Sisi teringat saat itu lagi, sebentar saja. Membayang kembali apa yang waktu itu Rio utarakan. Meski ia sempat lupa sama sekali selama bersama Maya di Bandung, saat itu. Sampai ia bertemu dengan seorang Damar. Semua ia lewati dengan mulus. Tetapi kenapa setelah ia sendirian seperti ini, masih saja kuat bayangan itu mendatanginya dan mendekat padanya lagi.
Sisi tidak mau menangis lagi. Sisi ingin melupakan Rio, sekarang ia bertekad untuk lihat ke depan bukan ke belakang. Rio adalah masa lalunya kini. Sekarang ada seseorang yang mengisi hatinya. Dia memang sudah sanggup melupakan rasa pahit pada diri Sisi, yaitu mengingat akan Rio.
Damar pun sepertinya bisa. Dan kini Sisi jatuh cinta pada Damar, begitupun Damar, Sisi merasakannya. Pandangan mata Damar begitu teduh. Membuat Sisi selalu rindu sosoknya, ingat saat mereka pertama berkenalan, sampai ia tidak sengaja bertemu saat ia sedang sendiri duduk di bawah pohon rindang. Semua kebetulan, dan meski sudah lewat, Sisi masih mengingatnya.
Ia ingin sekali bertemu dengan Damar kembali, tetapi mereka berjauhan. Meski kata orang, jarak antara Bandung dan Jakarta masih dekat. Namun kok jauh ya bagi Sisi? Sisi melirik ke kalender meja di samping tempat tidurnya. Hem, sudah seminggu rupanya sejak mereka berpisah. Bertukeran nomor telepon, tapi kenapa belum juga dia menghubungi Sisi? Menelponpun tidak, bukannya Sisi tidak mau menghubungi, tetapi Sisi tidak pernah mendahului untuk menghubungi cowok.
Sama sekali bukan sifat Sisi. Biarlah, mungkin ia sibuk. Atau, jangan-jangan dia sudah punya pacar? Tapi Maya bilang belum kok, meski Maya bilang ‘sepertinya’
"Ah! sudahlah." Sisi berusaha lebih tenang. Ia tidak mau bertambah gundah gulana.
Namun wajah tampan Damar, yang Sisi lihat mirip-mirip Fedi Nuril, artis Indonesia itu, membuatnya tidak bisa memejamkan matanya. Sisi memeluk bantalnya, sambil memejamkan mata dan tersenyum sendiri. Ia begitu nyaman membayangkan berada di dekat Damar, tutur katanya sangat lembut membuat Sisi merasa teduh. Dan tentu saja merindukan saat itu lagi. Sisi memandang lama layar handphonenya. Seandainya Damar meneleponnya saat ini. Di saat aku sedang tidak bisa tertidur. Huft! bathin Sisi. Namun saking lamanya memandang, iapun mengantuk dan tertidur pulas. Waktu menunjukkan pukul 22.05 WIB. Tidak terasa. Dengan handphone masih di tangannya.
***
Hari ini amat cerah, Sisi terbangun dengan malas-malas. Karena ini adalah hari minggu. Ia juga libur kerja. Sisi lihat di mejanya sudah bertengger segelas susu coklat yang masih panas sepertinya, setelah Sisi sempat menyentuhnya sebentar. Duh, siapa yang buat ni? Pasti mama deh. Tebak Sisi dalam hatinya.
“Hai adik cantik!” tiba-tiba suara yang mengejutkan Sisi, adalah suara kak Sena yang muncul di depan pintu, sementara kepalanya masih berbalut handuk, sepertinya habis mandi.
“Kakak?” Sisi berdiri dari meja riasnya setelah nyeruput sedikit susu coklatnya. “Aku buatin susu coklatnya, Si,” kata Kak Sena kemudian. Sisi melebarkan senyumnya.
“Kaka libur kerja hari ini?” tanya Sisi. Dijawab Sena dengan anggukannya.
“Kalau begitu kita jalan-jalan yuk, kak?” ajak Sisi. Kak sena menjentikkan ibu jarinya.
“Bagaimana kalau kita ke mall? Sudah lama nih kakak tidak ke mall bareng kamu." Kak Sena memajukan bibirnya beberapa senti memohon supaya Sisi mau diajak nge-mall.
“Oke kak, tapi aku mandi dulu, ya?”
“Hoo oh, cepet ya, dik! kak Sena tunggu di bawah." Sena langsung ke arah tangga untuk turun ke bawah. Bersiap-siap berganti baju.
