Kedua mata Kalula mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk mengenai matanya. Dia memegangi kepalanya yang masih pusing. Sekujur tubuhnya sakit, apalagi di bagian berharga miliknya yang terasa ngilu juga perih.
Gadis itu mengedarkan pandangannya dan baru menyadari jika kini dia tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas dengan nuansa putih. “Aku dimana?” lirih Kalula, ketika akan beranjak dari atas ranjang dia baru menyadari jika ternyata tidak ada sehelai pun baju miliknya yang melekat pada tubuhnya. Pikirannya semakin di buat bingung. Tidak lama kemudian, terdengar sebuah suara dari arah pintu kamar mandi. Seketika Kalula menoleh dan buru-buru menutup tubuhnya dengan selimut ketika mendapati seorang pria dewasa memakai jubah mandi dengan tatapan datar lurus ke depan. Pria dengan rahang tegas, hidung mancung dan alis tebal. Tentu saja membuat wanita manapun akan terpesona, tapi tidak dengan Kalula‒ gadis itu justru sangat marah. “S-siapa kamu?” lirih Kalula dengan ekspresi wajah marah, gadis itu ingin sekali memaki pria yang berdiri tidak jauh dari ranjang itu. Kalula mencengkram kuat selimut yang menutupi tubuhnya. Namun, punggungnya beringsut mundur menabrak kepala ranjang ketika pria tadi mulai berjalan ke arahnya dengan tatapan tajamnya. Sungguh dia takut dengan tatapan di hadapannya tersebut. Tidak ada jawaban. Pria itu justru mencondongkan tubuhnya pada Kalula, wajah keduanya kini sangat dekat dengan kedua tangannya dia letakkan pada sisi kepala gadis itu. “Apa kau tidak ingat apa yang sudah terjadi semalam, hmm?!” Pria itu berbicara dengan nada yang sangat pelan tetapi mampu membuat Kalula yang mendengarnya merinding. Kemudian, setelah mengatakan hal tersebut pria itu kembali menjauhkan tubuhnya dari Kalula. “Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” lirih gadis itu. Setelah beberapa menit dia mencoba untuk mengingat-ingat, akhirnya Kalula pun mulai mengingat kembali peristiwa yang terjadi tadi malam. Nimas‒ sang sahabat mengajaknya untuk pergi ke sebuah club, tetapi justru disana dia mendapati kekasihnya yang bernama Mario tengah bercumbu dengan Kiara, saudara tirinya. Sampai akhirnya dia minum banyak alkohol hingga mabuk. “Ini semua gara-gara mereka! Jika saja mereka tidak mengkhianatiku, pasti semua ini tidak akan pernah terjadi.” Mata Kalula memanas, pandangannya mulai mengabur. Dada gadis itu juga terasa sesak. Kepalanya menunduk dengan bahu yang sudah mulai berguncang. Pengkhianatan dari orang terdekatnya yang tidak pernah dia sangka sebelumnya, di tambah dengan kesucian yang dia pertahankan selama ini, kini telah di renggut oleh seorang pria yang tidak dia kenali sama sekali. Gadis itu tidak dapat membayangkan jika keluarga nya tahu akan perbuatannya, terlebih lagi papa nya yang begitu sangat membencinya. Kalula menangis sejadi-jadinya meski semua itu tidak akan membantunya keluar dari masalah. Dan bersamaan dengan itu, suara pria tadi mulai terdengar lagi di telinga Kalula, “Lebih baik kau cepat pakai pakaianmu, tidak ada gunanya kau menangis disini karena semua sudah terjadi.” Ucapnya. Gadis itu mendongak menatap ke arah pria tadi dengan mata yang sangat basah. Terlihat tidak ada penyesalan dan rasa bersalah sedikit pun di raut wajahnya. “Saya harus pergi karena masih banyak urusan, jika kau masih ingin menangis di sini‒ terserah.” Pria