Pintu ruang aula terbuka. Kalula merasa gugup karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, kemudian berjalan masuk menuju pada keluarganya, di depan sudah ada papa, mama dan juga kedua calon mempelai.
Mereka semua tengah meatap Kalula dengan tatapan tidak suka, terutama Kiara. 'Wah.. dia cantik sekali! Bagaimana bisa pria itu menyia-nyiakan gadis secantik dia dan lebih memilih saudara tirinya itu.' 'Iya ya anda benar sekali. Sangat rugi menyiakan gadis seperti dia.' 'Wow... Bagaimana bisa ada gadis secantik ini?! Bahkan dia terlihat begitu anggun daripada calon mempelai wanitanya.' Terdengar banyak pujian pada Kalula. Tetapi, tidak sedikit juga yang menatapnya tidak suka dan membicarakan hal buruk tentangnya. 'Bukankah itu mantan dari mempelai pria?' 'Iya, anda benar. Pasti dia sengaja ingin mengacaukan pernikahan saudara nya.' Sepanjang dia berjalan menuju depan, telinganya terus mendengar bisikan-bisikan yang di lontarkan oleh beberapa tamu ketika melihat Kalula saat ini. Namun, gadis itu memilih untuk diam saja dan mengabaikannya. Dari arah depan, Kiara berjalan menghampiri Kalula, “Ha ha ha... Gue pikir lo gak bakalan dateng ke pernikahan gue, ternyata nyali lo cukup berani juga, ya.” Seru Kiara. “Kenapa aku harus tidak datang? Ini kan pernikahan saudara ku‒ tentu saja aku harus datang.” Ucap Kalula dengan santai. Gadis itu berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan keluarganya dan mantan kekasihnya. “Selamat, ya. Semoga pernikahan kalian bisa langgeng, dan jagain suami kamu biar gak suka ganggu kehidupan aku lagi.” Ucap Kalula lagi seraya melirik ke arah Mario yang juga tengah menatapnya. “Ha ha ha... Mana mungkin Mario kaya gitu, lo gak usah halu dan terlalu percaya diri deh.” Kiara menertawakan Kalula, kedua tangannya di lipat di depan dada. “Terserah mau kamu percaya atau enggak, karena pria yang tukang selingkuh akan selamanya menjadi tukang selingkuh dan tidak akan pernah berubah.” Kalula mengingatkan. “Sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian.” Setelah mengatakan itu, Kalula memutar badannya hendak pergi dari sana. Namun, belum sempat gadis itu berhasil melangkahkan kakinya, terdengar suara bariton dari seorang pria paruh baya yang sangat tidak asing di telinganya. Kalula memejamkan kedua matanya. Tangannya meremas kedua sisi gaunnya. Gadis itu mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk menghadapi pria paruh baya tersebut. Di saat Kalula berbalik badan, dia sangat terkejut ketika pipi nya langsung mendapat tamparan dari pria paruh baya itu sampai membuat tubuhnya memutar ke samping karena sangking kerasnya tamparan itu, hingga menimbulkan rasa panas yang menjalar di pipi kirinya. “Salah Kalula apa, pa? Kenapa tiba-tiba Kalula di tampar?” tanya gadis itu dengan nada rendah. “Kamu pantas mendapatkan tamparan itu, karena sudah berani bicara kurang ajar pada Kiara!” ujar Teo. “Pa... dimana lagi letak kesalahan, Kalula?! Kalula hanya mengatakan yang sebenarnya! Kenapa sih papa selalu menganggap Kalula ini salah? Sedikit pun papa gak pernah menganggap Kalula ini benar.” Seru gadis itu. Air matanya tidak bisa di bendung lagi. Cairan bening dari kedua matanya saling berjatuhan satu persatu membasahi wajahnya yang sudah terpoles dengan riasan itu. “Di mata saya, kamu itu selalu salah, Kalula! Dasar anak pembawa sial dan selalu bikin malu keluarga!” Ujar pria paruh baya