Menyusuri pedesaan ini memang menyenangkan. Karena Sisi seperti merasakan hati yang baru, benar-benar seperti bunga merekah dihati. Apakah Sisi sekarang sedang jatuh cinta? Aduh! Secepat itu, Si? Sisi membuang perasaan itu, yang sejujurnya tidak dapat ia lakukan. Dan memang diakuinya, ia tengah jatuh cinta. Sosok yang sempat membuat beberapa hari ini berbunga-bunga tiada henti. Ia benar-benar kuat merasakan hatinya berdebar kencang ketika membayangkan wajah pemuda itu.
Besok, mereka harus kembali ke Jakarta, untuk masuk kantor lagi. Pastinya tidak bisa berlama-lama di desa ini. Tetapi hati Sisi ada kerinduan. Ingin bertemu Damar lagi, seperti ada sengatan listrik kuat didiri Sisi. Yang sepertinya Damar belum tahu, dan sepertinya Damar tidak merasakan apa yang Sisi rasakan.
Namun, Sisi teringat kembali saat ia dan Damar diperkenalkan Maya. Mata Damar berbeda saat menatapnya, dan bola mata mereka saling bertabrakan, bertautan. Apakah itu artinya mereka saling jatuh cinta pada pandangan pertama?
Ah tidak mungkin, Aku tidak boleh bersenang hati dulu. Tepis Sisi dalam hati. Mungkin memang saat itu, dia tengah memandang Sisi saja tanpa merasakan apa-apa. Tetapi Sisi ingin sekali bisa ketemu dengan Damar lagi, sebelum ia dan Maya balik ke Jakarta.
Sore ini, sehabis mandi Sisi bermaksud ingin jalan-jalan sendiri saja dekat-dekat sekitaran rumah Nenek, sambil menikmati sejuknya pemandangan, di perkampungan ini. Sementara, Maya pun mengijinkan Sisi keluar saja tanpa ia temani, karena hari ini Maya kepingin leyeh-leyeh membaca buku novel favoritnya. Jadi ia tidak menemani Sisi. Lagipula, Sisi tidak keberatan.
Maya pun berpesan agar jangan jauh-jauh, khawatir Sisi nyasar dan tidak tahu jalan pulang ke rumah Nenek, bisa jadi juga. Karena rumah Nenek cukup sulit terjangkau ke jalan ramai. Di sini sangat perkampungan sekali, yang jalannya amat sempit, banyak kelokan-kelokan kecil yang harus dilalui, jika orang baru akan cepat lupa melewati jalan ini. Maklum terpencil sekali, makanya amatlah sejuk, karena jauh sekali dari jalan utama, jalanan yang biasa dilalui orang-orang. Jauh dari polusi.
Sisi berjalan perlahan, sesekali membetulkan syal yang menutupi pundaknya, dan membetulkan letak poninya yang kadang ia kibaskan ke kiri, kadang ia kibaskan ke kanan. Karena poni Sisi ini kan sudah panjang, hampir sama panjang dengan rambut belakangnya. Sisi juga adalah seorang yang anggun, karena itu ia tidak memotong pendek rambutnya, yang selalu tergerai panjang.
Di pergelangan tangannya selalu ia lingkarkan ikat rambut sekaligus sebagai gelang itu. Agar di saat ia harus mengikat rambutnya, tinggal ambil saja di pergelangan tangannya. Baju warna merah jambu kalem, tepatnya pingky dust, biasa orang-orang bilang. Seperti merah jambu hanya agak suram warnanya. Sisi suka sekali warna lembut. Karena, menandakan orangnya amat setia, tidak kasar. Dan merah jambu adalah lambang kasih sayang. Begitulah kenapa Sisi suka warna itu disemua barang sampai baju yang ia kenakan.
Sisi berhenti sejenak di bawah pohon rindang, sembari menikmati alam dari bawah pohon rindang tersebut. Pegunungan nampak begitu indah terlihat, tertutup awan biru muda yang berjalan amat pelan menutupi dan melewati puncaknya. Amat terlihat sangat menawan. Setiap hirupan sekali saja, Sisi merasakan sejuk, damai, bersih dan segar terasa dihidungnya. Tidak seperti di kota, banyak debu dan asap polusi jalan, yang ia diharuskan memakai masker di saat mau ke kantor, bahkan dipagi hari sekalipun. Namun tetap saja jika mengingat Jakarta, ia amat rindu kak Sena dan Mama. Mereka sedang apa ya?
“Sendirian?” tiba-tiba suara itu menyentakkan Sisi, dan sekilas ia langsung menoleh cepat dan amat sangat kaget dengan yang ia lihat. Begitu dekat dan teramat nyata, di pelupuk mata Sisi. Wajahnya, sosoknya, suaranya yang merdu meski hanya satu kata. Begitu jelas, dan Sisi terpaku. Entah itu senang atau bahagia, Sisi tidak mengerti.
