Share

Mendadak Jadi Istri Kesayangan
Mendadak Jadi Istri Kesayangan
Penulis: Jinggaaa_

1. TERENGGUT

Kedua mata Kalula mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk mengenai matanya. Dia memegangi kepalanya yang masih pusing. Sekujur tubuhnya sakit, apalagi di bagian berharga miliknya yang terasa ngilu juga perih.

Gadis itu mengedarkan pandangannya dan baru menyadari jika kini dia tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas dengan nuansa putih.

“Aku dimana?” lirih Kalula, ketika akan beranjak dari atas ranjang dia baru menyadari jika ternyata tidak ada sehelai pun baju miliknya yang melekat pada tubuhnya. Pikirannya semakin di buat bingung.

Tidak lama kemudian, terdengar sebuah suara dari arah pintu kamar mandi. Seketika Kalula menoleh dan buru-buru menutup tubuhnya dengan selimut ketika mendapati seorang pria dewasa memakai jubah mandi dengan tatapan datar lurus ke depan. Pria dengan rahang tegas, hidung mancung dan alis tebal. Tentu saja membuat wanita manapun akan terpesona, tapi tidak dengan Kalula‒ gadis itu justru sangat marah.

“S-siapa kamu?” lirih Kalula dengan ekspresi wajah marah, gadis itu ingin sekali memaki pria yang berdiri tidak jauh dari ranjang itu.

Kalula mencengkram kuat selimut yang menutupi tubuhnya. Namun, punggungnya beringsut mundur menabrak kepala ranjang ketika pria tadi mulai berjalan ke arahnya dengan tatapan tajamnya. Sungguh dia takut dengan tatapan di hadapannya tersebut.

Tidak ada jawaban. Pria itu justru mencondongkan tubuhnya pada Kalula, wajah keduanya kini sangat dekat dengan kedua tangannya dia letakkan pada sisi kepala gadis itu.

“Apa kau tidak ingat apa yang sudah terjadi semalam, hmm?!”

Pria itu berbicara dengan nada yang sangat pelan tetapi mampu membuat Kalula yang mendengarnya merinding. Kemudian, setelah mengatakan hal tersebut pria itu kembali menjauhkan tubuhnya dari Kalula.

“Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” lirih gadis itu.

Setelah beberapa menit dia mencoba untuk mengingat-ingat, akhirnya Kalula pun mulai mengingat kembali peristiwa yang terjadi tadi malam. Nimas‒ sang sahabat mengajaknya untuk pergi ke sebuah club, tetapi justru disana dia mendapati kekasihnya yang bernama Mario tengah bercumbu dengan Kiara, saudara tirinya. Sampai akhirnya dia minum banyak alkohol hingga mabuk.

“Ini semua gara-gara mereka! Jika saja mereka tidak mengkhianatiku, pasti semua ini tidak akan pernah terjadi.”

Mata Kalula memanas, pandangannya mulai mengabur. Dada gadis itu juga terasa sesak. Kepalanya menunduk dengan bahu yang sudah mulai berguncang. Pengkhianatan dari orang terdekatnya yang tidak pernah dia sangka sebelumnya, di tambah dengan kesucian yang dia pertahankan selama ini, kini telah di renggut oleh seorang pria yang tidak dia kenali sama sekali.

Gadis itu tidak dapat membayangkan jika keluarga nya tahu akan perbuatannya, terlebih lagi papa nya yang begitu sangat membencinya.

Kalula menangis sejadi-jadinya meski semua itu tidak akan membantunya keluar dari masalah. Dan bersamaan dengan itu, suara pria tadi mulai terdengar lagi di telinga Kalula, “Lebih baik kau cepat pakai pakaianmu, tidak ada gunanya kau menangis disini karena semua sudah terjadi.” Ucapnya.

Gadis itu mendongak menatap ke arah pria tadi dengan mata yang sangat basah. Terlihat tidak ada penyesalan dan rasa bersalah sedikit pun di raut wajahnya.

“Saya harus pergi karena masih banyak urusan, jika kau masih ingin menangis di sini‒ terserah.” Pria yang kini sudah berpakaian rapi dengan kemeja hitamnya itu melenggang pergi meninggalkan Kalula seorang diri.

“Tunggu! Jangan pergi dulu!” Kalula merasa tidak terima, bagaimana bisa pria tersebut menganggap sangat remeh dengan apa yang sudah dia lakukan padanya. Namun, semuanya sia-sia, pria tersebut sudah menghilang di balik pintu.

