melakukannya?" tanya Ikosagon gemas."Tidak, aku sama sekali tidak malu. Aku hanya sudah tidak tahan ingin mandi," sangkal Theona dengan wajah yang memerah.Sekeras apa pun ia menyangkal, sekeras apa pun ia berusaha untuk membunyikannya, Ikosagon tetap bisa melihatnya. Sikapnya yang malu-malu dan wajah yang selalu memerah membuat pria itu langsung bisa menebaknya."Ah, yang benar?" kata Ikosa
Mendengar ucapan dan raut kecewa Theona membuat Ikosagon sakit hati. Debaran khawatir di jantungnya takut bahwa wanita itu akan salah paham."Apa yang kau katakan, Theo? Aku memberikanmu kartu itu karena memang kau istriku. Aku memberikanmu kartu itu karena memang sudah menjadi kewajibanku untuk menafkahimu. Jadi, berhenti berpikir negatif seperti itu." Ikosagon langsung merengkuh tubuh istrinya dan memeluknya erat. Entah mengapa, pria itu merasa sangat bersalah. Padahal bukan tipe seorang Ikosagon untuk merasakan hal seperti itu. Namun, tidak aneh karena jantung yang bersemayam di tubuhnya bukan miliknya secara utuh. Ia hanya memberikan tempat bagi jantung itu untuk berteduh."Benarkah? Kau sungguh-sungguh berpikir seperti itu 'kan, Osa?" tanya Theona penuh harap.Ia menengadahkan kepalanya menatap sendu suaminya. Meski rasanya sangat nyaman berada di dekapan yang begitu hangat. Namun, hatinya tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri."Tentu saja. Aku ini suamimu dan aku m
"Osa, tunggu!" teriak Theona. Ia menatap punggung suaminya yang kian menjauh dengan khawatir."Aku akan menghubungimu lagi nanti." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Theona langsung mengakhiri panggilan.Bertepatan dengan hal itu, Theona mendengar suara gebrakan pintu yang sangat keras. Ia tahu itu pasti Ikosagon. Jadi sebelum pria itu benar-benar salah paham, ia harus cepat-cepat menjelaskan. Jangan sampai hubungan yang sedang mulai membaik kembali renggang.Wanita itu melangkah cepat menuju ruang kerja. Ia mengetuk pintu perlahan dan memanggil suaminya. Namun sayangnya, ia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari dalam. Lalu, ia berinisiatif untuk membuka pintu, tetapi terkunci. Sepertinya Ikosagon memang ada di dalam dan sengaja mengunci pintu agar ia tidak bisa masuk."Buka pintunya, Osa. Aku dan Wolf tidak ada hubungan apa-apa. Jika ada, kami hanya berteman. Jadi, aku mohon jangan salah paham," ucap Theona.Ia yakin Ikosagon bisa mendengarnya meskipun tidak menunjukkan reaksi a
Semula, Theona memang tidak sengaja tertidur. Ketika Ikosagon membalikkan tubuhnya dengan kasar, ia terbangun karena terkejut. Namun, ia tidak berencana untuk membuka mata karena penasaran dengan apa yang akan suaminya lakukan. Tidak disangka, ia justru mendengar kata-kata menyakitkan terlontar dari bibir pria itu.Dengan tangan yang terkepal kuat, Theona membatin, "Kita lihat saja, di antara kita siapa yang akan menang! Aku bersumpah, aku akan melahirkan anak untukmu. Aku ... Aku akan membuatmu menyesal, Osa!""Ya sudahlah. Aku akan memberikan obat pada Theo nanti saja kalau sudah bangun," lirih Ikosagon.Pria itu beranjak berdiri dan kembali keluar. Ia harus kembali ke ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya karena ia tidak pergi ke kantor. Beberapa saat setelah Ikosagon keluar, Theona membuka matanya sedikit sekedar untuk memastikan. Kemudian, ia membuka matanya sempurna dan menghela nafas berat."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku perlu menjelaskan kejadian kemarin