yang kini sudah berpakaian rapi dengan kemeja hitamnya itu melenggang pergi meninggalkan Kalula seorang diri. “Tunggu! Jangan pergi dulu!” Kalula merasa tidak terima, bagaimana bisa pria tersebut menganggap sangat remeh dengan apa yang sudah dia lakukan padanya. Namun, semuanya sia-sia, pria tersebut sudah menghilang di balik pintu. Kalula kembali menangis. Ponselnya sejak tadi sudah berdering berkali-kali. Dia sangat tahu sekali siapa yang sudah meneleponnya itu, pasti Nimas‒ sahabatnya yang akan menanyakan keberadaannya sekarang karena dia tadi malam menghilang begitu saja. Gadis itu segera menghapus air matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk sebelum mengangkat telepon dari Nimas. “Kalula! Kamu baik-baik aja kan? gak ada yang terjadi sesuatu kan sama kamu?” Ketika gadis itu baru saja mengangkat ponselnya, Nimas langsung memberondongnya dengan begitu banyak pertanyaan, spontan dia segera menjauhkan ponselnya dari telinga. “Halo.. kok diem aja sih? Jawab, Kal.” Ucapnya lagi. Lagi-lagi Kalula mengambil napas dalam-dalam, “Aku gak apa-apa, kamu gak usah khawatir kaya gitu deh.” Jawab gadis itu. “Ya gimana gak khawatir coba, kamu tadi malam pamitnya mau ke toilet sebentar tapi malah gak balik-balik.” Ucap Nimas, “Tapi kamu sekarang udah di rumah kan?” tanya nya lagi. “U-udah.. aku udah di rumah.” Kalula berbohong, karena jika dia mengatakan yang sejujurnya tentang keberadaannya sekarang, sahabatnya itu akan semakin banyak bertanya dan dia akan kebingungan sendiri untuk menjawabnya. “Ya sudah kalau gitu aku tutup ya, sampai ketemu nanti di cafe.” Gadis itu cepat-cepat mengakhiri panggilan teleponnya. Kalula beranjak dari ranjang, tertatih-tatih mengambil pakaiannya yang berserakan dimana-mana. Bagian tubuh intinya terasa sangat ngilu dan perih ketika di gunakan untuk berjalan. Kalula segera memakai kembali pakaiannya. Gadis itu meninggalkan kamar tersebut dengan tergesa-gesa. Tidak perduli dengan rasa sakitnya, dia harus segera pulang sekarang juga sebelum papa nya murka. Baru saja tiba di depan pintu rumah, gadis itu langsung mendapati kedua orang tuanya berdiri dengan tatapan penuh amarah dari Teo Atmaja dan juga Astid‒ papa kandung serta ibu tirinya. “Dari mana saja kamu, hah?!” bentak pria paruh baya itu, “Sudah berani kamu keluyuran?” sambungnya lagi. Kalula diam tidak menjawab, tiba-tiba mama tirinya berjalan mendekat ke arahnya, “Apa itu yang ada di leher kamu, hah?!” sentak wanita itu sambil jari telunjuknya mengarah pada leher milik Kalula. “Maksud kamu apa, Astrid?” sahut Teo, pria paruh baya itu kini sudah berdiri sangat dekat di depanku. “Lihat, Pa. Di leher anak kamu ada bekas merah-merah, entah habis ngapain dia.” Ucap Astrid. Teo mencoba untuk membuktikannya sendiri, dan memang benar‒ banyak sekali tanda merah di leher Kalula, yang sudah pasti itu ulah pria yang sudah merenggut kesuciannya tadi malam. PLAK!!! Satu tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Kalula dengan cukup keras, hingga membuatnya tersungkur ke lantai, “Kamu habis ngapain, hah?!” bentak Teo. “Jawab saya! Jangan hanya bisa diam dan nangis aja, kamu!” sambungnya lagi. Kedua tangan Kalula segera meraih kali milik Teo, gadis itu meminta ampun padanya dengan suara bergetar, “Pa.. maafin Kalula‒ aku gak sengaja melakukannya!” Ucapnya. “Tidak sengaja? Kamu bilang tidak sengaja?!” sentak