"Kalau aku tidak mau bagaimana?" tanya Theona tersenyum miring.
"Apa kau bilang?" Ikosagon menggertakkan gigi dengan manik mata membola, "Kalau kau tidak mau mendengarkan perintahku, akan ku buat kau menyesal," lanjutnya balas tersenyum menyeringai. "Baiklah-baiklah, aku mengerti. Tapi aku akan membersihkan riasanku lebih dulu." Mau tidak mau, Theona menuruti untuk suaminya. Selesai membersihkan wajah, Theona langsung pergi ke ruang ganti. Tidak lama kemudian, ia kembali dan langsung membaringkan tubuhnya di samping Ikosagon. "Astaga, Theo! Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Ikosagon frustasi. "Aku mau tidur, Osa. Memangnya apa yang akan orang lakukan di atas tempat tidur semalam ini kalau bukan tidur?" sahut Theona heran. "Aku tahu kau mau tidur, tapi tempat tidurmu bukan di sini melainkan di sana," kata Ikosagon sambil menunjuk ke arah sofa. Bagaimana bisa pria itu meminta istrinya tidur di sofa? Bukankah ia sangat keterlaluan memperlakukan wanita yang baru saja dinikahi itu? Harusnya dia bersikap lembut sedikit saja. "Aku tidak mau dan aku mau tidur di sini saja," tolak Theona tegas. Wanita itu merapikan bantal dan menarik selimut, lalu memejamkan mata bersiap untuk tidur. "Kenapa tidak mau? Ini kamarku, ini tempat tidurku, dan aku tidak ingin orang lain tidur di atas tempat tidurku!" Ikosagon beranjak duduk dan menarik selimut yang menutup tubuh Theona. "Aku tahu ini kamarmu dan kau juga harus tahu kalau aku ini istrimu. Apa pun yang kau miliki berarti milikku juga. Jadi, aku berhak tidur di tempat tidur ini," sergah Theona menggebu. Theona benar-benar tidak habis pikir dengan sikap konyol Ikosagon. Bagaimana bisa ia tidur di sofa, sedangkan pria itu enak-enakan tidur di atas kasur yang empuk dan nyaman? Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. "Kau?" Ikosagon menggertakkan giginya geram, "Kau mau pindah ke sofa sendiri atau mau aku paksa?" imbuhnya mengancam. "Nananana ... dudududu ... Syalalala." Theona bersenandung tanpa menghiraukan ancaman suaminya. Melihat sikap Theona yang sama sekali tidak takut membuat Ikosagon semakin kesal. Pria itu mengulurkan kakinya dan menendang Theona hingga jatuh tersungkur di lantai. "Aww! Apa kau gila?!" pekik Theona sambil mengusap pinggulnya. "Salahmu sendiri mengabaikan peringatanku," sahut Ikosagon malas. Theona beranjak berdiri sambil berkacak pinggang. "Dasar suami kejam!" umpatnya kesal. Wanita dengan senyum teduh itu tidak menyangka kalau sang suami akan menendangnya. Kalau tahu begitu, ia akan pindah sejak awal. "Tunggu-tunggu! Kenapa kau memakai kemejaku?" imbuhnya baru menyadari pakaian yang Theona kenakan. "Karena aku tidak memiliki pakaian apa pun di rumah ini," sahut Theona merengkuh bantal dan langsung berbalik menuju sofa. "Sial!" umpat Ikosagon kesal. Harusnya sang ayah mempersiapkan segalanya sejak awal dan bukannya hanya memaksa menikah. Kalau sudah seperti ini, Ikosagon yang harus mengurus segala keperluan Theona. Wanita itu meletakkan bantal dan lekas berbaring. "Apa lihat-lihat?" ketus Theona mendapati sang suami merperhatikannya. "Dasar bodoh!" umpat Ikosagon. "Kau yang bodoh!" balas Theona mengejek. Theona menjulurkan lidahnya, lalu membenarkan posisi dan melipat kedua tangannya di atas perut. Awalnya, ia berbaring dengan posisi terlentang dan lama-kelamaan mulai tidak teratur. Paha mulusnya terlihat dan tidak sengaja tertangkap mata Ikosagon. "Dasar wanita sialan!" Ikosagon membalikkan tubuhnya sambil bergumam, "Aku tidak boleh terpancing hanya karena paha mulus wanita bodoh itu." Setelah mengumpat, Ikosagon memejamkan mata perlahan. Tidak lama kemudian, mulai terdengar suara dengkuran halus yang menandakan bahwa pria itu sudah tertidur pulas. *** Keesokan harinya. Beberapa saat setelah sarapan, Ikosagon beranjak berdiri dan bersiap pergi ke kantor. Namun, sang ayah justru mengikutinya