Share

5. MENYEBALKAN

Setelah Kiara memberikan sebuah surat pada Kalula. Wanita itu langsung pergi meninggalkan gadis itu. Namun, Kalula tidak langsung membukanya. Dia lebih memilih memasukkan ke dalam tas, karena dia sangat malas sekali‒ apalagi jika sudah berkaitan dengan saudara tirinya itu.

“Lebih baik aku langsung pulang aja sekarang. Lagian badanku rasanya udah pegel banget.” Ucap Kalula.

Sesampainya di rumah Sagala. Terlihat sangat sepi‒ pikirnya semua orang sudah istirahat di dalam kamarnya masing-masing, karena memang hari sudah sangat malam. Kalula juga segera pergi ke kamarnya sendiri.

Di dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Kemudian kakinya melangkah menuju balkon. Gadis itu merentangkan kedua tangannya seraya memejamkan matanya dan menghirup udara dalam-dalam untuk melepas sejenak semua beban dalam dirinya.

Kalula membuka matanya, sembari melamun menatap lurus ke depan. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal pikirannya, “Sekarang aku sudah kehilangan satu-satunya pekerjaan yang aku miliki. Lalu, setelah ini aku harus mendapatkan uang dari mana.” Ucap gadis itu.

Secepatnya Kalula juga akan mencari tempat tinggal yang baru, karena tidak mungkin selamanya gadis itu akan tinggal di rumah milik Sagala, “Hufftt.. lebih baik aku pikirkan saja lagi besok. Sekarang lebih baik aku bersih-bersih dan istirahat.”

Gadis berbalik badan, melangkah masuk ke dalam kamar. Namun, seketika kakinya berhenti saat matanya melirik tas nya yang tadi dia letakkan di atas nakas.

“Kira-kira apa ya kertas yang di kasih Kiara tadi.” Ucap gadis itu. Karena sangat penasaran, Kalula menunda niatnya untuk mandi.

Tangannya mulai meraih tas miliknya dan merogoh selembar kertas tadi. Ketika di buka, gadis itu tersentak‒ matanya melebar tidak percaya dengan apa yang di suguhkan di depan matanya itu.

Selembar kertas itu menunjukkan jika saudara tirinya tengah hamil. Lalu untuk apa Kiara memberitahunya, itu sama sekali bukan urusannya. Namun, Kalula penasaran apakah saudara nya itu benar-benar hamil atau tidak.

Dengan inisiatif, gadis itu mengambil ponsel miliknya dan segera menghubungi Kiara untuk menanyakan kebenarannya.

“Halo.. Ngapain lo telfon gue, hmm?!” tanya Kiara dari balik telepon dengan nada ketus, “Pasti lo udah baca kan kertas yang gue kasih tadi. Gimana kejutan dari gue bagus kan?” sambungnya lagi.

“Jadi, maksudnya kamu beneran hamil, ra?” tanya Kalula.

“Iya lah!”

“Ba-bagaimana bisa? Lalu siapa pria yang sudah menghamili kamu?” tanya gadis itu lagi.

“Tentu aja Mario, mantan pacar lo itu.” Jawab Kiara dengan enteng.

Degh!

Kalula mendadak tidak bisa berkata-kata. Lidahnya kelu‒ air mata sudah memenuhi pelupuk matanya. Dadanya terasa sesak, seakan baru saja tertimpa reruntuhan yang sangat besar.

“La-lalu, apa papa sudah tahu jika kamu hamil dengan Mario?” tanya Kalula. Suara gadis itu mulai terdengar bergetar, air mata yang sejak tadi di tahan olehnya, akhirnya tumpah juga membasahi pipinya. Hatinya benar-benar sakit, kedua tangannya gemetar.

“Papa tidak perlu tahu tentang ini, yang terpenting Mario mau bertanggung jawab dan menikahi ku.” Jawab Kiara.

Jelas saja Kiara tidak akan memberitahu Teo tentang kehamilannya itu, karena jika pria paruh baya itu sampai tahu‒ maka dia akan mendapat amukan, atau bahkan bisa di usir dari rumah, seperti Kalula.

Kalula tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya teramat sakit, gadis itu tidak menyangka jika selain sekedar berselingkuh dengan Kiara, Mario juga menghamilinya.

“Jadi gue minta mulai sekarang lo jauhin Mario, karena dia sebentar lagi akan menjadi ayah dari anak yang ada di perut gue.” Ucap Kiara, kemudian wanita itu langsung mematikan sambungan teleponnya.

Sementara Kalula masih bungkam. Tiba-tiba ponselnya jatuh hingga layarnya pecah, air matanya semakin deras saling berlomba-lomba untuk mendarat di pipi.

Tega sekali mereka melakukan hal itu padanya. Kalula pikir, di khianati dengan perselingkuhan mereka kemarin adalah hal yang paling menyakitkan, tapi ternyata sekarang dia harus menerima kabar yang lebih menyakitkan lagi.

