Home / Urban / Menantu Pahlawan Negara / Bab 2 Kue Seharga Seratus Ribu

Share

Bab 2 Kue Seharga Seratus Ribu

Author: Sarjana
Suara keras terdengar dari ujung telepon, seolah-olah ada meja dan kursi yang terbalik.

Draco pun menjawab dengan nada gemetar, "Bos, ini benar-benar kamu? Ke mana saja kamu?"

"Selama ini, bos nggak ada kabar sama sekali. Teman-teman juga sangat panik."

"Tapi, identitasmu sangat rahasia. Tanpa perintah, kami nggak berani pergi mencarimu."

Sambil menghela napas, Ardika lalu menjawab, "Aku bertemu beberapa orang licik. Nggak masalah, sekarang aku sudah pulih."

"Ada orang yang ingin mencelakakanmu? Siapa? Bos, berikan perintah! Aku akan bawa teman-teman untuk meratakan mereka," bentak Draco.

"Nggak perlu," jawab Ardika dengan ekspresi dingin. Terkait masalah Keluarga Mahasura, dia tidak ingin menggunakan bantuan dari luar. Semua ini harus diselesaikan oleh Ardika sendiri.

"Ada satu hal yang perlu kamu lakukan."

"Malam ini, segera bawa Grup Angkasa Sura ke Kota Banyuli."

"Selain itu, umumkan bahwa kita akan berinvestasi 20 triliun di Kota Banyuli."

Selama tiga tahun bergabung dengan militer, Ardika tidak hanya memimpin bawahan untuk berperang. Dia juga membangun sebuah kerajaan bisnis di luar negeri yang bernama Grup Angkasa Sura!

Dia akan menggunakan Grup Angkasa Sura untuk membantu Luna.

"Siap!" jawab Draco tanpa ragu. "Bos, aku akan segera datang ke Kota Banyuli. Ketika kamu menghilang, ada orang-orang yang mulai bergerak di luar sana maupun di dalam. Aku harus melaporkan beberapa hal kepadamu langsung."

"Baik."

...

Grup Angkasa Sura masuk ke Kota Banyuli dengan kehebohan besar.

Malam itu, seperti ledakan bom yang besar, kabar tersebut langsung tersebar di seluruh Kota Banyuli.

Semua orang tahu bahwa hal itu akan mengubah situasi kekuatan keluarga besar di Kota Banyuli.

Grup Angkasa Sura merupakan perusahaan pemodal kelas atas yang memiliki modal investasi dalam jumlah besar. Mereka berfokus pada bisnis investasi.

Kalau salah satu keluarga di Kota Banyuli berhasil bekerja sama dengan Grup Angkasa Sura, kekuatan keluarga tersebut pasti akan meroket dan menduduki puncak Kota Banyuli.

Keesokan harinya, Ardika meninggalkan rumah sakit dan pergi ke kediaman Keluarga Basagita.

Vila Keluarga Basagita.

Hari ini Tuan Besar Basagita berulang tahun yang ke-70, suasana seluruh vila Keluarga Basagita tampak sangat bahagia dan juga meriah.

"Wulan Basagita, memberikan hadiah satu vas seharga 1,2 miliar."

"Wisnu Basagita, memberikan hadiah satu patung emas seharga 800 juta."

Melihat satu per satu orang yang datang memberi hadiah, Tuan Besar Basagita yang duduk di kursi utama menunjukkan ekspresi gembira.

Suasana di dalam vila begitu bahagia, tetapi pada saat ini ....

"Luna Basagita, memberikan hadiah kue buatan sendiri seharga ... seratus ribu."

Semua orang tertegun secara serentak, mereka pun menatap Luna yang membawa kue dengan ekspresi aneh.

"Memalukan! Kamu membawa hadiah seperti itu untukku?"

Ekspresi Tuan Besar Basagita sangat masam.

"Kakek, aku ...."

Luna menundukkan kepalanya, ketika ingin menjelaskan, kakak sepupu yang bernama Wulan pun memotongnya dengan ekspresi sinis, "Luna, hari ini ulang tahun Kakek yang ke-70. Hadiah yang kami berikan bernilai ratusan juta sampai miliaran. Kenapa kamu malah membawa kue busuk seperti itu? Kenapa ada cucu pelit sepertimu?"