"Sebenarnya kau berkata seperti itu hanya alasan, bukan? Kemarin kau sakit karena kau mencintai pria tidak tahu malu itu dan sekarang kau meminta cerai agar kau bisa menikah dengannya." Ikosagon mengulurkan kedua tangannya dan menyentuh leher Theona. Sepertinya, emosinya tidak bisa ditahan lagi memikirkan Theona mencintai pria lain, "Katakan padaku! Benar bukan apa yang aku katakan?" lanjut pria itu murka."Le-lepas! Lepaskan aku, Osa!" seru Theona berusaha melepaskan tangan suaminya yang ada di lehernya."Katakan! Apa pria itu yang mengambil keperawananmu?" tanya Ikosagon tanpa melepaskan tangannya."Tidak, bukan. Aku mohon lepaskan aku! Aku tidak bisa bernafas, Osa," mohon Theona dengan kesulitan.Suaranya terdengar sangat pelan dan menahan rasa sakit. Namun sayangnya, Ikosagon sama sekali tidak peduli seperti orang yang kesetanan."Benarkah? Lalu, siapa? Apa pria lain? Berapa banyak pria yang menidurimu, huh?!" tanya Ikosagon menginterogasi. Sudut bibirnya naik sebelah seolah sedan
Theona melangkah mundur dengan manik mata yang fokus menatap Ikosagon. Sementara Ikosagon sendiri, pria itu terus berjalan maju ke depan menatap Theona sambil menaikkan sebelah alisnya."Aawww!" Theona memekik terkejut di saat ia jatuh terduduk di tepi tempat tidur."Bukankah kau terlihat seperti sedang berhadapan dengan hantu?" tanya Ikosagon mengejek.Bagaimana bisa reaksi Theona seperti itu ketika ia menghampirinya. Padahal, sudah lebih dari tiga puluh menit ia menunggu di depan pintu. Namun setelah pintu terbuka, ia justru mendapat perlakuan seperti itu."Bukan aku loh ya yang bilang," sanggah theona tersenyum canggung."Apa kau bilang?" tanya Ikosagon berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan. Ia menatap tajam Theona."Aku tidak mengatakan apa-apa. Bukankah kau sendiri yang bilang?" sahut Theona menggelengkan kepalanya cepat sambil menggerakkan tangannya.Ikosagon sama sekali tidak peduli dengan ucapan Theona. Pria itu mengulurkan tangannya membuat Theona menyusut ke belaka
"Bibi mau ke pasar, 'kan?" tanya Theona berbisik. Pagi-pagi sekali sekitar pukul lima, Theona mengendap-endap keluar kamar untuk menemui Bi Sudan. Ia ingin memastikan kehamilannya agar bisa mengambil keputusan. "Iya, Non. Non Theo mau titip sesuatu?" balas Bi Sudan ikut berbisik. Ia mengikuti arah pandang Theona yang seolah takut ketahuan orang lain. "Theo mau titip beliin alat test kehamilan. Tidak masalah Bibi pulang terlambat karena Theo dan Osa bisa makan di luar. Tapi, jangan sampai ada satu orang pun yang tahu tentang ini." Theona terus berbisik dan suaranya semakin pelan takut ada orang lain yang mendengarnya. "Beres, Non. Kalau begitu, bibi siap-siap dulu mau pergi ke pasar," pamit Bi Sudan. Sementara Theona, lekas kembali ke kamar sebelum Ikosagon bangun dan mencarinya. Benar saja, baru membuka pintu kamar sudah ada suara berat pria itu yang mengejutkannya. "Kau ke mana saja?" tanya Ikosagon. "Aku habis minum. Kenapa jam segini sudah bangun?" Theona melangkah masuk den
"A-apa kau bilang? Bagaimana bisa?" tanya Ikosagon terkejut.Bagaimana bisa Theona hilang di pusat perbelanjaan sedangkan wanita itu bukan anak kecil. Namun, kabar itu mampu membuat Ikosagon seperti disambar petir untuk yang kedua kalinya."Dua jam yang lalu Nyonya ke toilet dan--""Aku ke sana sekarang!" potong Ikosagon dingin.Dengan raut yang memerah menahan amarah, Ikosagon berbalik dan keluar. Kini, jantungnya tidak bisa dikendalikan lagi. Rasa takut kian menyeruak dan hampir membuatnya sesak nafas. Pantas saja, tadi pagi ia merasa sangat berat untuk meninggalkan Theona. Rasanya seperti akan kehilangan wanita itu jika ia pergi. Dan sepertinya, perasaan itu memang menjadi sebuah tanda bahwa ia benar-benar akan kehilangan istrinya."Aku mohon, Tuhan!" bisik Ikosagon dalam hati.Ia merogoh saku celananya dan mencari kontak Lion. Kemudian, ia langsung menghubungi anak buahnya itu."Bawa seluruh anak buahmu ke pusat perbelanjaan. Bila perlu, bawa semua anak buah kita di organisasi. Ti