"Lepas! Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Theona berontak ketika pengawal ibu tirinya menyeretnya masuk ke rumah.
Rasanya percuma saja meski sudah berusaha keras kabur. Lagi-lagi, Marry mampu menemukannya padahal dia sudah merasa bersembunyi di tempat yang paling aman. "Bawa dia ke kamar. Kalau sampai kalian kelolosan lagi ... nyawa kalian yang akan jadi taruhannya." Marry mengancam anak buahnya dengan manik mata membola. "Baik, Nyonya," balas bodyguard tegas. "Tidak, aku tidak mau! Aku tidak mau dinikahkan dengan pria tua!" teriak Theona masih berusaha melepaskan diri. Theona dibawa ke lantai dua di mana kamarnya berada. Wanita itu dilempar hingga tersungkur di lantai, lalu bergegas meringkuk di dekat tempat tidur. Meskipun tubuhnya sangat basah dan kotor, ia sama sekali tidak berniat untuk membersihkan diri. Lagi pula, hidupnya sudah berakhir. *** Keesokan harinya, Theona dibawa ke rumah mewah bergaya Eropa dengan pilar-pilar besar di beberapa pintu. Ia dibawa masuk ke sebuah kamar dan dirias sedemikian rupa layaknya seorang pengantin. Tiba-tiba, kenop pintu bergerak turun sempurna. Tidak lama kemudian, daun pintu terdorong ke dalam hingga terpampang sosok pria tampan yang terlihat sangat asing di mata Theona. "Ada apa? Kenapa kau seperti melihat hantu?" tanya pria yang diketahui memiliki nama Ikosagon. Tatapan matanya sangat dingin melihat ekspresi terkejut Theona. "Se-seharusnya ak-aku yang tanya. Kenapa kau ada di sini?" Theona balas bertanya dengan nada tergagap. "Tentu saja karena aku pemilik kamar ini," sahut Ikosagon datar. "Tidak mungkin, ini kamar calon suamiku," sergah Theona menggebu. Ikosagon menatap Theona sekilas sambil menunjukkan seringai tipisnya. Pria itu menutup pintu dan berjalan masuk. Ia melepas jasnya dan melemparnya ke sofa, lalu melepas dasi dan bergerak melepaskan kancing teratas. "A-apa ya-yang kau lakukan?" tanya Theona terbata dengan raut ketakutan. "Memangnya apa yang ingin aku lakukan?" Ikosagon tersenyum nakal sengaja ingin membuat Theona ketakutan, "Aku hanya ingin mengganti baju saja," imbuhnya malas. Untuk pertama kalinya pria itu tersenyum pada wanita. Padahal sebelumnya, ia termasuk pria yang sangat irit tersenyum, bahkan hampir tidak pernah. "Ganti baju? Di sini? Di kamar orang lain? Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai bertemu dengan orang tidak tahu malu sepertimu?" Theona menggeleng tidak habis pikir. "Sudah kubilang kalau ini kamarku! Seharusnya kau bisa menebak kenapa aku ada di sini, bodoh!" sanggah Ikosagon geram. Bagaimana bisa ia dipaksa menikah dengan wanita bodoh seperti Theona? Andai tidak diancam akan kehilangan seluruh harta warisan, mungkin saat ini ia sedang bersenang-senang bersama seorang wanita di kamar hotel. "Bodoh kau bilang?!" Theona tidak kalah kesal dibandingkan dengan Ikosagon. "Ya, kau memang bodoh. Kau pikir saja sendiri alasan kenapa aku menyebutmu bodoh." Ikosagon menatap Theona meremehkan, "Mana mungkin aku masuk ke kamar orang lain? Sudah jelas-jelas, sejak dulu ini kamarku. Dasar wanita bodoh!" imbuhnya sambil melirik Theona sinis. Ikosagon melanjutkan aktivitasnya dengan melepas satu per satu kancing kemejanya. Sementara itu, Theona sibuk berpikir