"Tapi…Rio?” Suara Sisi nyaris tidak terdengar.
Rio perlahan melepaskan jemarinya yang sejak tadi menggenggam erat jemari tangan halus Sisi. Bola mata Sisi berkaca, benar-benar ia tidak percaya dengan semua ini, dan tidak sanggup lagi bibirnya kembali menyebut nama “Rio”.
Air mata Sisi perlahan menetes, dan makin deras mengaliri pipinya. Rio berdiri dari kursinya dan meninggalkan Sisi, tanpa sepatah katapun. Sisi hanya bisa diam terpaku.
Langkahnya terlihat gontai, namun Rio tetap melangkah menjauh dari tempat duduk Sisi. Air minum orange juice kesukaan Sisi dan Cappucino kegemaran Rio yang mereka pesan masih utuh. Dan tampaknya Capucinnonya sudah mulai dingin.
Ya..memang inilah kenyataan yang harus Sisi terima pada akhirnya. Rio adalah kekasihnya yang amat ia cintai, Rio harus melakukan itu demi melanjutkan keinginan dan cita-cita almarhum Papanya.
“Ahh betapa indahnya pemandangan di sini May..aku suka banget," kagum Sisi sambil sesekali ia hirup udara segar dan menghembuskannya seraya memejamkan kedua matanya, meremas-remas lembut syal yang melingkari lehernya yang jenjang itu. Maya hanya tersenyum menyaksikannya.
Menganggukkan sedikit kepalanya, kemudian kembali tersenyum untuk sahabatnya itu.
Memang setelah kejadian dua minggu yang lalu, membuat Sisi sempat terpuruk, hubungannya dengan Rio sudah berjalan cukup lama, menurut Sisi.Rio Hananto Pujiatmoko (nama belakang diambil dari nama Almarhum Papanya), sudah 5 tahun mereka menjalin kasih, tidak pernah ada sedikitpun masalah, pertengkaran yang biasa mereka bisa atasi, bahkan pertengkaran yang besar sekalipun. Mereka selalu bisa mengatasinya dengan baik.
Tapi buat masalah yang satu ini sungguh amat berat bagi Rio maupun Sisi. Mereka sudah tidak dapat berkutik, mereka menyerah, bukan karena mereka tidak dapat mengatasinya, tapi karena Rio sudah berjanji menepati janji kepada papanya, Rio mencintai Sisi.
Mereka saling mencintai. Dan Rio akan menikahi Sisi secepatnya, namun semua kandas, dan memang harus begitulah. Rio tidak bisa berbuat apa-apa hanya ingin memenuhi keinginan almarhum ayahnya. Sisi pun tidak mau dianggap seperti mengajak Rio untuk durhaka pada orang tua.
“Hey!" Tiba-tiba suara Maya mengejutkan lamunannya.
“Kamu nangis, Si?" Maya menatap mata Sisi.“Ah, tidak kok.” Sisi langsung mengusap matanya dengan telapak tangannya.“Kelilipan angin sepoi-sepoi sepertinya.” Sisi berusaha menutupi.Di situ memang Maya mengajak Sisi untuk sekedar refreshing saja. Demi melihat setiap harinya Sisi murung di kantor, tidak konsentrasi, setiap di depan laptopnya, hanya bengong, entah apa yang sedang ditatapnya begitu lama di depan layar laptopnya. Hanya membuat laptopnya lowbat saja, tanpa mengetik suatu apapun.
Maya minta ijin akhirnya kepada atasan minta cuti beberapa hari bersama Sisi sambil sekalian mencari bahan tulisan untuk tulisan pada Media tempat mereka bekerja.
Itu memang alasan Maya saja supaya diperbolehkan. Dan memang diperbolehkan.
Sisi dan Maya bekerja sebagai penulis sekaligus wartawan freelance pada suatu media cetak yang berlokasi di Jakarta. Ditambah Sisi yang setuju dengan ajakan Maya.“Sudahlah, Si. Kita senang-senang di sini, lupain deh Rio, kalau memang itu keputusan yang harus ia jalani, ya…kamu pun harus turuti, aku yakin Rio masih mencintai kamu sampai detik ini, meskipun ... meskipun ia harus ...” Maya tidak meneruskan ocehannya.