sampai ke pintu utama. "Semalam kau baru menikah dan sekarang sudah mau pergi bekerja? Astaga, Osa! Kau benar-benar pria pekerja keras," ujar Lakeswara mengejek. "Dari dulu Osa memang pria pekerja keras, Pi," sanggah Ikosagon bangga. Pria itu sama sekali tidak sadar kalau sang ayah sedang mengejeknya. Sebenarnya bukan tidak sadar, ia hanya berpura-pura tidak tahu saja. "Pernikahan ini bukan akhir dari rencana papi, Osa. Jika kau tidak memberi papi cucu, maka sia-sia saja pernikahan ini kau lakukan. Tentu karena semua harta kekayaan keluarga ini akan jatuh ke panti sosial," ancam Lakeswara terlihat sangat serius. "Maksud Papi apa? Bukankah Papi bilang Osa harus menikah dengan Theo agar Osa mendapat warisan? Lalu, apa ini?" tanya Ikosagon terbelalak. "Cih! Kau pikir papi tidak tahu akal bulusmu? Tidak, Osa. Pokoknya kau harus memberi papi cucu dari Theo. Kalau tidak, maka tamatlah riwayatmu," sanggah Lakeswara menggebu. Ia tahu betul seperti apa putranya. Ia tahu rencana apa yang akan Ikosagon lakukan setelah mendapatkan semua aset dan harta kekayaannya. Putranya itu akan meninggalkan Theona dan memilih untuk terus bersenang-senang dengan berbagai wanita di luaran saja. "Papi benar-benar tidak adil!" Ikosagon melangkah ke depan dan berbalik masuk ke dalam. Sepertinya rencana untuk pergi ke kantor ia batalkan. "Ikut aku ke kamar!" ajak Ikosagon dingin. Theona menoleh ke belakang dan hanya mendapati punggung Ikosagon yang semakin menjauh. Ia lekas mengejar takut sang suami marah jika terlalu lama. "Ada apa? Bukankah tadi kau sudah berpamitan mau pergi ke kantor?" tanya Theona sambil melangkah masuk ke dalam. Ia sama sekali tidak melihat bagaimana ekspresi kesal suaminya. "Tidak perlu banyak tanya!" seru Ikosagon dingin. Pria itu membalikkan badannya dan meraih tangan Theona. Sepersekian detik kemudian, ia mendorong tubuh sang istri ke atas tempat tidur dengan kasar. "Apa yang kau lakukan, Osa?!" tanya Theona sambil mengusap pergelangan tangannya yang terasa sakit. "Mari kita lakukan malam pertama yang seharusnya kita lakukan semalam!" ajak pria itu. "Iya, tapi tidak seharusnya kau bersikap kasar seperti ini," sungut Theona kesal. Mana ada suami meminta jatah, tetapi memperlakukannya dengan kasar? Tanpa aba-aba, Ikosagon langsung mengungkung tubuh Theona. Dengan keahliannya membius setiap wanita yang akan ditiduri, Ikosagon sudah bisa membuat Theona terhipnotis. Ikosagon mulai mengecup hingga melumat bibir ranum Theona. Permainan pria itu benar-benar lihai dan memabukkan. Pria itu tersenyum menyeringai melihat betapa Theona menikmatinya. Setelah merasa puas bermain-main, kini sudah saatnya bagi Ikosagon menuju ke inti dari tujuannya melaksanakan malam pertama yang tertunda yaitu membuat anak. Bukannya merasa senang karena bisa memuaskan diri tanpa harus membayar wanita di luaran sana, Ikosagon justru kesal. Pria itu bergegas menyelesaikan aktivitasnya dengan raut kecewa. "Dasar wanita murahan!" umpat Ikosagon. "Apa maksudmu berkata seperti itu?" tanya Theona kecewa. "Kau benar-benar murahan, Theo. Berapa banyak pria yang sudah menidurimu, huh?!" bentak Ikosagon kecewa. Ikosagon pikir, ia bisa memiliki anak dengan Theona yang tidak lain adalah istrinya sendiri. Selain demi harta warisan, ia juga sudah memutuskan untuk memiliki anak sungguhan dengan wanita itu. Namun yang tak disangka-sangka, Theona justru sudah tidak perawan lagi. "Kau salah paham, Osa. Aku ... Aku tidak pernah tidur dengan laki-laki mana pun," jelas Theona dengan air mata yang tiba-tiba jatuh membasahi pipinya.Melihat sikap Ikosagon yang sudah mau menyentuhnya, membuat Theona memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya pada sang suami. Namun sayangnya, setelah pergelutan panas untuk yang pertama kali, Ikosagon justru mendapati fakta bahwa Theona sudah tidak perawan lagi."Bagaimana bisa kau tidak pernah