Setelah melihat di dalam video tersebut, Mario kali ini benar-benar tidak bisa lagi mengelah dan mencari alasan untuk membela dirinya, karena bukti sudah sangat jelas sekali.
“Mau beralasan apalagi kamu sekarang, hah?!” tanya Kalula dengan nada yang rendah. Perasaan gadis itu saat ini benar-benar sakit sekali, pria yang sudah dia kenal selama dua tahun terakhir ini‒ pria yang selalu baik dan perhatian, ternyata tega mengkhianati dengan saudara tirinya. Berulang kali Kalula mengambil napas dalam-dalam seraya memejamkan matanya. Setelah itu, kakinya berjalan mundur dan mendongakkan kepalanya lagi menatap Mario, “Mulai saat ini, hubungan kita sudah benar-benar berakhir. Ini terkahir kalinya kita ketemu, aku tidak ingin melihatmu lagi dan jangan pernah ganggu aku setelah ini.” Tangis Kalula kembali pecah. Setelah mengatakan itu, Kalula beranjak pergi meninggalkan semua orang yang ada di sana. Nimas beberapa kali memanggil namanya, tetapi tidak di hiraukan. Gadis itu berjalan menyusuri trotoar sambil menangis, dia tidak tahu akan ke mana, sekarang dia tidak memiliki tempat tinggal untuk pulang. Kalula tiba di taman yang tampak sepi, tidak jauh dari toko tempatnya bekerja. Tiba-tiba saja hujan turun sangat deras, mengguyur seluruh tubuhnya hingga basah kuyup. Tetapi Kalula sama sekali tidak perduli, dan tetap diam duduk di tempatnya. Sebuah mobil hitam milik Sagala berhenti tidak jauh dari taman itu, kedua pria yang berada di dalam mobil itu terus menatap lurus ke arah Kalula, “Kasihan sekali perempuan itu, sudah di selingkuhi kekasihnya dan harus berujung tidur denganmu.” Ucap Erik. “Sialan kau!” Sagala menoyor kepala Erik, kedua pria itu memang sangat akrab karena mereka memang sudah bersahabat sejak kuliah, “Memangnya kenapa kalau tidur denganku, hah?! Aku ini tampan, dan aku juga seorang CEO, semua wanita sangat ingin tidur denganku tapi aku menolak mereka semua.” Sambungnya lagi. “Ya ya ya.. kau memang selalu percaya diri sekali dari dulu, tidak pernah berubah sedikitpun.” Balas Erik. “Ck.. perempuan itu ngapain sih kaya anak kecil banget, segala hujan-hujanan di sana.” Gerutu Sagala. Sementara Kalula sedang menunduk, pundaknya bergetar kuat karena menangis. Namun, tiba-tiba dia tidak merasakan ada air hujan yang jatuh ke tubuhnya lagi. Kemudian Kalula mendongakkan wajahnya dan tatapan matanya bertemu dengan sorot mata milik Sagala‒ pria itu sedang memegang payung dan melindungi dirinya dari air hujan. “Apa dengan cara hujan-hujan seperti ini semua masalah akan selesai?” tanya Sagala dengan nada datarnya, “Hujan-hujan di taman, kaya anak kecil.” Kalula saat ini sangat tidak ingin sebenarnya bertemu lagi dengan pria yang ada di hadapannya ini, gadis itu mencibir, “Lalu apa urusannya denganmu? Dan untuk apa juga kau kesini?” ketus Kalula yang merasa kesal. “Ck! Menyebalkan sekali perempuan ini.” Gumam Sagala. Sagala mulai kesal. Tetatpi dia juga merasa kasihan karena tubuh Kalula karena terlihat sudah mulai kedinginan itu, langsung mengangkat tubuh mungil Kalula dengan satu tangan lalu menggendongnya seperti karung beras. “Lepaskan aku!” “Kau akan membawaku kemana?” “Jangan teriak! Nanti ada orang yang lihat, di sangka aku mau menculikmu.” Ujar Sagala. Pria itu segera menurunkan Kalula di jok mobil belakang dengan cukup keras, lalu Sagala juga ikut duduk di sebelahnya, “Pulang sekarang.” Titahnya pada Erik. Kendaraan