Share

Bab 3

Aku menyunggingkan senyum tipis. "Nggak apa-apa, cuma memastikan dugaanku saja," kataku dengan tenang.

Aku menatap laptop di atas ranjang yang membelakangiku. Layarnya yang masih memancarkan cahaya putih telah menjelaskan semuanya. Mengikuti arah pandangku, Camilla langsung melompat dan menutup laptop itu tanpa memedulikan pinggangnya yang hampir terkilir.

"Memastikan apa? Apa yang menarik di sini?"

Aku menatap matanya yang penuh kepanikan dengan senyum mengejek, lalu berbohong, "Nggak kok. Cuma mau mastiin apa kamu ngelakuin hal-hal buruk waktu ayahku nggak ada. Bagaimanapun, sifat seseorang nggak akan bisa berubah."

"Apa maksudmu, dasar anak nggak tahu diri! Kamu mau nuduh aku selingkuh, ya? Lihat saja dirimu sendiri yang kotor itu!"

Awalnya, aku berniat untuk pergi setelah memakinya. Namun, kesabaranku habis ketika mendengarnya mengucapkan hal keterlaluan seperti itu. Aku menarik kerah piamanya dan, menamparnya dua kali tanpa ragu-ragu.

"Ashiya? Kotor? Apa pantas kamu omongin orang paling lembut dan baik di dunia ini? Memangnya kamu siapa, jalang? Kalau soal kotor, siapa yang bisa mengalahkanmu yang jadi pelakor?"

Sebelum kejadian ini, aku jarang berkata kasar. Sebab, dulu kakakku pernah bilang,

"Kalau orang lain berbuat jahat, itu urusan mereka. Kita nggak boleh ikut jadi buruk."

Oleh karena itu, kakakku selalu sabar dan menerima segala perlakuan buruk. Sampai akhirnya, dia harus menanggung penghinaan besar ini.

'Tapi Kak, apa kamu lihat semua ini? Adikmu sedang membalaskan dendammu. Ada beberapa hal yang nggak bisa diselesaikan hanya dengan kesabaran. Terkadang, orang-orang itu baru akan berhenti setelah kita menggunakan kekerasan.'

Aku menghapus semua foto kakakku yang tersebar di internet. Namun, ayahku yang selalu sibuk tetap mengetahuinya. Aku tahu ini adalah bagian dari rencana busuk Ginny dan Camilla.

Bukan hanya untuk membuat ayahku merasa malu terhadapku, tetapi juga untuk membuat Keluarga Lukman membatalkan pertunangan. Kakakku telah dijodohkan dengan Tuan Muda Keluarga Lukman, Hardi, sejak dulu.

Sejak lahir, kami berdua sudah ditakdirkan menjadi korban pernikahan politik ayahku. Ini juga alasannya mengapa ibuku dulu bersikeras mengumumkan bahwa aku telah meninggal. Semua itu dilakukan supaya ayahku tidak pernah mengetahui keberadaanku.

Namun sekarang, foto-foto itu sudah menyebar luas di kalangan elite Kota Riva. Mana mungkin keluarga besar seperti Keluarga Lukman bisa menerima seorang calon menantu yang belum menikah tapi sudah ternodai ini?

"Tahu nggak? Selama bertahun-tahun aku menghabiskan uang untuk membesarkanmu supaya kamu bisa menikah dengan Hardi. Tapi, sekarang kamu sudah kehilangan kehormatanmu dan reputasimu sudah hancur. Mana mungkin lagi Hardi masih berani menikahimu?"

Aku tetap diam. Sementara itu, senyuman lebar di sudut bibir Camilla semakin terlihat jelas. Akhirnya, dengan ekspresi serius, aku berkata, "Pertama, kamu menjadikan anak perempuanmu sebagai alat pernikahan politik. Apa kamu pernah tanya pendapatku tentang hal itu?"

"Kedua, Pak Nelson, memangnya ini masih zaman feodal? Pikiranmu nggak usah sekolot itu. Kehormatan seorang wanita nggak ada hubungannya sama pakaiannya. Aku adalah korban. Daripada menyalahkanku, kenapa kamu nggak menyisihkan waktu untuk nangkap orang yang menyakitiku?"

"Cukup, Ashiya!" Ayahku memotong kata-kataku dengan marah, "Sejak kapan kamu jadi pandai bersilat lidah begini? Kamu mau nangkap pelaku? Mau memperbesar masalah ini? Kenapa kamu nggak introspeksi diri dulu?"

Beginilah rasanya memiliki ayah yang membuatmu merasa tertekan. Pada akhirnya, dia mengurungku selama sebulan penuh di kamar yang dulu ditempati kakakku. Di dalam laci meja rias, aku tidak sengaja menemukan buku harian kakakku.

Tulisan tangannya yang rapi tidak hanya menceritakan kebahagiaan kami saat diam-diam mengobrol, serta kenangan bersama Ginny, tetapi juga sebuah nama yang sulit diabaikan, Hardi.

Ternyata, kakakku menyukainya.

Walaupun pernikahan ini hanyalah urusan bisnis yang tidak melibatkan perasaan, kakakku sudah lama menaruh hati padanya. Saat bertemu dengan Hardi sekilas di sebuah pesta dan mengobrol singkat dengannya, hati kakakku berdegup kencang sangat lama.

Namun sekarang, kakakku sudah tiada dan aku yang menggantikan statusnya. Bagaimana aku harus bersikap jika bertemu dengan Hardi suatu saat?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status