“Sepertinya aku sudah mengganggumu pagi ini, tidak biasanya wajahmu terlihat sangat kusut seperti ini ketika aku datang kesini sepagi ini.” Tebak Erik.
“Memang!” Jawab Sagala ketus, “Sekarang cepatlah! Mau apa kau kesini sepagi ini? Jika bukan hal yang penting‒ aku akan memotong gaji mu bulan ini.” Sambungnya lagi. “Cih! Ancamanmu selalu saja seperti itu.” Ucap Erik Mahendra. “Cepatlah, Erik Mahendra! Aku belum mandi sekarang, kau jangan membuang-buang waktuku.” Ucap pria itu dan kali ini nada bicara nya penuh dengan penekanan dan ekspresi wajahnya sangat serius. “Oke-oke. Jadi aku sudah mencari tahu tentang pria itu, yang merupakan mantan kekasih perempuan itu‒ ternyata dia adalah seorang photografer perusahaan kita, dia juga photografer terbaik di kota ini.” Ujar Erik. “Sementara wanita yang bersama nya di hotel itu, dia adalah saudara tiri perempuan itu dan dia juga salah satu model di perusahaan kita‒ dia baru bergabung di perusahaan kita sekitar tiga bulan yang lalu atas rekomendasi dari pria itu.” Sambungnya lagi. Tatapannya yang tajam dan dingin membuat paras tampan Sagala semakin terlihat berwibawa, tetapi karena sebuah smirk yang tiba-tiba tercetak di bibirnya saat ini membuat semuanya menjadi terkesan sangat menakutkan. Beberapa detik kemudian, padangan pria itu beralih pada Erik, “Tahu kan apa yang harus kau lakukan setelah ini?!” tanya Sagala. “Tenang. Semuanya pasti beres hari ini juga.” Jawab Erik. Setelah mengatakan itu, Erik segera beranjak dari duduknya dan berpamitan pada Sagala sebelum dia di usir sang tuan rumah, dan dia juga akan segera melaksanakan perintah dari atasannya itu. ** Kalula sudah berpenampilan rapi, gadis itu berinisiatif untuk membantu Tika di dapur meskipun maid itu sudah berulang kali melarangnya karena takut jika tuannya sampai melihat, pria itu akan marah. “Nona Kalula lebih baik duduk saja di sana, biar ini saya yang selesaikan.” Ucap Tika. “Iya sebentar lagi, aku selesaikan dulu satu masakan ini. Setelah itu aku akan menuruti keinginanmu untuk duduk manis di sana.” Jawab Kalula. Gadis itu sedari tadi terus menerus di usir oleh maid itu, sehingga membuatnya sedikit kesal. “Ekhem!” “Apa yang sedang kau lakukan di dapur?” Terdengar suara deheman dari belakang Kalula dan juga Tika. Seketika mereka langsung berbalik badan. Melihat kedatangan Sagala, membuat Tika langsung menunduk ketakutan. Bagaimana dia tidak takut, karena bisa saja setelah ini dia mungkin akan kehilangan pekerjaan. “Kemarilah! Dan bantu aku!” ucap Sagala pada Kalula, “Dan kau‒ lanjutkan pekerjaanmu!” titah nya pada Tika. Setelah itu Kalula bergegas melangkahkan kakinya pada Sagala yang sedang berdiri di dekat meja makan. “Pasangkan dasiku sekarang.” Titah nya seraya mengulurkan sebuah dasi berwarna hitam pada Kalula dengan ekspresi wajah datar. Sementara Kalula menatap ke arah dasi itu dan juga Sagala secara bergantian, kenapa tiba-tiba pria itu memintanya untuk memasangkan dasinya. “Kenapa malah bengong? Cepatlah, aku harus segera pergi ke kantor sekarang.” Ucap pria itu dengan enteng seraya melihat jam di pergelangan tangan. “Kenapa harus aku? Memangnya kau tidak bisa memasangnya sendiri apa?!” ketus Kalula. “Aku tidak mau!” sambungnya lagi seraya menarik kursi dan duduk. Gadis itu tidak menyadari jika Sagala sedang menatapnya dengan tatapan sangat tajam. “Mulai saat ini, kau harus belajar menjadi kekasih yang baik dan perhatian. Termasuk memakaikan dasi ku setiap pagi.” Ujar Sagala bernada tegas. “Ck! Memangnya orang yang selama ini membantumu untuk memakai dasi kemana? Kenapa harus aku?!” tanya Kalula. Padahal Sagala sebenarnya tidak memerlukan bantuan siapapun untuk sekedar memakai dasi miliknya, tetapi entah kenapa pria itu ingin sekali rasanya selalu berdekatan dengan gadis