tidak terlalu banyak yang berlalu lalang di jalan, karena memang sudah malam di tambah lagi sedang hujan deras, pasti semua orang lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah, tidak seperti Kalula yang justru masih kelayapan. Beberapa menit berlalu. Mobil hitam yang di naiki oleh Kalula itu memasuki sebuah halaman rumah yang sangat luas sekali, bahkan lebih luas dari rumahnya. Matanya terlihat sangat takjub. “Cepat turun!” ucap Sagala ketus, “Apa kau ingin tetap disini, hmm?!” Dengan kesal Kalula pun turun dari dalam mobil, kemudian langkah kakinya mengikuti pria itu tepat di belakangnya. Sesampainya di dalam rumah, dia di buat melongo lagi dengan ruangan demi ruangan yang ada di rumah ini. “Sunggah sangat kaya sekali pria ini, rumahnya aja semewah ini.” ucap Kalula tetapi hanya di dalam hati, “Sepertinya dia bukanlah orang yang sembarangan.” Sambungnya lagi, karena dia melihat beberapa orang pria yang memakai baju serba hitam sedang berjaga di beberapa titik sudut rumah ini. “Tika! Tolong kamu bantu dia untuk bersih-bersih di kamar yang ada di sebelah kamar saya.” Titah Sagala pada salah satu maid nya. “Baik, tuan.” Jawab Tika seraya membungkukkan tubuhnya dengan sopan, “Mari ikuti saya, nona.” Ajak wanita itu. Tanpa membantah, Kalula pun segera mengikuti Tika menuju ke lantai dua, “Silahkan masuk, nona.” Tika membukakan pintu kamar tersebut, lalu mempersilahkan gadis itu untuk masuk terlebih dulu, setelah itu dia juga ikut masuk ke dalam. “Kamar yang sangat indah.” Seru Kalula. Kedua matanya benar-benar sangat di manjakan dengan suasana kamar itu. Kamar yang cukup luas dengan nuansa putih dan sedikit sentuhan fitur dinding berwarna gold menambah kesan mewah. Di tambah lagi memiliki jendela yang cukup lebar, sehingga membuat siapapun yang menempati kamar itu akan di suguhkan pemandangan yang indah di pagi hari. “Silahkan, nona. Air hangatnya sudah siap, di dalam juga sudah ada handuk.” Ucap Tika, membuyarkan lamunan Kalula. “Ah.. terimakasih, maaf sudah merepotkan.” Ucap Kalula. “Sudah tugas saya untuk melayani anda, nona.” Jawab wanita itu, “Jika anda membutuhkan sesuatu lagi, bisa memanggil saya dengan memencet tombol yang ada di samping tempat tidur itu.” Tika menunjukkan sebuah tombol. *** Keesokan harinya. Kedua mata Kalula mengerjap pelan menyesuiakan cahaya yang masuk mengenai matanya, “Nyenyak sekali tidurku semalam.” Ucapnya seraya meregangkan otot-otot tubuhnya. Jam sudah menunjukkan pukul enam. Gadis itu segera turun dari tempat tidur, membersihkan diri di dalam kamar mandi. Baru keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan handuk yang melilit tubuhnya sebatas paha itu, langsung berteriak karena di kejutkan oleh keberadaan Sagala. “Ng-ngapain anda masuk ke kamar saya?!” seru Kalula. Gadis itu terlihat sekali sangat gugup, kedua tangannya memegang lilitan handuknya dengan sangat erat agar tidak terlepas. “Kamar ini ada di rumah saya, jadi suka-suka saya ingin masuk ke kamar mana saja.” Pria itu menjawab dengan nada datar. Dia tidak tahu apa, jika Kalula sudah sangat gugup. Jantungnya berdetak tidak beraturan saat ini, rasanya seperti akan melompat dari tempatnya. “Cepatlah bicara, mau apa kau masuk ke sini?” tanya Kalula sudah mulai sedikit kesal, “Aku harus segera pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.” “Mendekatlah,” ujar Sagala seraya menatap Kalula, “Lagipula