Hubungan Wulan selalu tidak baik dengan Luna, dia juga iri karena Luna lebih cantik darinya.

Luna merasa sangat sedih. Dia menundukkan kepalanya sambil menjelaskan, "Kakak, aku juga nggak ingin memberikan satu kue saja. Tapi sekarang, keluarga kami terlilit utang, perusahaan juga hampir bangkrut. Jadi ...."

"Kenapa? Berlagak miskin lagi? Memangnya miskin itu bisa dijadikan alasan?"

Plak!

Sambil mendengkus dingin, Wulan mengangkat tangan kanannya dan menjatuhkan kue tersebut ke lantai.

"Anjing saja nggak mau makan kue busuk seperti itu. Aku nggak tahu kenapa kamu berani memberikan hadiah seperti itu kepada Kakek."

Melihat kue yang jatuh berantakan tersebut, mata Luna mulai memerah.

Luna menghabiskan waktu sepanjang malam untuk membuat kue tersebut, itu adalah niat yang tulus. Siapa sangka, keluarganya malah tidak menghargainya.

Saat ini, kakaknya Wulan yang bernama Wisnu berjalan mendekat sambil menatap Luna dengan jijik.

"Luna, jangan-jangan kamu hanya ingin memberikan hadiah murah, lalu datang makan enak, ya?"

"Bagaimanapun, Kakek menyiapkan banyak makanan enak dan mahal di ulang tahun kali ini. Kalian sekeluarga pasti nggak pernah melihatnya, 'kan?"

Seketika, semua orang tertawa terbahak-bahak.

"Benar kata Wisnu. Sepertinya kalian sekeluarga datang untuk makan gratis."

"Tapi, kalian tentu saja nggak berhak makan makanan enak dan mahal ini."

"Suruh bagian dapur masak mi untuk mereka saja."

"Jangan meninggikan mereka. Mereka hanya perlu makan makanan sisa semalam saja. Bagi mereka, makanan sisaan semalam sudah termasuk makanan enak."

Tuan Besar Basagita juga ikut tertawa. Dia lalu berkata dengan ekspresi lebih tenang, "Masak mi saja buat mereka, lagi pula masakan sisa itu buat anjing."

"Kakek memang baik hati. Luna, cepat ucapkan terima kasih sama Kakek," ucap Wulan dengan tatapan sinis.

Luna menggigit bibirnya dengan mata merah, dia juga tidak menjawab.

"Sudah, bentar lagi kita akan mulai makan. Wulan, cepat atur orang-orang untuk duduk."

Tuan Besar Basagita tidak peduli dengan reaksi Luna, melainkan memberikan perintah sambil melambaikan tangannya.

Setelah mendapat perintah dari Tuan Besar Basagita, Wulan segera berdiri dan berkata, "Bagi keluarga yang berkontribusi 20 miliar ke atas, duduk di meja utama."

"Keluarga yang berkontribusi 10 miliar ke atas, duduk di baris pertama."

"Keluarga yang berkontribusi 2 miliar ...."

...

Tak lama kemudian, semua orang sudah duduk.

Hanya Luna sekeluarga yang berdiri dengan ekspresi canggung.

Luna lalu bertanya dengan wajah merah, "Wulan, kami duduk di mana?"

Wulan menjawab dengan sinis, "Duduk di mana? Bukannya ada kursi dan meja lipat di pojokan? Kalian duduk saja di sana. Aku akan menyajikan tiga mangkuk mi untuk kalian nanti."

Tindakannya benar-benar sangat merendahkan. Sambil menahan air mata, Luna berkata, "Kita adalah keluarga, kenapa kamu sengaja memperlakukan kami seperti itu?"

Wulan menjawab dengan ekspresi sinis, "Kenapa? Nggak terima? Semua kursi di sini hanya untuk orang-orang yang berkontribusi. Makin besar kontribusi yang diberikan, tempat duduknya makin bagus. Begitu juga sebaliknya."