itu. Dia mencoba untuk mencari berbagai cara agar bisa dekat dengannya. Tanpa berkata lagi Sagala meletakkan kedua tangannya pada bahu Kalula. Kemudian menarik tubuh gadis itu hingga posisi mereka saat ini sangatlah dekat, lalu dia melepaskan satu tangannya dan memberikan dasi yang ada di tangannya itu pada Kalula. “Sudah jangan banyak protes.” Ucapnya. Kalula berusaha untuk tetap tenang. Kemudian tangannya terulur dan mulai sibuk membetulkan dasi milik Sagala. Karena sangking gugupnya, gadis itu sedari tadi belum juga selesai, karena tiba-tiba saja dia lupa caranya. “Astaga! Kenapa aku jadi lupa caranya begini?” lirih Kalula tanpa sadar. Tiba-tiba gadis itu mendongakkan wajahnya karena tangan Sagala memegang kedua tangannya dan membantunya untuk memasang. Pandangan kedua mata mereka saling bertemu. Terlihat seperti sepasang kekasih yang sesungguhnya jika orang lain melihatnya. Tiba-tiba ponsel Sagala berdering dengan sangat keras. Tentu dia dan Kalula cukup terkejut. Gadis itu reflak menjauhkan diri dari Sagala. Kemudian dengan gerakan cepat Kalula pergi ke dapur untuk membantu maid membawa sarapan ke meja makan. Kalula mengusap dadanya beberapa kali. Kini dia bisa bernapas lega. “Wahh.. sepertinya tuan Sagala diam-diam menyukai anda, nona.” Seru Tika tiba-tiba. Reflek gadis itu menoleh dan mengerutkan dahinya, apa yang di pikirkan maid itu sehingga dia bisa berpikir seperti itu. “Kau ini bicara apa? Mana mungkin pria seperti itu bisa menyukai perempuan sepertiku ini.” Ucap Kalula. “Tidak ada yang tidak mungkin, nona.” Balas maid itu, “Selama saya bekerja di rumah ini, tidak pernah melihat tuan membawa seorang perempuan dan juga bersikap seperti tadi itu.” Sambungnya lagi. “Ah.. sudahlah. Kau ini bicara apa! Lebih baik sekarang kita cepat bawa ini ke meja makan, sebelum pria itu nanti marah.” Ucap Kalula seraya menoleh ke arah Sagala yang tengah berbicara di telfon. Setelah menata semuanya di meja makan. Kalula langsung saja mengambil nasi ke atas piring nya dan beberapa lauk tanpa menunggu Sagala terlebih dulu, karena dia sudah tidak ada waktu lain. Baru saja akan menyuapkan makanan ke dalam mulut, seketika berhenti saat mendengar suara Sagala, “Siapa yang menyuruhmu untuk sarapan lebih dulu, hmm?!” tanya Sagala. “Ambilkan dulu sarapan untukku, baru kau boleh sarapan.” Titahnya seraya mendudukkan diri tepat di samping kursi milik Kalula. Meskipun merasa kesal, gadis itu tetap saja menuruti perintah dari pria itu. “Pria ini kenapa ribet sekali hidupnya! Ngambil tinggal ngambil aja pakai segala acara minta di ambilin, lama-lama yang ada aku ini jadi babu nya.” Gerutu Kalula lirih. “Tidak usah mengomel!” Seru pria itu. *** Tepat pukul delapan pagi, Kalula telah sampai di tempat kerjanya. Hari ini dia tidak telat, dan pastinya dia tidak akan mendapat amukan dari atasannya lagi seperti kemarin. Gadis itu segera berganti dengan pakaian kerjanya dan membantu yang lain untuk bersih-bersih sebelum membuka toko. Namun, beberapa saat kemudian sang menejer pun datang memanggilnya. Pria itu berkacak pinggang dengan tatapan sangat serius. “Ada apa bapak memanggil saya? Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Kalula dengan sopan. “Hari ini terakhir kamu masuk kerja di toko ini! Mulai besok, kamu gak perlu datang kesini lagi, Kalula.” ucap sang menejer. Semua karyawan yang mendengar itu pun kaget dan mulai saling bisik-bisik, mereka semua bertanya-tanya mengapa Kalula tiba-tiba di pecat, padahal gadis itu tidak pernah berbuat salah yang sangat fatal selama bekerja di toko itu termasuk juga Kalula. “Loh! Memangnya saya salah apa ya, pak? Kok tiba-tiba banget?” tanya Kalula. “Pokoknya kamu di pecat! Ini udah perintah dari pemilik toko ini!” ujar sang menejer, “Sekarang kamu bisa lanjutkan pekerjaan