saya mengajakmu ke sini tidak untuk menjadi pembantu.” Sementara gadis itu terdiam kaku di tempatnya. Untuk apa pria itu menyuruhnya untuk mendekat, membuat takut dan berpikiran yang tidak-tidak saja. “Kenapa masih berdiri disitu? Atau mau saya gendong lagi, hmm?!” ujarnya lagi. “T-tidak perlu.” Kalula segera melangkah cepat dan berdiri di depan Sagala. Pandangan mata keduanya saling bertemu. Gugup‒ itu sudah pasti Kalula rasakan saat ini, bahkan detak jantungnya pun berpacu sangat cepat dari biasanya. “Kalula Anjani Putri, anak dari Teo Atmaja pemilik perusahaan TA Group.” Ujar Sagala membuat Kalula melongo, “Dan karena kejadian kemarin malam, kau di usir kan dari rumahmu oleh pria tua bangka itu.” Bagaimana bisa pria itu mengetahui identitasnya, siapa yang memberitahunya. “Tidak perlu terkejut seperti itu. Mendapatkan informasi tentangmu itu bukanlah hal yang sulit bagi saya.” Ucap nya lagi. “Cih... sombong sekali.” Cibir Kalula. “Jika kau sudah mengetahui tentang identitasku, lalu apa yang kau inginkan dariku, hah?!” tanya Kalula ketus. Terlihat pria itu menjelaskan apa saja yang harus di lakukan oleh Kalula. Sagala tampak serius dalam berbicara. Sementara Kalula hanya mendengarkan seraya menampilkan ekspresi terkejut. Jelas saja gadis itu terkejut, secara tiba-tiba Sagala memintanya untuk berpura-pura untuk menjadi kekasihnya. “Bagaimana, Kalula? apakah kamu paham?” tanya Sagala setelah menjelaskan beberapa tugas gadis itu selama menjadi pacar pura-puranya. “Ide gila macam apa ini? kenapa jadi tiba-tiba aku harus menjadi kekasihnya?” batin Kalula cukup terkejut, “Ck! Kekasih pura-pura, Kalula.” sambungnya lagi seraya memukul dahinya sendiri. “Hmmm.. akan aku pikirkan lagi,” jawab gadis itu. “Kalau sudah tidak ada yang mau di bicarakan lagi, anda boleh keluar sekarang karena saya akan berganti baju.” Usir Kalula. Kalula mengantar Sagala sampai di depan pintu kamarnya, gadis itu segera memutar tubuhnya dengan cepat. Namun, baru saja dia akan menutup pintu terdengar suara Sagala memanggil lagi. “Tunggu sebentar!” Di saat Kalula berbalik badan, dia sangat terkejut karena posisi Sagala sangat dekat dengannya. Aroma tubuh pria itu menusuk indera penciumannya. Gadis itu teringat kembali dengan kejadian yang mereka alami kemarin malam. “Kenapa bengong? Apa yang kau pikirkan?” ucap Sagala. Pria itu sedikit merendahkan kepalanya. Hingga terpaan nafasnya mengenai rambut gadis itu. “S-siapa yang bengong?!” Kalula dengan berani langsung mendongakkan kepalanya. Deru napas milik pria itu menerpa wajah milik Kalula, sehingga membuat gadis itu semakin gugup, “Situasi seperti apa ini, Kalula. Tenang, Kalula. Gak boleh kelihatan gugup.” Baru saja Kalula hendak berbicara, tiba-tiba suara maid mengagetkan mereka berdua. Kalula dan Sagala reflek langsung saling menjauhkan diri. Kemudian dengan cepat, Kalula bersembunyi di belakang tubuh pria itu. “Ada apa, Tika?” tanya Sagala dengan nada dingin. “Mmmm.. itu tuan‒ di bawah ada yang mencari anda.” Jawab Tika gugup, karena dia tahu telah menganggu tuannya itu. “Baiklah.. kau boleh kembali, dan katakan padanya untuk menungguku di ruang tamu.” Ucap pria itu. Tanpa menjawab, Tika segera membungkukkan tubuhnya dengan sopan lalu berbalik dan kembali ke lantai bawah. Setelah maid tadi pergi, Sagala kembali membalikkan badannya menghadapa Kalula yang masih bersembunyi di balik tubuhnya