berusaha mengartikan ucapan pria itu. "Apa jangan-jangan dia calon suamiku?" Theona mencuri pandang ke arah Ikosagon sekilas, lalu kembali berpikir. "Bukankah calon suamiku pria tua berusia enam puluh lima tahun?" Theona memijit pelipisnya yang terasa sangat pening. "Tidak-tidak. Aku yakin ada yang salah atau mungkin aku dibawa ke kamar yang salah?" "Kenapa kau bengong di situ, bodoh?" tanya Ikosagon kesal. Theona mengangkat pandangan dan menatap ke arah Ikosagon. Namun, ia dikejutkan dengan penampilan pria itu yang hanya mengenakan celana boxer saja. "Aaa! Kau yang bodoh! Dasar pria mesum!" teriak Theona terkejut sambil menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya. "Pria mesum kau bilang?" Ikosagon melangkah mendekat ke arah Theona. Tubuh atletisnya dan seluruh otot-otot yang ada di tubuhnya terlihat sangat menawan. Beraninya wanita itu menyembunyikan wajahnya, sedangkan semua wanita begitu tergila-gila pada tubuhnya. "Tatap aku, bodoh!" seru Ikosagon, menarik tangan Theona agar mau menatap dirinya. Namun sayang, Theona justru semakin menunduk. "Kau berani menundukkan kepalamu, huh?!" bentak Ikosagon geram. "Kenapa tidak berani? Aku tidak akan sudi menatap pria gila mesum sepertimu?" Tanpa sadar, Theona mengangkat kepalanya dan menatap tajam Ikosagon, "Aaaaa!" imbuhnya berteriak sambil menutup matanya erat. Entah apa yang membuatnya begitu bodoh sampai-sampai menatap tubuh menggoda pria itu. Padahal beberapa detik yang lalu ia berkata tidak sudi. "Tatap aku! Tatap suamimu ini, bodoh!" seru Ikosagon emosi. Terlanjur kesal, Ikosagon meremas dagu Theona. "Su-su-suami?" Mendengar kata suami membuat Theona terbelalak. "Suami kau bilang? Ha-ha-ha!" Setelah itu, ia tertawa terbahak-bahak. Bagaimana bisa ia percaya memiliki suami yang tampan dan muda, sedangkan ia belum menikah? Kalaupun sudah, pasti suaminya seorang pria tua seperti apa yang ibu tirinya katakan. "Diam!" bentak Ikosagon membuat Theona berhenti tertawa secara mendadak. "Iya, ini aku diam." Theona mengerucutkan bibirnya sambil menatap tajam Ikosagon, "Bisakah kau menjelaskan semuanya padaku? Siapa kau sebenarnya? Katakan alasan kenapa kau ada di kamar calon suamiku dan alasan kau berkata bahwa kau itu suamiku?" pinta wanita itu. "Aku Osa, pemilik kamar ini dan aku memang suamimu karena beberapa menit yang lalu kau sah menjadi istriku," jelas Ikosagon menggebu. Ikosagon benar-benar tidak habis pikir. Kenapa Theona bisa sebodoh itu. Sejak tadi ia sudah memberi tanda, tetapi wanita itu tidak kunjung mengerti. "Tunggu! Siapa nama lengkapmu dan berapa usiamu?" tanya Theona ingin memastikan lebih dulu. "Namaku Ikosagon dan usiaku dua puluh sembilan tahun." Ikosagon menjawab sambil menggertakkan gigi. "Astaga, Tuhan! Kenapa aku dinikahkan dengan wanita bodoh seperti dia? Bagaimana bisa aku diinterogasi seperti ini? Memangnya aku mau melamar pekerjaan apa," batin Ikosagon frustasi. Untuk pertama kalinya Ikosagon diperlakukan seperti itu. Padahal biasanya ia selalu dipuja-puja banyak wanita dan tidak pernah didiamkan dalam keadaan tanpa pakaian seperti itu. "Kenapa pula dengan jantungku? Bagaimana bisa jantungku berdetak sangat cepat hanya karena wanita bodoh sepertinya?" bisik Ikosagon