sang papa sambil melepaskan tubuh putrinya itu dengan kasar, “Saya tidak pernah menyangka, bahwa kamu akan melakukan hal sebejat ini, Kalula!” sambungnya lagi. “Maafin Kalula, Pa. Kalula benar-benar tidak sadar tadi malam.” Kalula tetap memohon dan kembali meraih kaki sang papa. “Saya tidak sudi memiliki anak seperti kamu lagi! Lebih baik sekarang kamu pergi dari rumah ini, dan jangan pernah menganggap saya sebagai papa kamu lagi!” Akhirnya apa yang gadis itu takutkan kini terjadi juga, sang papa sangat marah besar padanya‒ pria paruh baya itu juga mengusirnya dari rumah. “Kalula gak mau! Aku harus tinggal dimana kalau papa usir aku dari rumah ini?” “Saya tidak perduli! Mau kamu tidur di kolong jembatan atau bahkan menjadi gembel sekalipun, saya tidak perduli!” Sementara Astrid‒ mama tirinya itu menatap Kalula senang karena wanita paruh baya itu akhirnya berhasil menyingkirkan Kalula dari rumah ini. Kemudian setelah itu, Teo memanggil satpam yang ada di rumahnya, “Agus! Tolong kamu seret perempuan murahan ini dari sini, saya sudah tidak sudi melihatnya disini lagi!” Teriaknya. *** Kalula beristirahat di sebuah halte, sembari memikirkan tempat tinggalnya setelah ini. Ketika sedang asik melamun, ponsel miliknya terdengar terus berdering. Dengan malas dia segera mengecek, rupanya ada beberapa pesan dari sahabatnya. [Kamu dimana, Kalula? Kenapa jam segini kamu belum datang ke cafe? Pak bos udah uring-uringan itu dari tadi karena nyariin kamu.] Setelah membaca pesan dari Nimas, gadis itu mengambil napas berat, “Apa aku sebentar lagi juga akan kehilangan pekerjaanku?” gumamnya. Karena tidak ingin kehilangan satu-satunya penghasilan, dia pun segera memberhentikan sebuah ojek yang kebetulan lewat di depan halte. Beberapa menit berlalu. Kalula sampai di tempat kerja, kakinya dengan cepat melangkah masuk, dan sesampainya di dalam dia sudah di sambut dengan tatapan tajam oleh sang menejer. “Bagus, Kalula! Jam segini baru datang, hah!” Ujar sang menejer tersebut. “Maaf, pak. Tadi saya masih ada sedikit masalah di rumah, jadi saya lupa bilang kalau hari ini saya akan datang terlambat.” Ucap Kalula sambil menundukkan kepala. “Hmm.. untuk kali ini kamu saya maafkan,” ucap sang menejer, “Tapi kalau sampai kamu mengulanginya lagi saya tidak akan segan untuk memecat kamu dari sini!” sambungnya lagi. “Baik, pak. Terimakasih karena sudah memberikan saya kesempatan.” Ucap Kalula bersyukur karena dia tidak kehilangan pekerjaannya. Kalula menghembuskan napas lega, kini gadis itu sudah berganti dengan seragam kerjanya dan siap untuk bekerja. “Ayo Kalula.. mulai hari ini kamu harus memulai hidup yang baru!” Gadis itu menyemangati dirinya sendiri. Kalula sedang sibuk menata roti yang akan dia antar ke pelanggannya, karena yang lain sedang sibuk jadi dia yang terpaksa harus mengantarnya, “Nah! Udah siap, sekarang waktunya berangkat.” **** Beberapa menit berlalu. Dia melangkahkan kakinya dengan cepat saat memasuki area kantor. Setelah mendapat ijin dari satpam, gadis itu langsung masuk ke dalam lift menuju lantai 16 di mana terdapat ruangan meeting. Gadis itu terburu-buru keluar dari pintu lift. Kalula tidak sadar jika di sisi sebalah kanan tidak jauh dari tempatnya ada seorang pria tampan bernama Sagala Bagaskara sang CEO pemilik perusahaan ini sekaligus pria yang sudah tidur dengannya tadi malam, tengah