“Maaf, Si, bukan maksudku ....” Maya merasa tidak enak. Sehingga tak meneruskan kalimatnya.“Gak apa-apa May …” Sisi menggeleng, giliran ia yang melempar senyum simpulnya.
“Aku yang salah, May, tidak seharusnya aku murung begitu, padahal kau sudah berusaha mengajakku kemari, supaya aku melupakannya. Makasih loh, May.” Sisi merangkul pundak Maya, seraya mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi kebun teh yang amat sejuk itu.
Maya memang senang ke tempat itu, sejuk dan jauh dari kebisingan kota, alamnya asri dan tidak terjamah oleh polusi. Tempatnya memang berdekatan dengan pegunungan, wilayah Jawa Barat.
Kebetulan memang nenek Maya tinggal di situ, sekalian sudah lama Maya merindukan ingin bertemu dengan neneknya. Rindu masakannya yang paling enak sedunia bagi Maya. Tempe goreng, ayam bakar, tahu, dengan sambal dan lalapan yang segar, membuat Maya makin lapar membayangkannya. Itu makanan khas Jawa Barat, lalapannya, dan sambel terasi pedas. Mantapnya!
“Yuk, Si! langsung ke rumah nenekku dulu lah, pasti beliau senang deh ketemu kita.” Maya menarik pelan lengan Sisi. Sisi menurut saja. Karena memang mereka di sini sedang ingin melepas segala penat, di Jakarta, dengan setumpuk pekerjaan.
Di sini mereka seperti bebas lepas, tak boleh ada yang bisa mengganggu. Walaupun hanya beberapa hari saja.
Mereka berjalan menyusuri lekukan anak bukit, menyusuri kebun teh, Yang dikelilingi setiap pepohonan teh dengan para perempuan-perempuan, ibu-ibu, juga ada anak gadisnya yang sebaya dengan Sisi dan Maya. Dengan caping-caping yang nyaris menutupi wajah mereka. Menggendong keranjang yang penuh terisi daun-daun teh hijau segar di pundak mereka.
“Itu rumah nenekku!” seru Maya menunjuk lurus telunjuknya ke arah rumah mungil yang amat sederhana. Namun terlihat damai, dikelilingi pohon-pohon tanggung yang hijau dan bersih. Sisi mengikuti Maya dari belakang, membiarkan Maya berjalan lebih dulu di depannya.
Sisi sangat mengagumi wilayahnya. Segar dan masih bersih. Aroma alami pedesaan.
Tepat sekali di depan pintu yang dibiarkan terbuka lebar, Maya melongokkan kepalanya. “Assalammualaikum Nek?” Maya langsung memeluk punggung nenek dari belakang, nenek sedikit terkejut dan langsung menyadari itu adalah cucu tersayangnya. Nenek hapal sekali. Wanita setengah baya itupun membalikkan tubuhnya membalas pelukan Maya. “Tumben kau Maya, kenapa tidak memberi kabar dahulu?” tanya Nenek sembari mencubit pelan pipi halus cucunya itu. “Maaf, Nek, mendadak. Inipun ijin dari kantor.”“Ohya, Nek, kenalkan ini temen kantorku Sisi." Tanpa basa-basi Maya langsung memperkenalkan Sisi. Sisi mencium punggung tangan Nenek, sambil dibalas dengan senyuman wanita setengah baya itu. Setelah beberapa saat mereka mengobrol. Maya pun mengajak Sisi menempati kamar kosong yang akan ditempati mereka berdua.Setelah sebelumnya Nenek yang menawarkannya. "Haduh, cape banget!" Maya berseru. Sambil mendudukkan tubuhnya dipinggiran ranjang. Maya dan S
