Kalula bergegas masuk ke dalam ruang meeting bersama dengan salah satu Office Girl perusahaan ini. Sepi‒ tidak ada satu pun orang di dalamnya, hanya sebuah meja panjang dan beberapa kursi hitam serta map di atas meja yang tertata dengan sangat rapi.
“Mau ada meeting ya, mbak?” tanya Kalula pada Office Girl tersebut sembari tangan lentiknya menata satu persatu roti di atas meja. “Iya, mbak. Makanya sekarang kita harus cepat sebelum pak bos datang.” Jawab Office Girl tersebut. Kalula menoleh dan mengerutkan alisnya, dia heran kenapa Office Girl tersebut sepertinya terdengar sangat takut sekali, apa bos nya sangat galak ya. Namun, belum sempat Kalula menyelesaikan pekerjaannya, rupanya pintu ruangan itu terbuka, kedua nya langsung menoleh ke arah pintu masuk. Kalula diam mematung, dadanya bergemuruh‒ gadis itu sangat tahu siapa pria yang berdiri di depannya saat ini. Dia tidak menyangka jika harus bertemu lagi dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya itu dan meninggalkan begitu saja tanpa rasa bersalah. Tangannya mengepal kuat, kedua mata mereka saling bertemu dan memandang sampai beberapa detik hingga tersadar karena suara Erik, asisten pribadi Sagala. “Apa semuanya sudah siap? Jika sudah kalian berdua bisa segera keluar dari sini.” Ucap Erik pada Office Girl tersebut dan juga Kalula. Kedua gadis itu pun menganggukkan kepalanya, meski kedua mata Kalula sama sekali tidak lepas dari Sagala. Gadis itu berjalan pelan melewati Sagala dan juga Erik, sesampainya di luar Kalula menghirup udara sepenuh dada dan dia hembuskan perlahan sampai beberapa kali. “Saya permisi dulu, mbak.” Pamit Kalula pada Office Girl tadi. “Hati-hati di jalan, mbak.” Balas Office Girl tersebut, sementara Kalula membalasnya dengan anggukan kepala sambil tersenyum ramah. Sejenak Kalula terdiam di depan kantor itu. Kedua mata gadis itu melotot seketika. Dia melihat Mario bersama dengan Kalula sedang bergandengan tangan dengan mesra di depan umum. Di saat itu pula jantungnya berdetak dengan sangat kuat. Dia bahkan kesulitan untuk menelan salivanya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika kekasihnya benar-benar berkhianat dengan saudara tirinya sendiri. Kalula masih terdiam kaku di tempatnya. Dia berharap apa yang dia lihat itu salah, tetapi ternyata tidak‒ semuanya nyata, benar-benar sangat nyata di depan matanya sendiri. “K-kalula?” seru Mario. Ekpresi wajah pria itu terlihat sangat kaget dan segera melepaskan tangan Kiara ketika melihat Kalula, “Ini tidak seperti yang kamu pikir, aku bisa jelasin semuanya.” Sambungnya lagi sambil meraih tangan Kalula. Sementara gadis itu memasang wajah datar, mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dadanya bergemuruh, rasa marah dan kecewa kembali hadir. Satu persatu air mata jatuh. Kalula tidak sanggup menyembunyikan perasaannya. “Hey.. kok nangis? Kenapa sayang?” tanya Mario dengan sangat lembut, kembali meraih tangan Kalula, tetapi langsung di tepis oleh gadis itu. “Tadi malam kamu kemana?” tanya Kalula dengan suara bergetar. “Tadi malam? Aku kan udah bilang sama kamu, kalau aku tadi malam ada pemotretan. Masak kamu lupa?" “Pemotretan di kamar hotel maksudmu?” ucap Kalula tapi hanya di dalam hati. Entah kenapa mulutnya kelu, haruskah gadis itu berkata yang sejujurnya. “Kamu kenapa sih hari ini beda banget? Aku ada salah sama kamu, hmm?!” tanya nya lagi karena Kalula yang terus membisu. “Kamu pintar sekali berbohong di belakang aku, Mario. Jelas-jelas kamu sudah berselingkuh di