berunding dengan asisten pribadi dan sekretaris perusahaann. Tetapi Sagala tidak sengaja melihat sosok Kalula yang sedang berjalan tergesa-gesa itu menuju ke ruang meeting sembari bersusah payah menenteng beberapa kresek putih di tangannya. “Siapa gadis itu? Kenapa saya tidak pernah melihat sebelumnya? Apa dia Office Girl baru disini?” tanya Sagala dengan kedua alis yang bertaut tanda dia merasa heran. “Oh buka, pak. Itu sepertinya orang yang mengantar roti dari toko langganan kita.” Jawab sang sekretaris sambil menunduk sopan, “Apa perlu saya panggilkan untuk menghadap anda?” tanya nya. “Tidak perlu!” jawab Sagala singkat, setelah itu menoleh ke sang asisten pribadi nya dan membisikkan sesuatu padanya.Kalula bergegas masuk ke dalam ruang meeting bersama dengan salah satu Office Girl perusahaan ini. Sepi‒ tidak ada satu pun orang di dalamnya, hanya sebuah meja panjang dan beberapa kursi hitam serta map di atas meja yang tertata dengan sangat rapi. “Mau ada meeting ya, mbak?” tanya Kalula pada Office Girl tersebut sembari tangan lentiknya menata satu persatu roti di atas meja. “Iya, mbak. Makanya sekarang kita harus cepat sebelum pak bos datang.” Jawab Office Girl tersebut. Kalula menoleh dan mengerutkan alisnya, dia heran kenapa Office Girl tersebut sepertinya terdengar sangat takut sekali, apa bos nya sangat galak ya. Namun, belum sempat Kalula menyelesaikan pekerjaannya, rupanya pintu ruangan itu terbuka, kedua nya langsung menoleh ke arah pintu masuk. Kalula diam mematung, dadanya bergemuruh‒ gadis itu sangat tahu siapa pria yang berdiri di depannya saat ini. Dia tidak menyangka jika harus bertemu lagi dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya itu dan meninggalka
Setelah melihat di dalam video tersebut, Mario kali ini benar-benar tidak bisa lagi mengelah dan mencari alasan untuk membela dirinya, karena bukti sudah sangat jelas sekali.“Mau beralasan apalagi kamu sekarang, hah?!” tanya Kalula dengan nada yang rendah. Perasaan gadis itu saat ini benar-benar sakit sekali, pria yang sudah dia kenal selama dua tahun terakhir ini‒ pria yang selalu baik dan perhatian, ternyata tega mengkhianati dengan saudara tirinya.Berulang kali Kalula mengambil napas dalam-dalam seraya memejamkan matanya. Setelah itu, kakinya berjalan mundur dan mendongakkan kepalanya lagi menatap Mario, “Mulai saat ini, hubungan kita sudah benar-benar berakhir. Ini terkahir kalinya kita ketemu, aku tidak ingin melihatmu lagi dan jangan pernah ganggu aku setelah ini.” Tangis Kalula kembali pecah. Setelah mengatakan itu, Kalula beranjak pergi meninggalkan semua orang yang ada di sana. Nimas beberapa kali memanggil namanya, tetapi tidak di hiraukan. Gadis itu berjalan menyusuri t
“Sepertinya aku sudah mengganggumu pagi ini, tidak biasanya wajahmu terlihat sangat kusut seperti ini ketika aku datang kesini sepagi ini.” Tebak Erik.“Memang!” Jawab Sagala ketus, “Sekarang cepatlah! Mau apa kau kesini sepagi ini? Jika bukan hal yang penting‒ aku akan memotong gaji mu bulan ini.” Sambungnya lagi.“Cih! Ancamanmu selalu saja seperti itu.” Ucap Erik Mahendra.“Cepatlah, Erik Mahendra! Aku belum mandi sekarang, kau jangan membuang-buang waktuku.” Ucap pria itu dan kali ini nada bicara nya penuh dengan penekanan dan ekspresi wajahnya sangat serius.“Oke-oke. Jadi aku sudah mencari tahu tentang pria itu, yang merupakan mantan kekasih perempuan itu‒ ternyata dia adalah seorang photografer perusahaan kita, dia juga photografer terbaik di kota ini.” Ujar Erik.“Sementara wanita yang bersama nya di hotel itu, dia adalah saudara tiri perempuan itu dan dia juga salah satu model di perusahaan kita‒ dia baru bergabung di perusahaan kita sekitar tiga bulan yang lalu atas rekomend