“Damar? ini pasti Damar.” Maya berdiri menghampiri pemuda yang ia yakin sekali namanya Damar. “Iya, Neng Maya.” jawab pemuda yang bernama Damar itu.“Alah! Pake Neng sagala euy, panggil saja Maya. Dulu kamu masih kecil, sekarang sudah segini, loh.” Dengan logat sunda kentalnya Maya, seperti nampak sudah akrab dengan pemuda itu. Pemuda bernama Damar itu tersenyum.“Tadi Nenek yang suruh kemari,” kata Nenek menyela obrolan mereka.“Saluran air di belakang kadang macet, Nenek menyuruh Damar membetulkan, tadi kebetulan ketemu waktu Damar mau ke mesjid,” terang Nenek. Maya mengangguk mengerti. Sisi yang menyaksikan obrolan mereka terbengong-bengong sampai lupa untuk minum. Sejak tadi tangannya hanya memainkan pinggiran piring makanannya. Itu pemuda yang tadi pagi Sisi lihat mengobrol dengan Nenek. Jadi Damar ternyata namanya. Batin Sisi. ”Waduh, aku sampe kelupaan, kenalin ini Sisi temen kantorku di Jakarta.” Ternyata Maya baru sadar kalau ia
Menyusuri pedesaan ini memang menyenangkan. Karena Sisi seperti merasakan hati yang baru, benar-benar seperti bunga merekah dihati. Apakah Sisi sekarang sedang jatuh cinta? Aduh! Secepat itu, Si? Sisi membuang perasaan itu, yang sejujurnya tidak dapat ia lakukan. Dan memang diakuinya, ia tengah jatuh cinta. Sosok yang sempat membuat beberapa hari ini berbunga-bunga tiada henti. Ia benar-benar kuat merasakan hatinya berdebar kencang ketika membayangkan wajah pemuda itu.Besok, mereka harus kembali ke Jakarta, untuk masuk kantor lagi. Pastinya tidak bisa berlama-lama di desa ini. Tetapi hati Sisi ada kerinduan. Ingin bertemu Damar lagi, seperti ada sengatan listrik kuat didiri Sisi. Yang sepertinya Damar belum tahu, dan sepertinya Damar tidak merasakan apa yang Sisi rasakan.Namun, Sisi teringat kembali saat ia dan Damar diperkenalkan Maya. Mata Damar berbeda saat menatapnya, dan bola mata mereka saling bertabrakan, bertautan. Apakah itu artinya mereka saling jatuh cinta
Sesaat mereka terdiam, Sisi masih dalam pengaruh lelucon Damar tadi dan masih menyisakan tawanya. Sehingga, tanpa ia sadari, Damar menarik lembut jemari Sisi. Sisi tersentak kaget, membisu, entah mau bilang apa. Damar erat meraih jemarinya. Dan meremas lembut jemari Sisi.Tangan Damar terasa hangat. Sedangkan tangan Sisi dingin sekali, seperti itu yang Sisi rasakan. Damar diam membisu, tanpa berkata. Apalagi Sisi, mereka hanya bertatapan lama. Namun wajah mereka begitu dekat, bola mata mereka lurus bertabrakan. Sunyi di antara mereka tanpa suara. Mereka sepertinya tadi penuh canda dan obrolan-obrolan renyah. Kali ini beda hanya mata mereka yang berbicara. Entah membicarakan apa. Dan genggam erat jemari mereka yang menjawab setiap pertanyaan yang terlontar dari mata masing-masing.“Aku suka kamu, Si." Suara itu baru terdengar, Sisi merasakan tubuhnya seperti tidak ada tulang belulangnya, lemas. Jantungnya seperti copot entah lepas ke arah mana, ia tidak perduli. Y
Setelah sampai pada jembatan kecil, dan membuat Sisi sedikit ngeri. Karena di bawahnya, adalah kali yang airnya deras namun jernih, Sisi agak sedikit takut.“Pegangan yang erat, Si!” seru Maya sambil meraih tangan Sisi, dan mereka bebarengan bergandengan tangan hingga sampai di ujung jembatan. Sisi tidak berani melihat ke bawah.Sesampai di ujung jembatan, Sisi bernafas lega. Membayangkan arus deras di bawah jembatan yang ia lalui bersama Maya tadi. Ditambah, jembatannya sempit dan agak bergoyang-goyang membikin dada Sisi berdegup. Karena mereka kan membawa tas yang cukup berat, juga ransel yang Sisi dan Maya bawa di pundak mereka.“Sampai juga.” Maya membetulkan posisi ranselnya dan tas goddie bagnya yang ia tenteng lumayan berat.“Itu, rumah Damar!” seru Maya tiba-tiba. Sontak membuat Sisi langsung menyimak. Tentu saja itu yang sejak tadi ia tunggu-tunggu, yaitu melewati rumah Damar.“Yuk, kita mampir dulu sebentar saja ke sana," ajak Maya. Sisi menge