“Tega sekali kalian padaku? Sebenarnya apa salahku pada kalian?”

Kalula merasakan sesak yang teramat sangat di dadanya hingga dia kesulitan untuk bernapas.

“Sejak dulu Kiara sudah mengambil semuanya dari ku, dan sekarang pun dia masih belum puas mengambil segala hal dariku lagi.” Isaknya.

**

Pagi harinya. Kalula bangun dengan kedua mata bengkak karena semalaman dia hanya menangis sampai pukul dua pagi. Dengan rasa malas, Kalula terpaksa beranjak dari atas tempat tidurnya karena dia harus pergi untuk mencari pekerjaan yang baru lagi.

Kaki nya berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Dia memutuskan berendam di dalam air hangat untuk merileks kan pikirannya yang sedang kacau.

“Kenapa sih semua masalah harus menimpa aku terus-terusan? Apa aku emang gak pantes untuk merasakan bahagia?” ucap Kalula.

Dua puluh menit berlalu. Kalula sudah rapi dengan pakaiannya, dia menatap pantulan dirinya di depan cermin untuk memoles sedikit wajahnya, terutama di bagian kedua mata yang bengkak.

“Semangat Kalula,” batin Kalula seraya mengela napas berat.

Ketika sudah sampai di meja makan, ternyata di sana sudah ada Sagala yang sedang menikmati sarapannya dengan tenang, “Tumben sekali pria ini sudah ada di sini.” Batin Kalula.

Kemudian gadis itu pun segera menarik kursi dan ikut mendudukkan dirinya di kursi yang berada di seberang Sagala. Menyadari kehadiran Kalula, pria itu langsung mendongakkan wajah dan menatap pada gadis yang ada di depannya itu.

Sagala mengerutkan dahinya, kedua matanya meneliti baik-baik wajah milik gadis itu. Seperti terlihat ada yang berbeda di sana, dan ya benar saja‒ Sagala menyadari bahwa kedua mata Kalula ada yang salah.

Baru saja Kalula akan memulai sarapannya, urung karena Sagala bertanya padanya.

“Kenapa mata kamu, hmm?” tanya Sagala dengan nada datar.

“Hah!” Kalula mendongakkan wajahnya, “Memangnya kenapa dengan mataku? Mataku baik-baik aja kok, gak bengkak.” Sambungnya lagi, gadis itu tanpa sadar keceplosan mengatakan hal itu.

“Bengkak? Aku tidak mengatakan jika matamu bengkak.” Ujar pria itu.

“Mm.. It-itu, maksud bukan begitu, tapi—” Kalula gugup, hingga dia sendiri pun kebingungan untuk menjawab pertanyaan Sagala.

“Cih! Kau pasti habis menangisi pria itu lagi kan?” tebak pria itu sembari bibirnya berdecih tidak suka, “Buang-buang energi saja kau ini.” Sambungnya lagi.

“Lalu apa urusannya denganmu, hah?!” sentak Kalula kesal pada Sagala, “Sudahlah! Aku jadi tidak berselera lagi untuk sarapan.”

Ketika gadis itu akan beranjak dari duduknya, Sagala langsung menahan dengan suaranya yang terdengar dingin, “Duduk! Habiskan sarapanmu! Jangan kemana-mana!” ucapnya. Tatapan pria itu sangat menakutkan.

Keberanian Kalula yang semula ada, tapi saat melihat tatapan pria itu langsung menciut begitu saja.

“Saya bilang duduk, Kalula!” ucapnya lagi dengan nada penuh penekanan.

Gadis itu kembali duduk dan segera menghabiskan sarapannya dengan tenang. Karena dia takut dengan tatapan Sagala yang masih setia melihat ke arahnya, “Tolong dong jangan melihatku seperti itu!” batinnya.

Kalula sangat kesulitan sekali menelan makanannya. Ada rasa takut dan gugup menjadi satu di dalam dirinya.

“Mau kemana kau? Sudah saya bilang jangan kemana-mana! Tunggu sampai saya menghabiskan sarapan, baru kau boleh pergi.” Lagi-lagi Sagala menghentikan Kalula yang akan pergi dari sana.

“Mau apa lagi sih? Aku kan sudah menghabiskan sarapanku, ck!” batin Kalula. Gadis itu benar-benar tidak berani melontarkan protesnya langsung di depan Sagala, yang hanya bisa dia lakukan hanyalah dengan menggerutu di dalam hati saja.

Lima menit sudah Kalula duduk dan merasa bosan ketika menunggu dan akhirnya Sagala pun sudah selesai.

“Apa sekarang aku sudah boleh pergi dari sini?” tanya Kalula.