belakangku, tapi kamu masih bertanya aku kenapa.” Ucap gadis itu hanya di dalam hati. Mario pun menyerah. Pria itu menghembuskan napas beratnya. Sementara Kiara yang masih setia berdiri di samping Mario sembari melipat kedua tangannya di depan dada, melihat Kalula dengan tatapan tidak suka dan muak. “Mar... lama banget sih, aku kepanasan iniloh.” Kiara yang tidak tahu malu tangannya merangkul lengan Mario di depan mata Kalula sembari merengek. Mata Kalula melirik tajam, “Kalian selingkuh di belakangku?” pertanyaan yang sejak tadi dia tahan-tahan pun akhirnya keluar juga. “Maksud kamu? Siapa yang berselingkuh, Kalula.” Tanya Mario pura-pura tidak mengerti dengan apa yang di katakan kekasihnya itu. “Aku sudah melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri, Mario.” Ucap Kalula. Gadis itu diem beberapa saat, mencoba mengambil napas berulang kali sambil memejamkan matanya agar dia tidak sampai terbawa emosi. “Semalam aku melihat kalian di hotel Galaxy sedang bercumbu dan masuk ke dalam sebuah kamar, apa itu namanya bukan selingkuh.” Ucapnya lagi. Kalula sudah tidak bisa menahan lagi, dia akan segera mengakhiri semuanya saat ini juga. “Kamu salah lihat kali, Kal. Aku tadi malam ada pemotretan kok, gak kemana-mana.” Elak Mario. Mario berkata begitu meyakinkan. Tidak mungkin Kalula salah melihat, wajah pria semalam sangat jelas sekali kekasihnya. “Percaya sama aku ya, aku gak mungkin khianatin kamu, sayang.” Setelah itu Mario maju selangkah pada Kalula, “Kamu mau balik ke toko kan? Aku anterin aja ya.” Pria itu menawarkan diri. “Tidak usah. Aku sudah memesan ojek online, sebentar lagi datang.” Tolak Kalula. “Ya sudah. Kalau gitu kamu hati-hati ya, nanti pulang kerja aku jemput.” Ucap Mario dengan senyum manisnya. “Hmmm...” Kalula hanya menanggapinya dengan deheman, gadis itu rasanya sangat muak sekali melihat wajah pria itu‒ dia harus bersabar sampai menemukan semua bukti valid yang menunjukkan bahwa Mario memang berselingkuh. Sesampainya di toko. Kalula mengambil duduk di kursi kasir, sahabatnya baru saja datang menghampirinya. “Kenapa muka kamu kok keliatan lesu gitu?” tanya Nimas. “Gak apa-apa. Cuma lagi males aja habis ketemu cowok brengsek itu tadi.” Jawab Kalula. “Maksud kamu si Mario?” Tanya nya lagi. “Hmmm.. memangnya siapa lagi.” Jawab gadis itu, “Tadi dia gak ngaku kalau dia semalam sama saudara tiriku, malah aku yang di sangka salah lihat. Aku juga muak banget denger kata-kata manisnya, bikin mual.” Sambungnya lagi. “Cih.. sekarang aja baru sadar! Dulu kemana aja? Aku kasih tahu berulang kali gak mau dengerin sih.” Nimas menoyor kepala sahabatnya itu ke samping, “Udah gak usah mikirin cowok itu mulu, mendingan sekarang kamu makan siang dulu sana.” Sambungnya lagi. *** Hari berubah gelap. Itu menandakan jika sudah waktunya untuk pulang. Sepanjang hari Kalula melakukan pekerjaannya dengan tidak semangat. Gadis itu menghela napas lega ketika dia bisa menyelesaikan semua pekerjaannya dengan baik seperti biasanya tanpa melakukan kesalahan apapun yang bisa mengundang kemarahan bos nya. Tidak menunggu lama dan langsung pulang ketika semuanya sudah rapi. Namun, saat Kalula tengah asik mengobrol dengan Nimas dan beberapa rekan kerjanya yang lain, langkah gadis itu berhenti ketika mendapati sosok tidak asing yang berdiri tepat di depannya. “Ngapain kamu di sini?” tanya Kalula ketus. “Kal... tunggu dulu!” Mario segera menahan tangan Kalula yang berlari menghindarinya. “Lepasin!” Gadis itu menepis tangan Mario dengan kasar. Hal itu di