kamu!” sambungnya lagi. “B-baik, pak.” Balas Kalula. Kemudian gadis itu kembali bekerja, meskipun tidak sesemangat seperti tadi. Semua rekan kerja nya termasuk Nimas juga langsung menghampiri gadis itu, “Eh.. Kenapa tuh si pak bos kok tiba-tiba banget pecat kamu? Emangnya kamu ada buat kesalahan lagi selain kemarin?” tanya Nimas. Kalula menggeleng. Bagaimana mau menjawab, dia sendiri saja juga tidak tahu apa alasannya di pecat. “Ya sudah.. Kamu yang sabar ya, gak usah terlalu di pikirin. Sebentar lagi kamu pasti bakalan dapat ganti pekerjaan yang lebih baik.” Nimas memberikan semangat untuk sahabatnya itu. “Iya. Benar apa yang di omongin sama si Nimas, kamu gak usah terlalu mikir.” Sahut salah satu rekan kerja nya, “Lebih baik sekarang kita lanjutin aja pekerjaannya, biar pak bos gak marah.” Sambungnya lagi. **** Jam menunjukkan pukul sembilan malam, dan toko sudah waktunya tutup. Itu artinya, Kalula waktunya pulang. Dia menyelesaikan pekerjaan di hari terakhirnya bekerja di toko itu dengan baik, meskipun dengan wajah lesu. Semuanya sudah tertata rapi dan gadis itu juga sudah berganti baju nya sendiri, yang lainnya sudah pulang lebih dulu kini tinggal dia seorang diri. Setalah mengunci pintu dan membalikkan badan, gadis itu tersentak karena Kiara tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. “Mau apa lagi kamu menemuiku?” tanya Kalula sinis, “Masih belum puas kamu merebut semuanya?” sambungnya lagi. “Ha ha ha... Gue puas banget ngeliat lo menderita kaya sekarang!” tawa Kiara seolah mengejek gadis itu. “Tapi, semuanya belum cukup sebelum lo baca ini.”Setelah Kiara memberikan sebuah surat pada Kalula. Wanita itu langsung pergi meninggalkan gadis itu. Namun, Kalula tidak langsung membukanya. Dia lebih memilih memasukkan ke dalam tas, karena dia sangat malas sekali‒ apalagi jika sudah berkaitan dengan saudara tirinya itu.“Lebih baik aku langsung pulang aja sekarang. Lagian badanku rasanya udah pegel banget.” Ucap Kalula.Sesampainya di rumah Sagala. Terlihat sangat sepi‒ pikirnya semua orang sudah istirahat di dalam kamarnya masing-masing, karena memang hari sudah sangat malam. Kalula juga segera pergi ke kamarnya sendiri.Di dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Kemudian kakinya melangkah menuju balkon. Gadis itu merentangkan kedua tangannya seraya memejamkan matanya dan menghirup udara dalam-dalam untuk melepas sejenak semua beban dalam dirinya.Kalula membuka matanya, sembari melamun menatap lurus ke depan. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal pikirannya, “Sekarang aku sudah kehilangan satu-satunya pek
“Kamu kelihatan tambah cantik, Kalula.” Bisik Mario tepat di samping telinga Kalula seraya meletakkan dagu nya di pundak sebelah kanan gadis itu.“Mario!” sentak Kalula. Gadis itu terkejut, cepat-cepat dia melepaskan kedua lengan Mario yang melingkar di perutnya, “Mario, lepasin!” ujarnya.“Enggak.. Aku kangen sama kamu, Kalula.” Ucap Mario dengan tidak tahu malunya setelah dia berselingkuh dari Kalula.Kalula benar-benar sudah sangat muak ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria itu, karena setelah pengkhianatan yang telah di lakukan oleh Mario‒ bagi Kalula saat ini apa yang keluar dari mulut pria itu hanyalah omong kosong.“Tolong lepasin! Aku gak mau orang lain jadi salah paham kalau melihat kita seperti ini, dan nanti akan menimbulkan gosip yang tidak-tidak.” Ucap Kalula. “Enggak! Aku gak akan lepasin kamu, aku masih sayang sama kamu, Kalula. Aku cuma cinta sama kamu, bukan sama dia‒ percaya sama aku.” Ujar Mario.“Sudahlah, Mario. Semuanya udah jelas, kalau kamu meman