Setelah Kiara memberikan sebuah surat pada Kalula. Wanita itu langsung pergi meninggalkan gadis itu. Namun, Kalula tidak langsung membukanya. Dia lebih memilih memasukkan ke dalam tas, karena dia sangat malas sekali‒ apalagi jika sudah berkaitan dengan saudara tirinya itu.“Lebih baik aku langsung pulang aja sekarang. Lagian badanku rasanya udah pegel banget.” Ucap Kalula.Sesampainya di rumah Sagala. Terlihat sangat sepi‒ pikirnya semua orang sudah istirahat di dalam kamarnya masing-masing, karena memang hari sudah sangat malam. Kalula juga segera pergi ke kamarnya sendiri.Di dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Kemudian kakinya melangkah menuju balkon. Gadis itu merentangkan kedua tangannya seraya memejamkan matanya dan menghirup udara dalam-dalam untuk melepas sejenak semua beban dalam dirinya.Kalula membuka matanya, sembari melamun menatap lurus ke depan. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal pikirannya, “Sekarang aku sudah kehilangan satu-satunya pek
“Kamu kelihatan tambah cantik, Kalula.” Bisik Mario tepat di samping telinga Kalula seraya meletakkan dagu nya di pundak sebelah kanan gadis itu.“Mario!” sentak Kalula. Gadis itu terkejut, cepat-cepat dia melepaskan kedua lengan Mario yang melingkar di perutnya, “Mario, lepasin!” ujarnya.“Enggak.. Aku kangen sama kamu, Kalula.” Ucap Mario dengan tidak tahu malunya setelah dia berselingkuh dari Kalula.Kalula benar-benar sudah sangat muak ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria itu, karena setelah pengkhianatan yang telah di lakukan oleh Mario‒ bagi Kalula saat ini apa yang keluar dari mulut pria itu hanyalah omong kosong.“Tolong lepasin! Aku gak mau orang lain jadi salah paham kalau melihat kita seperti ini, dan nanti akan menimbulkan gosip yang tidak-tidak.” Ucap Kalula. “Enggak! Aku gak akan lepasin kamu, aku masih sayang sama kamu, Kalula. Aku cuma cinta sama kamu, bukan sama dia‒ percaya sama aku.” Ujar Mario.“Sudahlah, Mario. Semuanya udah jelas, kalau kamu meman
Pintu ruang aula terbuka. Kalula merasa gugup karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, kemudian berjalan masuk menuju pada keluarganya, di depan sudah ada papa, mama dan juga kedua calon mempelai.Mereka semua tengah meatap Kalula dengan tatapan tidak suka, terutama Kiara.'Wah.. dia cantik sekali! Bagaimana bisa pria itu menyia-nyiakan gadis secantik dia dan lebih memilih saudara tirinya itu.''Iya ya anda benar sekali. Sangat rugi menyiakan gadis seperti dia.''Wow... Bagaimana bisa ada gadis secantik ini?! Bahkan dia terlihat begitu anggun daripada calon mempelai wanitanya.'Terdengar banyak pujian pada Kalula. Tetapi, tidak sedikit juga yang menatapnya tidak suka dan membicarakan hal buruk tentangnya.'Bukankah itu mantan dari mempelai pria?''Iya, anda benar. Pasti dia sengaja ingin mengacaukan pernikahan saudara nya.'Sepanjang dia berjalan menuju depan, telinganya terus mendengar bisikan-bisikan yang di lontarkan oleh beberapa tamu