Kalula kembali menangis. Ponselnya sejak tadi sudah berdering berkali-kali. Dia sangat tahu sekali siapa yang sudah meneleponnya itu, pasti Nimas‒ sahabatnya yang akan menanyakan keberadaannya sekarang karena dia tadi malam menghilang begitu saja.

Gadis itu segera menghapus air matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk sebelum mengangkat telepon dari Nimas.

“Kalula! Kamu baik-baik aja kan? gak ada yang terjadi sesuatu kan sama kamu?” Ketika gadis itu baru saja mengangkat ponselnya, Nimas langsung memberondongnya dengan begitu banyak pertanyaan, spontan dia segera menjauhkan ponselnya dari telinga.

“Halo.. kok diem aja sih? Jawab, Kal.” Ucapnya lagi.

Lagi-lagi Kalula mengambil napas dalam-dalam, “Aku gak apa-apa, kamu gak usah khawatir kaya gitu deh.” Jawab gadis itu.

“Ya gimana gak khawatir coba, kamu tadi malam pamitnya mau ke toilet sebentar tapi malah gak balik-balik.” Ucap Nimas, “Tapi kamu sekarang udah di rumah kan?” tanya nya lagi.

“U-udah.. aku udah di rumah.” Kalula berbohong, karena jika dia mengatakan yang sejujurnya tentang keberadaannya sekarang, sahabatnya itu akan semakin banyak bertanya dan dia akan kebingungan sendiri untuk menjawabnya.

“Ya sudah kalau gitu aku tutup ya, sampai ketemu nanti di cafe.” Gadis itu cepat-cepat mengakhiri panggilan teleponnya.

Kalula beranjak dari ranjang, tertatih-tatih mengambil pakaiannya yang berserakan dimana-mana. Bagian tubuh intinya terasa sangat ngilu dan perih ketika di gunakan untuk berjalan. Kalula segera memakai kembali pakaiannya.

Gadis itu meninggalkan kamar tersebut dengan tergesa-gesa. Tidak perduli dengan rasa sakitnya, dia harus segera pulang sekarang juga sebelum papa nya murka.

Baru saja tiba di depan pintu rumah, gadis itu langsung mendapati kedua orang tuanya berdiri dengan tatapan penuh amarah dari Teo Atmaja dan juga Astid‒ papa kandung serta ibu tirinya.

“Dari mana saja kamu, hah?!” bentak pria paruh baya itu, “Sudah berani kamu keluyuran?” sambungnya lagi.

Kalula diam tidak menjawab, tiba-tiba mama tirinya berjalan mendekat ke arahnya, “Apa itu yang ada di leher kamu, hah?!” sentak wanita itu sambil jari telunjuknya mengarah pada leher milik Kalula.

“Maksud kamu apa, Astrid?” sahut Teo, pria paruh baya itu kini sudah berdiri sangat dekat di depanku.

“Lihat, Pa. Di leher anak kamu ada bekas merah-merah, entah habis ngapain dia.” Ucap Astrid.

Teo mencoba untuk membuktikannya sendiri, dan memang benar‒ banyak sekali tanda merah di leher Kalula, yang sudah pasti itu ulah pria yang sudah merenggut kesuciannya tadi malam.

PLAK!!!

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Kalula dengan cukup keras, hingga membuatnya tersungkur ke lantai, “Kamu habis ngapain, hah?!” bentak Teo.

“Jawab saya! Jangan hanya bisa diam dan nangis aja, kamu!” sambungnya lagi.

Kedua tangan Kalula segera meraih kali milik Teo, gadis itu meminta ampun padanya dengan suara bergetar, “Pa.. maafin Kalula‒ aku gak sengaja melakukannya!” Ucapnya.

“Tidak sengaja? Kamu bilang tidak sengaja?!” sentak sang papa sambil melepaskan tubuh putrinya itu dengan kasar, “Saya tidak pernah menyangka, bahwa kamu akan melakukan hal sebejat ini, Kalula!” sambungnya lagi.

“Maafin Kalula, Pa. Kalula benar-benar tidak sadar tadi malam.” Kalula tetap memohon dan kembali meraih kaki sang papa.

“Saya tidak sudi memiliki anak seperti kamu lagi! Lebih baik sekarang kamu pergi dari rumah ini, dan jangan pernah menganggap saya sebagai papa kamu lagi!”