***
Hari ini ramai sekali di mall. Sisi tampak senang terlihat pada raut wajahnya. Karena bisa jalan ke mall dengan kak Sena. Mereka jarang sekali bisa jalan bareng karena kesibukan masing-masing. Mereka berdua saja. Makan di Fast Food kesukaan mereka, memesan menu makanan kesukaan mereka. Melahapnya, sambil cekikikan, ketawa lepas, seolah tidak perduli banyak yang memperhatikan mereka.
Seketika Sisi mengecilkan tertawanya, dan matanya melihat jauh ke arah seorang cowok, yang ia hapal benar gaya dan gerak-geriknya. Tengah melihat-lihat baju-baju pria yang branded dan mahal. Tidak ketinggalan juga Sisi melihat gadis yang tengah menggandeng tangannya dengan mesra, wajah Sisi berubah. Sena tidak memperhatikan, karena sedang serius dengan makanannya. Sisi menarik napas dan menghembuskan sangat perlahan, berusaha menstabilkan dadanya yang berdetak amat cepat.
Karena itu Rio, benar! Ia melihat Rio barusan kemudian Sisi tidak lupa sadar bahwa gadis itu benar-benar bukan Cecilia. Iya bukan Cecilia. Lalu siapa dia? Tanya Sisi dalam hatinya. Sisi pun tidak mengenalnya. Gadis itu cantik, fashionable, beda dengan Sisi yang selalu tampil sederhana. Yang Sisi tidak suka kenapa gadis itu menggandeng erat dan mesra, dengan manjanya gadis itu terus menempel amat dekat. Sisi ingin menghampirinya, tapi buat apa? Sisi dan Rio juga sudah berpisah dan tidak akan meneruskan hubungan mereka lagi, karena terlanjur sudah memutuskan hubungan demi almarhum papa Rio.
Bukan!, bukan itu maksud Sisi, maksud Sisi adalah, gadis itu bukan Cecilia seperti yang Rio sebutkan waktu itu. Sisi agak kesal, namun ia biarkan saja, sembari sedikit demi sedikit memakan makanannya. Sampai akhirnya mereka melewati restoran tempat Sisi dan Sena makan.
Sisi tenang, namun matanya tidak lepas dari gerak-gerik Rio, dan gadis itu. Sisi masih melihat juga gadis itu tangannya tak pernah lepas dari lengan kekar Rio. Rio dan gadis itu, entah siapa dia, melewati Sisi dan Sena yang ada di dalam restoran, dengan kaca menghalangi pandang. Rio melihat Sisi, mereka saling pandang. Rio masih berjalan, serta merta langsung melepas eratan tangan gadis itu.
Mata mereka saling berpandangan, meski Rio sembari berjalan. Rio sepertinya terlihat senang melihat Sisi, namun mimiknya berubah setelah sadar melirik ke arah kirinya. Gadis itu melengos cemberut setelah tangannya yang sejak tadi menempel pada lengan Rio dilepas oleh Rio.
Kemudian baru menyadari bahwa Rio sangat tajam menatap Sisi. Gadis itu menarik cepat pergelangan Rio. Sisi langsung membuang muka, sekarang ke arah Kak Sena. Agar si gadis itu pikir ia tidak mengenal Rio. Dan mengobrol kembali seperti tidak terjadi apa-apa barusan. Sekalian ia juga melihat, siapa gadis yang bersama Rio barusan. Sisi tidak ambil pusing juga, hanya heran kenapa bukan Cecilia?