saksikan oleh Nimas dan juga rekan kerjanya yang masih setia berdiri tidak jauh dari tempatnya. “Kamu kenapa sih, Kal? Tolong jelasin ke aku, apa salahku sampai-sampai kamu seperti gak mau ketemu sama aku gini.” Tanya Mario. “Dengan percaya dirinya kamu masih bertanya apa kesalahan kamu?” tanya Kalula dengan nada tinggi dan mulai terdengar bergetar, “Kamu itu udah selingkuh sama Kiara! Meskipun aku sekarang gak punya bukti tentang perselingkuhan kalian, tapi aku lihat sendiri tadi malam, Mario! Kamu gak perlu mengelak lagi!” sambungnya lagi. “Jadi, aku minta sekarang kita putus aja. Aku gak bisa lanjutin hubungan dengan cowok tukang selingkuh kaya kamu.” Final Kalula, akhirnya gadis itupun memberikan keputusan. Kalula memalingkan wajahnya seraya menyeka air mata di pipinya, “Bisa-bisanya kamu selingkuh dengan saudara tiriku sendiri, Mar! Di mana sebenarnya otak kamu?!” Tanya Kalula yang tidak bisa menahan amarahnya lagi. “Tega banget kamu lakuin ini sama aku. Apa kamu gak bisa cari wanita lain? Kiara itu saudara tiri aku!” ucap Kalula membuat pria di depannya itu menundukkan kepalanya. “Tolong maafin aku, sayang. Kita jangan putus ya, aku janji gak akan mengulanginya lagi.” Mario memohon seraya menahan tangan Kalula. Sementara gadis itu berontak untuk melepaskan tangannya dari cengkraman pria itu. “Lepasin, Mario! Aku udah gak mau lagi sama kamu!” bentak Kalula. “Enggak! Aku gak mau ngelepas, sebelum kamu maafin aku dan kita gak jadi putus.” Ucap Mario. “Tanganku sakit, Mar.” Kalula mulai merintih kesakitan, karena pergelangan tangannya terasa kebas akibat cengkraman Mario yang semakin kuat. “Lepaskan dia!” tiba-tiba terdengar suara seorang pria, suara itu sangat tidak asing di pendengaran Kalula. Kalula dan Mario menoleh ke arah sumber suara. Kedua alisnya saling bertautan, dia bingung kenapa pria yang dia temui tadi siang ada di sini. Seorang pria yang menghabiskan malam panas bersamanya. Pria itu berjalan menghampiri keduanya dengan menampilkan ekpresi wajah datar dan dingin, “Saya bilang lepaskan tangannya!” ucapnya lagi. Kali ini terdengar begitu mengintimidasi. “Cih.. memangnya kau siapa? Jangan ikut campur urusanku dengan kekasihku!” ujar Mario. Pria itu benar-benar sangat menantang, dia tidak tahu saja siapa yang sedang berdiri di hadapannya itu. “Jika aku mengatakan, aku adalah pria yang sudah tidur dengan perempuan ini‒ kau mau apa?” tanya pria itu dengan entengnya. Kalula sangat terkejut dengan apa yang di ucapkan oleh pria itu. Bagaimana bisa dia mengatakan hal itu di depan semua orang yang ada di sini. Gadis itu kini sudah pasrah, dia tahu mungkin sebentar lagi akan di cap sebagai perempuan murahan. “Ha ha ha.. Jangan mimpi, kamu. Dia tidak akan melakukan hal segila itu, aku saja yang sudah bersamanya sejak dua tahun yang lalu tidak pernah melakukan hal sejauh itu, apalagi dengan kau pria yang tidak jelas.” Pria itu mengangkat kedua bahunya, “Terserah jika kau tidak percaya. Kau bisa tanyakan sendiri padanya, apakah aku berbohong atau tidak.” Ucapnya. “Yang di katakan pria ini apakah benar, Kalula?” tanya Mario. Kalula terdiam beberapa saat. Kemudian menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar, “Ya.. yang di katakan oleh pria itu sangatlah benar. Aku memang sudah tidur dengannya.” Ucap Kalula dengan wajah tegap dan sorot mata penuh keyakinan. PLAK!!! “Dasar perempuan murahan! Kau menuduhku berselingkuh dengan wanita lain, tapi ternyata kau sendiri yang berselingkuh!” bentak Mario. Sementara Sagala yang