Damar!! Teriak Sisi dalam hatinya.
“Sendirian saja?” suara itu kembali terulang dari mulutnya.Kali ini, semua bersama wajah dan sosoknya. Sisi lemas. Terbata, dan mulutnya kaku, namun di wajah Damar seperti tenang, dan bersahaja. Seolah tidak merasakan apa-apa. Seandainya Damar tahu apa yang sedang Sisi rasakan sekarang. Gejolak yang tidak beraturan di dalam dirinya saat ini.“Ehm, iya nih.” akhirnya Sisi dengan tenang menjawabnya. Meski sempet menelan ludahnya. Karena gugup. Tanpa suara.“Maya?” lanjut Damar bertanya kembali.“Oh, Maya tidak ikut, lagipula aku kepingin sendirian saja jalan-jalan di daerah sini, sesekali lihat-lihat pemandangan dari sini," jelas Sisi, lega rasanya bisa lancar menjawab pertanyaan Damar. Walau dihatinya berdetak amat kencang, mungkin jika tidak ada suara dahan yang tertiup angin, suara detak jantungnya akan sampai terdengar ditelinga Damar saat itu.Mereka pun masih asyik mengobrol tidak ingat waktu, meski jantung Sisi masih dag dig dug. Sisi tetap tidak berani memandang mata Damar, jika harus memandangpun ia hanya memerlukan tiga detik saja. Kemudian ia alihkan ke depan, kearah kebun teh.
Meski Sisi berpikir, daripada ia memandang lama ke arah kebun teh, lebih baik ia memandang lama ke arah Damar. Tetapi ia sama sekali tidak berani dan masih amat malu. Dan benar saja tidak Sisi pungkiri, ia tengah jatuh cinta dengan Damar. Getarannya, Sisi rasakan sendiri.
“Kapan kamu balik ke Jakarta Si?” Damar bertanya, namun Damar selalu memandang tajam ke arah Sisi ketika ia mengucapkan kata-katanya. Damar tampak datar dan tidak merasa canggung.Kenapa aku canggung banget sih? Batin Sisi berkali-kali menanyakan pertanyaan itu.
“Oh iya, besok aku sudah harus ke Jakarta,” sahut Sisi sambil nyengir tidak berguna. Meredam rasa canggung.
“Jadi kita tidak bisa bertemu lagi ya?" Pernyataan Damar yang membuat Sisi sulit mengucap balik. Maksudnya apa ya kata-kata itu? Sisi berpikir namun tidak ia perlihatkan kepada Damar.Ia hanya tersenyum. Sepertinya Damar perlu jawabannya. Sisi sulit menjawabnya. “Mungkin aku bisa main ke Jakarta,” lanjut Damar kemudian tanpa menunggu jawaban dari Sisi.
“Oh ya?” hanya itu yang keluar dari mulut Sisi. Senyumnya terasa kaku.
“Iya!” seru Damar“Aku punya teman di Jakarta,” lanjut Damar.“Dia bekerja di sana," katanya lagi.
“Oh ya?” kata itu lagi yang Sisi keluarkan dari mulutnya. “Dia perempuan atau laki-laki?” Sisi bertanya pertanyaan yang tidak penting, saking masih canggungnya.“Haha! dia laki-laki.” Damar menjawab dengan ramah. Sisi tersenyum dipaksakan.Lama kelamaan Sisi mengurangi rasa canggungnya, mereka mulai akrab seperti sudah lama berkenalan. Mereka menikmatinya. Sisi mulai berani bercanda, dan membalas candaan Damar juga lelucon-lelucon yang dilontarkan Damar. Dan Damar seorang yang humoris ternyata, meskipun dari desa dan tinggal di desa, obrolannya selalu nyambung dengan Sisi. Membuat Sisi betah berlama-lama di sini.
Di bawah pohon rindang, mereka sudah mulai akrab dan dekat. Berbicara ngalor-ngidul. Ngomongin apa saja, keluar dari mulut mereka. Tertawa lepas. Cekikikan jika ada hal lucu yang mereka bicarakan. Ini pasti Maya kelimpungan mencari Sisi. Karena parahnya Sisi tidak membawa telephon genggamnya.
Sisi tidak perduli. Ia ngobrol dengan Damar tanpa ingat waktu. Begitu juga Damar. Mereka seperti dua sejoli yang sedang dimabuk cinta, padahal hanya Sisi yang merasakan. Tidak tahu dengan Damar. Karena sejak awal, Damar tidak menampakkan sesuatu sedikitpun dari raut wajahnya, kalau ia tertarik dengan Sisi.