berkecamuk. "Benar bukan? Kau itu memang bukan calon suamiku karena yang aku tahu calon suamiku bernama Lakeswara dan usianya enam puluh lima tahun," ujar Theona sambil menghempaskan tangan Ikosagon yang sedari tadi meremas dagunya. "Astaga, Tuhan! Lakeswara itu ayahku, bodoh! Dan aku, dipaksa menikah denganmu, Theona bodoh!" balas Ikosagon frustasi. Lebih baik dihadapkan dengan segudang pekerjaan daripada harus menghadapi Theona. Kebodohan wanita itu membuatnya hampir gila. "Jadi, aku tidak akan menikah dengan pria tua?" tanya Theona takut-takut. "Tidak, bodoh! Kau dinikahkan denganku, pria tampan yang banyak digilai banyak wanita dan kau harus bersyukur," balas Ikosagon, tetapi tidak dihiraukan sama sekali oleh Theona. "Tapi, bagaimana bisa kita sudah sah menikah sedangkan aku tidak melakukan apa pun?" tanya Theona bingung. Melihat ekspresi dan sikap yang Theona tunjukkan sejak tadi membuat Ikosagon yakin, kalau sang ayah tidak memberitahukan pada Theona bahwa dirinyalah yang dinikahkan dengan wanita itu. Jadi, bukan karena ketampanan yang membuat wanita itu mau dijodohkan dengannya. "Karena prosesnya dilakukan tanpamu, bodoh," sahut Ikosagon malas sambil menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Theona berusaha mencerna kata-kata Ikosagon, tetapi tidak menemukan jawaban. Bagaimana bisa mereka menikah tanpa ada Theona di sana? "Tentu saja bisa, bodoh!" Tangan Ikosagon terkepal kuat menahan kesal. "Baiklah, terserah kau saja," ujar Theona malas. Kini, Ikosagon berjalan dengan langkah terhuyung. Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dan terlihat sangat nyaman. "Apa yang kau lakukan, bodoh?" tanya Ikosagon dingin. Pria itu melihat Theona meraih resleting gaun pengantin dan menariknya ke bawah. Berhubung sulit sekali untuk menurunkannya, jadi wanita itu melepaskan lengan baju bagian kiri terlebih dahulu. "Aku hanya ingin menurunkan resleting saja. Setelah itu, aku mau membersihkan wajah, mengganti baju, dan tidur," jelas Theona secara rinci. "Lakukan itu di kamar mandi atau di ruang ganti saja," ujar Ikosagon memerintah. Melihat punggung mulus Theona membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Rasanya, sesuatu di dalam celana boxernya berontak dan ingin keluar."Kalau aku tidak mau bagaimana?" tanya Theona tersenyum miring."Apa kau bilang?" Ikosagon menggertakkan gigi dengan manik mata membola, "Kalau kau tidak mau mendengarkan perintahku, akan ku buat kau menyesal," lanjutnya balas tersenyum menyeringai."Baiklah-baiklah, aku mengerti. Tapi aku akan membersihkan riasanku lebih dulu." Mau tidak mau, Theona menuruti untuk suaminya.Selesai membersihkan wajah, Theona langsung pergi ke ruang ganti. Tidak lama kemudian, ia kembali dan langsung membaringkan tubuhnya di samping Ikosagon."Astaga, Theo! Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Ikosagon frustasi."Aku mau tidur, Osa. Memangnya apa yang akan orang lakukan di atas tempat tidur semalam ini kalau bukan tidur?" sahut Theona heran."Aku tahu kau mau tidur, tapi tempat tidurmu bukan di sini melainkan di sana," kata Ikosagon sambil menunjuk ke arah sofa.Bagaimana bisa pria itu meminta istrinya tidur di sofa? Bukankah ia sangat keterlaluan memperlakukan wanita yang baru saja dinikahi itu? Har