itu. Bugh! Tubuh Kalula didorong oleh seorang wanita paru baya yang tidak lain adalah mama tirinya, membuat Kalula tersungkur di hadapan semua para tamu undangan yang datang. Jelas saja kejadian itu menjadi buah bibir mereka semua, kembali mereka mulai berbisik-bisik. “Pergi dari sini! Kau ini datang hanya untuk menghancurkan saja acara pernikahan anak saya!” bentak wanita paru baya itu‒ Astrid, mama tirinya. Kalula segera berdiri, menatap kedua orang tuanya bergantian dengan sorot mata marah. “Sudah, om Teo. Malu di lihat sama para tamu.” Ucap Mario. Pria itu berjalan menghampiri pria paru baya itu dan berdiri di sampingnya. Sementara Kalula yang melirik mantan kekasihnya itu, sangat muak sekali melihat Mario dengan berlagak sok baik di depan semua orang. “Kamu juga, Kalula. Udah dong jangan bikin masalah lagi di acara pernikahan aku.” Kini Mario berganti menatap Kalula, “Kalau tahu kamu akan membuat masalah kaya gini, lebih baik kemarin aku gak usah undang kamu aja.” Sambungnya lagi. “Lagi pula kamu sendiri kan yang udah ninggalin aku dan selingkuh sama pria lain, kenapa sekarang kamu gak seneng ngeliat aku menikah dengan Kiara?” Mario memasang wajahnya seakan dialah yang paling tersakiti disini. Mendengar ucapan Mario, membuat Kalula mengerutkan keningnya, ‘Astaga... Kenapa bisa ada manusia semanipulatif ini? Benar-benar membuatku sangat jijik mendengar ucapannya.’ “Berhenti bicara omong kosong dan merasa paling tersakiti, Mario! Jelas-jelas kamu yang selingkuh dengan saudara tiriku, dan bahkan sekarang dia tengah hamil anak kamu!” ujar Kalula membuat Mario sedikit terkejut dan menoleh sebentar pada Kiara yang ada di belakangnya seraya memberikan kode melalui matanya. “Lo ngomong apasih, Kal?! Siapa yang lagi hamil?” tanya Kiara. Mereka semua memang sangat pandai sekali bersandiwara. Kalula benar-benar tidak habis pikir. “Kamu sendiri yang memberitahu ku kemarin, Kiara. Kenapa sekarang kamu malah bertanya seperti itu.” “Lo jangan fitnah dong. Gue gak pernah tuh bilang kalau lagi hamil.” “Enggak, pa. Kiara gak lagi hamil kok. Dia aja emang yang iri dan gak suka melihat aku bahagia sama Mario.” Ucap Kiara pada Teo, “Kalula itu cuma malu aja mengakui kalau dia udah selingkuh dari Mario, makanya sekarang dia berusaha buat bikin malu aku di depan semua orang.” “Iya, nak. Papa percaya sama kamu, udah ya gak perlu sedih‒ hari ini kan pernikahan kamu, jadi gak boleh sedih.” Ucap pria paru baya itu seraya mengusap kepala Kiara dengan penuh kasih sayang. Kali ini Kiara menang lagi. Wanita itu tersenyum puas ke arah Kalula. Perlakuan Teo pada Kiara sangat berbanding terbalik dengan perlakuan yang di berikan pada Kalula yang notabenya adalah anak kandungnya sendiri. Tiba-tiba para tamu undangan riuh seraya melihat ke arah layar yang ada di depan. Karena penasaran, Teo pun berbalik badan dan melihat apa yang membuat semua orang riuh. Tangannya mengepal dengan sorot kedua matanya memperlihatkan amarah yang sangat memuncak. Lalu pria paru baya itu kembali berbalik badan dan lagi-lagi tangannya mendarat dengan keras di pipi Kalula hingga menimbulkan bekas kemerahan. “Lihat! Apalagi ini, Kalula!” bentak Teo seraya menuntun kepala Kalula untuk melihat ke arah layar, “Dasar anak sialan kamu!” “Tidak ada hentinya kamu mempermalukan keluarga saya!” “Jadi itu pria selingkuhanmu?!” “Bukan, pa. Kalula beneran gak selingkuh, seperti apa yang di