Itu sebabnya, Emma bertekad harus segera menemukan putranya supaya dia bisa mengakhiri hubungan ini.Setelah makan siang, Emma datang ke ruang kantor Edric. Dia berkata dengan tidak enak hati, "Pak, aku ingin minta bantuanmu ....""Emma, katakan saja. Apa kamu kurang puas dengan perlakuan yang sekarang?" tanya Edric segera."Bukan begitu, aku sangat puas kok." Emma berjeda sebelum menjelaskan dengan perlahan, "Begini, ada temanku yang melahirkan di rumah sakit ini 6 tahun lalu. Tapi, dia meninggal karena distosia. Aku ingin memeriksa catatan medisnya."Ketika melahirkan, Emma memang sekarat. Saat itu, Cheria bersikeras menyuruh Emma melahirkan secara normal sehingga dokter hanya bisa menuruti keinginannya. Setelah melahirkan anak pertama, Emma pun kehilangan kesadaran.Menurut Gaby, kondisi Emma dan anaknya sungguh kritis saat itu. Jika melahirkan secara normal, Emma dan anak-anaknya hanya akan meninggal. Dokter juga memberi tahu Cheria tentang ini.Di catatan medis, tertulis bahwa Emm
"Kak Emma, kamu bilang kamu nggak bakal pulang malam ini?" Begitu mendengarnya, Vir sontak merasa gembira. Muncul pula ide nakal di benaknya."Ya, aku punya urusan. Mungkin besok sore baru pulang. Vin, jangan biarkan Vir keluar rumah sembarangan. Jaga dia baik-baik," pesan Emma.Emma sudah tahu di rumah sakit mana Katie bekerja sekarang. Kebetulan, dia tidak bertugas besok, jadi bisa pergi mencari dokter itu."Tenang saja, Kak. Aku pasti akan menjaganya," sahut Ashton segera.Setelah panggilan berakhir, Vir bertanya pada Ashton, "Vin, gimana kalau kita pergi cari calon papa kita?""Apa?" Ashton cukup terkejut mendengarnya."Kita cari Russel! Kak Emma pacaran dengannya, 'kan? Mungkin mereka akan segera menikah. Masa kita nggak boleh menemuinya?" tanya Vir."Aku nggak mau. Kak Emma sudah bilang kita nggak boleh ke mana-mana," tolak Ashton."Vin, sejak kapan kamu jadi begitu patuh? Bukannya kamu sendiri sering kabur dari rumah?" Vir menatapnya dengan tatapan curiga, lalu meneruskan, "Aku
Vin sedang menikmati hidupnya. Dia tampak berbaring di ranjang dengan santai."Vin, ada situasi mendesak. Sepertinya papaku dan Kak Emma sudah pacaran. Perkembangan hubungan mereka juga sangat cepat. Kemarin mereka tidur bersama," lapor Ashton."Apa? Secepat itu? Nggak ada yang perlu diherankan. Kak Emma memang punya pesona besar. Papamu pasti takluk dibuatnya!" sahut Vin dengan terkejut sekaligus gembira."Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa sudah waktunya untuk mengungkapkan kebenaran?" tanya Ashton."Ngapain terburu-buru? Mamamu yang seperti mama tiri itu sulit sekali dihadapi. Untuk sementara waktu ini, aku akan mengamati situasi dulu," timpal Vin."Vin, kamu senang sampai lupa diri ya?" ejek Ashton."Apa maksudmu? Kalau begitu, kita ganti posisi saja. Aku cuma memanfaatkan papamu, tapi kamu memanfaatkan mama dan adikku. Kamu nggak rugi dalam transaksi ini, 'kan? Gimana? Mau tukaran nggak? Asalkan kamu setuju, aku akan langsung pulang," tanya Vin."Lupakan saja,
Begitu mendengarnya, Russel pun tersenyum getir. Anak ini benar-benar nakal. Russel tidak mengatakan apa pun lagi dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Emma.Vir yang memperhatikannya langsung merebut ponsel Russel dan bertanya, "Apa yang ingin kamu lakukan?""Tentu saja menelepon mamamu. Aku mau suruh dia bawa kamu pulang," timpal Russel.Ucapan ini langsung membuat Vir meremehkan Russel. Dia mengejek, "Kamu sudah dewasa, tapi masih suka mengadu. Kak Emma lagi pergi. Kamu nggak akan bisa mencarinya. Selain itu, ini urusan antara kita berdua. Apa hubungannya dengan Kak Emma?"Russel merasa anak ini sangat menarik. Dia menyimpan kembali ponselnya, lalu menurunkan Vir di sofa dan menatapnya sambil berucap, "Oke. Kalau begitu, aku akan menemanimu mengobrol. Apa yang ingin kamu bahas?""Aku cuma ingin tanya, sebenarnya kamu tulus mencintai Kak Emma nggak? Kapan kamu akan menikahinya?" tanya Vir langsung.Russel sungguh kehabisan kata-kata. Bagaimana bisa anak ini begitu lugas? Russel
Namun, anak ini memang menggemaskan.Supaya tidak ketahuan, Ashton menunggu di tempat yang tidak disorot oleh CCTV. Ketika melihat Vir keluar, dia langsung menarik Vir ke tempat yang aman."Gimana?" tanya Ashton."Ya begitu. Setelah mengobrol, aku baru tahu kalau dia bajingan!" pekik Vir dengan kesal.'Apa? Vir mengatakan papaku bajingan? Gimana bisa?' batin Ashton."Menurut omongannya, sepertinya dia nggak berniat menikahi Kak Emma. Bukankah pria seperti ini adalah bajingan?" jelas Vir dengan gusar.'Papa nggak berniat menikahi Kak Emma? Bukankah ini berarti usaha mereka sia-sia? Nggak boleh! Rencana tetap harus dilanjutkan! Papa dan Kak Emma harus saling mencintai!' batin Ashton lagi.....Keesokan hari, Emma pergi ke rumah sakit tempat Katie bekerja. Kebetulan, Katie bertugas hari ini, jadi Emma bisa menemuinya dengan mudah."Sekarang waktu istirahat. Jadwal konsultasi akan dibuka kembali sore nanti. Kalau darurat, tolong pergi ke UGD," jelas Katie saat mendengar suara langkah kaki.