tidur dengan laki-laki lain, sedangkan selaput daramu sudah robek?" tanya Ikosagon dengan nada mengejek."Sungguh, aku ... aku tidak seperti yang kau bayangkan, Osa." Theona terlihat ragu-ragu ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi padanya."Berhenti mengelak, Theo! Sepertinya keputusanku untuk memiliki anak darimu terpaksa harus dibatalkan dan sampai kapan pun, jangan pernah berharap kalau kau akan mengandung anak dariku." Raut wajah Ikosagon berubah memerah. Bola matanya nyaris melompat keluar hingga menggelinding ke lantai.Theona hanya bisa menangis. Salahnya tidak mau berkata jujur. Mungkin karena ia takut apa pun yang ia katakan tidak akan membuat suaminya percaya. Jadi, ia lebih me
Theona terpaku beberapa saat. Ia memicingkan mata melihat wajah Ikosagon yang kian mendekat. Apalagi dengan manik mata yang terpejam sempurna. Namun entah mengapa, ia ikut memejamkan mata. Perlahan ia merasakan sesuatu yang lembut dan lembab mendarat di bibirnya."Apa kau sedang berpura-pura tidak pernah berciuman?" tanya Ikosagon mengejek. Ciuman yang terasa kaku itu membuatnya kesal.Mendengar pertanyaan itu, jantung Theona seolah ingin meledak. Ia pikir, Ikosagon mau menyentuhnya karena sudah mau menerimanya. Namun nyataannya, pria itu hanya ingin menuduh dan merendahkannya saja."Kenapa kau selalu berpikir negatif tentangku, Osa? Sumpah aku belum pernah berciuman seperti itu. Aku hanya pernah berciuman sekedar menempelkan bibir saja." Dengan kecewa, Theona berusaha menjelaskan."Cih! Mana mungkin wanita yang sering bermain-main di luar dengan pria, tapi belum pernah berciuman. Kalau mau membual masuk akal sedikit. Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi?" sanggah Ikosago
Ikosagon menyadari akan kebodohannya. Seharusnya ia langsung melepaskan Theona, alih-alih terpana akan kecantikan wajah tanpa perona itu."Terima kasih," kata Theona sambil mengulas senyuman."Lain kali hati-hati. Kalau kau sampai jatuh ke bawah bagaimana," balas Ikosagon sambil mengedip-ngedipkan mata berusaha mengalihkan kecanggungan.Pria itu melangkah menuruni anak tangga lebih dulu. Ia tidak ingin terus berada di dalam kecanggungan menuruti detak jantungnya yang bodoh."Iya. Lain kali aku akan lebih berhati-hati." Theona tersenyum dengan hati yang berbunga-bunga. Tentu saja karena ia mendapat perhatian dari Ikosagon. Kemudian, ia melangkah cepat untuk mensejajarkan langkahnya dengan pria itu. Namun lagi-lagi, kakinya menginjak anak tangga tidak benar dan hampir terjatuh."Aww!" pekik Theona kesakitan. Beruntung tangannya bereaksi cepat dengan memegang gagang besi penjagaan. Kalau tidak mungkin ia akan jatuh di punggung Ikosagon."Belum ada satu menit kau sudah mau jatuh lagi. Da
Theona terlihat gelagapan. Sebenarnya ia merasa senang berada dalam posisi itu. Namun, ia tidak boleh memanfaatkan situasi dan membuat Ikosagon semakin membencinya."Te-terimakasih," kata Theona terbata."Lain kali kau boleh memanggilku jika mengalami kesulitan. Apalagi tinggi badanmu yang ..." Ikosagon menghentikan kata-katanya dan tersenyum."Ternyata kau bisa tersenyum juga. Menurutku, kau lebih tampan jika tersenyum," kata Theona begitu terpana melihat senyum menawan Ikosagon.Sejak awal, ia tidak pernah melihat Ikosagon tersenyum. Ekspresi wajah pria itu selalu dingin dan terkadang cenderung menakutkan. Apalagi ketika sedang marah dan mengejeknya."Aku tersenyum? Jangan mengarang cerita kau, Theo," sangkal Ikosagon."Ya, sepertinya aku memang mengarang," kata Theona menahan senyumnya."Apa kau tersenyum, Theo?" tanya Ikosagon dingin."Ah, tidak-tidak. Aku sangat lapar dan aku mau masak mie instan lagi." Theona beranjak pindah melihat kemarahan di manik mata bulat pria itu.Ikosag