katakan oleh Mario.” Ucap Kalula. “Percaya sama Kalula‒ Kalula beneran gak selingkuh.” Kalula berusaha untuk membela diri. Meskipun dia tahu akan sia-sia saja, karena yang ada di dalam foto itu memanglah dirinya dengan seorang pria yang tengah merangkul pinggang nya. Mungkinkah yang mengambil foto dirinya itu adalah Mario? “Mau ngelak apa lagi kamu, hah?! Bukti sudah sangat jelas!” ujar Mario. “Astaga, Kalula. Gue gak nyangka banget, ternyata lo diem-diem pemain juga ya.” Sahut Kiara berjalan ke arah Kalula. Teo sudah sangat naik pitam, dia langsung mengambil ancang-ancang untuk menampar Kalula. Namun, sebelum tangannya mendarat di pipi gadis itu, suara seseorang terlebih dulu menghentikan. “Jauhkan tangan kotormu itu dari milikku!” suara bariton yang terkesan berat namun begitu dingin dan mengintimidasi menggema di ruangan itu. Penasaran, semua orang menoleh ke arah sumber suara‒ menatap seorang pria tampan tengah berdiri di ambang pintu masuk sembari memasukkan kedua tangan pada saku celananya.Sagala berjalan melewati semua orang, pandangannya lurus ke depan dengan sorot matanya yang mengintimidasi. Di ikuti dengan Erik yang juga berjalan di belakangnya. 'Siapa pria itu?’ ‘Entahlah... Saya juga tidak tahu, nyonya.’ Seluruh tamu undangan yang berada di ruangan itu saling berbisik-bisik membicarakan kedatangan Sagala di ruangan itu, serta menatap pria itu dengan penasaran. Setibanya di depan, kedua tangan Sagala langsung merangkul pundak Kalula, “Kau tidak apa-apa? Mereka tidak keterlaluan padamu kan?” tanya nya. Kalula menatap Sagala dengan mendongak, kemudian menggelengkan kepalanya. Tetapi, Sagala tidak begitu saja langsung percaya, karena dia sangat tahu sekali bagaimana gadis nya itu. Kalula tidak akan memberitahunya apa yang terjadi. Pria itu mulai meneliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan akhirnya mata elangnya mendapati sebuah bekas merah berada di pipi sebelah kiri gadis itu, “Siapa yang melakukannya? Katakan pada saya!” tanya Sagala dengan nada be
Tak lama kemudian, Kalula mendengar semua orang yang dilewatinya mulai berbisik-bisik tentang sesuatu—tetapi gadis itu tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, karena merasa penasaran, Kalula mencoba berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah video yang memperlihatkan Mario dan Kiara bermesraan di sebuah hotel beberapa waktu lalu. Kalula mendongak, "Apa kau sudah menyiapkan semua ini?" bisik Kalula kepada Sagala. "Ya, saya memang sengaja menyiapkan semuanya. Saya minta Erik mencari video itu lewat rekaman CCTV di hotel," jawab Sagala. "Karena sejak awal aku sudah menduga kalau mereka akan melakukan sesuatu kepadamu," imbuhnya. Kalula tersenyum manis pada Sagala, ia tak menyangka masih ada orang baik yang mendekatinya selain sahabatnya, Nimas. Meski baru kenal sebentar, lelaki itu sudah berbuat banyak untuknya. “Terima kasih karena selalu membantuku di waktu yang tepat,” kata Kalula. Tiba-tiba, tangan Sagala mendarat di atas kepalanya, lalu mengusapnya dengan