Sesaat mereka terdiam, Sisi masih dalam pengaruh lelucon Damar tadi dan masih menyisakan tawanya. Sehingga, tanpa ia sadari, Damar menarik lembut jemari Sisi. Sisi tersentak kaget, membisu, entah mau bilang apa. Damar erat meraih jemarinya. Dan meremas lembut jemari Sisi.Tangan Damar terasa hangat. Sedangkan tangan Sisi dingin sekali, seperti itu yang Sisi rasakan. Damar diam membisu, tanpa berkata. Apalagi Sisi, mereka hanya bertatapan lama. Namun wajah mereka begitu dekat, bola mata mereka lurus bertabrakan. Sunyi di antara mereka tanpa suara. Mereka sepertinya tadi penuh canda dan obrolan-obrolan renyah. Kali ini beda hanya mata mereka yang berbicara. Entah membicarakan apa. Dan genggam erat jemari mereka yang menjawab setiap pertanyaan yang terlontar dari mata masing-masing.“Aku suka kamu, Si." Suara itu baru terdengar, Sisi merasakan tubuhnya seperti tidak ada tulang belulangnya, lemas. Jantungnya seperti copot entah lepas ke arah mana, ia tidak perduli. Y
Setelah sampai pada jembatan kecil, dan membuat Sisi sedikit ngeri. Karena di bawahnya, adalah kali yang airnya deras namun jernih, Sisi agak sedikit takut.“Pegangan yang erat, Si!” seru Maya sambil meraih tangan Sisi, dan mereka bebarengan bergandengan tangan hingga sampai di ujung jembatan. Sisi tidak berani melihat ke bawah.Sesampai di ujung jembatan, Sisi bernafas lega. Membayangkan arus deras di bawah jembatan yang ia lalui bersama Maya tadi. Ditambah, jembatannya sempit dan agak bergoyang-goyang membikin dada Sisi berdegup. Karena mereka kan membawa tas yang cukup berat, juga ransel yang Sisi dan Maya bawa di pundak mereka.“Sampai juga.” Maya membetulkan posisi ranselnya dan tas goddie bagnya yang ia tenteng lumayan berat.“Itu, rumah Damar!” seru Maya tiba-tiba. Sontak membuat Sisi langsung menyimak. Tentu saja itu yang sejak tadi ia tunggu-tunggu, yaitu melewati rumah Damar.“Yuk, kita mampir dulu sebentar saja ke sana," ajak Maya. Sisi menge
Sisi teringat saat itu lagi, sebentar saja. Membayang kembali apa yang waktu itu Rio utarakan. Meski ia sempat lupa sama sekali selama bersama Maya di Bandung, saat itu. Sampai ia bertemu dengan seorang Damar. Semua ia lewati dengan mulus. Tetapi kenapa setelah ia sendirian seperti ini, masih saja kuat bayangan itu mendatanginya dan mendekat padanya lagi.Sisi tidak mau menangis lagi. Sisi ingin melupakan Rio, sekarang ia bertekad untuk lihat ke depan bukan ke belakang. Rio adalah masa lalunya kini. Sekarang ada seseorang yang mengisi hatinya. Dia memang sudah sanggup melupakan rasa pahit pada diri Sisi, yaitu mengingat akan Rio.Damar pun sepertinya bisa. Dan kini Sisi jatuh cinta pada Damar, begitupun Damar, Sisi merasakannya. Pandangan mata Damar begitu teduh. Membuat Sisi selalu rindu sosoknya, ingat saat mereka pertama berkenalan, sampai ia tidak sengaja bertemu saat ia sedang sendiri duduk di bawah pohon rindang. Semua kebetulan, dan meski sudah lewat, Sisi masih m
Sudah seharian mereka menghabiskan waktu di mall. Merekapun merasa puas. Makan, belanja, dan menghabiskan waktu dengan kak Sena, memang menyenangkan. Hingga Sisi lupa sesaat dengan apa yang dilihatnya tadi, yaitu Rio dengan seorang gadis. Yang sama sekali tidak Sisi kenal.Walaupun dengan Cecilia, Sisi belum mengenal dan bertemu denganya, namun Sisi sudah pernah diperlihatkan Rio dari fotonya. Sisi hafal sekali, dan berbeda dengan Cecilia gadis yang dilihatnya tadi. Yang berjalan dengan Rio.Cecilia terlihat amat terhormat difoto itu. Dengan berbalut gaun malam anggun difotonya itu. Tidak seperti yang Sisi lihat tadi. Memakai rok mini, manja, dan matanya lebih suka melihat barang mewah, seperti penampilannya. Sangat fashionable juga glamour, dan Rio suka jalan dengan gadis itu? Bukan Cecilia? Sisi tidak habis fikir.Sampai di rumah pun, Sisi masih terbayang dengan apa yang ia saksikan tadi, Rio dengan gadis itu. Sudahlah, tak perlu dipanjangin bayanginnya. Karena s