Tatapan mata dan raut wajah Ikosagon semakin menakutkan. Senyumannya membuat Theona merinding dan hampir jatuh terjengkang ke belakang karena ketakutan. Beruntung Ikosagon langsung bergerak cepat dan menarik tangannya kuat-kuat. Namun, posisi mereka justru menjadi canggung. Posisi di mana Theona berada di dekapan Ikosagon dan mendengar suara debaran jantung pria itu yang tidak kalah menggebu dari debaran jantungnya. "I-ini? Aroma tubuh ini?" Theona menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ikosagon. Ia merasa pernah merasakan aroma itu, tetapi ia tidak tahu di mana. "Ah iya, aku ingat. Sebelumnya 'kan kita pernah tidur bersama di pagi pertama. Jadi aku menjadi hafal aroma ini," batin Theona bersemangat. Ia sama sekali tidak sadar bahwa aroma itu adalah aroma pria yang pernah menodainya. Pria yang pernah merenggut kesuciannya dengan cara paksa. Theona mengangkat kepalanya bertepatan dengan Ikosagon yang menundukkan kepalanya. Kini, dua pasang mata itu saling bertatapan. Entah sudah be
"Harusnya aku yang tanya, apa yang kau katakan pada Bi Sudan? Apa kau mengadu kalau aku memintamu meminum obat peluruh janin?" Theona terbelalak tidak percaya. Bagaimana mungkin Ikosagon menuduhnya mengadu yang tidak-tidak pada Bi Sudan? Memangnya ia pikir Theona anak kecil yang masih mengadukan keluh kesahnya pada orang yang lebih tua."Kenapa kau diam saja? Apa benar yang aku katakan, huh?" Ikosagon melangkah maju dan mencengkeram dagu Theona kuat-kuat."Tidak. Aku tidak mengatakan apa pun pada Bi Sudan," sanggah Theona tegas. Ia menatap manik mata hitam nan bulat milik Ikosagon yang terlihat sangat menakutkan itu."Tidak kau bilang? Hahaha ... Lalu, kenapa kau menangis di depan Bi Sudan? Kau pikir aku bodoh, huh? Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi? Tidak, Theo!" Pria itu tertawa seperti seorang iblis yang sedang mempermainkan musuhnya.Ia menghempaskan tangannya kuat-kuat dan tubuh Theona terdorong ke belakang. Dengan tatapan tajam dan wajah yang memerah, dada Theon
Theona berusaha mengendap-endap masuk ketika resepsionis sedang tidak fokus. Ia berencana masuk ke dalam dan mencari ruangan Ikosagon sendiri. Namun sayangnya, ia ketahuan resepsionis dan diancam akan memanggil petugas keamanan. Daripada ia diseret keluar dan tidak ada yang bisa membantunya, lebih baik ia pergi saja.Akhirnya, ia berencana untuk pulang dan akan menerima apa pun yang akan Ikosagon lakukan padanya."Theona? Kau benar-benar Theona istri Osa, 'kan?" tanya seorang pria."I-iya, aku Theo. Maaf kau siapa?" Theona mengerutkan keningnya merasa tidak mengenali pria itu. Namun, ia merasa pernah melihat dan wajahnya terasa tidak asing."Aku Sky, sepupu Osa. Kau kenapa di sini dan tidak masuk? Apa ada masalah?" Skywara melihat Theona yang mondar-mandir di lobby. Ia pikir, wanita itu sedang mengalami masalah.Sebelumnya, Theona memang pernah melihat Keluarga Candramawa lainnya termasuk Skywara. Namun, ia tidak terlalu memperhatikan karena waktu yang cukup singkat."Sebenarnya aku m
"Kau?" geram Ikosagon sambil menggertakkan giginya. Bagaimana bisa ia ketahuan tersenyum di depan orang lain? Ya, meskipun orang itu adalah Skywara, sepupunya sendiri. Namun, tetap saja hal itu akan menjadi bahan olokan. Apalagi Skywara tipe pria yang suka sekali membuatnya kesal dengan tingkah konyolnya.Skywara melangkah masuk ke dalam. Pria itu menatap Ikosagon dengan ekspresi yang sangat menyebalkan. "Kenapa? Apa kau takut kalau aku akan mengumbar tentang kejadian langka ini?" tanya pria itu sambil menunjukkan seringaian tipisnya. Pria itu duduk di sofa sambil melipat kakinya."Ada urusan apa kau datang kemari? Kalau tidak ada urusan apa-apa, lebih baik kau pergi karena aku dan Theo mau makan siang," tanya Ikosagon berusaha mengalihkan perhatian.Ia benar-benar malas meladeni sepupunya itu. Meskipun ia yakin ada tujuan tertentu, tetapi ia tidak ingin berlama-lama dalam situasi yang hanya akan mempermalukannya saja."Tentu saja ada. Aku ingin membahas masalah pekerjaan. Jadi, bisa