itu, “Kau kenapa masih disini? Kau tidak berniat untuk menggodaku dengan penampilanmu seperti ini kan?” bisik Sagala di dekat telingan gadis itu. Pria itu sedikit merendahkan kepalanya. Hingga terpaan napas miliknya mengenai telinga Kalula dan sukses membuat tubuh gadis itu meremang. “S-siapa juga yang ingin menggoda mu! Sudah pergi sana!” Kalula mendorong tubuh Sagala hingga pria itu melangkah mundur, setelah itu dengan cepat dia langsung menutup pintu kamarnya dengan sangat keras. “Menyebalkan sekali. Kenapa sih pria itu senang sekali berbicara dengan jarak sedekat itu? Apa dia tidak tahu bagaimana keadaan jantungku jika dia seperti itu.” Gerutu Kalula. Sementara di ruang tamu, Sagala sudah duduk di sofa tunggal seraya menampilkan ekspresi wajah datar. “Ada apa kau kesini pagi-pagi sekali, hmm?!”“Sepertinya aku sudah mengganggumu pagi ini, tidak biasanya wajahmu terlihat sangat kusut seperti ini ketika aku datang kesini sepagi ini.” Tebak Erik.“Memang!” Jawab Sagala ketus, “Sekarang cepatlah! Mau apa kau kesini sepagi ini? Jika bukan hal yang penting‒ aku akan memotong gaji mu bulan ini.” Sambungnya lagi.“Cih! Ancamanmu selalu saja seperti itu.” Ucap Erik Mahendra.“Cepatlah, Erik Mahendra! Aku belum mandi sekarang, kau jangan membuang-buang waktuku.” Ucap pria itu dan kali ini nada bicara nya penuh dengan penekanan dan ekspresi wajahnya sangat serius.“Oke-oke. Jadi aku sudah mencari tahu tentang pria itu, yang merupakan mantan kekasih perempuan itu‒ ternyata dia adalah seorang photografer perusahaan kita, dia juga photografer terbaik di kota ini.” Ujar Erik.“Sementara wanita yang bersama nya di hotel itu, dia adalah saudara tiri perempuan itu dan dia juga salah satu model di perusahaan kita‒ dia baru bergabung di perusahaan kita sekitar tiga bulan yang lalu atas rekomend
Setelah Kiara memberikan sebuah surat pada Kalula. Wanita itu langsung pergi meninggalkan gadis itu. Namun, Kalula tidak langsung membukanya. Dia lebih memilih memasukkan ke dalam tas, karena dia sangat malas sekali‒ apalagi jika sudah berkaitan dengan saudara tirinya itu.“Lebih baik aku langsung pulang aja sekarang. Lagian badanku rasanya udah pegel banget.” Ucap Kalula.Sesampainya di rumah Sagala. Terlihat sangat sepi‒ pikirnya semua orang sudah istirahat di dalam kamarnya masing-masing, karena memang hari sudah sangat malam. Kalula juga segera pergi ke kamarnya sendiri.Di dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Kemudian kakinya melangkah menuju balkon. Gadis itu merentangkan kedua tangannya seraya memejamkan matanya dan menghirup udara dalam-dalam untuk melepas sejenak semua beban dalam dirinya.Kalula membuka matanya, sembari melamun menatap lurus ke depan. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal pikirannya, “Sekarang aku sudah kehilangan satu-satunya pek
“Kamu kelihatan tambah cantik, Kalula.” Bisik Mario tepat di samping telinga Kalula seraya meletakkan dagu nya di pundak sebelah kanan gadis itu.“Mario!” sentak Kalula. Gadis itu terkejut, cepat-cepat dia melepaskan kedua lengan Mario yang melingkar di perutnya, “Mario, lepasin!” ujarnya.“Enggak.. Aku kangen sama kamu, Kalula.” Ucap Mario dengan tidak tahu malunya setelah dia berselingkuh dari Kalula.Kalula benar-benar sudah sangat muak ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria itu, karena setelah pengkhianatan yang telah di lakukan oleh Mario‒ bagi Kalula saat ini apa yang keluar dari mulut pria itu hanyalah omong kosong.“Tolong lepasin! Aku gak mau orang lain jadi salah paham kalau melihat kita seperti ini, dan nanti akan menimbulkan gosip yang tidak-tidak.” Ucap Kalula. “Enggak! Aku gak akan lepasin kamu, aku masih sayang sama kamu, Kalula. Aku cuma cinta sama kamu, bukan sama dia‒ percaya sama aku.” Ujar Mario.“Sudahlah, Mario. Semuanya udah jelas, kalau kamu meman