Kalula terkejut sesaat, namun saat bibir mereka menyentuh, semua perasaan campur aduk dalam dirinya seolah menguap. Jantungnya berdegup kencang, seolah terjebak dalam momen yang tak terduga. Dia tidak bisa mempercayai apa yang terjadi, tapi saat Sagala menariknya lebih dekat, rasa hangat mengikat hatinya. Namun, saat kesadarannya kembali, Kalula mendorong tubuhnya menjauh. “Apa yang kamu lakukan?!” serunya, suaranya bergetar antara malu dan bingung. Sagala tampak terkejut, tetapi ada nada percaya diri dalam senyumannya, pria itu tahu jika gadis yag ada di depannya itu tengah malu karena terlihat jelas saat ini pipinya merona merah, “Aku hanya ingin kamu tahu betapa aku peduli padamu,” katanya lembut, mencoba meraih tangan Kalula. “Peduli? Apa maksud ucapanmu?” Kalula menjawab, wajahnya mencoba mengubahnya ke arah lain untuk menyembunyikan kegugupannya. “Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.” Sagala berpikir, sepertinya memikirkan sebuah kata. Lalu pria itu mengembuskan na
Keesokan harinya, Kalula bangun lebih awal. Sinar matahari masih malu-malu mengintip dari balik tirai, menciptakan bayangan lembut di kamar tidurnya. Udara pagi yang sejuk merayap masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka, membuat Kalula merasa segar dan penuh semangat. Ia merentangkan tubuhnya perlahan, menikmati ketenangan sejenak sebelum hari benar-benar dimulai.Kalula mulai membersihkan tubuhnya dengan cepat, membasuh wajah dengan air dingin yang membuatnya semakin terjaga. Setelah mengenakan pakaian sederhana, ia bergegas menuju dapur untuk membantu maid menyiapkan sarapan untuk Sagala, pria yang sudah sangat baik padanya. Setelah apa yang terjadi ketika di pasar malam dan apa yang sudah mereka bicarakan tadi malam, Kalula akan memulai membiasakan diri, hitung-hitung sebagai balas budi karena pria itu sudah banyak menolongnya.“Anda memasak apa untuk sarapan hari ini?” tanya Kalula pada maid yang sedang berada di dapur, melihat wanita itu sibuk menyiapkan bahan-bahan.Mai
Setelah jam makan siang, Kalula berinisiatif untuk pergi ke kantor Sagala‒ mengantarkan makan siang yang sudah dia buat tadi bersama Tika‒ maid rumah Sagala. Dia merasa senang bisa memberikan kejutan kecil untuk Sagala.Namun, ketika Kalula sampai di sana, hatinya bergetar saat melihat pemandangan yang tidak terduga. Di ruang kerja kantor, Sagala sedang asyik menikmati makan siang bersama seorang wanita yang tidak dikenal. Wanita itu tampak elegan dan anggun, dengan senyum yang terlihat akrab dan lekat dengan Sagala.Mereka tertawa bersama, dan terlihat sangat jelas kehangatan di antara mereka membuat Kalula merasa seolah-olah terjepit dengan perasaan yang tidak jelas.‘Perasaan apa ini? Kenapa rasanya aku begitu tidak rela melihat Saga bersama dengan wanita itu.’Kalula tertegun sejenak, merasakan cemas menyergapnya. Dia tidak tahu siapa wanita itu, tetapi chemistry di antara mereka tampak jelas. Sagala terlihat lebih santai dan b
Pukul enam malam. Sagala yang baru saja pulang dari kantor melihat sekeliling rumahnya tampak sepi. Kalula yang biasanya akan berada di dapur kini tidak terlihat, hanya ada Tika yang tengah sibuk menyiapkan makan malam.Sagala bertanya pada Tika, di mana Kalula berada. Tika menjawab bahwa dia tidak mengetahui, karena setelah mengantar makan siang ke kantor Sagala siang tadi, gadis itu sama sekali belum kembali kerumah.Sagala mengernyitkan dahi‒ merasakan ketidaknyamanan yang mulai merayap ke dalam pikirannya, “Tidak kembali? Dia seharusnya sudah ada di sini.” Gumamnya. Pria itu berusaha menenangkan diri meskipun ada rasa khawatir yang mulai menguasai pikirannya."Mungkin dia hanya butuh waktu untuk sendiri, Tuan.” Jawab Tika sambil menyusun piring-piring di meja makan.Sagala merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar keinginan untuk sendiri. Dia berusaha mengingat kembali percakapan mereka terakhir kali dan menyadari ba