melihat perbuatan Mario itu, langsung memegang tangan pria itu kemudian memelintirnya cukup kuat, “Jaga bicaramu! Jangan sampai aku robek mulut busukmu itu!” ucap Sagala dengan nada dingin. “Aakhh.. sakit-sakit! Lepaskan tanganku!” Mario merintih kesakitan karena Sagala semakin kencang memelintir lengannya. Kemudian Sagala memberikan isyarat pada asistennya dengan mengangkat tangannya ke udara. Erik yang paham akan hal itu, berlari menghampiri ke tiga orang tersebut dengan membawa sebuah Ipad, lalu memperlihatkan sebuah video pada Kalula dan Mario. “Lihat baik-baik dengan mata kepalamu video yang ada disini! Kau yang membuat kekasihmu melakukan kesalahan denganku, dia memiliki kekasih dan saudara tiri yang sangat tidak pantas.” Ucap Sagala.Setelah melihat di dalam video tersebut, Mario kali ini benar-benar tidak bisa lagi mengelah dan mencari alasan untuk membela dirinya, karena bukti sudah sangat jelas sekali.“Mau beralasan apalagi kamu sekarang, hah?!” tanya Kalula dengan nada yang rendah. Perasaan gadis itu saat ini benar-benar sakit sekali, pria yang sudah dia kenal selama dua tahun terakhir ini‒ pria yang selalu baik dan perhatian, ternyata tega mengkhianati dengan saudara tirinya.Berulang kali Kalula mengambil napas dalam-dalam seraya memejamkan matanya. Setelah itu, kakinya berjalan mundur dan mendongakkan kepalanya lagi menatap Mario, “Mulai saat ini, hubungan kita sudah benar-benar berakhir. Ini terkahir kalinya kita ketemu, aku tidak ingin melihatmu lagi dan jangan pernah ganggu aku setelah ini.” Tangis Kalula kembali pecah. Setelah mengatakan itu, Kalula beranjak pergi meninggalkan semua orang yang ada di sana. Nimas beberapa kali memanggil namanya, tetapi tidak di hiraukan. Gadis itu berjalan menyusuri t
“Sepertinya aku sudah mengganggumu pagi ini, tidak biasanya wajahmu terlihat sangat kusut seperti ini ketika aku datang kesini sepagi ini.” Tebak Erik.“Memang!” Jawab Sagala ketus, “Sekarang cepatlah! Mau apa kau kesini sepagi ini? Jika bukan hal yang penting‒ aku akan memotong gaji mu bulan ini.” Sambungnya lagi.“Cih! Ancamanmu selalu saja seperti itu.” Ucap Erik Mahendra.“Cepatlah, Erik Mahendra! Aku belum mandi sekarang, kau jangan membuang-buang waktuku.” Ucap pria itu dan kali ini nada bicara nya penuh dengan penekanan dan ekspresi wajahnya sangat serius.“Oke-oke. Jadi aku sudah mencari tahu tentang pria itu, yang merupakan mantan kekasih perempuan itu‒ ternyata dia adalah seorang photografer perusahaan kita, dia juga photografer terbaik di kota ini.” Ujar Erik.“Sementara wanita yang bersama nya di hotel itu, dia adalah saudara tiri perempuan itu dan dia juga salah satu model di perusahaan kita‒ dia baru bergabung di perusahaan kita sekitar tiga bulan yang lalu atas rekomend
Setelah Kiara memberikan sebuah surat pada Kalula. Wanita itu langsung pergi meninggalkan gadis itu. Namun, Kalula tidak langsung membukanya. Dia lebih memilih memasukkan ke dalam tas, karena dia sangat malas sekali‒ apalagi jika sudah berkaitan dengan saudara tirinya itu.“Lebih baik aku langsung pulang aja sekarang. Lagian badanku rasanya udah pegel banget.” Ucap Kalula.Sesampainya di rumah Sagala. Terlihat sangat sepi‒ pikirnya semua orang sudah istirahat di dalam kamarnya masing-masing, karena memang hari sudah sangat malam. Kalula juga segera pergi ke kamarnya sendiri.Di dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Kemudian kakinya melangkah menuju balkon. Gadis itu merentangkan kedua tangannya seraya memejamkan matanya dan menghirup udara dalam-dalam untuk melepas sejenak semua beban dalam dirinya.Kalula membuka matanya, sembari melamun menatap lurus ke depan. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal pikirannya, “Sekarang aku sudah kehilangan satu-satunya pek
