Sudah seharian mereka menghabiskan waktu di mall. Merekapun merasa puas. Makan, belanja, dan menghabiskan waktu dengan kak Sena, memang menyenangkan. Hingga Sisi lupa sesaat dengan apa yang dilihatnya tadi, yaitu Rio dengan seorang gadis. Yang sama sekali tidak Sisi kenal.
Walaupun dengan Cecilia, Sisi belum mengenal dan bertemu denganya, namun Sisi sudah pernah diperlihatkan Rio dari fotonya. Sisi hafal sekali, dan berbeda dengan Cecilia gadis yang dilihatnya tadi. Yang berjalan dengan Rio.
Cecilia terlihat amat terhormat difoto itu. Dengan berbalut gaun malam anggun difotonya itu. Tidak seperti yang Sisi lihat tadi. Memakai rok mini, manja, dan matanya lebih suka melihat barang mewah, seperti penampilannya. Sangat fashionable juga glamour, dan Rio suka jalan dengan gadis itu? Bukan Cecilia? Sisi tidak habis fikir.
Sampai di rumah pun, Sisi masih terbayang dengan apa yang ia saksikan tadi, Rio dengan gadis itu. Sudahlah, tak perlu dipanjangin bayanginnya. Karena s
Sisi masih saja memikirkan perkataan Maya tadi pagi. Hari ini di kantor, membuatnya kembali tidak bersemangat. Ia masih saja mengingat Rio yang berjalan dengan cewek yang dia bilang itu adik Cecilia. Kenapa tidak ada Cecilia bersama mereka? Dan mereka sangat mesra terlihat. Bahkan cewek itu menyender-nyender kepada pundak Rio."Hei! bengong! ayok buru rapiin meja kamu. Kita hari ini keluar cari inspirasi. Bos yang suruh." Tepukan di pundak Sisi mengejutkan Sisi yang sedang kelihatan bengong."Bentar, May, Aku rapikan dulu mejaku."Maya mengangguk.Pekerjaan mencari berita adalah tugas mereka. Jadi memang mereka tidak harus stay di kantor saja.Sisi merapikan mejanya segera. Semua barang-barang atribut, nametag dan sebagainya ia masukkan ke dalam tasnya. Lalu segera berbarengan keluar kantor bersama dengan Maya."Kita bebas, Si. Berita apapun akan kita dapatkan nanti. mensurvey suatu tempat yang akan kita kunjungi. Tidak harus pusat perbelanjaan," jelas May
itu kan Rio? Tapi sedang sama siapa?"Si?" Tegur Maya sambil lambai-lambaikan tangan di wajah Sisi"Itu." Sisi menuding ke arah belakang Maya.Maya lalu segera menoleh."Itu Rio, kan?" tanya Maya."He eh!" Sisi mengangguk"Sama siapa itu, Si?""Entahlah," Sisi menggeleng. Mengangkat kedua punggungnya."Bodo amatlah May," ujar Sisi dengan wajah datar dan memelas.Sisi jadi tidak semangat makan. Makanannya dia acak-acak saja tanpa memakannya.Maya mengernyit melihat Sisi."Cewek itu yang Papanya Rio jodohkan?" Maya bertanya makin penasaran.Sisi menggeleng"Bukan, May. Itu bukan Cecilia. Makanya aku gak ngerti, May" jelas Sisi sambil menyuapkan sedikit makanan ke mulutnya. Malas-malasan.Padahal Sisi kesal juga lihat pemandangan itu. Jelas banget Rio selingkuh. Selingkuh dari Cecilia. Jauh darinya, Sisi pikir ia bakal sama Cecilia pilihan Papanya. Tapi justru sama cewek lain. Keterlaluan memang Rio.Rio
Ketika melihat kemarin di restoran itu, Sisi merasa kesal sendiri. Lantaran ia masih dibuat berpikir mengapa Rio selalu jalan dengan cewek itu? Dan bukan dengan Cecilia. Ah membingungkan."Aku gak habis pikir ih. Kemana Cecilia? apa benar itu adalah adik Cecilia? Atau Cecilia tidak berhubungan dengan Rio? Dan menjodohkan adiknya dengan Rio? Memang Cecilia punya adik?"Berbagai pertanyaan itu yang terus mengiang dikepala Sisi. Meski Ia membenci Rio dan sudah tidak ingin perduli lagi. Tetap saja Sisi masih kepingin tau saja. Emang dasar Sisi.Belum lagi Damar yang mau ke Jakarta belum juga memberi kabar lagi. Setidaknya beri pesan kepada Sisi. Dan itu yang paling Sisi tunggu-tunggu.Sisi juga membayangkan bisa bertemu dengan Damar di Jakarta. Maka ia akan makin bisa melupakan Rio. Yang sangat dibencinya itu.Rio banyak mengirim pesan padanya. Sisi tak pernah gubris. Apalagi membalasnya. Tetapi Rio masih juga mengganggunya."Si, aku ingin bertemu