Melihat sikap Ikosagon yang sudah mau menyentuhnya, membuat Theona memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya pada sang suami. Namun sayangnya, setelah pergelutan panas untuk yang pertama kali, Ikosagon justru mendapati fakta bahwa Theona sudah tidak perawan lagi."Bagaimana bisa kau tidak pernah tidur dengan laki-laki lain, sedangkan selaput daramu sudah robek?" tanya Ikosagon dengan nada mengejek."Sungguh, aku ... aku tidak seperti yang kau bayangkan, Osa." Theona terlihat ragu-ragu ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi padanya."Berhenti mengelak, Theo! Sepertinya keputusanku untuk memiliki anak darimu terpaksa harus dibatalkan dan sampai kapan pun, jangan pernah berharap kalau kau akan mengandung anak dariku." Raut wajah Ikosagon berubah memerah. Bola matanya nyaris melompat keluar hingga menggelinding ke lantai.Theona hanya bisa menangis. Salahnya tidak mau berkata jujur. Mungkin karena ia takut apa pun yang ia katakan tidak akan membuat suaminya percaya. Jadi, ia lebih me
Theona terpaku beberapa saat. Ia memicingkan mata melihat wajah Ikosagon yang kian mendekat. Apalagi dengan manik mata yang terpejam sempurna. Namun entah mengapa, ia ikut memejamkan mata. Perlahan ia merasakan sesuatu yang lembut dan lembab mendarat di bibirnya."Apa kau sedang berpura-pura tidak pernah berciuman?" tanya Ikosagon mengejek. Ciuman yang terasa kaku itu membuatnya kesal.Mendengar pertanyaan itu, jantung Theona seolah ingin meledak. Ia pikir, Ikosagon mau menyentuhnya karena sudah mau menerimanya. Namun nyataannya, pria itu hanya ingin menuduh dan merendahkannya saja."Kenapa kau selalu berpikir negatif tentangku, Osa? Sumpah aku belum pernah berciuman seperti itu. Aku hanya pernah berciuman sekedar menempelkan bibir saja." Dengan kecewa, Theona berusaha menjelaskan."Cih! Mana mungkin wanita yang sering bermain-main di luar dengan pria, tapi belum pernah berciuman. Kalau mau membual masuk akal sedikit. Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi?" sanggah Ikosago
Ikosagon menyadari akan kebodohannya. Seharusnya ia langsung melepaskan Theona, alih-alih terpana akan kecantikan wajah tanpa perona itu."Terima kasih," kata Theona sambil mengulas senyuman."Lain kali hati-hati. Kalau kau sampai jatuh ke bawah bagaimana," balas Ikosagon sambil mengedip-ngedipkan mata berusaha mengalihkan kecanggungan.Pria itu melangkah menuruni anak tangga lebih dulu. Ia tidak ingin terus berada di dalam kecanggungan menuruti detak jantungnya yang bodoh."Iya. Lain kali aku akan lebih berhati-hati." Theona tersenyum dengan hati yang berbunga-bunga. Tentu saja karena ia mendapat perhatian dari Ikosagon. Kemudian, ia melangkah cepat untuk mensejajarkan langkahnya dengan pria itu. Namun lagi-lagi, kakinya menginjak anak tangga tidak benar dan hampir terjatuh."Aww!" pekik Theona kesakitan. Beruntung tangannya bereaksi cepat dengan memegang gagang besi penjagaan. Kalau tidak mungkin ia akan jatuh di punggung Ikosagon."Belum ada satu menit kau sudah mau jatuh lagi. Da