Pintu ruang aula terbuka. Kalula merasa gugup karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, kemudian berjalan masuk menuju pada keluarganya, di depan sudah ada papa, mama dan juga kedua calon mempelai.Mereka semua tengah meatap Kalula dengan tatapan tidak suka, terutama Kiara.'Wah.. dia cantik sekali! Bagaimana bisa pria itu menyia-nyiakan gadis secantik dia dan lebih memilih saudara tirinya itu.''Iya ya anda benar sekali. Sangat rugi menyiakan gadis seperti dia.''Wow... Bagaimana bisa ada gadis secantik ini?! Bahkan dia terlihat begitu anggun daripada calon mempelai wanitanya.'Terdengar banyak pujian pada Kalula. Tetapi, tidak sedikit juga yang menatapnya tidak suka dan membicarakan hal buruk tentangnya.'Bukankah itu mantan dari mempelai pria?''Iya, anda benar. Pasti dia sengaja ingin mengacaukan pernikahan saudara nya.'Sepanjang dia berjalan menuju depan, telinganya terus mendengar bisikan-bisikan yang di lontarkan oleh beberapa tamu
Sagala berjalan melewati semua orang, pandangannya lurus ke depan dengan sorot matanya yang mengintimidasi. Di ikuti dengan Erik yang juga berjalan di belakangnya. 'Siapa pria itu?’ ‘Entahlah... Saya juga tidak tahu, nyonya.’ Seluruh tamu undangan yang berada di ruangan itu saling berbisik-bisik membicarakan kedatangan Sagala di ruangan itu, serta menatap pria itu dengan penasaran. Setibanya di depan, kedua tangan Sagala langsung merangkul pundak Kalula, “Kau tidak apa-apa? Mereka tidak keterlaluan padamu kan?” tanya nya. Kalula menatap Sagala dengan mendongak, kemudian menggelengkan kepalanya. Tetapi, Sagala tidak begitu saja langsung percaya, karena dia sangat tahu sekali bagaimana gadis nya itu. Kalula tidak akan memberitahunya apa yang terjadi. Pria itu mulai meneliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan akhirnya mata elangnya mendapati sebuah bekas merah berada di pipi sebelah kiri gadis itu, “Siapa yang melakukannya? Katakan pada saya!” tanya Sagala dengan nada be
Tak lama kemudian, Kalula mendengar semua orang yang dilewatinya mulai berbisik-bisik tentang sesuatu—tetapi gadis itu tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, karena merasa penasaran, Kalula mencoba berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah video yang memperlihatkan Mario dan Kiara bermesraan di sebuah hotel beberapa waktu lalu. Kalula mendongak, "Apa kau sudah menyiapkan semua ini?" bisik Kalula kepada Sagala. "Ya, saya memang sengaja menyiapkan semuanya. Saya minta Erik mencari video itu lewat rekaman CCTV di hotel," jawab Sagala. "Karena sejak awal aku sudah menduga kalau mereka akan melakukan sesuatu kepadamu," imbuhnya. Kalula tersenyum manis pada Sagala, ia tak menyangka masih ada orang baik yang mendekatinya selain sahabatnya, Nimas. Meski baru kenal sebentar, lelaki itu sudah berbuat banyak untuknya. “Terima kasih karena selalu membantuku di waktu yang tepat,” kata Kalula. Tiba-tiba, tangan Sagala mendarat di atas kepalanya, lalu mengusapnya dengan
Kalula terkejut sesaat, namun saat bibir mereka menyentuh, semua perasaan campur aduk dalam dirinya seolah menguap. Jantungnya berdegup kencang, seolah terjebak dalam momen yang tak terduga. Dia tidak bisa mempercayai apa yang terjadi, tapi saat Sagala menariknya lebih dekat, rasa hangat mengikat hatinya. Namun, saat kesadarannya kembali, Kalula mendorong tubuhnya menjauh. “Apa yang kamu lakukan?!” serunya, suaranya bergetar antara malu dan bingung. Sagala tampak terkejut, tetapi ada nada percaya diri dalam senyumannya, pria itu tahu jika gadis yag ada di depannya itu tengah malu karena terlihat jelas saat ini pipinya merona merah, “Aku hanya ingin kamu tahu betapa aku peduli padamu,” katanya lembut, mencoba meraih tangan Kalula. “Peduli? Apa maksud ucapanmu?” Kalula menjawab, wajahnya mencoba mengubahnya ke arah lain untuk menyembunyikan kegugupannya. “Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.” Sagala berpikir, sepertinya memikirkan sebuah kata. Lalu pria itu mengembuskan na