Pada saat ini, terdengar suara dari depan pintu, "Kalau begitu, orang yang berkontribusi 20 triliun duduk di mana?"

Berkontribusi 20 triliun?

Siapa yang punya nyali untuk berkata seperti itu?

Semua orang melihat ke sumber suara, lalu menyadari kehadiran Ardika di depan pintu.

Seketika, semua orang tertawa terbahak-bahak.

"Aku kira siapa, ternyata Ardika si idiot!"

"Memangnya dia tahu 20 triliun itu berapa angka nolnya? Sepertinya dia bahkan nggak bisa berhitung dengan benar."

Sambil menepuk pegangan kursi, Tuan Besar Basagita berkata, "Kalau kamu bisa berkontribusi 20 triliun, aku bahkan berani memberikan kursi ini kepadamu."

"Sayangnya, seorang idiot sepertimu bahkan nggak bisa mengeluarkan satu perak pun."

Ucapan itu membuat semua orang kembali tertawa.

Wulan pun ikut mengoceh dengan ekspresi jijik, "Luna, beraninya kamu membawa si idiot itu ke kediaman Keluarga Basagita? Memangnya kamu nggak malu, ya?"

Luna sekeluarga benar-benar ingin mencari tempat untuk bersembunyi.

"Dasar idiot, kenapa kamu datang ke sini? Cepat pergi!" Ibu mertuanya yang bernama Desi Liwanto mengangkat tangan untuk menampar Ardika, tetapi Ardika berhasil menghindarinya.

Semua orang tertegun, lalu menatap Ardika dengan ekspresi aneh.

Biasanya si idiot ini selalu dipukul, apa yang terjadi hari ini?

Apakah dia sudah sembuh?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
sesama manusia kenapa hanya harta saja yang dipandang.
goodnovel comment avatar
Wida Widyaati
saya sudah membaca
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 3 Calon Pewaris

    "Ardika, jangan-jangan ... kamu sudah pulih?"Melihat tatapan Ardika yang jernih, Luna menutup mulutnya dengan tangan dan tampak tidak percaya."Ya, aku sudah pulih, sayang."Ardika menatap ke arah Luna, dia yang begitu tegas dalam medan perang, ternyata bisa merasa sedih juga.Seketika, air mata mengenang di mata Luna. Rasa bahagia membuatnya ikut menangis.Ardika langsung memeluk Luna. Beberapa tahun ini, Luna sudah menderita."Huh! Memangnya kenapa kalau sudah pulih?"Wulan berkata dengan sinis, "Dia tetap saja seorang pecundang."Sambil berkata, Wulan kembali duduk di kursinya. Sambil menunjuk kursi lipat di pojokan, dia pun berkata, "Duduk sana! Berkontribusi 20 triliun? Jangan membuatku tertawa."Ketika Ardika yang mengernyit ingin berkata, Luna segera menghentikannya dan menariknya untuk duduk.Mereka berempat duduk di kursi lipat yang ada di pojokan. Melihat makanan yang mahal dan enak di meja lain, di atas meja mereka hanya ada empat mangkuk mi.Melihat suasana yang begitu hid

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 4 Herkules

    Melihat Ardika yang percaya diri, Luna pun merasa ragu. Setelah memikirkan kondisi keluarganya sekarang, dia pun menggertakkan gigi, lalu berdiri dan berkata, "Kakek, aku akan pergi menagih utang.""Kamu! Kamu sudah gila, ya? Kalau sampai wajahmu rusak karena dipukul Kak Herkules, Tuan Muda Tony pasti akan meninggalkanmu."Desi langsung panik.Semua orang terkejut, bahkan Tuan Besar Basagita juga tidak menyangka Luna akan menyetujuinya.Wisnu dan yang lain hanya mendengkus dingin.Wisnu tiba-tiba mengeluarkan sepuluh ribu dari sakunya, lalu dilemparkan ke kaki Luna sambil berkata, "Melihat keberanianmu itu, aku kasih sepuluh ribu untuk naik transportasi umum."Wulan juga menyilangkan tangannya di dada, lalu mengangkat alisnya sambil berkata, "Kamu sendiri yang mau pergi, ya? Kalau dihajar sampai lumpuh, jangan bilang Keluarga Basagita yang memaksamu."Ardika melirik beberapa orang itu dengan tatapan dingin. Dia tidak ingin memedulikan orang-orang tidak penting ini.Ardika langsung berd