Theona terlihat gelagapan. Sebenarnya ia merasa senang berada dalam posisi itu. Namun, ia tidak boleh memanfaatkan situasi dan membuat Ikosagon semakin membencinya."Te-terimakasih," kata Theona terbata."Lain kali kau boleh memanggilku jika mengalami kesulitan. Apalagi tinggi badanmu yang ..." Ikosagon menghentikan kata-katanya dan tersenyum."Ternyata kau bisa tersenyum juga. Menurutku, kau lebih tampan jika tersenyum," kata Theona begitu terpana melihat senyum menawan Ikosagon.Sejak awal, ia tidak pernah melihat Ikosagon tersenyum. Ekspresi wajah pria itu selalu dingin dan terkadang cenderung menakutkan. Apalagi ketika sedang marah dan mengejeknya."Aku tersenyum? Jangan mengarang cerita kau, Theo," sangkal Ikosagon."Ya, sepertinya aku memang mengarang," kata Theona menahan senyumnya."Apa kau tersenyum, Theo?" tanya Ikosagon dingin."Ah, tidak-tidak. Aku sangat lapar dan aku mau masak mie instan lagi." Theona beranjak pindah melihat kemarahan di manik mata bulat pria itu.Ikosag
Tatapan mata dan raut wajah Ikosagon semakin menakutkan. Senyumannya membuat Theona merinding dan hampir jatuh terjengkang ke belakang karena ketakutan. Beruntung Ikosagon langsung bergerak cepat dan menarik tangannya kuat-kuat. Namun, posisi mereka justru menjadi canggung. Posisi di mana Theona berada di dekapan Ikosagon dan mendengar suara debaran jantung pria itu yang tidak kalah menggebu dari debaran jantungnya. "I-ini? Aroma tubuh ini?" Theona menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ikosagon. Ia merasa pernah merasakan aroma itu, tetapi ia tidak tahu di mana. "Ah iya, aku ingat. Sebelumnya 'kan kita pernah tidur bersama di pagi pertama. Jadi aku menjadi hafal aroma ini," batin Theona bersemangat. Ia sama sekali tidak sadar bahwa aroma itu adalah aroma pria yang pernah menodainya. Pria yang pernah merenggut kesuciannya dengan cara paksa. Theona mengangkat kepalanya bertepatan dengan Ikosagon yang menundukkan kepalanya. Kini, dua pasang mata itu saling bertatapan. Entah sudah be
"Harusnya aku yang tanya, apa yang kau katakan pada Bi Sudan? Apa kau mengadu kalau aku memintamu meminum obat peluruh janin?" Theona terbelalak tidak percaya. Bagaimana mungkin Ikosagon menuduhnya mengadu yang tidak-tidak pada Bi Sudan? Memangnya ia pikir Theona anak kecil yang masih mengadukan keluh kesahnya pada orang yang lebih tua."Kenapa kau diam saja? Apa benar yang aku katakan, huh?" Ikosagon melangkah maju dan mencengkeram dagu Theona kuat-kuat."Tidak. Aku tidak mengatakan apa pun pada Bi Sudan," sanggah Theona tegas. Ia menatap manik mata hitam nan bulat milik Ikosagon yang terlihat sangat menakutkan itu."Tidak kau bilang? Hahaha ... Lalu, kenapa kau menangis di depan Bi Sudan? Kau pikir aku bodoh, huh? Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodoh-bodohi? Tidak, Theo!" Pria itu tertawa seperti seorang iblis yang sedang mempermainkan musuhnya.Ia menghempaskan tangannya kuat-kuat dan tubuh Theona terdorong ke belakang. Dengan tatapan tajam dan wajah yang memerah, dada Theon