Sisi teringat saat itu lagi, sebentar saja. Membayang kembali apa yang waktu itu Rio utarakan. Meski ia sempat lupa sama sekali selama bersama Maya di Bandung, saat itu. Sampai ia bertemu dengan seorang Damar. Semua ia lewati dengan mulus. Tetapi kenapa setelah ia sendirian seperti ini, masih saja kuat bayangan itu mendatanginya dan mendekat padanya lagi.Sisi tidak mau menangis lagi. Sisi ingin melupakan Rio, sekarang ia bertekad untuk lihat ke depan bukan ke belakang. Rio adalah masa lalunya kini. Sekarang ada seseorang yang mengisi hatinya. Dia memang sudah sanggup melupakan rasa pahit pada diri Sisi, yaitu mengingat akan Rio.Damar pun sepertinya bisa. Dan kini Sisi jatuh cinta pada Damar, begitupun Damar, Sisi merasakannya. Pandangan mata Damar begitu teduh. Membuat Sisi selalu rindu sosoknya, ingat saat mereka pertama berkenalan, sampai ia tidak sengaja bertemu saat ia sedang sendiri duduk di bawah pohon rindang. Semua kebetulan, dan meski sudah lewat, Sisi masih m
Sudah seharian mereka menghabiskan waktu di mall. Merekapun merasa puas. Makan, belanja, dan menghabiskan waktu dengan kak Sena, memang menyenangkan. Hingga Sisi lupa sesaat dengan apa yang dilihatnya tadi, yaitu Rio dengan seorang gadis. Yang sama sekali tidak Sisi kenal.Walaupun dengan Cecilia, Sisi belum mengenal dan bertemu denganya, namun Sisi sudah pernah diperlihatkan Rio dari fotonya. Sisi hafal sekali, dan berbeda dengan Cecilia gadis yang dilihatnya tadi. Yang berjalan dengan Rio.Cecilia terlihat amat terhormat difoto itu. Dengan berbalut gaun malam anggun difotonya itu. Tidak seperti yang Sisi lihat tadi. Memakai rok mini, manja, dan matanya lebih suka melihat barang mewah, seperti penampilannya. Sangat fashionable juga glamour, dan Rio suka jalan dengan gadis itu? Bukan Cecilia? Sisi tidak habis fikir.Sampai di rumah pun, Sisi masih terbayang dengan apa yang ia saksikan tadi, Rio dengan gadis itu. Sudahlah, tak perlu dipanjangin bayanginnya. Karena s
Sisi masih saja memikirkan perkataan Maya tadi pagi. Hari ini di kantor, membuatnya kembali tidak bersemangat. Ia masih saja mengingat Rio yang berjalan dengan cewek yang dia bilang itu adik Cecilia. Kenapa tidak ada Cecilia bersama mereka? Dan mereka sangat mesra terlihat. Bahkan cewek itu menyender-nyender kepada pundak Rio."Hei! bengong! ayok buru rapiin meja kamu. Kita hari ini keluar cari inspirasi. Bos yang suruh." Tepukan di pundak Sisi mengejutkan Sisi yang sedang kelihatan bengong."Bentar, May, Aku rapikan dulu mejaku."Maya mengangguk.Pekerjaan mencari berita adalah tugas mereka. Jadi memang mereka tidak harus stay di kantor saja.Sisi merapikan mejanya segera. Semua barang-barang atribut, nametag dan sebagainya ia masukkan ke dalam tasnya. Lalu segera berbarengan keluar kantor bersama dengan Maya."Kita bebas, Si. Berita apapun akan kita dapatkan nanti. mensurvey suatu tempat yang akan kita kunjungi. Tidak harus pusat perbelanjaan," jelas May