Sagala berjalan melewati semua orang, pandangannya lurus ke depan dengan sorot matanya yang mengintimidasi. Di ikuti dengan Erik yang juga berjalan di belakangnya. 'Siapa pria itu?’ ‘Entahlah... Saya juga tidak tahu, nyonya.’ Seluruh tamu undangan yang berada di ruangan itu saling berbisik-bisik membicarakan kedatangan Sagala di ruangan itu, serta menatap pria itu dengan penasaran. Setibanya di depan, kedua tangan Sagala langsung merangkul pundak Kalula, “Kau tidak apa-apa? Mereka tidak keterlaluan padamu kan?” tanya nya. Kalula menatap Sagala dengan mendongak, kemudian menggelengkan kepalanya. Tetapi, Sagala tidak begitu saja langsung percaya, karena dia sangat tahu sekali bagaimana gadis nya itu. Kalula tidak akan memberitahunya apa yang terjadi. Pria itu mulai meneliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan akhirnya mata elangnya mendapati sebuah bekas merah berada di pipi sebelah kiri gadis itu, “Siapa yang melakukannya? Katakan pada saya!” tanya Sagala dengan nada be
Tak lama kemudian, Kalula mendengar semua orang yang dilewatinya mulai berbisik-bisik tentang sesuatu—tetapi gadis itu tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, karena merasa penasaran, Kalula mencoba berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah video yang memperlihatkan Mario dan Kiara bermesraan di sebuah hotel beberapa waktu lalu. Kalula mendongak, "Apa kau sudah menyiapkan semua ini?" bisik Kalula kepada Sagala. "Ya, saya memang sengaja menyiapkan semuanya. Saya minta Erik mencari video itu lewat rekaman CCTV di hotel," jawab Sagala. "Karena sejak awal aku sudah menduga kalau mereka akan melakukan sesuatu kepadamu," imbuhnya. Kalula tersenyum manis pada Sagala, ia tak menyangka masih ada orang baik yang mendekatinya selain sahabatnya, Nimas. Meski baru kenal sebentar, lelaki itu sudah berbuat banyak untuknya. “Terima kasih karena selalu membantuku di waktu yang tepat,” kata Kalula. Tiba-tiba, tangan Sagala mendarat di atas kepalanya, lalu mengusapnya dengan
Menjelang sore, suasana kafe mulai lengang. Lampu gantung di langit-langit yang berbentuk bola kaca mulai menyala‒ memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Aroma kopi yang khas masih samar-samar tercium, berpadu dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven.Beberapa meja masih terisi pelanggan. Ada yang bercengkerama ringan, ada pula yang menatap layar laptop dengan fokus. Di sudut ruangan, pasangan muda tampak berbagi sepotong cake sambil tersenyum kecil. Kesibukan pagi yang penuh antrean sudah lama berlalu, meninggalkan keheningan yang terasa nyaman namun sedikit melankolis.Kalula berdiri di belakang meja kasir, jarinya mengetuk-ngetuk ringan countertop kayu yang sudah mulai aus di beberapa sudut. Tatapannya sesekali melirik ke arah Lia yang sedang merapikan etalase roti. Rak-rak kaca itu kini berisi sisa-sisa stok yang mulai menipis‒ beberapa croissant, brownies, dan sepotong cheesecake yang tampak sedikit miring di ujung p