Kalula meremas erat gaunnya, hatinya diliputi kebingungan dan ketakutan. Dia ingin menghadapi Sagala, ingin mengatakan semuanya, tapi ketakutan akan kekecewaan terus membelenggunya. Kakinya terasa berat, seolah tidak mampu untuk melangkah maju.Saat itu, dia mendengar suara langkah kaki mendekat. Sagala tiba-tiba memutar tubuhnya dan berjalan menuju pintu. Napas Kalula tertahan, dadanya semakin sesak, dan detak jantungnya semakin kencang."Kalula!" Suara Sagala terdengar, lembut namun penuh dengan pertanyaan, seakan dia tahu gadis itu ada di dekatnya.Kalula terdiam di balik pintu, tubuhnya menegang. Dalam hati, dia bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika mereka saling berhadapan sekarang? Haruskah dia menjawab panggilannya atau tetap bersembunyi dalam kebisuannya? Rasa ragu semakin menelan keberaniannya, dan dia hanya bisa berharap waktu berhenti sejenak, memberikan kesempatan untuk berpikir lebih jernih.Namun, rasa takut membuatnya memilih u
Kalula menatap Lia dengan wajah bingung, sementara Sagala merasa seolah dunia di sekelilingnya mendadak berhenti. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Kenyataan apa yang akan terungkap? Lia datang kembali ke rumah Sagala dengan ekspresi tidak suka, matanya melirik Kalula dengan penuh sindiran.“Wah.. wah.. wah... Ternyata wanita ini masih berada disini. Aku pikir dia sudah pergi karena punya malu.” Seru Lia seraya melipat kedua tangannya di dada.Kalula merasa seolah semua perhatian terpusat padanya. Dia menahan napas, berusaha tidak terpengaruh oleh nada sinis Lia, “Apa yang kamu inginkan, Lia?” tanyanya, berusaha tetap tenang.Lia mengabaikan pertanyaannya dan berbalik kepada Sagala, “Aku baru saja mendengar sesuatu yang sangat menarik, Kak. Ternyata Kalula tidak sebaik yang kita kira. Dia punya masa lalu yang cukup buruk.”Sagala merasakan perutnya mules, meramalkan arah pembicaraan ini, “Lia, cepat bicaralah apa yang ingin kamu bicarakan. Aku ti
Menjelang sore, suasana kafe mulai lengang. Lampu gantung di langit-langit yang berbentuk bola kaca mulai menyala‒ memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Aroma kopi yang khas masih samar-samar tercium, berpadu dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven.Beberapa meja masih terisi pelanggan. Ada yang bercengkerama ringan, ada pula yang menatap layar laptop dengan fokus. Di sudut ruangan, pasangan muda tampak berbagi sepotong cake sambil tersenyum kecil. Kesibukan pagi yang penuh antrean sudah lama berlalu, meninggalkan keheningan yang terasa nyaman namun sedikit melankolis.Kalula berdiri di belakang meja kasir, jarinya mengetuk-ngetuk ringan countertop kayu yang sudah mulai aus di beberapa sudut. Tatapannya sesekali melirik ke arah Lia yang sedang merapikan etalase roti. Rak-rak kaca itu kini berisi sisa-sisa stok yang mulai menipis‒ beberapa croissant, brownies, dan sepotong cheesecake yang tampak sedikit miring di ujung p