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 5 Ketakutan

    Bernama Ardika?Sambil melirik Ardika, Herkules menjawab dengan bingung, "Ada seseorang yang bernama Ardika Mahasura, saya sedang bersiap untuk menghajarnya."Dari ujung telepon tiba-tiba terdengar suara keras.Herkules buru-buru bertanya, "Tuan John, Anda kenapa?"Detik selanjutnya, teriakan penuh amarah memasuki telinga Herkules."Kenapa denganku? Bajingan kamu! Kamu ingin aku mati, ya?""Aku kasih tahu! Kamu harus menuruti semua permintaannya, kamu harus melayaninya seperti seorang bos, mengerti?"Herkules tertegun. Selama bertahun-tahun, dia tidak pernah melihat John kehilangan kontrol diri seperti sekarang.Herkules lalu bertanya, "Tuan John, sepertinya Anda salah. Dia hanyalah seorang menantu pecundang dari Keluarga Basagita.""Herkules, kamu ingin mati, ya? Di matanya, kamu dan aku hanyalah rumput liar yang tak berguna. Dia bisa membunuh kita dengan mudah.""Tuan John ... ini ...."Setelah mendengarnya, Herkules mulai berkeringat dingin."Aku ingatkan terakhir kali, dia adalah s

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 6 Restoran Gatotkaca

    "Ck." Saking marahnya, Tina pun tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, aku ingin melihatnya. Nggak perlu yang terlalu jauh, apakah kamu tahu hari ini Tuan Muda Tony mengajak mereka makan di mana?""Lantai tiga Restoran Gatotkaca! Tempat yang selamanya nggak mungkin dimasuki oleh pecundang sepertimu."Ketika mendengarnya, kedua mata Desi tampak berbinar. Dia lalu berkata, "Lantai tiga Restoran Gatotkaca? Tempat itu hanya bisa dipesan oleh anggota emas."Di Kota Banyuli, Restoran Gatotkaca termasuk restoran kelas atas. Orang yang menghabiskan puluhan miliar baru bisa mendapatkan kartu anggota emas. Di Keluarga Basagita, hanya Tuan Besar Basagita seorang yang memiliki kartu anggota emas.Adapun lantai tiga ke atas, biaya yang perlu dihabiskan oleh anggota bahkan lebih mengejutkan.Tina menoleh ke arah Ardika, lalu tersenyum sambil berkata, "Ardika, itulah perbedaan antara kamu dan Tuan Muda Tony. Aku nggak tahu kenapa kamu masih percaya diri untuk berada di sisi Luna.""Tina, nggak usah pe

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 7 Ingin Bertemu Orang Penting

    "Bukankah bosnya Kak Herkules itu Tuan John?"Tina tidak bisa menahan tawanya, lalu berkata, "Ardika, apakah kamu tahu siapa Tuan John? Dia adalah orang penting yang sangat berkuasa. Seorang bos preman yang bahkan harus dihormati oleh Ayahku. Beraninya kamu bilang Tuan John datang meminta maaf? Kamu ingin mati, ya?""Tina, kalau kamu nggak percaya, kamu boleh ikut ke atas," jawab Ardika dengan santai. Namun, Tina malah memelototinya.Setelah sadar kembali dari keterkejutan, Tony pun berkata sambil tersenyum, "Aku rasa dia melihat mobil Tuan John di depan pintu, jadi sengaja berkata seperti itu. Untung saja nggak ada orang luar di sini. Kalau sampai Tuan John mendengar ucapannya, kita semua akan mati."Semua orang langsung terkejut."Aku benar-benar nggak tahan lagi!" bentak Desi dengan kesal sambil menepuk meja. "Tiap hari hanya bisa bersikap bodoh seperti itu, memalukan saja! Cepat pergi, kalau nggak, aku akan menghajarmu.""Ardika, kamu pergi dulu .... Aku akan pulang setelah makan."