“Kamu kelihatan tambah cantik, Kalula.” Bisik Mario tepat di samping telinga Kalula seraya meletakkan dagu nya di pundak sebelah kanan gadis itu.“Mario!” sentak Kalula. Gadis itu terkejut, cepat-cepat dia melepaskan kedua lengan Mario yang melingkar di perutnya, “Mario, lepasin!” ujarnya.“Enggak.. Aku kangen sama kamu, Kalula.” Ucap Mario dengan tidak tahu malunya setelah dia berselingkuh dari Kalula.Kalula benar-benar sudah sangat muak ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria itu, karena setelah pengkhianatan yang telah di lakukan oleh Mario‒ bagi Kalula saat ini apa yang keluar dari mulut pria itu hanyalah omong kosong.“Tolong lepasin! Aku gak mau orang lain jadi salah paham kalau melihat kita seperti ini, dan nanti akan menimbulkan gosip yang tidak-tidak.” Ucap Kalula. “Enggak! Aku gak akan lepasin kamu, aku masih sayang sama kamu, Kalula. Aku cuma cinta sama kamu, bukan sama dia‒ percaya sama aku.” Ujar Mario.“Sudahlah, Mario. Semuanya udah jelas, kalau kamu meman
Pintu ruang aula terbuka. Kalula merasa gugup karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, kemudian berjalan masuk menuju pada keluarganya, di depan sudah ada papa, mama dan juga kedua calon mempelai.Mereka semua tengah meatap Kalula dengan tatapan tidak suka, terutama Kiara.'Wah.. dia cantik sekali! Bagaimana bisa pria itu menyia-nyiakan gadis secantik dia dan lebih memilih saudara tirinya itu.''Iya ya anda benar sekali. Sangat rugi menyiakan gadis seperti dia.''Wow... Bagaimana bisa ada gadis secantik ini?! Bahkan dia terlihat begitu anggun daripada calon mempelai wanitanya.'Terdengar banyak pujian pada Kalula. Tetapi, tidak sedikit juga yang menatapnya tidak suka dan membicarakan hal buruk tentangnya.'Bukankah itu mantan dari mempelai pria?''Iya, anda benar. Pasti dia sengaja ingin mengacaukan pernikahan saudara nya.'Sepanjang dia berjalan menuju depan, telinganya terus mendengar bisikan-bisikan yang di lontarkan oleh beberapa tamu
Sagala berjalan melewati semua orang, pandangannya lurus ke depan dengan sorot matanya yang mengintimidasi. Di ikuti dengan Erik yang juga berjalan di belakangnya. 'Siapa pria itu?’ ‘Entahlah... Saya juga tidak tahu, nyonya.’ Seluruh tamu undangan yang berada di ruangan itu saling berbisik-bisik membicarakan kedatangan Sagala di ruangan itu, serta menatap pria itu dengan penasaran. Setibanya di depan, kedua tangan Sagala langsung merangkul pundak Kalula, “Kau tidak apa-apa? Mereka tidak keterlaluan padamu kan?” tanya nya. Kalula menatap Sagala dengan mendongak, kemudian menggelengkan kepalanya. Tetapi, Sagala tidak begitu saja langsung percaya, karena dia sangat tahu sekali bagaimana gadis nya itu. Kalula tidak akan memberitahunya apa yang terjadi. Pria itu mulai meneliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan akhirnya mata elangnya mendapati sebuah bekas merah berada di pipi sebelah kiri gadis itu, “Siapa yang melakukannya? Katakan pada saya!” tanya Sagala dengan nada be