Theona berusaha mengendap-endap masuk ketika resepsionis sedang tidak fokus. Ia berencana masuk ke dalam dan mencari ruangan Ikosagon sendiri. Namun sayangnya, ia ketahuan resepsionis dan diancam akan memanggil petugas keamanan. Daripada ia diseret keluar dan tidak ada yang bisa membantunya, lebih baik ia pergi saja.Akhirnya, ia berencana untuk pulang dan akan menerima apa pun yang akan Ikosagon lakukan padanya."Theona? Kau benar-benar Theona istri Osa, 'kan?" tanya seorang pria."I-iya, aku Theo. Maaf kau siapa?" Theona mengerutkan keningnya merasa tidak mengenali pria itu. Namun, ia merasa pernah melihat dan wajahnya terasa tidak asing."Aku Sky, sepupu Osa. Kau kenapa di sini dan tidak masuk? Apa ada masalah?" Skywara melihat Theona yang mondar-mandir di lobby. Ia pikir, wanita itu sedang mengalami masalah.Sebelumnya, Theona memang pernah melihat Keluarga Candramawa lainnya termasuk Skywara. Namun, ia tidak terlalu memperhatikan karena waktu yang cukup singkat."Sebenarnya aku m
Satu bulan kemudian, Theona merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Berat badannya tiba-tiba naik dan nafsu makannya kian bertambah. Terkadang, ia sampai lupa berapa kali sehari ia makan karena terlalu sering."Sepertinya aku harus diet," celetuk Theona."Untuk apa? Aku suka kau yang lebih berisi seperti ini." Ikosagon semakin mengeratkan pelukannya."Tapi aku tidak suka. Aku terlihat seperti ibu-ibu yang sedang menyusui. Astaga! Apa aku hamil?" Theona terkejut teringat bagaimana kondisi tubuhnya ketika sedang mengandung putra pertamanya."Apa benar kau hamil?" tanya Ikosagon berbinar.Tidak bisa dibayangkan betapa bahagianya Ikosagon saat ini. Kabar baik itu memang belum pasti, tetapi kebahagiaannya langsung membuncah begitu saja."Aku tidak tahu, tapi dulu ketika hamil Alpha nafsu makanku meningkat dan berat badanku pun semakin bertambah," jelas Theona."Ini, sih, sudah jelas kalau kau hamil. Bukankah kita sudah bekerja keras selama ini? Jadi, kita hanya perlu memetik hasilnya," kata Ik
"Tidak-tidak. Kalau Alpha tiba-tiba ke sini mencari kita bagaimana?" tolak Theona khawatir."Itu mudah. Aku akan menelepon Mbak Santi untuk tidak datang ke sini. Bagaimana?" balas Ikosagon membujuk.Theona terlihat sedang berpikir. Raut wajahnya terlihat sangat ragu dan tidak setuju dengan ide suaminya. Bagaimana kalau ayah, ibu tiri, atau Sherly yang masuk ke dalam. Bisa saja pintu dikunci, tapi akan sangat tidak enak rasanya kalau ada yang mengetuk pintu dan memanggilnya."Apa kita perlu menginap satu malam agar kita bisa main-main di kamar ini?" tawar Ikosagon tidak menyerah."Ya sudah sekarang saja, tapi kalau ada yang datang ke sini bagaimana?" kata Theona memutuskan, tetapi masih khawatir."Abaikan saja. Jadi, bisakah kita memulainya sekarang?" tanya Ikosagon yang kemudian diangguki oleh Theona.Sebelum benar-benar melakukannya, Ikosagon melompat turun dan mengunci pintu. Kemudian, ia kembali dan mulai melancarkan aksi membuat kenangan di kamar itu. Melucuti pakaian istrinya hin
Saat ini, Ikosagon sudah berada di rumah ayah mertuanya bersama Theona dan Alphagon. Mereka baru saja sampai dan duduk di sofa. Berhubung Ikosagon ingin membuat kejutan, jadi ia meminta pengasuh yang baru ia sewa untuk mengajak putranya bermain."Apa kau ingin aku membalaskan perbuatan mereka pada Petraeus?" tanya Ikosagon dengan sudut bibir yang dinaikkan sebelah. Tangan kanannya senantiasa bergerak memainkan rambut istrinya yang tergerai cantik."Kenapa kau diam saja? Kau ingin aku melakukan apa pada mereka?" tanya Ikosagon lagi karena tak mendengar jawaban apa pun.Ikosagon sengaja bertanya pada sang istri dengan suara yang cukup keras. Tatapan matanya fokus menatap ayah mertuanya dan Merry bergantian. Mendengar pertanyaan yang Ikosagon lontarkan membuat sepasang suami istri itu menegang. Tidak lama kemudian, tubuh mereka berdua bergetar ketakutan."Kau tidak perlu khawatir karena aku memiliki bukti konkrit. Jadi hanya dengan menyerahkan bukti itu ke polisi, mereka akan langsung m