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 8 Memukul Tuan Muda Axel

    Tina tampak berseri-seri, dia juga ingin melihat orang penting tersebut."Luna, ayo kita tunggu di depan pintu lift," ajak Tina sambil menarik baju Luna."Nggak usah, aku akan pulang bersama Ardika ...."Setelah minum satu gelas anggur, wajah Luna yang sedikit mabuk tampak kemerahan.Tina pun menasihatinya dengan kesal, "Aduh, kenapa kamu terus memikirkan Ardika si idiot itu? Kali ini adalah kesempatan yang sangat langka. Kalau kita bisa meninggalkan kesan baik untuk orang penting itu, utang keluarga kalian nggak perlu dikhawatirkan lagi, 'kan?""Hmm ... baiklah."Tak lama kemudian, Axel mengangkat panggilan telepon.Semua orang langsung menahan napas.Apakah orang penting tersebut akan turun?Setelah beberapa saat, Axel pun meletakkan ponselnya dengan ekspresi tak berdaya. Dia lalu berkata, "Ayahku baru saja meneleponku, dia bilang perjamuannya sudah selesai dan orang penting tersebut sudah pergi lebih awal.""Aduh, kita kurang beruntung, nggak bisa bertemu orang penting itu ...."Sem

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 9 Keluarga Basagita yang Tidak Tahu Malu

    Tina juga mendengkus dingin.Tony yang menyipitkan matanya tiba-tiba mengangguk, lalu berkata dengan nada bercanda, "Ardika, boleh juga. Kamu yang rayakan saja, biar aku bisa melihatnya."Tony malas berdebat dengan seorang pecundang.Lagi pula dengan keuangannya, selama Tony mau, dia bisa membuat Luna hidup mewah setiap hari.Kali ini, dia akan membiarkan Ardika mengacaukannya.Tanpa kekurangan yang ditunjukkan oleh si pecundang, kehebatan Tony tentu saja tidak terlihat, 'kan?Desi langsung mengabaikan Ardika, dia lalu bertanya, "Tony, apakah kamu bisa mengundang Kak Herkules ke pesta ulang tahun Luna? Kami harus berterima kasih kepadanya karena sudah membayar utang."Senyuman di wajah Tony langsung menghilang.Hari ini, dia sempat menelepon Herkules. Setelah memarahinya, Herkules langsung menutup telepon dengan kesal. Siapa sangka ternyata Herkules malah membayar utangnya, hal itu sudah cukup mengejutkan Tony.Mengundang Herkules ke ulang tahun Luna?Tony tidak percaya dia punya kehor

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 10 Hadiah Ulang Tahun

    Apa?Utangnya sudah dibayar?Mana mungkin? Bukankah Herkules sudah marah?Wulan dan yang lainnya langsung bengong, bahkan Tuan Besar Basagita juga tertegun. Dia menggaruk telinga sambil bertanya, "Kalian ... kalian benar-benar berhasil mendapatkan uangnya?"Sambil mengangguk, Luna segera memberikan buktinya dengan hormat."Kakek, ini ceknya, Kakek lihat dulu."Setelah melihatnya beberapa kali, Tuan Besar Basagita pun menghela napas lega. Dia lalu mengangguk dan berkata, "Ini memang cek milik perusahaan Herkules."Ekspresi tegang di wajah setiap anggota Keluarga Basagita pun menjadi lebih lega.Kalau bisa mendapatkan uangnya, hal itu membuktikan bahwa Herkules tidak marah. Keluarga Basagita juga akan baik-baik saja."Huh! Kalian kira utangnya dibayar gara-gara kalian? Jangan mimpi!" Saat ini, Wulan tiba-tiba maju ke depan dan berkata, "Kalau bukan karena aku dipukul oleh Kak Herkules, mana mungkin kalian bisa mendapatkan uangnya?""Pasti karena Kak Herkules ingin meminta maaf kepadaku,