Tak lama kemudian, Kalula mendengar semua orang yang dilewatinya mulai berbisik-bisik tentang sesuatu—tetapi gadis itu tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, karena merasa penasaran, Kalula mencoba berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah video yang memperlihatkan Mario dan Kiara bermesraan di sebuah hotel beberapa waktu lalu. Kalula mendongak, "Apa kau sudah menyiapkan semua ini?" bisik Kalula kepada Sagala. "Ya, saya memang sengaja menyiapkan semuanya. Saya minta Erik mencari video itu lewat rekaman CCTV di hotel," jawab Sagala. "Karena sejak awal aku sudah menduga kalau mereka akan melakukan sesuatu kepadamu," imbuhnya. Kalula tersenyum manis pada Sagala, ia tak menyangka masih ada orang baik yang mendekatinya selain sahabatnya, Nimas. Meski baru kenal sebentar, lelaki itu sudah berbuat banyak untuknya. “Terima kasih karena selalu membantuku di waktu yang tepat,” kata Kalula. Tiba-tiba, tangan Sagala mendarat di atas kepalanya, lalu mengusapnya dengan
Kalula terkejut sesaat, namun saat bibir mereka menyentuh, semua perasaan campur aduk dalam dirinya seolah menguap. Jantungnya berdegup kencang, seolah terjebak dalam momen yang tak terduga. Dia tidak bisa mempercayai apa yang terjadi, tapi saat Sagala menariknya lebih dekat, rasa hangat mengikat hatinya. Namun, saat kesadarannya kembali, Kalula mendorong tubuhnya menjauh. “Apa yang kamu lakukan?!” serunya, suaranya bergetar antara malu dan bingung. Sagala tampak terkejut, tetapi ada nada percaya diri dalam senyumannya, pria itu tahu jika gadis yag ada di depannya itu tengah malu karena terlihat jelas saat ini pipinya merona merah, “Aku hanya ingin kamu tahu betapa aku peduli padamu,” katanya lembut, mencoba meraih tangan Kalula. “Peduli? Apa maksud ucapanmu?” Kalula menjawab, wajahnya mencoba mengubahnya ke arah lain untuk menyembunyikan kegugupannya. “Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.” Sagala berpikir, sepertinya memikirkan sebuah kata. Lalu pria itu mengembuskan na
Langit malam yang bertabur bintang menjadi saksi perjalanan mereka menuju rumah. Suara canda tawa Sagala, Mama Elena, dan Kakek Arya memenuhi kabin mobil, menciptakan kehangatan di tengah dinginnya malam. Kalula meski tersenyum sesekali, lebih banyak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Pesan misterius yang diterimanya tadi siang terus menghantui, membuat suasana hatinya tak sepenuhnya terhubung dengan keceriaan di sekitarnya.“Kamu baik-baik saja, Nak?” suara berat namun lembut Kakek Arya memecah lamunannya. Tatapan penuh perhatian pria tua itu langsung tertuju ke arah Kalula.“Ah... iya, Kek. Aku baik-baik saja.” Jawab Kalula tergesa, mencoba menutupi kegelisahannya dengan senyum, “Cuma sedikit lelah setelah seharian di kafe.”Elena yang duduk di samping Kalula, menyentuh lembut tangan menantunya, “Kalau kamu lelah‒ istirahat saja, Sayang. Besok biar Mama ya
Setelah percakapan telepon dengan Mama mertuanya, Kalula bergegas untuk bersiap berangkat ke kafe milik Mama mertuanya seperti biasa. Dia memilih setelan kasual berupa blus putih sederhana dan celana panjang krem, lalu mengambil tas slempangnya.Sebelum keluar rumah, Kalula menghela napas panjang, “Lupakan dulu, Kal. Sekarang kamu harus fokus dulu di kafe,” gumamnya pada diri sendiri.Setelah itu dia segera keluar dari rumah dan langsung menaiki taksi yang sudah menunggunya di depan pagar. Sopir taksi menyapanya dengan ramah, tapi Kalula hanya menjawab dengan senyuman singkat sembari tenggelam dalam pikirannya sendiri.“Ke Kafe Romania, Pak.” Ucapnya pelan.Sepanjang perjalanan, Kalula memandang keluar jendela‒ menyaksikan keramaian kota yang terasa seperti latar belakang tanpa suara. Suasana hatinya pagi ini terasa berat, tapi dia terus mengingatkan diri untuk tetap tenang.