Mentari pagi menyelinap melalui jendela rumah besar itu, membawa kehangatan yang lembut. Kalula membuka mata perlahan, menyadari bahwa Sagala sudah tidak ada di sisinya. Dia menguap kecil, menggeliat sejenak sebelum bangkit. Dari dapur, terdengar suara panci diketuk-ketuk dan aroma masakan yang menggugah selera.“Aroma apa ini?” gumam Kalula sambil berjalan ke dapur, wajahnya masih sedikit mengantuk.Sagala mengenakan kemeja hitam santainya, tampak sibuk mengaduk telur orak-arik di atas kompor. Wajahnya serius, seperti sedang memimpin rapat di kantor‒ namun kali ini yang pria itu kendalikan adalah spatula.“Pagi, Sayang.” Sapa Sagala tanpa menoleh, suaranya santai namun hangat, “Aku bikin sarapan buat kita.”Kalula tersenyum tipis, lalu melingkarkan lengannya di pinggang suaminya. Namun, matanya melirik ke sudut dapur. Biasanya, pagi-pagi seperti ini dia sibuk di dapur bersama Tika‒ maid mereka yang
Malam semakin larut ketika Lia tiba di rumah mewahnya. Suasana sepi menyelimuti, hanya terdengar deru lembut pendingin ruangan yang menyapa dari pintu utama. Lia memarkir mobilnya asal-asalan, menutup pintu mobil dengan suara yang sedikit lebih keras dari biasanya. Langkahnya gontai saat dia berjalan menuju pintu depan.Begitu masuk, seorang maid menyambutnya dengan senyum sopan, "Selamat datang, Nona Lia. Apa anda butuh sesuatu?" tanyanya lembut.Lia menggeleng pelan tanpa banyak bicara. Dia melepas sepatu hak tinggi dan menyerahkannya kepada maid, "Enggak. Aku mau langsung istirahat. Terima kasih," ucapnya singkat sebelum melangkah naik ke lantai dua.Sesampainya di kamarnya, Lia langsung membuka pintu dan masuk. Kamar itu luas dan tertata sempurna‒ dinding krem lembut, tempat tidur besar yang terlihat begitu nyaman, serta jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Namun, Lia tidak memperhatikan semua itu malam in
Erik terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Sagala. Dia meletakkan dokumen di meja, menatap temannya dengan dahi sedikit berkerut.“Apa maksud lo? Gue enggak ngerti,” ucapnya dengan nada setengah bercanda.Sagala yang bersandar di sofa, melipat tangannya di dada. Tatapannya tajam namun tidak menghakimi, “Gue ngomong soal Lia. Hubungan lo sama dia. Lo sadar enggak, dia kelihatan mulai bersikap beda ke lo?”Erik mendengus, mencoba mencairkan suasana, “Lia? Seriusan, Sag? Gue enggak ngerti kenapa lo mikir kaya gitu. Kita cuma akrab doang loh. Gue enggak pernah‒ dan enggak ada niatan ataupun ngasih sinyal apa pun ke dia.”Sagala menghela napas pelan, tetap tidak melepaskan tatapan seriusnya, “Dengar, Rik. Dia memang bukan adik kandung gue, tapi dia udah gue anggap kayak keluarga. Anak dari rekan bisnis keluarga gue yang udah dekat sama gue
Ketika sampai di kafe, langkah Kalula disambut senyum ramah para staf.“Selamat pagi, Mbak Kalula!” sapa Ana, salah satu barista, sambil melambaikan tangan.“Pagi, Ana. Semangat, ya!” jawab Kalula dengan senyuman hangat.Aroma kopi segar dan roti yang baru dipanggang memenuhi udara Kafe Romania. Suasana hangat dan nyaman terasa menyelimuti ruangan. Cahaya lampu gantung yang lembut berpadu dengan dekorasi tanaman hijau membuat kafe tampak hidup. Meja-meja penuh dengan pelanggan tetap yang berbincang santai sambil menikmati sarapan.Di sudut ruangan, Nimas‒ sahabat Kalula, berdiri dengan kedua tangan di pinggang. Ekspresi pura-pura kesal menghiasi wajahnya.“Balik juga akhirnya. Aku pikir kamu udah sekalian mau pergi bulan madu,” ujar Nimas menggoda.Kalula tertawa kecil sambil menghampirinya, &l