Akhirnya apa yang gadis itu takutkan kini terjadi juga, sang papa sangat marah besar padanya‒ pria paruh baya itu juga mengusirnya dari rumah.

“Kalula gak mau! Aku harus tinggal dimana kalau papa usir aku dari rumah ini?”

“Saya tidak perduli! Mau kamu tidur di kolong jembatan atau bahkan menjadi gembel sekalipun, saya tidak perduli!”

Sementara Astrid‒ mama tirinya itu menatap Kalula senang karena wanita paruh baya itu akhirnya berhasil menyingkirkan Kalula dari rumah ini.

Kemudian setelah itu, Teo memanggil satpam yang ada di rumahnya, “Agus! Tolong kamu seret perempuan murahan ini dari sini, saya sudah tidak sudi melihatnya disini lagi!” Teriaknya.

***

Kalula beristirahat di sebuah halte, sembari memikirkan tempat tinggalnya setelah ini.

Ketika sedang asik melamun, ponsel miliknya terdengar terus berdering. Dengan malas dia segera mengecek, rupanya ada beberapa pesan dari sahabatnya.

[Kamu dimana, Kalula? Kenapa jam segini kamu belum datang ke cafe? Pak bos udah uring-uringan itu dari tadi karena nyariin kamu.]

Setelah membaca pesan dari Nimas, gadis itu mengambil napas berat, “Apa aku sebentar lagi juga akan kehilangan pekerjaanku?” gumamnya.

Karena tidak ingin kehilangan satu-satunya penghasilan, dia pun segera memberhentikan sebuah ojek yang kebetulan lewat di depan halte.

Beberapa menit berlalu. Kalula sampai di tempat kerja, kakinya dengan cepat melangkah masuk, dan sesampainya di dalam dia sudah di sambut dengan tatapan tajam oleh sang menejer.

“Bagus, Kalula! Jam segini baru datang, hah!” Ujar sang menejer tersebut.

“Maaf, pak. Tadi saya masih ada sedikit masalah di rumah, jadi saya lupa bilang kalau hari ini saya akan datang terlambat.” Ucap Kalula sambil menundukkan kepala.

“Hmm.. untuk kali ini kamu saya maafkan,” ucap sang menejer, “Tapi kalau sampai kamu mengulanginya lagi saya tidak akan segan untuk memecat kamu dari sini!” sambungnya lagi.

“Baik, pak. Terimakasih karena sudah memberikan saya kesempatan.” Ucap Kalula bersyukur karena dia tidak kehilangan pekerjaannya.

Kalula menghembuskan napas lega, kini gadis itu sudah berganti dengan seragam kerjanya dan siap untuk bekerja.

“Ayo Kalula.. mulai hari ini kamu harus memulai hidup yang baru!” Gadis itu menyemangati dirinya sendiri.

Kalula sedang sibuk menata roti yang akan dia antar ke pelanggannya, karena yang lain sedang sibuk jadi dia yang terpaksa harus mengantarnya, “Nah! Udah siap, sekarang waktunya berangkat.”

****

Beberapa menit berlalu. Dia melangkahkan kakinya dengan cepat saat memasuki area kantor. Setelah mendapat ijin dari satpam, gadis itu langsung masuk ke dalam lift menuju lantai 16 di mana terdapat ruangan meeting. Gadis itu terburu-buru keluar dari pintu lift.

Kalula tidak sadar jika di sisi sebalah kanan tidak jauh dari tempatnya ada seorang pria tampan bernama Sagala Bagaskara sang CEO pemilik perusahaan ini sekaligus pria yang sudah tidur dengannya tadi malam, tengah berunding dengan asisten pribadi dan sekretaris perusahaann.

Tetapi Sagala tidak sengaja melihat sosok Kalula yang sedang berjalan tergesa-gesa itu menuju ke ruang meeting sembari bersusah payah menenteng beberapa kresek putih di tangannya.

“Siapa gadis itu? Kenapa saya tidak pernah melihat sebelumnya? Apa dia Office Girl baru disini?” tanya Sagala dengan kedua alis yang bertaut tanda dia merasa heran.

“Oh buka, pak. Itu sepertinya orang yang mengantar roti dari toko langganan kita.” Jawab sang sekretaris sambil menunduk sopan, “Apa perlu saya panggilkan untuk menghadap anda?” tanya nya.

“Tidak perlu!” jawab Sagala singkat, setelah itu menoleh ke sang asisten pribadi nya dan membisikkan sesuatu padanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status