Pintu ruang aula terbuka. Kalula merasa gugup karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, kemudian berjalan masuk menuju pada keluarganya, di depan sudah ada papa, mama dan juga kedua calon mempelai.Mereka semua tengah meatap Kalula dengan tatapan tidak suka, terutama Kiara.'Wah.. dia cantik sekali! Bagaimana bisa pria itu menyia-nyiakan gadis secantik dia dan lebih memilih saudara tirinya itu.''Iya ya anda benar sekali. Sangat rugi menyiakan gadis seperti dia.''Wow... Bagaimana bisa ada gadis secantik ini?! Bahkan dia terlihat begitu anggun daripada calon mempelai wanitanya.'Terdengar banyak pujian pada Kalula. Tetapi, tidak sedikit juga yang menatapnya tidak suka dan membicarakan hal buruk tentangnya.'Bukankah itu mantan dari mempelai pria?''Iya, anda benar. Pasti dia sengaja ingin mengacaukan pernikahan saudara nya.'Sepanjang dia berjalan menuju depan, telinganya terus mendengar bisikan-bisikan yang di lontarkan oleh beberapa tamu
Sagala berjalan melewati semua orang, pandangannya lurus ke depan dengan sorot matanya yang mengintimidasi. Di ikuti dengan Erik yang juga berjalan di belakangnya. 'Siapa pria itu?’ ‘Entahlah... Saya juga tidak tahu, nyonya.’ Seluruh tamu undangan yang berada di ruangan itu saling berbisik-bisik membicarakan kedatangan Sagala di ruangan itu, serta menatap pria itu dengan penasaran. Setibanya di depan, kedua tangan Sagala langsung merangkul pundak Kalula, “Kau tidak apa-apa? Mereka tidak keterlaluan padamu kan?” tanya nya. Kalula menatap Sagala dengan mendongak, kemudian menggelengkan kepalanya. Tetapi, Sagala tidak begitu saja langsung percaya, karena dia sangat tahu sekali bagaimana gadis nya itu. Kalula tidak akan memberitahunya apa yang terjadi. Pria itu mulai meneliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan akhirnya mata elangnya mendapati sebuah bekas merah berada di pipi sebelah kiri gadis itu, “Siapa yang melakukannya? Katakan pada saya!” tanya Sagala dengan nada be
Tak lama kemudian, Kalula mendengar semua orang yang dilewatinya mulai berbisik-bisik tentang sesuatu—tetapi gadis itu tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, karena merasa penasaran, Kalula mencoba berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah video yang memperlihatkan Mario dan Kiara bermesraan di sebuah hotel beberapa waktu lalu. Kalula mendongak, "Apa kau sudah menyiapkan semua ini?" bisik Kalula kepada Sagala. "Ya, saya memang sengaja menyiapkan semuanya. Saya minta Erik mencari video itu lewat rekaman CCTV di hotel," jawab Sagala. "Karena sejak awal aku sudah menduga kalau mereka akan melakukan sesuatu kepadamu," imbuhnya. Kalula tersenyum manis pada Sagala, ia tak menyangka masih ada orang baik yang mendekatinya selain sahabatnya, Nimas. Meski baru kenal sebentar, lelaki itu sudah berbuat banyak untuknya. “Terima kasih karena selalu membantuku di waktu yang tepat,” kata Kalula. Tiba-tiba, tangan Sagala mendarat di atas kepalanya, lalu mengusapnya dengan