Sesampainya di rumah setelah mengantar makan siang untuk suaminya, Kalula segera mengemasi barang-barang mereka, bersiap untuk perjalanan kembali ke kota. Dia mengerjakannya dengan cekatan, meski hatinya diliputi rasa enggan. Ada sesuatu yang menahannya, membuatnya ingin tinggal lebih lama di rumah sederhana itu.Kalula berdiri sejenak di ambang pintu, menatap halaman yang sangat menyejukkan dan begitu menenangkan. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan perasaan yang berkecamuk.“Rasanya berat sekali harus berpisah lagi dengan rumah ini,” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.Pukul tiga sore, suara deru mesin mobil terdengar mendekat‒ diikuti suara roda berdecit lembut di atas kerikil halaman. Kalula tahu itu mobil suaminya. Dengan senyuman yang selalu ia siapkan untuk Sagala, ia melangkah keluar untuk menyambut.“Mas Saga udah pulang? Mau makan dulu, atau langsung siap-siap?” tanyan
Keesokan paginya, sinar matahari perlahan merayap masuk melalui celah-celah rumah kayu peninggalan mendiang nenek Rini. Kalula kembali sibuk di dapur, menyiapkan sarapan sederhana untuk suaminya, Sagala, dan Erik. Hari ini dia memutuskan untuk membuat nasi goreng dan telur mata sapi.Tak butuh waktu lama, masakannya pun siap. Aroma harum nasi goreng dan telur mata sapi segera memenuhi ruangan, mengundang siapa pun yang menciumnya untuk segera mencicipi.“Akhirnya selesai juga,” gumamnya sambil tersenyum, “Lebih baik aku segera menyajikannya di meja makan, lalu menyiapkan pakaian kerja untuk Mas Saga. Setelah itu, aku bisa pergi ke kebun.”Setelah semua tersaji di meja makan dan tertutup rapi dengan tudung saji, Kalula beranjak ke kamar untuk membangunkan suaminya dan menyiapkan pakaiannya.Saat masuk ke kamar, dia melihat Sagala masih terlelap di atas tempat tidur. Kalula duduk di tepi ranjang, meman
Matahari semakin tinggi, menandakan waktu istirahat siang bagi para pekerja proyek. Erik memperhatikan sebagian besar dari mereka tampak lelah, dengan keringat membasahi seragam mereka. Ia melambaikan tangan dan memberi isyarat."Kalian istirahat dulu," katanya dengan nada tegas namun ramah. Para pekerja mengangguk dan berjalan menuju tempat istirahat yang disediakan, beberapa mengucapkan terima kasih pada Erik sebelum berlalu.Erik kemudian menghampiri Sagala yang duduk di bawah bayangan tenda, sibuk menatap layar iPad-nya dengan alis berkerut. Erik duduk di sampingnya dan mencoba mengintip layar yang tampak terang di bawah sinar matahari."Masih ada masalah?" tanya Erik sambil membuka botol air mineralnya.Sagala mengangguk sambil mengusap pelipis, "Ada laporan tambahan. Material yang datang tadi pagi juga masih di bawah standar." Dia menghela napas, meletakkan iPad-nya di pangkuan, "Kalau benar ad
“Mas Saga gak siap-siap? Katanya hari ini Mas harus pergi ke perbatasan buat ngecek proyek di sana,” ujar Kalula, tersenyum sambil menatap suaminya yang kini tengah berjongkok di sebelahnya.“Iya-iya, setelah ini.” Jawab Sagala sambil menarik napas panjang, “Aku masih ingin menikmati pagi ini sebentar bermesraan dengan istriku.”Mereka berdua tertawa kecil, lalu Sagala mulai membantu Kalula merapikan kebun kecil di samping rumah. Tangan mereka sibuk mencabut rumput liar, sesekali diiringi obrolan ringan dan canda tawa yang membuat pagi itu semakin cerah dan penuh kehangatan.Di sela-sela candaan Sagala yang membuat Kalula tertawa lepas, tiba-tiba terdengar suara dari arah depan rumah.“Woi, bucin terus lo! Mau kerja atau mau pacaran seharian di kebun?” teriak Erik sambil berdiri di tepi pagar dengan tangan di pinggang, wajahnya tampak pura-pura serius,