Ketika melihat kemarin di restoran itu, Sisi merasa kesal sendiri. Lantaran ia masih dibuat berpikir mengapa Rio selalu jalan dengan cewek itu? Dan bukan dengan Cecilia. Ah membingungkan.
"Aku gak habis pikir ih. Kemana Cecilia? apa benar itu adalah adik Cecilia? Atau Cecilia tidak berhubungan dengan Rio? Dan menjodohkan adiknya dengan Rio? Memang Cecilia punya adik?"
Berbagai pertanyaan itu yang terus mengiang dikepala Sisi. Meski Ia membenci Rio dan sudah tidak ingin perduli lagi. Tetap saja Sisi masih kepingin tau saja. Emang dasar Sisi.
Belum lagi Damar yang mau ke Jakarta belum juga memberi kabar lagi. Setidaknya beri pesan kepada Sisi. Dan itu yang paling Sisi tunggu-tunggu.
Sisi juga membayangkan bisa bertemu dengan Damar di Jakarta. Maka ia akan makin bisa melupakan Rio. Yang sangat dibencinya itu.Rio banyak mengirim pesan padanya. Sisi tak pernah gubris. Apalagi membalasnya. Tetapi Rio masih juga mengganggunya.
"Si, aku ingin bertemu
Damar.Masih saja pemuda itu bikin Sisi gak bisa tidur dengan nyenyak. Belum lagi Rio yang tidak pernah berhenti mengganggunya. Sudah tau nyakitin, masih saja menghubungi Sisi. Apa sih maunya? Sisi ngomel sendiri.Damar kabarnya hari ini ada di Jakarta. Tetapi kenapa belum ada kabar berita? kasih pesan singkatpun tidak. Masa iya harus Sisi yang memulai duluan?Memang Jakarta itu kan kota yang keras. Banyak godaan yang harusnya kita pandai-pandai menjaga diri kita, agar tidak mudah tertipu dengan orang yang bermaksud tidak baik kepada kita. Tetapi Sisi yakin Damar bisa mengatasi dan menjaga dirinya. Lagian dia pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta, dan akan tinggal sementara di rumah temannya tersebut sampai dia mendapat pekerjaan."Kok Damar gak kasih kabar, ya?" tanya Sisi sambil memainkan pena ditangannya. Sambil berpikir menulis apa hari ini. Karena Sisi biasa menulis artikel-artikel berita. Itu pekerjaannya sebagai seorang jusnalis."Siii... "
Mall di mana-mana memang selalu ramai. Apalagi dihari libur seperti ini. Pada saat liburan anak-anak sekolah dan pekerja-pekerja kantoran. Mengajak sanak familinya untuk berliburan. Dan Mall pilihan yang paling tepat untuk refreshing.Seperti yang sekarang Sisi bersama kak Sena dan juga Harry lakukan. Kalau dulu Sisi masih bersama Rio, kalau jalan gini ke Mall ya pasti lumayan ada teman ngobrol Sisi. Kalau Kak Sena sedang asik berdua dengan Harry. Sekarang beda, Sisi sendirian. Tapi tidak apa, bukan masalah yang besar. Dengan begini lebih bebas kok. Sisi merasa tidak banyak pikiran. Meski bisa saja Sisi ajak Maya, tapi tak perlu. Biar jadi obat nyamuk sekali-sekali."Si? mau lihat-lihat pakaian, atau mau makan dulu?" tanya Kak Sena, menawarkan pilihan yang keduanya Sisi suka."Lihat-lihat pakaian Kak, di sana tuh bagus banget baju-bajunya. Gak norak-norak modelnya," sahut Sisi, sembari menunjuk ke arah depan bersebrangan dengan restoran cepat saji."Ya sudah, OK!"
"Apa? Damar di Jakarta?" seru Maya terperanjat."Sst, jangan keras-keras gitu ngomongnya, May,""Kamu serius, Si?" tanya Maya memastikan apakah pendengarannya itu tidak salah."Jelas banget, May! Aku melihatnya, saking yakinnya aku samperin dong. Eh, belum juga mau negur. Rio muncul! Aku kaget!" Sisi cerita bersemangat."Aku mengurungkan, aku juga sempat tidak percaya.""Damar, emang pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta. Dan mana aku tau kalau temannya itu adalah, Rio," Maya menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. Iapun tidak menyangka."Ini suatu kebetulan yang sangat dasyat, Si," ujarnya."Benar!" sahut Sisi cepat." Kamu tau gak sih, May?" tanya Sisi kemudian."Setiap aku ke mana-mana pasti bertemu Rio. Padahal, aku tidak berharap bertemu dia lagi sejak dia bersama Cecilia. Nyatanya justru sering ketemu terus.""Parahnya lagi, malahan dia kenal banget sama Damar!" seru Sisi."Iya, pasti k