Kalula terkejut sesaat, namun saat bibir mereka menyentuh, semua perasaan campur aduk dalam dirinya seolah menguap. Jantungnya berdegup kencang, seolah terjebak dalam momen yang tak terduga. Dia tidak bisa mempercayai apa yang terjadi, tapi saat Sagala menariknya lebih dekat, rasa hangat mengikat hatinya. Namun, saat kesadarannya kembali, Kalula mendorong tubuhnya menjauh. “Apa yang kamu lakukan?!” serunya, suaranya bergetar antara malu dan bingung. Sagala tampak terkejut, tetapi ada nada percaya diri dalam senyumannya, pria itu tahu jika gadis yag ada di depannya itu tengah malu karena terlihat jelas saat ini pipinya merona merah, “Aku hanya ingin kamu tahu betapa aku peduli padamu,” katanya lembut, mencoba meraih tangan Kalula. “Peduli? Apa maksud ucapanmu?” Kalula menjawab, wajahnya mencoba mengubahnya ke arah lain untuk menyembunyikan kegugupannya. “Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.” Sagala berpikir, sepertinya memikirkan sebuah kata. Lalu pria itu mengembuskan na
Keesokan harinya, Kalula bangun lebih awal. Sinar matahari masih malu-malu mengintip dari balik tirai, menciptakan bayangan lembut di kamar tidurnya. Udara pagi yang sejuk merayap masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka, membuat Kalula merasa segar dan penuh semangat. Ia merentangkan tubuhnya perlahan, menikmati ketenangan sejenak sebelum hari benar-benar dimulai.Kalula mulai membersihkan tubuhnya dengan cepat, membasuh wajah dengan air dingin yang membuatnya semakin terjaga. Setelah mengenakan pakaian sederhana, ia bergegas menuju dapur untuk membantu maid menyiapkan sarapan untuk Sagala, pria yang sudah sangat baik padanya. Setelah apa yang terjadi ketika di pasar malam dan apa yang sudah mereka bicarakan tadi malam, Kalula akan memulai membiasakan diri, hitung-hitung sebagai balas budi karena pria itu sudah banyak menolongnya.“Anda memasak apa untuk sarapan hari ini?” tanya Kalula pada maid yang sedang berada di dapur, melihat wanita itu sibuk menyiapkan bahan-bahan.Mai
Menjelang sore, suasana kafe mulai lengang. Lampu gantung di langit-langit yang berbentuk bola kaca mulai menyala‒ memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Aroma kopi yang khas masih samar-samar tercium, berpadu dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven.Beberapa meja masih terisi pelanggan. Ada yang bercengkerama ringan, ada pula yang menatap layar laptop dengan fokus. Di sudut ruangan, pasangan muda tampak berbagi sepotong cake sambil tersenyum kecil. Kesibukan pagi yang penuh antrean sudah lama berlalu, meninggalkan keheningan yang terasa nyaman namun sedikit melankolis.Kalula berdiri di belakang meja kasir, jarinya mengetuk-ngetuk ringan countertop kayu yang sudah mulai aus di beberapa sudut. Tatapannya sesekali melirik ke arah Lia yang sedang merapikan etalase roti. Rak-rak kaca itu kini berisi sisa-sisa stok yang mulai menipis‒ beberapa croissant, brownies, dan sepotong cheesecake yang tampak sedikit miring di ujung p