Mentari pagi menyelinap melalui jendela rumah besar itu, membawa kehangatan yang lembut. Kalula membuka mata perlahan, menyadari bahwa Sagala sudah tidak ada di sisinya. Dia menguap kecil, menggeliat sejenak sebelum bangkit. Dari dapur, terdengar suara panci diketuk-ketuk dan aroma masakan yang menggugah selera.“Aroma apa ini?” gumam Kalula sambil berjalan ke dapur, wajahnya masih sedikit mengantuk.Sagala mengenakan kemeja hitam santainya, tampak sibuk mengaduk telur orak-arik di atas kompor. Wajahnya serius, seperti sedang memimpin rapat di kantor‒ namun kali ini yang pria itu kendalikan adalah spatula.“Pagi, Sayang.” Sapa Sagala tanpa menoleh, suaranya santai namun hangat, “Aku bikin sarapan buat kita.”Kalula tersenyum tipis, lalu melingkarkan lengannya di pinggang suaminya. Namun, matanya melirik ke sudut dapur. Biasanya, pagi-pagi seperti ini dia sibuk di dapur bersama Tika‒ maid mereka yang
Malam semakin larut ketika Lia tiba di rumah mewahnya. Suasana sepi menyelimuti, hanya terdengar deru lembut pendingin ruangan yang menyapa dari pintu utama. Lia memarkir mobilnya asal-asalan, menutup pintu mobil dengan suara yang sedikit lebih keras dari biasanya. Langkahnya gontai saat dia berjalan menuju pintu depan.Begitu masuk, seorang maid menyambutnya dengan senyum sopan, "Selamat datang, Nona Lia. Apa anda butuh sesuatu?" tanyanya lembut.Lia menggeleng pelan tanpa banyak bicara. Dia melepas sepatu hak tinggi dan menyerahkannya kepada maid, "Enggak. Aku mau langsung istirahat. Terima kasih," ucapnya singkat sebelum melangkah naik ke lantai dua.Sesampainya di kamarnya, Lia langsung membuka pintu dan masuk. Kamar itu luas dan tertata sempurna‒ dinding krem lembut, tempat tidur besar yang terlihat begitu nyaman, serta jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Namun, Lia tidak memperhatikan semua itu malam in
Erik terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Sagala. Dia meletakkan dokumen di meja, menatap temannya dengan dahi sedikit berkerut.“Apa maksud lo? Gue enggak ngerti,” ucapnya dengan nada setengah bercanda.Sagala yang bersandar di sofa, melipat tangannya di dada. Tatapannya tajam namun tidak menghakimi, “Gue ngomong soal Lia. Hubungan lo sama dia. Lo sadar enggak, dia kelihatan mulai bersikap beda ke lo?”Erik mendengus, mencoba mencairkan suasana, “Lia? Seriusan, Sag? Gue enggak ngerti kenapa lo mikir kaya gitu. Kita cuma akrab doang loh. Gue enggak pernah‒ dan enggak ada niatan ataupun ngasih sinyal apa pun ke dia.”Sagala menghela napas pelan, tetap tidak melepaskan tatapan seriusnya, “Dengar, Rik. Dia memang bukan adik kandung gue, tapi dia udah gue anggap kayak keluarga. Anak dari rekan bisnis keluarga gue yang udah dekat sama gue
Ketika sampai di kafe, langkah Kalula disambut senyum ramah para staf.“Selamat pagi, Mbak Kalula!” sapa Ana, salah satu barista, sambil melambaikan tangan.“Pagi, Ana. Semangat, ya!” jawab Kalula dengan senyuman hangat.Aroma kopi segar dan roti yang baru dipanggang memenuhi udara Kafe Romania. Suasana hangat dan nyaman terasa menyelimuti ruangan. Cahaya lampu gantung yang lembut berpadu dengan dekorasi tanaman hijau membuat kafe tampak hidup. Meja-meja penuh dengan pelanggan tetap yang berbincang santai sambil menikmati sarapan.Di sudut ruangan, Nimas‒ sahabat Kalula, berdiri dengan kedua tangan di pinggang. Ekspresi pura-pura kesal menghiasi wajahnya.“Balik juga akhirnya. Aku pikir kamu udah sekalian mau pergi bulan madu,” ujar Nimas menggoda.Kalula tertawa kecil sambil menghampirinya, &l