Emma benar-benar lelah karena perjalanan yang cukup panjang ini. Namun, dia tidak beristirahat dan langsung kembali ke Rumah Sakit Advant."Bu, ada wanita yang mencarimu di ruang kantormu," lapor seseorang.'Seorang wanita? Pagi-pagi begini?' Emma memakai jas putih dan masuk ke ruangannya. Wanita itu berdiri menghadap jendela. Ketika mendengar suara pintu dibuka, wanita itu berbalik dan melepaskan kacamata hitamnya. Tatapannya dipenuhi permusuhan."Bu Marion," sapa Emma dengan sopan saat melihat Marion.Saat berikutnya, Marion langsung mendekat dan melayangkan tamparan kepada Emma. Emma yang sedang lengah pun kebingungan untuk sesaat."Dasar wanita murahan! Metode apa yang kamu gunakan sampai bisa naik ke ranjang Russel?" maki Marion.Setelah bereaksi kembali, Emma merasa pipinya sangat panas dan telinganya juga berdengung. Kemudian ... plak! Emma membalas tamparan Marion!"Kamu ... beraninya kamu menamparku!" Marion terkesiap. Dia ingin menampar Emma lagi, tetapi Emma mencengkeram per
Setelah Donny dibawa ke IGD, Emma langsung mengganti baju medis steril dan menginstruksi, "Suruh anggota keluarganya tanda tangan surat persetujuan operasi."Anggota keluarga memang diwajibkan menandatangani surat sebagai bukti mereka menyetujui tindakan medis yang akan dilakukan. Para dokter dan suster sibuk membujuk putra Donny. Pria itu malah berkata, "Sudah kubilang, ayahku nggak perlu dioperasi! Bawa dia keluar!"Sepuluh menit telah berlalu. Kondisi pasien menjadi makin gawat. Hal ini membuat Emma merasa sangat panik."Bu, gimana ini? Anaknya nggak mau tanda tangan!" tanya suster. Emma sungguh gusar mendengar ini. Bagaimana bisa pria itu begitu kejam hingga tega melihat ayahnya mati?Emma hendak menyerbu keluar untuk memaki pria itu, tetapi Donny tiba-tiba meraih tangannya dengan lemas. Emma bisa melihat semangat hidup yang kuat darinya. Donny bergumam, "Tolong ... tolong aku ...."Emma merasa sangat sedih. Dia bisa merasakan keputusasaan dan ketidakberdayaan pasien. Ini ... seper
Emma merasa dirinya tertidur untuk waktu yang lama. Dia bermimpi panjang. Dia memimpikan ayahnya yang tersenyum penuh kasih sayang padanya. Kemudian, ayahnya tiba-tiba berdiri di lantai paling atas dan terjun ke bawah.Pada akhirnya, ayahnya tergeletak di atas genangan darah dan mengejang karena kesakitan. Sorot mata ayahnya mulai buyar. Ayahnya kesakitan hingga tidak bisa melontarkan sepatah kata pun.Hati Emma sungguh sakit. Dia berusaha keras membuka matanya. Ketika terbangun, wajahnya telah berlinang air mata."Bukannya kamu sangat hebat waktu berhadapan denganku? Kenapa malah begitu lemah di depan keluarga pasien?" Setelah bangun, hal pertama yang didengar Emma adalah sindiran seorang pria.Emma memandang ke sekeliling dengan lemas. Lagi-lagi di kamar mewah itu. Pria itu membawanya kemari lagi?Russel telah memahami keseluruhan kejadian. Dari sisi manusiawi, Emma tidak bersalah. Namun, menurut aturan rumah sakit, dia telah melakukan kesalahan.Russel juga melihat bagaimana pria it