Mentari pagi menyelinap melalui jendela rumah besar itu, membawa kehangatan yang lembut. Kalula membuka mata perlahan, menyadari bahwa Sagala sudah tidak ada di sisinya. Dia menguap kecil, menggeliat sejenak sebelum bangkit. Dari dapur, terdengar suara panci diketuk-ketuk dan aroma masakan yang menggugah selera.“Aroma apa ini?” gumam Kalula sambil berjalan ke dapur, wajahnya masih sedikit mengantuk.Sagala mengenakan kemeja hitam santainya, tampak sibuk mengaduk telur orak-arik di atas kompor. Wajahnya serius, seperti sedang memimpin rapat di kantor‒ namun kali ini yang pria itu kendalikan adalah spatula.“Pagi, Sayang.” Sapa Sagala tanpa menoleh, suaranya santai namun hangat, “Aku bikin sarapan buat kita.”Kalula tersenyum tipis, lalu melingkarkan lengannya di pinggang suaminya. Namun, matanya melirik ke sudut dapur. Biasanya, pagi-pagi seperti ini dia sibuk di dapur bersama Tika‒ maid mereka yang
Malam semakin larut ketika Lia tiba di rumah mewahnya. Suasana sepi menyelimuti, hanya terdengar deru lembut pendingin ruangan yang menyapa dari pintu utama. Lia memarkir mobilnya asal-asalan, menutup pintu mobil dengan suara yang sedikit lebih keras dari biasanya. Langkahnya gontai saat dia berjalan menuju pintu depan.Begitu masuk, seorang maid menyambutnya dengan senyum sopan, "Selamat datang, Nona Lia. Apa anda butuh sesuatu?" tanyanya lembut.Lia menggeleng pelan tanpa banyak bicara. Dia melepas sepatu hak tinggi dan menyerahkannya kepada maid, "Enggak. Aku mau langsung istirahat. Terima kasih," ucapnya singkat sebelum melangkah naik ke lantai dua.Sesampainya di kamarnya, Lia langsung membuka pintu dan masuk. Kamar itu luas dan tertata sempurna‒ dinding krem lembut, tempat tidur besar yang terlihat begitu nyaman, serta jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Namun, Lia tidak memperhatikan semua itu malam in
Erik terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Sagala. Dia meletakkan dokumen di meja, menatap temannya dengan dahi sedikit berkerut.“Apa maksud lo? Gue enggak ngerti,” ucapnya dengan nada setengah bercanda.Sagala yang bersandar di sofa, melipat tangannya di dada. Tatapannya tajam namun tidak menghakimi, “Gue ngomong soal Lia. Hubungan lo sama dia. Lo sadar enggak, dia kelihatan mulai bersikap beda ke lo?”Erik mendengus, mencoba mencairkan suasana, “Lia? Seriusan, Sag? Gue enggak ngerti kenapa lo mikir kaya gitu. Kita cuma akrab doang loh. Gue enggak pernah‒ dan enggak ada niatan ataupun ngasih sinyal apa pun ke dia.”Sagala menghela napas pelan, tetap tidak melepaskan tatapan seriusnya, “Dengar, Rik. Dia memang bukan adik kandung gue, tapi dia udah gue anggap kayak keluarga. Anak dari rekan bisnis keluarga gue yang udah dekat sama gue
Ketika sampai di kafe, langkah Kalula disambut senyum ramah para staf.“Selamat pagi, Mbak Kalula!” sapa Ana, salah satu barista, sambil melambaikan tangan.“Pagi, Ana. Semangat, ya!” jawab Kalula dengan senyuman hangat.Aroma kopi segar dan roti yang baru dipanggang memenuhi udara Kafe Romania. Suasana hangat dan nyaman terasa menyelimuti ruangan. Cahaya lampu gantung yang lembut berpadu dengan dekorasi tanaman hijau membuat kafe tampak hidup. Meja-meja penuh dengan pelanggan tetap yang berbincang santai sambil menikmati sarapan.Di sudut ruangan, Nimas‒ sahabat Kalula, berdiri dengan kedua tangan di pinggang. Ekspresi pura-pura kesal menghiasi wajahnya.“Balik juga akhirnya. Aku pikir kamu udah sekalian mau pergi bulan madu,” ujar Nimas menggoda.Kalula tertawa kecil sambil menghampirinya, &l