Keesokan harinya, Kalula bangun lebih awal. Sinar matahari masih malu-malu mengintip dari balik tirai, menciptakan bayangan lembut di kamar tidurnya. Udara pagi yang sejuk merayap masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka, membuat Kalula merasa segar dan penuh semangat. Ia merentangkan tubuhnya perlahan, menikmati ketenangan sejenak sebelum hari benar-benar dimulai.Kalula mulai membersihkan tubuhnya dengan cepat, membasuh wajah dengan air dingin yang membuatnya semakin terjaga. Setelah mengenakan pakaian sederhana, ia bergegas menuju dapur untuk membantu maid menyiapkan sarapan untuk Sagala, pria yang sudah sangat baik padanya. Setelah apa yang terjadi ketika di pasar malam dan apa yang sudah mereka bicarakan tadi malam, Kalula akan memulai membiasakan diri, hitung-hitung sebagai balas budi karena pria itu sudah banyak menolongnya.“Anda memasak apa untuk sarapan hari ini?” tanya Kalula pada maid yang sedang berada di dapur, melihat wanita itu sibuk menyiapkan bahan-bahan.Mai
Setelah jam makan siang, Kalula berinisiatif untuk pergi ke kantor Sagala‒ mengantarkan makan siang yang sudah dia buat tadi bersama Tika‒ maid rumah Sagala. Dia merasa senang bisa memberikan kejutan kecil untuk Sagala.Namun, ketika Kalula sampai di sana, hatinya bergetar saat melihat pemandangan yang tidak terduga. Di ruang kerja kantor, Sagala sedang asyik menikmati makan siang bersama seorang wanita yang tidak dikenal. Wanita itu tampak elegan dan anggun, dengan senyum yang terlihat akrab dan lekat dengan Sagala.Mereka tertawa bersama, dan terlihat sangat jelas kehangatan di antara mereka membuat Kalula merasa seolah-olah terjepit dengan perasaan yang tidak jelas.‘Perasaan apa ini? Kenapa rasanya aku begitu tidak rela melihat Saga bersama dengan wanita itu.’Kalula tertegun sejenak, merasakan cemas menyergapnya. Dia tidak tahu siapa wanita itu, tetapi chemistry di antara mereka tampak jelas. Sagala terlihat lebih santai dan b
Langit malam yang bertabur bintang menjadi saksi perjalanan mereka menuju rumah. Suara canda tawa Sagala, Mama Elena, dan Kakek Arya memenuhi kabin mobil, menciptakan kehangatan di tengah dinginnya malam. Kalula meski tersenyum sesekali, lebih banyak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Pesan misterius yang diterimanya tadi siang terus menghantui, membuat suasana hatinya tak sepenuhnya terhubung dengan keceriaan di sekitarnya.“Kamu baik-baik saja, Nak?” suara berat namun lembut Kakek Arya memecah lamunannya. Tatapan penuh perhatian pria tua itu langsung tertuju ke arah Kalula.“Ah... iya, Kek. Aku baik-baik saja.” Jawab Kalula tergesa, mencoba menutupi kegelisahannya dengan senyum, “Cuma sedikit lelah setelah seharian di kafe.”Elena yang duduk di samping Kalula, menyentuh lembut tangan menantunya, “Kalau kamu lelah‒ istirahat saja, Sayang. Besok biar Mama ya
Setelah percakapan telepon dengan Mama mertuanya, Kalula bergegas untuk bersiap berangkat ke kafe milik Mama mertuanya seperti biasa. Dia memilih setelan kasual berupa blus putih sederhana dan celana panjang krem, lalu mengambil tas slempangnya.Sebelum keluar rumah, Kalula menghela napas panjang, “Lupakan dulu, Kal. Sekarang kamu harus fokus dulu di kafe,” gumamnya pada diri sendiri.Setelah itu dia segera keluar dari rumah dan langsung menaiki taksi yang sudah menunggunya di depan pagar. Sopir taksi menyapanya dengan ramah, tapi Kalula hanya menjawab dengan senyuman singkat sembari tenggelam dalam pikirannya sendiri.“Ke Kafe Romania, Pak.” Ucapnya pelan.Sepanjang perjalanan, Kalula memandang keluar jendela‒ menyaksikan keramaian kota yang terasa seperti latar belakang tanpa suara. Suasana hatinya pagi ini terasa berat, tapi dia terus mengingatkan diri untuk tetap tenang.