Masih saja hati Sisi dibuat bertanya-tanya. Ditambah Damar sama sekali belum memberinya kabar, kalau dia sudah ada di Jakarta. Kesal juga, hari ini Sisi. Kerjaannya hanya mengamati handphonenya dan menanti pesan dari Damar. Namun, belum jua hadir pesan itu.Setidaknya, katakan 'hai' saja Sisi pasti sudah senang. Tapi ini aneh, belum juga kirim pesan untuknya. Atau, barangkali Sisi merasa ge er? Menanti-nanti dan berharap banyak. Padahal Damar, pacarnya saja bukan! Sisi ngedumel sendiri dalam hati.Sisi berpikir, justru ia ingin menghindari lelaki yang bernama Rio itu. Eh, malahan masih saja dipertemukan terus.Sisi mengetuk-ngetukkan telunjuk kanannya pada meja kerjanya di kantor. Hari ini pikirannya sedang melanglang buana."Si!"Tiba-tiba Sisi tersentak dari lamunannya."I-iya Pak!" Sisi langsung bersikap tegak duduknya."Saya, mau laporan hasil riset kamu minggu kemarin," pinta Pak Bimo.Pak Bimo adalah atasan Sisi di te
"Maafkan aku baru beritahu kamu sekarang."Suara Damar melalui telepon terdengar sangat tenang."Gak apa, Damar." Sisi sempatkan mengutas senyum dinginnya."Kamu, di mana? Ehm, maksudku Jakarta bagian mana?" Tanya Sisi terbata."Jakarta Selatan," Damar menjawab tegas tanpa raguYang terlintas dipikiran Sisi adalah Jakarta Selatan memang daerah tempat tinggal Rio. Sisi lalu tidak mempertanyakan itu kembali."Aku ingin bertemu denganmu," ucap Damar pelan.Sisi terdiam sejenak."Kapan?""Kamu sendiri bisa kapan?" Damar balik bertanya."Ehm ..." Sisi kembali berpikir.Sisi sama sekali sudah terasa buntu. Mengingat saat ia menyaksikan Damar bersama Rio. Apakah ketika mereka bertemu nanti, Rio tidak akan tau? pasti dia tau. Sisi sulit memberi kepastian untuk bertemu dengan Damar. Keputusannya belum bisa ia tegaskan.Pertemuan itu jadi ragu untuk Sisi jalani. Sedangkan Damar terdengar antusias, tadi dari suara di telepon. Sisi? Sisi masih
Ada rasa penasaran Sisi. Dan itu masih saja mengganjal. Kenapa tak ia tanyakan saja siapa Rio sebenarnya?"Atau bisa jadi, mereka bertemu di jalan. Lalu Damar bertanya pada Rio, dan mereka pun berteman," tebak Sisi. Mereka-reka sendiri."Tapi, bukankah terlalu dramatisir? sebegitu mudahnyakah Rio menawarkan menginap di rumahnya?" Sisi terus menebak-nebak. Sampai ia sendiri merasa ngaco dengan pikirannya itu.Sisi melirik ponselnya, nampak chat dari Maya masuk. Katanya, ada hal yang mau dibicarakan. Kebetulan sekali, Sisi lagi butuh teman.Terdengar sayup suara motor Maya. Dan disambut oleh Kak Sena yang sepertinya sedang ngobrol sama Harry di teras."Hei! Lagi galau, Non?" tiba-tiba suara beserta wajah Maya sudah menyembul di pintu kamarnya."Kamu, bikin kaget aja." Sisi mengelus-elus dadanya."Cepet banget sudah sampai, May?" tanya Sisi menyerbu dengan pertanyaan. Sekaligus dia merasa tumben saja Maya lagi mood main ke mari."Si! Lang
Pagi ini seharusnya bangun lebih awal membuatnya segar. Tetapi Sisi merasakan badannya sakit semua. Rasanya pegel banget. Kayaknya kemarin baik-baik saja.Datang bulan, juga tidak pernah sampai terasa badan jadi lesu begini. Namun Sisi baru minggu kemarin selesai berhalangan."Mungkin aku kelelahan." Sisi mencoba rileks."Aku kecapean, karena banyak pikiran." Ia mereka-reka sendiri.Ia segera meraih ponsel dan mengetik pesan. Yang ditujukan untuk Maya.Sisi : May! Aku gak masuk kerja hari ini ya. Badanku sakit banget.Maya : Tumben banget Si?Oke, aku ijinin ke pak Bos segera.Sisi : Thank ya, May.Sisi segera mematikan layar ponselnya. Lalu memijat keningnya."Kok, jadi kepalaku malahan terasa sakit?"Sisi memijat kepalanya pelan. Lalu ia berbaring kembali di tempat tidur."Si! kamu sudah siap?"Suara kak Sena dengan ketukan kecil dari luar."Bareng kakak, yuk?""Si?"Suara kak Sena masih saja me
"Si ... jadi Ibunya Rio adalah sahabat kecil emaknya Damar?" tanya Maya. Damar sudah pulang sedari tadi. ia beralasan kalau sudah berjanji akan jalan dengan temannya. Temannya adalah Rio."Iya, Rio gak pernah cerita.""Pantas saja mereka begitu akrab," imbuh Maya."Aku gak tau harus bagaimana, May.""Pikiranku gak karuan. Badanku juga masih lemas, jadi aku malas sekali memikirkan itu semua." Sisi lalu memiringkan tubuhnya. Maya diam."Ya, sudah. Baiknya kamu full istirahat, Si. Jangan mikir yang enggak-enggak dulu," ujar Maya akhirnya."May ... apa mungkin sebenarnya Rio sudah tau kalau Damar menjenguk aku?" tanya Sisi dengan suara lirihnya."Aku kurang tau juga, Si," Maya langsung menyimpulkan. Karena ia juga tak mau menebak-nebak asal."Bisa minta tolong air putih, May," perintah Sisi. Dengan sigap Maya mengambilkan gelas bening berisi air mineral, di meja. Mungkin Sisi agak kesulitan jika harus merubah posisi baringnya. Makanya ia l