Sudah seharian mereka menghabiskan waktu di mall. Merekapun merasa puas. Makan, belanja, dan menghabiskan waktu dengan kak Sena, memang menyenangkan. Hingga Sisi lupa sesaat dengan apa yang dilihatnya tadi, yaitu Rio dengan seorang gadis. Yang sama sekali tidak Sisi kenal.Walaupun dengan Cecilia, Sisi belum mengenal dan bertemu denganya, namun Sisi sudah pernah diperlihatkan Rio dari fotonya. Sisi hafal sekali, dan berbeda dengan Cecilia gadis yang dilihatnya tadi. Yang berjalan dengan Rio.Cecilia terlihat amat terhormat difoto itu. Dengan berbalut gaun malam anggun difotonya itu. Tidak seperti yang Sisi lihat tadi. Memakai rok mini, manja, dan matanya lebih suka melihat barang mewah, seperti penampilannya. Sangat fashionable juga glamour, dan Rio suka jalan dengan gadis itu? Bukan Cecilia? Sisi tidak habis fikir.Sampai di rumah pun, Sisi masih terbayang dengan apa yang ia saksikan tadi, Rio dengan gadis itu. Sudahlah, tak perlu dipanjangin bayanginnya. Karena s
Sisi masih saja memikirkan perkataan Maya tadi pagi. Hari ini di kantor, membuatnya kembali tidak bersemangat. Ia masih saja mengingat Rio yang berjalan dengan cewek yang dia bilang itu adik Cecilia. Kenapa tidak ada Cecilia bersama mereka? Dan mereka sangat mesra terlihat. Bahkan cewek itu menyender-nyender kepada pundak Rio."Hei! bengong! ayok buru rapiin meja kamu. Kita hari ini keluar cari inspirasi. Bos yang suruh." Tepukan di pundak Sisi mengejutkan Sisi yang sedang kelihatan bengong."Bentar, May, Aku rapikan dulu mejaku."Maya mengangguk.Pekerjaan mencari berita adalah tugas mereka. Jadi memang mereka tidak harus stay di kantor saja.Sisi merapikan mejanya segera. Semua barang-barang atribut, nametag dan sebagainya ia masukkan ke dalam tasnya. Lalu segera berbarengan keluar kantor bersama dengan Maya."Kita bebas, Si. Berita apapun akan kita dapatkan nanti. mensurvey suatu tempat yang akan kita kunjungi. Tidak harus pusat perbelanjaan," jelas May
itu kan Rio? Tapi sedang sama siapa?"Si?" Tegur Maya sambil lambai-lambaikan tangan di wajah Sisi"Itu." Sisi menuding ke arah belakang Maya.Maya lalu segera menoleh."Itu Rio, kan?" tanya Maya."He eh!" Sisi mengangguk"Sama siapa itu, Si?""Entahlah," Sisi menggeleng. Mengangkat kedua punggungnya."Bodo amatlah May," ujar Sisi dengan wajah datar dan memelas.Sisi jadi tidak semangat makan. Makanannya dia acak-acak saja tanpa memakannya.Maya mengernyit melihat Sisi."Cewek itu yang Papanya Rio jodohkan?" Maya bertanya makin penasaran.Sisi menggeleng"Bukan, May. Itu bukan Cecilia. Makanya aku gak ngerti, May" jelas Sisi sambil menyuapkan sedikit makanan ke mulutnya. Malas-malasan.Padahal Sisi kesal juga lihat pemandangan itu. Jelas banget Rio selingkuh. Selingkuh dari Cecilia. Jauh darinya, Sisi pikir ia bakal sama Cecilia pilihan Papanya. Tapi justru sama cewek lain. Keterlaluan memang Rio.Rio
Ketika melihat kemarin di restoran itu, Sisi merasa kesal sendiri. Lantaran ia masih dibuat berpikir mengapa Rio selalu jalan dengan cewek itu? Dan bukan dengan Cecilia. Ah membingungkan."Aku gak habis pikir ih. Kemana Cecilia? apa benar itu adalah adik Cecilia? Atau Cecilia tidak berhubungan dengan Rio? Dan menjodohkan adiknya dengan Rio? Memang Cecilia punya adik?"Berbagai pertanyaan itu yang terus mengiang dikepala Sisi. Meski Ia membenci Rio dan sudah tidak ingin perduli lagi. Tetap saja Sisi masih kepingin tau saja. Emang dasar Sisi.Belum lagi Damar yang mau ke Jakarta belum juga memberi kabar lagi. Setidaknya beri pesan kepada Sisi. Dan itu yang paling Sisi tunggu-tunggu.Sisi juga membayangkan bisa bertemu dengan Damar di Jakarta. Maka ia akan makin bisa melupakan Rio. Yang sangat dibencinya itu.Rio banyak mengirim pesan padanya. Sisi tak pernah gubris. Apalagi membalasnya. Tetapi Rio masih juga mengganggunya."Si, aku ingin bertemu