Kalula bangun lebih awal seperti biasanya. Matahari baru saja mulai mengintip dari balik tirai jendela kamarnya. Setelah mandi dan berdandan sederhana, dia menuju dapur dengan langkah ringan. Aroma segar pagi itu seolah menular pada semangatnya.Setibanya di dapur, dia melihat Tika‒ maid yang setia membantu pekerjaan rumah tangga, tengah sibuk di sana.“Pagi, Tika.” Sapa Kalula dengan senyum khasnya.“Pagi, Nona Kalula.” Jawab Tika sopan sambil menoleh sekilas dari meja dapur.“Mau masak apa kita hari ini, Tika?” Kalula mengambil apron dari gantungan dan mengikat rambutnya asal, siap membantu.Tika tersenyum kecil, “Saya sudah siapkan bahan untuk nasi goreng spesial, Nona. Tapi kalau ada yang mau ditambah, saya siap bantu.”“Hmm... nasi goreng kedengarannya enak,” gumam Kalula sambil membuka kulkas,
Sagala menyandarkan tubuhnya ke mobil, matanya tetap tertuju pada pintu kafe yang baru saja tertutup. Udara malam yang semakin dingin membawa aroma kopi bercampur wangi tanah basah sisa hujan sore tadi. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, membiarkan pikirannya mengembara.Kalula tidak pernah berubah, pikirnya sambil tersenyum tipis. Energinya selalu penuh, bahkan setelah seharian bekerja. Itu salah satu hal yang membuatnya jatuh cinta sejak awal.Tidak lama kemudian, pintu kafe kembali terbuka. Kalula muncul kembali dengan membawa tas selempang kecil di pundaknya. Langkahnya cepat, seperti sedang mengejar waktu.“Mas, maaf ya kalau sedikit lama.” Ucapnya sambil berhenti tepat di hadapan Sagala.Sagala menggeleng kecil, “Enggak apa-apa, Kal. Lagi pula, aku lebih suka nunggu kamu.” Jawabnya sambil tersenyum menggoda.Kalula mendengus kecil, lalu terta
Langit malam mulai memayungi kota ketika lampu-lampu kecil di kafe Romania memancarkan sinarnya yang hangat, menciptakan suasana nyaman bagi pelanggan yang tersisa. Kalula sibuk menyusun laporan harian di meja bar, sementara Lia berdiri tak jauh darinya, tampak gelisah dengan tas kecil yang sudah tersampir di bahunya.Lia akhirnya mendekat, mengalihkan perhatian Kalula dari laporan-laporan yang berserakan."Kal, gue izin pulang duluan, boleh kan?" tanyanya singkat. Suaranya terdengar datar, tidak seperti biasanya.Kalula menghentikan pekerjaannya, menatap Lia dengan seksama. "Iya, Lia. Boleh kok. Lagi pula kafe juga sudah mulai sepi," jawabnya dengan lembut. Namun, rasa khawatir tergambar jelas di matanya. "Tapi kamu baik-baik aja? Kelihatannya dari tadi kamu kurang semangat."Lia mengangguk kecil, tapi tidak menatap langsung. "Gue nggak apa-apa," ucapnya dengan nada singkat. Lalu, dengan sedikit ket
Pagi berikutnya, Lia bangun lebih pagi dari biasanya‒ memastikan dirinya tidak bertemu langsung dengan sang ayah. Keputusan itu lahir dari rasa bimbang yang terus menghantuinya semalaman. Dia belum siap menghadapi kenyataan yang mungkin akan membuat hubungannya dengan sang ayah semakin renggang.Setelah bersiap, Lia mengambil tas kecilnya dan segera melangkah keluar. Namun, baru saja membuka pintu, suara ayahnya menghentikan langkahnya."Lia, kamu mau ke mana pagi-pagi begini?" tanya Erwin dengan nada datar, meski sorot matanya penuh kecurigaan.Lia menghentikan langkahnya, menghela napas berat sebelum berbalik menatap sang ayah, "Ke kafe Romania. Mau bantu-bantu di sana seperti biasa."Erwin mengangguk kecil, lalu melanjutkan, "Nanti pulang lebih awal, Papa mau bicara sama kamu. Ada yang harus Papa jelaskan."Ucapan itu seperti petir di siang bolong. Lia mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang, meski dalam hati dia bertanya-tanya apa yang ingin disampaikan ayahnya, "Oke." Jawabnya s