Sesampainya di rumah setelah mengantar makan siang untuk suaminya, Kalula segera mengemasi barang-barang mereka, bersiap untuk perjalanan kembali ke kota. Dia mengerjakannya dengan cekatan, meski hatinya diliputi rasa enggan. Ada sesuatu yang menahannya, membuatnya ingin tinggal lebih lama di rumah sederhana itu.Kalula berdiri sejenak di ambang pintu, menatap halaman yang sangat menyejukkan dan begitu menenangkan. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan perasaan yang berkecamuk.“Rasanya berat sekali harus berpisah lagi dengan rumah ini,” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.Pukul tiga sore, suara deru mesin mobil terdengar mendekat‒ diikuti suara roda berdecit lembut di atas kerikil halaman. Kalula tahu itu mobil suaminya. Dengan senyuman yang selalu ia siapkan untuk Sagala, ia melangkah keluar untuk menyambut.“Mas Saga udah pulang? Mau makan dulu, atau langsung siap-siap?” tanyan
Keesokan paginya, sinar matahari perlahan merayap masuk melalui celah-celah rumah kayu peninggalan mendiang nenek Rini. Kalula kembali sibuk di dapur, menyiapkan sarapan sederhana untuk suaminya, Sagala, dan Erik. Hari ini dia memutuskan untuk membuat nasi goreng dan telur mata sapi.Tak butuh waktu lama, masakannya pun siap. Aroma harum nasi goreng dan telur mata sapi segera memenuhi ruangan, mengundang siapa pun yang menciumnya untuk segera mencicipi.“Akhirnya selesai juga,” gumamnya sambil tersenyum, “Lebih baik aku segera menyajikannya di meja makan, lalu menyiapkan pakaian kerja untuk Mas Saga. Setelah itu, aku bisa pergi ke kebun.”Setelah semua tersaji di meja makan dan tertutup rapi dengan tudung saji, Kalula beranjak ke kamar untuk membangunkan suaminya dan menyiapkan pakaiannya.Saat masuk ke kamar, dia melihat Sagala masih terlelap di atas tempat tidur. Kalula duduk di tepi ranjang, meman
Matahari semakin tinggi, menandakan waktu istirahat siang bagi para pekerja proyek. Erik memperhatikan sebagian besar dari mereka tampak lelah, dengan keringat membasahi seragam mereka. Ia melambaikan tangan dan memberi isyarat."Kalian istirahat dulu," katanya dengan nada tegas namun ramah. Para pekerja mengangguk dan berjalan menuju tempat istirahat yang disediakan, beberapa mengucapkan terima kasih pada Erik sebelum berlalu.Erik kemudian menghampiri Sagala yang duduk di bawah bayangan tenda, sibuk menatap layar iPad-nya dengan alis berkerut. Erik duduk di sampingnya dan mencoba mengintip layar yang tampak terang di bawah sinar matahari."Masih ada masalah?" tanya Erik sambil membuka botol air mineralnya.Sagala mengangguk sambil mengusap pelipis, "Ada laporan tambahan. Material yang datang tadi pagi juga masih di bawah standar." Dia menghela napas, meletakkan iPad-nya di pangkuan, "Kalau benar ad
“Mas Saga gak siap-siap? Katanya hari ini Mas harus pergi ke perbatasan buat ngecek proyek di sana,” ujar Kalula, tersenyum sambil menatap suaminya yang kini tengah berjongkok di sebelahnya.“Iya-iya, setelah ini.” Jawab Sagala sambil menarik napas panjang, “Aku masih ingin menikmati pagi ini sebentar bermesraan dengan istriku.”Mereka berdua tertawa kecil, lalu Sagala mulai membantu Kalula merapikan kebun kecil di samping rumah. Tangan mereka sibuk mencabut rumput liar, sesekali diiringi obrolan ringan dan canda tawa yang membuat pagi itu semakin cerah dan penuh kehangatan.Di sela-sela candaan Sagala yang membuat Kalula tertawa lepas, tiba-tiba terdengar suara dari arah depan rumah.“Woi, bucin terus lo! Mau kerja atau mau pacaran seharian di kebun?” teriak Erik sambil berdiri di tepi pagar dengan tangan di pinggang, wajahnya tampak pura-pura serius,