Damar.Masih saja pemuda itu bikin Sisi gak bisa tidur dengan nyenyak. Belum lagi Rio yang tidak pernah berhenti mengganggunya. Sudah tau nyakitin, masih saja menghubungi Sisi. Apa sih maunya? Sisi ngomel sendiri.Damar kabarnya hari ini ada di Jakarta. Tetapi kenapa belum ada kabar berita? kasih pesan singkatpun tidak. Masa iya harus Sisi yang memulai duluan?Memang Jakarta itu kan kota yang keras. Banyak godaan yang harusnya kita pandai-pandai menjaga diri kita, agar tidak mudah tertipu dengan orang yang bermaksud tidak baik kepada kita. Tetapi Sisi yakin Damar bisa mengatasi dan menjaga dirinya. Lagian dia pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta, dan akan tinggal sementara di rumah temannya tersebut sampai dia mendapat pekerjaan."Kok Damar gak kasih kabar, ya?" tanya Sisi sambil memainkan pena ditangannya. Sambil berpikir menulis apa hari ini. Karena Sisi biasa menulis artikel-artikel berita. Itu pekerjaannya sebagai seorang jusnalis."Siii... "
Mall di mana-mana memang selalu ramai. Apalagi dihari libur seperti ini. Pada saat liburan anak-anak sekolah dan pekerja-pekerja kantoran. Mengajak sanak familinya untuk berliburan. Dan Mall pilihan yang paling tepat untuk refreshing.Seperti yang sekarang Sisi bersama kak Sena dan juga Harry lakukan. Kalau dulu Sisi masih bersama Rio, kalau jalan gini ke Mall ya pasti lumayan ada teman ngobrol Sisi. Kalau Kak Sena sedang asik berdua dengan Harry. Sekarang beda, Sisi sendirian. Tapi tidak apa, bukan masalah yang besar. Dengan begini lebih bebas kok. Sisi merasa tidak banyak pikiran. Meski bisa saja Sisi ajak Maya, tapi tak perlu. Biar jadi obat nyamuk sekali-sekali."Si? mau lihat-lihat pakaian, atau mau makan dulu?" tanya Kak Sena, menawarkan pilihan yang keduanya Sisi suka."Lihat-lihat pakaian Kak, di sana tuh bagus banget baju-bajunya. Gak norak-norak modelnya," sahut Sisi, sembari menunjuk ke arah depan bersebrangan dengan restoran cepat saji."Ya sudah, OK!"
"Apa? Damar di Jakarta?" seru Maya terperanjat."Sst, jangan keras-keras gitu ngomongnya, May,""Kamu serius, Si?" tanya Maya memastikan apakah pendengarannya itu tidak salah."Jelas banget, May! Aku melihatnya, saking yakinnya aku samperin dong. Eh, belum juga mau negur. Rio muncul! Aku kaget!" Sisi cerita bersemangat."Aku mengurungkan, aku juga sempat tidak percaya.""Damar, emang pernah bilang kalau dia punya teman di Jakarta. Dan mana aku tau kalau temannya itu adalah, Rio," Maya menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. Iapun tidak menyangka."Ini suatu kebetulan yang sangat dasyat, Si," ujarnya."Benar!" sahut Sisi cepat." Kamu tau gak sih, May?" tanya Sisi kemudian."Setiap aku ke mana-mana pasti bertemu Rio. Padahal, aku tidak berharap bertemu dia lagi sejak dia bersama Cecilia. Nyatanya justru sering ketemu terus.""Parahnya lagi, malahan dia kenal banget sama Damar!" seru Sisi."Iya, pasti k
Masih saja hati Sisi dibuat bertanya-tanya. Ditambah Damar sama sekali belum memberinya kabar, kalau dia sudah ada di Jakarta. Kesal juga, hari ini Sisi. Kerjaannya hanya mengamati handphonenya dan menanti pesan dari Damar. Namun, belum jua hadir pesan itu.Setidaknya, katakan 'hai' saja Sisi pasti sudah senang. Tapi ini aneh, belum juga kirim pesan untuknya. Atau, barangkali Sisi merasa ge er? Menanti-nanti dan berharap banyak. Padahal Damar, pacarnya saja bukan! Sisi ngedumel sendiri dalam hati.Sisi berpikir, justru ia ingin menghindari lelaki yang bernama Rio itu. Eh, malahan masih saja dipertemukan terus.Sisi mengetuk-ngetukkan telunjuk kanannya pada meja kerjanya di kantor. Hari ini pikirannya sedang melanglang buana."Si!"Tiba-tiba Sisi tersentak dari lamunannya."I-iya Pak!" Sisi langsung bersikap tegak duduknya."Saya, mau laporan hasil riset kamu minggu kemarin," pinta Pak Bimo.Pak Bimo adalah atasan Sisi di te