Setelah melakukan ritual malam pertama setelah enam tahun berlalu, kini Theona dan Ikosagon bermalas-malasan di atas tempat tidur tanpa berencana untuk membersihkan diri."Sebenarnya, ini luka bekas apa?" tanya Theona sambil mengusap bekas luka di bagian dada kiri Ikosagon.Sejak dulu, Theona begitu penasaran dan sempat bertanya. Namun sayangnya, Ikosagon tidak mau menjawab. Dan pada kesempatan kali ini, di saat hubungannya sudah benar-benar membaik, ia berharap Ikosagon mau mengatakannya."Sebenarnya, ini luka bekas operasi tranplantasi jantung," sahut Ikosagon. Tiba-tiba raut wajahnya berubah tidak enak."Memangnya ada apa dengan jantungmu?" tanya Theona penasaran."Sejak lahir, aku mengalami kelainan jantung dan tiga bulan sebelum kita menikah, aku melakukan tranplantasi," jelas Ikosagon sambil menatap kosong langit-langit kamar."Tapi, sekarang kau sudah baik-baik saja, 'kan?" tanya Theona khawatir."Tentu saja aku baik-baik saja. Apalagi ada kau di sisiku. Hanya saja ..." Ikosag
"Sayang, bangun. Ayo kita pindah ke kamar!" Ikosagon merengek sambil mengecupi telinga istrinya. Berkali-kali ia berusaha membangunkan, tetapi sang istri tak kunjung bangun dan justru terlihat sangat pulas."Yang? Sayang?" rengek Ikosagon.Sambil menguap dan merentangkan kedua tangannya, perlahan Theona membuka mata. "Alpha sudah tidur?" tanyanya pada sang suami."Sudah. Ayo kita ke kamar!" balas Ikosagon bersemangat."Alpha bagaimana?" tanya Theona tidak tega meninggalkan putranya sendirian."Nanti kalau sudah selesai, kita balik lagi ke sini," sahut Ikosagon bersemangat.Theona mengangguk berencana untuk bangun dan turun. Akan tetapi, Ikosagon tidak membiarkannya begitu saja. Pria itu langsung bergerak cepat dengan mengangkat tubuh rampingnya ala pengantin. Kemudian, ia lekas membawa Theona keluar dan menuju kamarnya."Apa kau sudah benar-benar sembuh?" tanya Theona khawatir. Pasalnya, ia merasakan suhu tubuh suaminya yang masih lumayan panas."Iya. Aku hanya butuh waktu berdua deng
Theona menatap Ikosagon sendu. Mengingat kisah yang ibu mertuanya ceritakan membuatnya sedikit tidak percaya. Bagaimana bisa pria seperti Ikosagon bisa menjadi hancur hanya karena kehilangannya?"Kenapa? Apa kau tidak mau memberiku kesempatan?" Ikosagon mengangkat kepalanya menatap Theona serius."Tidak. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi untuk memperbaiki segalanya. Jadi, seandainya sikapmu masih seperti yang dulu. Maaf, aku tidak bisa terus-menerus berada di sampingmu dan terpaksa harus pergi seperti sebelumnya," balas Theona menggebu."Apa kau serius?" tanya Ikosagon tidak percaya."Ya, sangat-sangat serius," sahut Theona mantap.Mendengar jawaban yang Theona lontarkan membuat Ikosagon berlari dan mendekap tubuh istrinya erat. Ia merasa, kebahagiaannya kali ini terasa lebih lengkap."Terimakasih banyak, Sayang, terimakasih. Aku janji tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku janji akan selalu membahagiakanmu," ujar Ikosagon tersenyum bahagia sekaligus lega."Hentikan, Osa! Aku b