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar Lia, menciptakan pola bayangan lembut di lantai kayu. Wanita muda itu duduk termenung di depan meja rias, tangannya menopang dagu. Bayangan dirinya di cermin tampak seperti seseorang yang berjuang melawan badai dalam pikirannya. Pertengkaran tadi malam dengan sang ayah terus bergema di benaknya, membuat tidur malamnya terpotong-potong oleh mimpi buruk.Dia menghela napas panjang, mencoba menyemangati dirinya sendiri, "Aku nggak bisa terus begini. Aku harus tahu apa yang sebenarnya papa sembunyikan." Suaranya lirih, seperti mantra untuk menguatkan tekadnya.Setelah bergegas mandi dan mengenakan pakaian sederhana, Lia melewatkan sarapan. Langkah kakinya cepat menuruni tangga rumah, tetapi hatinya terasa berat. Dia memutuskan untuk mampir ke taman kecil di pusat kota sebelum menuju kafe Romania, tempat yang biasa dia datangi untuk menghabiskan waktu dengan membantu bekerja di sana.Taman itu masih lengang saat Lia tiba. Pepohonan rindang meli
Malam semakin larut, dan suasana kamar dipenuhi keheningan yang hanya diiringi suara detak jam di dinding. Sagala berbaring di sisi ranjang, tubuhnya terlentang dengan satu tangan diletakkan di belakang kepala. Pandangannya menatap langit-langit yang gelap, pikirannya terus berputar di antara kekhawatiran dan rencana-rencana yang belum tuntas dia susun.Di sebelahnya, Kalula tertidur pulas dengan posisi miring‒ wajahnya menghadap Sagala. Wajah damai istrinya seolah menjadi penawar bagi segala badai yang dia rasakan di hati. Napas Kalula yang lembut terdengar beraturan, memberi ritme yang menenangkan di tengah kegelisahan malam itu.Sagala memutar tubuhnya sedikit, menghadap Kalula. Tangan besarnya terulur perlahan, menyibakkan helaian rambut yang jatuh di pipi istrinya. Gerakannya lembut, seperti ingin memastikan bahwa kehadirannya tidak mengganggu tidur wanita itu."Semoga saja dia tidak merencanakan sesuatu," gumamnya pelan.Matanya mengamati wajah Kalula dengan penuh perhatian, mena
Menjelang sore, suasana kafe mulai lengang. Lampu gantung di langit-langit yang berbentuk bola kaca mulai menyala‒ memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Aroma kopi yang khas masih samar-samar tercium, berpadu dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven.Beberapa meja masih terisi pelanggan. Ada yang bercengkerama ringan, ada pula yang menatap layar laptop dengan fokus. Di sudut ruangan, pasangan muda tampak berbagi sepotong cake sambil tersenyum kecil. Kesibukan pagi yang penuh antrean sudah lama berlalu, meninggalkan keheningan yang terasa nyaman namun sedikit melankolis.Kalula berdiri di belakang meja kasir, jarinya mengetuk-ngetuk ringan countertop kayu yang sudah mulai aus di beberapa sudut. Tatapannya sesekali melirik ke arah Lia yang sedang merapikan etalase roti. Rak-rak kaca itu kini berisi sisa-sisa stok yang mulai menipis‒ beberapa croissant, brownies, dan sepotong cheesecake yang tampak sedikit miring di ujung p