Sesampainya di rumah setelah mengantar makan siang untuk suaminya, Kalula segera mengemasi barang-barang mereka, bersiap untuk perjalanan kembali ke kota. Dia mengerjakannya dengan cekatan, meski hatinya diliputi rasa enggan. Ada sesuatu yang menahannya, membuatnya ingin tinggal lebih lama di rumah sederhana itu.Kalula berdiri sejenak di ambang pintu, menatap halaman yang sangat menyejukkan dan begitu menenangkan. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan perasaan yang berkecamuk.“Rasanya berat sekali harus berpisah lagi dengan rumah ini,” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.Pukul tiga sore, suara deru mesin mobil terdengar mendekat‒ diikuti suara roda berdecit lembut di atas kerikil halaman. Kalula tahu itu mobil suaminya. Dengan senyuman yang selalu ia siapkan untuk Sagala, ia melangkah keluar untuk menyambut.“Mas Saga udah pulang? Mau makan dulu, atau langsung siap-siap?” tanyan
Keesokan paginya, sinar matahari perlahan merayap masuk melalui celah-celah rumah kayu peninggalan mendiang nenek Rini. Kalula kembali sibuk di dapur, menyiapkan sarapan sederhana untuk suaminya, Sagala, dan Erik. Hari ini dia memutuskan untuk membuat nasi goreng dan telur mata sapi.Tak butuh waktu lama, masakannya pun siap. Aroma harum nasi goreng dan telur mata sapi segera memenuhi ruangan, mengundang siapa pun yang menciumnya untuk segera mencicipi.“Akhirnya selesai juga,” gumamnya sambil tersenyum, “Lebih baik aku segera menyajikannya di meja makan, lalu menyiapkan pakaian kerja untuk Mas Saga. Setelah itu, aku bisa pergi ke kebun.”Setelah semua tersaji di meja makan dan tertutup rapi dengan tudung saji, Kalula beranjak ke kamar untuk membangunkan suaminya dan menyiapkan pakaiannya.Saat masuk ke kamar, dia melihat Sagala masih terlelap di atas tempat tidur. Kalula duduk di tepi ranjang, meman
Matahari semakin tinggi, menandakan waktu istirahat siang bagi para pekerja proyek. Erik memperhatikan sebagian besar dari mereka tampak lelah, dengan keringat membasahi seragam mereka. Ia melambaikan tangan dan memberi isyarat."Kalian istirahat dulu," katanya dengan nada tegas namun ramah. Para pekerja mengangguk dan berjalan menuju tempat istirahat yang disediakan, beberapa mengucapkan terima kasih pada Erik sebelum berlalu.Erik kemudian menghampiri Sagala yang duduk di bawah bayangan tenda, sibuk menatap layar iPad-nya dengan alis berkerut. Erik duduk di sampingnya dan mencoba mengintip layar yang tampak terang di bawah sinar matahari."Masih ada masalah?" tanya Erik sambil membuka botol air mineralnya.Sagala mengangguk sambil mengusap pelipis, "Ada laporan tambahan. Material yang datang tadi pagi juga masih di bawah standar." Dia menghela napas, meletakkan iPad-nya di pangkuan, "Kalau benar ad
“Mas Saga gak siap-siap? Katanya hari ini Mas harus pergi ke perbatasan buat ngecek proyek di sana,” ujar Kalula, tersenyum sambil menatap suaminya yang kini tengah berjongkok di sebelahnya.“Iya-iya, setelah ini.” Jawab Sagala sambil menarik napas panjang, “Aku masih ingin menikmati pagi ini sebentar bermesraan dengan istriku.”Mereka berdua tertawa kecil, lalu Sagala mulai membantu Kalula merapikan kebun kecil di samping rumah. Tangan mereka sibuk mencabut rumput liar, sesekali diiringi obrolan ringan dan canda tawa yang membuat pagi itu semakin cerah dan penuh kehangatan.Di sela-sela candaan Sagala yang membuat Kalula tertawa lepas, tiba-tiba terdengar suara dari arah depan rumah.“Woi, bucin terus lo! Mau kerja atau mau pacaran seharian di kebun?” teriak Erik sambil berdiri di tepi pagar dengan tangan di pinggang, wajahnya tampak pura-pura serius,