"Alpha mana?" tanya Hexagon."Alpha di rumah, Mi, sama Osa. Theo sengaja datang sendirian karena ingin menanyakan sesuatu," balas Theona sambil memeluk ibu mertuanya.Setelah sarapan, ia langsung menitipkan putranya pada Ikosagon dan berkata ingin keluar sebentar. Seperti rencananya semalam, ia ingin menanyakan perihal kehidupan Ikosagon selama enam tahun ia pergi."Duduk dulu, yuk!" Hexagon membimbing menantunya agar duduk di sofa, "Memangnya kau ingin tanya apa?" tanya wanita itu penasaran."Theo mau tanya tentang kehidupan Osa selama Theo pergi," sahut Theona."Apa kau serius? Bukankah selama ini kau melarang mami untuk menceritakan hal itu?" tanya Hexagon heran.Sejak pertemuan pertama mereka setelah Theona menghilang, beberapa kali Hexagon berusaha menceritakan. Namun sayangnya, Theona selalu mencegah hingga pada akhirnya ia urung untuk menceritakannya."Iya, Mi. Theo merasa sudah waktunya Theo tahu segalanya dan berhenti menghindar," sahut Theona mengangguk mantap."Baiklah. Apa
Mendengar jawaban putranya membuat Theona terdiam. Ia tidak tahu apakah harus menuruti ucapan pria mungilnya atau tidak."Sini biar aku makan sendiri saja," celetuk Ikosagon dengan nada lemah.Theona menoleh ke arah pria itu. Dengan sinis, ia membalas, "Tidak perlu." Kemudian, ia mulai memegang sendok dan mengisinya dengan nasi. Lalu, menyuapkannya pada Ikosagon.Meski Theona terlihat sangat kesal, tetapi Ikosagon merasa sangat senang. Apalagi bisa disuapi dan bisa berkumpul lagi. Rasa-rasanya, sakitnya kali ini justru membuahkan kebahagiaan. Dan, hal itu terjadi karena keberadaan putranya di sana."Terimakasih dan maaf, Sayang. Terimakasih karenamu Theo mau keluar dan maaf karena dulu daddy tidak menginginkan kehadiranmu," batin Ikosagon menatap putranya sendu.Penyesalan memang selalu datang belakangan. Akan tetapi, Ikosagon merasa sangat bersyukur karena ia bisa menemukan istri dan anaknya. Dengan begitu, ia bisa memperbaiki kesalahannya di masa lalu."Alpha mau paman suapi?" tawar
Ikosagon menghentikan kalimatnya sejenak dan menatap Theona sendu. Ia ingin tahu bagaimana reaksi istrinya. Akankah sang istri mulai mengingat kejadian itu atau ..."Sayangnya setelah aku bangun, wanita itu sudah tidak ada. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menemukan wanita itu dan bertanggungjawab. Aku juga sudah memutuskan untuk mencintainya apa pun yang terjadi. Jadi, itulah alasan kenapa aku berusaha membohongi perasaanku dengan berkata tidak mencintaimu.""Selama kita menikah, aku sibuk mencari wanita itu. Sampai di mana kau pergi, aku menemukan fakta bahwa wanita yang aku nodai di hotel waktu itu adalah kau, Theo."Ikosagon kembali mengangkat kepalanya. Ia melihat wajah Theona yang sudah bersimbah air mata, "Kau tahu betapa hancurnya aku? Aku pikir, kenapa aku tidak menemukan fakta itu sejak dulu sehingga aku tidak terlalu banyak melukai hati dan fisikmu? Aku ... Hidupku benar-benar menderita setelah kau pergi, Theo. Banyak sekali penyesalan atas sikap kejamku padamu. Aku s