Damar.Masih saja pemuda itu bikin Sisi gak bisa tidur dengan nyenyak. Belum lagi Rio yang tidak pernah berhenti mengganggunya. Sudah tau nyakitin, masih saja menghubungi Sisi. Apa sih maunya? Sisi ngomel sendiri.Damar kabarnya hari ini ada di Jakarta. Tetapi kenapa belum ada kabar berita? kasih pesan singkatpun tidak. Masa iya harus Sisi yang memulai duluan?Memang Jakarta itu kan kota yang keras. Banyak godaan yang harusnya kita pandai-pandai menjaga diri kita, agar tidak mudah tertipu dengan orang yang bermaksud tidak baik kepada kita. Tetapi Sisi yakin Damar bisa mengatasi dan menjaga dirinya. Lagian dia pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta, dan akan tinggal sementara di rumah temannya tersebut sampai dia mendapat pekerjaan."Kok Damar gak kasih kabar, ya?" tanya Sisi sambil memainkan pena ditangannya. Sambil berpikir menulis apa hari ini. Karena Sisi biasa menulis artikel-artikel berita. Itu pekerjaannya sebagai seorang jusnalis."Siii... "
Mall di mana-mana memang selalu ramai. Apalagi dihari libur seperti ini. Pada saat liburan anak-anak sekolah dan pekerja-pekerja kantoran. Mengajak sanak familinya untuk berliburan. Dan Mall pilihan yang paling tepat untuk refreshing.Seperti yang sekarang Sisi bersama kak Sena dan juga Harry lakukan. Kalau dulu Sisi masih bersama Rio, kalau jalan gini ke Mall ya pasti lumayan ada teman ngobrol Sisi. Kalau Kak Sena sedang asik berdua dengan Harry. Sekarang beda, Sisi sendirian. Tapi tidak apa, bukan masalah yang besar. Dengan begini lebih bebas kok. Sisi merasa tidak banyak pikiran. Meski bisa saja Sisi ajak Maya, tapi tak perlu. Biar jadi obat nyamuk sekali-sekali."Si? mau lihat-lihat pakaian, atau mau makan dulu?" tanya Kak Sena, menawarkan pilihan yang keduanya Sisi suka."Lihat-lihat pakaian Kak, di sana tuh bagus banget baju-bajunya. Gak norak-norak modelnya," sahut Sisi, sembari menunjuk ke arah depan bersebrangan dengan restoran cepat saji."Ya sudah, OK!"
"Apa? Damar di Jakarta?" seru Maya terperanjat."Sst, jangan keras-keras gitu ngomongnya, May,""Kamu serius, Si?" tanya Maya memastikan apakah pendengarannya itu tidak salah."Jelas banget, May! Aku melihatnya, saking yakinnya aku samperin dong. Eh, belum juga mau negur. Rio muncul! Aku kaget!" Sisi cerita bersemangat."Aku mengurungkan, aku juga sempat tidak percaya.""Damar, emang pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta. Dan mana aku tau kalau temannya itu adalah, Rio," Maya menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. Iapun tidak menyangka."Ini suatu kebetulan yang sangat dasyat, Si," ujarnya."Benar!" sahut Sisi cepat." Kamu tau gak sih, May?" tanya Sisi kemudian."Setiap aku ke mana-mana pasti bertemu Rio. Padahal, aku tidak berharap bertemu dia lagi sejak dia bersama Cecilia. Nyatanya justru sering ketemu terus.""Parahnya lagi, malahan dia kenal banget sama Damar!" seru Sisi."Iya, pasti k
Masih saja hati Sisi dibuat bertanya-tanya. Ditambah Damar sama sekali belum memberinya kabar, kalau dia sudah ada di Jakarta. Kesal juga, hari ini Sisi. Kerjaannya hanya mengamati handphonenya dan menanti pesan dari Damar. Namun, belum jua hadir pesan itu.Setidaknya, katakan 'hai' saja Sisi pasti sudah senang. Tapi ini aneh, belum juga kirim pesan untuknya. Atau, barangkali Sisi merasa ge er? Menanti-nanti dan berharap banyak. Padahal Damar, pacarnya saja bukan! Sisi ngedumel sendiri dalam hati.Sisi berpikir, justru ia ingin menghindari lelaki yang bernama Rio itu. Eh, malahan masih saja dipertemukan terus.Sisi mengetuk-ngetukkan telunjuk kanannya pada meja kerjanya di kantor. Hari ini pikirannya sedang melanglang buana."Si!"Tiba-tiba Sisi tersentak dari lamunannya."I-iya Pak!" Sisi langsung bersikap tegak duduknya."Saya, mau laporan hasil riset kamu minggu kemarin," pinta Pak Bimo.Pak Bimo adalah atasan Sisi di te
"Maafkan aku baru beritahu kamu sekarang."Suara Damar melalui telepon terdengar sangat tenang."Gak apa, Damar." Sisi sempatkan mengutas senyum dinginnya."Kamu, di mana? Ehm, maksudku Jakarta bagian mana?" Tanya Sisi terbata."Jakarta Selatan," Damar menjawab tegas tanpa raguYang terlintas dipikiran Sisi adalah Jakarta Selatan memang daerah tempat tinggal Rio. Sisi lalu tidak mempertanyakan itu kembali."Aku ingin bertemu denganmu," ucap Damar pelan.Sisi terdiam sejenak."Kapan?""Kamu sendiri bisa kapan?" Damar balik bertanya."Ehm ..." Sisi kembali berpikir.Sisi sama sekali sudah terasa buntu. Mengingat saat ia menyaksikan Damar bersama Rio. Apakah ketika mereka bertemu nanti, Rio tidak akan tau? pasti dia tau. Sisi sulit memberi kepastian untuk bertemu dengan Damar. Keputusannya belum bisa ia tegaskan.Pertemuan itu jadi ragu untuk Sisi jalani. Sedangkan Damar terdengar antusias, tadi dari suara di telepon. Sisi? Sisi masih