“Tidak!” Pria itu beranjak dari duduknya, kemudian memakai jas nya. Dan ya, masih seperti biasa dia akan meminta Kalula untuk memakaikan dasi nya. Namun, kali ini hanya cukup merapikannya saja.

“Setelah ini kau ikut denganku!” ucap Sagala.

“Kemana? Aku harus pergi bekerja!”

“Kerja? Bukannya kau sudah di pecat dari tempat kerja mu, hmm?”

Gadis itu menautkan kedua alisnya, “Bagaimana kau tau aku di pecat?” tanya Kalula. Dia menatap curiga pada Sagala.

“Cih! Apa yang tidak saya tahu tentangmu, Kalula.” Jawab pria itu dengan enteng.

Benar juga yang di katakan oleh Sagala. Orang sepertinya tidaklah sulit jika ingin mengetahui semua tentang orang lain, apalagi orang seperti Kalula.

***

Tepat pukul sembilan, Sagala dan Kalula sampai di kantor milik pria itu. Ketika berada di rumah tadi, Kalula sempat menolak saat di ajak untuk pergi ke sana‒ tetapi pria itu terus membujuknya dengan menggunakan berbagai alasan sampai akhirnya gadis itu mau ikut.

“Lebih baik kau masuk saja ke dalam lebih dulu, karena aku tidak ingin ada gosip yang akan muncul jika aku masuk bersamaan denganmu.” Ucap Kalula.

“Baiklah...”

Kaki Sagala pun segera memasuki area kantor. Seluruh karyawan miliknya yang sudah datang, langsung membungkuk dan menyapanya dengan sopan. Namun, pria itu jika sudah berada di kantor, akan menampilkan wajah dinginnya untuk menjaga wibawanya di depan seluruh karyawan.

Sementara Kalula baru akan masuk ke dalam, langkahnya segera di hentikan oleh suara wanita yang sangat dia kenali. Lalu gadis itu pun menoleh seraya menampilkan eskpresi wajah datarnya.

“Ah.. Kebetulan sekali kita ketemu disini, saudara tiriku.” Ujar Kiara di susul dengan tawa meledek.

“Mau apa lagi kau?!” tanya Kalula dengan datar.

“Oh enggak kok. Aku cuma mau ngasih ini aja kok, jangan lupa datang ya.” Jawab Kiara seraya mengulurkan sebuah undangan berwarna merah pada Kalula.

“Kalau gitu, kita pergi dulu. Pokoknya jangan lupa dateng ya.” Ucap Kiara lagi.

“Ya udah yuk, sayang. Kita masuk aja sekarang.” Ajak Kiara, wanita itu sengaja menunjukkan kemesraan dengan Mario di depan Kalula, tetapi gadis itu berusaha untuk menghiraukan.

Kalula sudah berada di ruangan Sagala. Kalula sangat terpukau dengan ruangan milik pria itu, pasalnya ruangan itu memiliki desain interior Scandinavia, dimana karakteristik desain ini selalu hadir dengan dominasi warna netral dan furniture kayu yang hangat, di tambah warna pastel.

Di sana juga di lengkapi sebuah jendela besar yang membuat ruangan itu lebih luas dan terang.

“Buatkan saya kopi sekarang!” titah Sagala.

Seketika gadis itu merasa kesal. Jadi CEO menyebalkan ini mengajaknya untuk datang ke kantor miliknya hanya untuk menjadikannya sebagai pesuruh. Tau seperti itu, lebih baik tadi Kalula mencari pekerjaan baru saja.

Kalula menghela napas berat. Sudah empat kali kopi buatannya di tolak oleh Sagala, pria itu sangat cerewet sekali dan terlalu banyak permintaannya. Karena kaki gadis itu sangat pegal, dia pun memilih untuk menjatuhkan tubuhnya di sofa yang ada di depan meja kerja Sagala.

“Ck! Aku lelah sekali! Lebih baik kau tidak usah minum kopi, aku tidak mau membuatkan lagi.” gerutu Kalula kesal.

“Kau memarahiku?” ujar Sagala bernada tegas.

“Eh, tidak. Bukan begitu maksudku.”

Kalula berharap Sagala tidak akan mempermasalahkan soal ini.

“Kalau begitu, tolong cepat buatkan saya kopi lagi dan kali ini harus sesuai.” Pria tampan itu berucap dengan sangat enteng.

Gadis itu tidak punya pilihan lain. Dia sangat ingin sekali waktu bisa segera berakhir. Tanpa berkata lagi, Kalula beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan itu.

Setelah itu Sagala menyandarkan punggungnya ke kursi. Menatap punggung Kalula sampai menghilang di balik pintu.

Kali ini Kalula yang berada di dapur, sangat berhati-hati dalam membuat kopi‒ tidak ingin ada kesalahan lagi. Namun, ketika gadis itu tengah sibuk menyeduh kopi, seseorang memeluk tubuhnya dari belakang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status