Kalula bangun lebih awal seperti biasanya. Matahari baru saja mulai mengintip dari balik tirai jendela kamarnya. Setelah mandi dan berdandan sederhana, dia menuju dapur dengan langkah ringan. Aroma segar pagi itu seolah menular pada semangatnya.Setibanya di dapur, dia melihat Tika‒ maid yang setia membantu pekerjaan rumah tangga, tengah sibuk di sana.“Pagi, Tika.” Sapa Kalula dengan senyum khasnya.“Pagi, Nona Kalula.” Jawab Tika sopan sambil menoleh sekilas dari meja dapur.“Mau masak apa kita hari ini, Tika?” Kalula mengambil apron dari gantungan dan mengikat rambutnya asal, siap membantu.Tika tersenyum kecil, “Saya sudah siapkan bahan untuk nasi goreng spesial, Nona. Tapi kalau ada yang mau ditambah, saya siap bantu.”“Hmm... nasi goreng kedengarannya enak,” gumam Kalula sambil membuka kulkas,
Sagala menyandarkan tubuhnya ke mobil, matanya tetap tertuju pada pintu kafe yang baru saja tertutup. Udara malam yang semakin dingin membawa aroma kopi bercampur wangi tanah basah sisa hujan sore tadi. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, membiarkan pikirannya mengembara.Kalula tidak pernah berubah, pikirnya sambil tersenyum tipis. Energinya selalu penuh, bahkan setelah seharian bekerja. Itu salah satu hal yang membuatnya jatuh cinta sejak awal.Tidak lama kemudian, pintu kafe kembali terbuka. Kalula muncul kembali dengan membawa tas selempang kecil di pundaknya. Langkahnya cepat, seperti sedang mengejar waktu.“Mas, maaf ya kalau sedikit lama.” Ucapnya sambil berhenti tepat di hadapan Sagala.Sagala menggeleng kecil, “Enggak apa-apa, Kal. Lagi pula, aku lebih suka nunggu kamu.” Jawabnya sambil tersenyum menggoda.Kalula mendengus kecil, lalu terta
Langit malam mulai memayungi kota ketika lampu-lampu kecil di kafe Romania memancarkan sinarnya yang hangat, menciptakan suasana nyaman bagi pelanggan yang tersisa. Kalula sibuk menyusun laporan harian di meja bar, sementara Lia berdiri tak jauh darinya, tampak gelisah dengan tas kecil yang sudah tersampir di bahunya.Lia akhirnya mendekat, mengalihkan perhatian Kalula dari laporan-laporan yang berserakan."Kal, gue izin pulang duluan, boleh kan?" tanyanya singkat. Suaranya terdengar datar, tidak seperti biasanya.Kalula menghentikan pekerjaannya, menatap Lia dengan seksama. "Iya, Lia. Boleh kok. Lagi pula kafe juga sudah mulai sepi," jawabnya dengan lembut. Namun, rasa khawatir tergambar jelas di matanya. "Tapi kamu baik-baik aja? Kelihatannya dari tadi kamu kurang semangat."Lia mengangguk kecil, tapi tidak menatap langsung. "Gue nggak apa-apa," ucapnya dengan nada singkat. Lalu, dengan sedikit ket
Pagi berikutnya, Lia bangun lebih pagi dari biasanya‒ memastikan dirinya tidak bertemu langsung dengan sang ayah. Keputusan itu lahir dari rasa bimbang yang terus menghantuinya semalaman. Dia belum siap menghadapi kenyataan yang mungkin akan membuat hubungannya dengan sang ayah semakin renggang.Setelah bersiap, Lia mengambil tas kecilnya dan segera melangkah keluar. Namun, baru saja membuka pintu, suara ayahnya menghentikan langkahnya."Lia, kamu mau ke mana pagi-pagi begini?" tanya Erwin dengan nada datar, meski sorot matanya penuh kecurigaan.Lia menghentikan langkahnya, menghela napas berat sebelum berbalik menatap sang ayah, "Ke kafe Romania. Mau bantu-bantu di sana seperti biasa."Erwin mengangguk kecil, lalu melanjutkan, "Nanti pulang lebih awal, Papa mau bicara sama kamu. Ada yang harus Papa jelaskan."Ucapan itu seperti petir di siang bolong. Lia mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang, meski dalam hati dia bertanya-tanya apa yang ingin disampaikan ayahnya, "Oke." Jawabnya s
