Share

Bab Dua Puluh Lima

Mendadak wajahku menghangat. Aku yakin saat ini sudah nampak seperti daging buah semangka. Entah mengapa kata-katanya mampu membuat perasaanku jadi tak karuan. Padahal bukan rayuan yang lontarkan. Tapi, dalam sekejap hatiku luluh lantah dibuatnya.

Mungkin benar aku ini materialistis. Buktinya setelah diajak belanja, aku tidak lagi berusaha menolaknya. Malah aku seperti terhipnotis olehnya. Aku menurut dan patuh kemanapun ia membawaku.

Atau mungkin hanya perasaan senang seperti yang sudah-sudah. Saat masih jadi keponakannya, baik aku maupun Kirana memang tidak pernah segan meminta apapun padanya.

"Om, kita kan belum makan siang. Aku lapar," keluhku, merasakan cacing di perutku yang sudah mulai berdemo.

"Iya, nanti abis ngecek toko kita makan." Jawabannya sungguh tidak menyenangkan.

Kukira dia akan seperti tokoh-tokoh pria yang sering kutulis atau kubaca dalam cerita, yang akan bertindak ce
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status