Sisi masih saja memikirkan perkataan Maya tadi pagi. Hari ini di kantor, membuatnya kembali tidak bersemangat. Ia masih saja mengingat Rio yang berjalan dengan cewek yang dia bilang itu adik Cecilia. Kenapa tidak ada Cecilia bersama mereka? Dan mereka sangat mesra terlihat. Bahkan cewek itu menyender-nyender kepada pundak Rio."Hei! bengong! ayok buru rapiin meja kamu. Kita hari ini keluar cari inspirasi. Bos yang suruh." Tepukan di pundak Sisi mengejutkan Sisi yang sedang kelihatan bengong."Bentar, May, Aku rapikan dulu mejaku."Maya mengangguk.Pekerjaan mencari berita adalah tugas mereka. Jadi memang mereka tidak harus stay di kantor saja.Sisi merapikan mejanya segera. Semua barang-barang atribut, nametag dan sebagainya ia masukkan ke dalam tasnya. Lalu segera berbarengan keluar kantor bersama dengan Maya."Kita bebas, Si. Berita apapun akan kita dapatkan nanti. mensurvey suatu tempat yang akan kita kunjungi. Tidak harus pusat perbelanjaan," jelas May
itu kan Rio? Tapi sedang sama siapa?"Si?" Tegur Maya sambil lambai-lambaikan tangan di wajah Sisi"Itu." Sisi menuding ke arah belakang Maya.Maya lalu segera menoleh."Itu Rio, kan?" tanya Maya."He eh!" Sisi mengangguk"Sama siapa itu, Si?""Entahlah," Sisi menggeleng. Mengangkat kedua punggungnya."Bodo amatlah May," ujar Sisi dengan wajah datar dan memelas.Sisi jadi tidak semangat makan. Makanannya dia acak-acak saja tanpa memakannya.Maya mengernyit melihat Sisi."Cewek itu yang Papanya Rio jodohkan?" Maya bertanya makin penasaran.Sisi menggeleng"Bukan, May. Itu bukan Cecilia. Makanya aku gak ngerti, May" jelas Sisi sambil menyuapkan sedikit makanan ke mulutnya. Malas-malasan.Padahal Sisi kesal juga lihat pemandangan itu. Jelas banget Rio selingkuh. Selingkuh dari Cecilia. Jauh darinya, Sisi pikir ia bakal sama Cecilia pilihan Papanya. Tapi justru sama cewek lain. Keterlaluan memang Rio.Rio
Ketika melihat kemarin di restoran itu, Sisi merasa kesal sendiri. Lantaran ia masih dibuat berpikir mengapa Rio selalu jalan dengan cewek itu? Dan bukan dengan Cecilia. Ah membingungkan."Aku gak habis pikir ih. Kemana Cecilia? apa benar itu adalah adik Cecilia? Atau Cecilia tidak berhubungan dengan Rio? Dan menjodohkan adiknya dengan Rio? Memang Cecilia punya adik?"Berbagai pertanyaan itu yang terus mengiang dikepala Sisi. Meski Ia membenci Rio dan sudah tidak ingin perduli lagi. Tetap saja Sisi masih kepingin tau saja. Emang dasar Sisi.Belum lagi Damar yang mau ke Jakarta belum juga memberi kabar lagi. Setidaknya beri pesan kepada Sisi. Dan itu yang paling Sisi tunggu-tunggu.Sisi juga membayangkan bisa bertemu dengan Damar di Jakarta. Maka ia akan makin bisa melupakan Rio. Yang sangat dibencinya itu.Rio banyak mengirim pesan padanya. Sisi tak pernah gubris. Apalagi membalasnya. Tetapi Rio masih juga mengganggunya."Si, aku ingin bertemu
Damar.Masih saja pemuda itu bikin Sisi gak bisa tidur dengan nyenyak. Belum lagi Rio yang tidak pernah berhenti mengganggunya. Sudah tau nyakitin, masih saja menghubungi Sisi. Apa sih maunya? Sisi ngomel sendiri.Damar kabarnya hari ini ada di Jakarta. Tetapi kenapa belum ada kabar berita? kasih pesan singkatpun tidak. Masa iya harus Sisi yang memulai duluan?Memang Jakarta itu kan kota yang keras. Banyak godaan yang harusnya kita pandai-pandai menjaga diri kita, agar tidak mudah tertipu dengan orang yang bermaksud tidak baik kepada kita. Tetapi Sisi yakin Damar bisa mengatasi dan menjaga dirinya. Lagian dia pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta, dan akan tinggal sementara di rumah temannya tersebut sampai dia mendapat pekerjaan."Kok Damar gak kasih kabar, ya?" tanya Sisi sambil memainkan pena ditangannya. Sambil berpikir menulis apa hari ini. Karena Sisi biasa menulis artikel-artikel berita. Itu pekerjaannya sebagai seorang jusnalis."Siii... "