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar Lia, menciptakan pola bayangan lembut di lantai kayu. Wanita muda itu duduk termenung di depan meja rias, tangannya menopang dagu. Bayangan dirinya di cermin tampak seperti seseorang yang berjuang melawan badai dalam pikirannya. Pertengkaran tadi malam dengan sang ayah terus bergema di benaknya, membuat tidur malamnya terpotong-potong oleh mimpi buruk.Dia menghela napas panjang, mencoba menyemangati dirinya sendiri, "Aku nggak bisa terus begini. Aku harus tahu apa yang sebenarnya papa sembunyikan." Suaranya lirih, seperti mantra untuk menguatkan tekadnya.Setelah bergegas mandi dan mengenakan pakaian sederhana, Lia melewatkan sarapan. Langkah kakinya cepat menuruni tangga rumah, tetapi hatinya terasa berat. Dia memutuskan untuk mampir ke taman kecil di pusat kota sebelum menuju kafe Romania, tempat yang biasa dia datangi untuk menghabiskan waktu dengan membantu bekerja di sana.Taman itu masih lengang saat Lia tiba. Pepohonan rindang meli
Malam semakin larut, dan suasana kamar dipenuhi keheningan yang hanya diiringi suara detak jam di dinding. Sagala berbaring di sisi ranjang, tubuhnya terlentang dengan satu tangan diletakkan di belakang kepala. Pandangannya menatap langit-langit yang gelap, pikirannya terus berputar di antara kekhawatiran dan rencana-rencana yang belum tuntas dia susun.Di sebelahnya, Kalula tertidur pulas dengan posisi miring‒ wajahnya menghadap Sagala. Wajah damai istrinya seolah menjadi penawar bagi segala badai yang dia rasakan di hati. Napas Kalula yang lembut terdengar beraturan, memberi ritme yang menenangkan di tengah kegelisahan malam itu.Sagala memutar tubuhnya sedikit, menghadap Kalula. Tangan besarnya terulur perlahan, menyibakkan helaian rambut yang jatuh di pipi istrinya. Gerakannya lembut, seperti ingin memastikan bahwa kehadirannya tidak mengganggu tidur wanita itu."Semoga saja dia tidak merencanakan sesuatu," gumamnya pelan.Matanya mengamati wajah Kalula dengan penuh perhatian, mena
Menjelang sore, suasana kafe mulai lengang. Lampu gantung di langit-langit yang berbentuk bola kaca mulai menyala‒ memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Aroma kopi yang khas masih samar-samar tercium, berpadu dengan wangi roti panggang yang baru keluar dari oven.Beberapa meja masih terisi pelanggan. Ada yang bercengkerama ringan, ada pula yang menatap layar laptop dengan fokus. Di sudut ruangan, pasangan muda tampak berbagi sepotong cake sambil tersenyum kecil. Kesibukan pagi yang penuh antrean sudah lama berlalu, meninggalkan keheningan yang terasa nyaman namun sedikit melankolis.Kalula berdiri di belakang meja kasir, jarinya mengetuk-ngetuk ringan countertop kayu yang sudah mulai aus di beberapa sudut. Tatapannya sesekali melirik ke arah Lia yang sedang merapikan etalase roti. Rak-rak kaca itu kini berisi sisa-sisa stok yang mulai menipis‒ beberapa croissant, brownies, dan sepotong cheesecake yang tampak sedikit miring di ujung p