Latest chapter

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2235 Rosa Sudah Datang

    "Kak Ardika ...."Futari memanggil kakak iparnya dengan suara agak terisak. Saking ketakutannya, raut wajahnya sudah berubah menjadi pucat pasi.Bagaimana mungkin dia bisa membayangkan kakak iparnya akan bertindak begitu gegabah? Tidak hanya menyinggung Werdi, kakak iparnya bahkan menyinggung begitu banyak orang.Kalau para nona dan tuan muda ini menggabungkan kekuatan mereka, mungkin sudah cukup untuk menggemparkan setengah dari ibu kota provinsi ini, bukan?Futari merasa sangat menyesal, dia menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya dia tidak mengajak kakak iparnya kemari dan menjadikan kakak iparnya sebagai tamengnya."Jangan takut."Ardika berjalan menghampiri Futari, menepuk-nepuk pundak gadis muda itu untuk menenangkannya, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Hanya sekelompok generasi muda pecundang saja. Jangankan menghabisiku, kalau mereka bisa menyentuh satu helai rambutku saja, anggap aku yang kalah."Suasana di dalam ruangan tersebut hening sejenak. Kemudian, suara teriakan pen

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2234 Menampar Semua Orang

    "Tadi kamu yang bilang mau menampar, 'kan?"Begitu selesai berbicara, Ardika langsung melayangkan tamparan lagi dengan punggung tangannya. Tamparan yang satu ini mendarat ke wajah seorang nona cantik. Akibat tamparan dari Ardika, riasan wanita itu langsung memudar."Lalu kamu."Nona yang satu itu mematung di tempat, sangat jelas tidak menyangka Ardika akan melayangkan tamparan ke wajahnya."Ahhh ... sialan! Berani-beraninya kamu memukulku! Bisa-bisanya kamu memukul wanita! Apa kamu layak disebut seorang pria?! Aku akan menghabisi seluruh keluargamu!""Plak ...."Mendengar ucapan nona itu, Ardika kembali melayangkan tamparan ke wajahnya hingga dia terjatuh di lantai."Ah, sepertinya pukulanku sudah terlalu ringan."Ardika menggelengkan kepalanya. Dia tidak melirik nona yang terjatuh ke lantai itu sama sekali, melainkan langsung berjalan menghampiri orang berikutnya."Plak ....""Alat pelampiasan kekesalan, ya?""Plak ....""Setiap orang satu tamparan, ya?""Plak ....""Semua orang di si

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2233 Memuaskan Kalian

    "Alat pelampiasan kekesalan?""Setiap orang satu tamparan, semua orang di sini mendapat giliran?"Ardika menyipitkan matanya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Werdi dan berkata, "Kamu yang bilang sendiri, 'kan?""Ya, aku yang bilang sendiri!"Sambil menggigit cerutunya, Werdi berjalan menghampiri Ardika. Kemudian, dia mengembuskan asap rokoknya ke wajah Ardika, lalu menyunggingkan seulas senyum ganas dan berkata, "Eh, Ardika, memangnya tempat kalangan kelas atas seperti Hainiken bisa dikunjungi oleh orang kampungan sepertimu?""Aku beri tahu kamu, kamu bahkan nggak berhak menghirup udara yang sama dengan kami!""Sekarang kamu sudah menyelinap masuk ke sini, mengotori udara kami. Kamu sudah melakukan kesalahan yang sangat besar!""Berbuat kesalahan, pantas dipukul, agar bisa berubah. Seharusnya kamu mengerti hal ini, bukan?""Jadi, hari ini, nggak peduli siapa pun orang di tempat ini yang menamparmu, kamu tetap harus berlutut dengan patuh, berlutut dengan tegak!""Apa kamu mengerti

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2232 Alat Pelampiasan Kekesalan

    Apa mungkin begitu kebetulan? Ardika baru saja melakukan satu panggilan telepon, mengatakan telah menginstruksikan Cahdani untuk menekan Keluarga Gunardi.Alhasil, Cahdani langsung menerobos masuk ke Perusahaan Guntar, perusahaan hiburan paling besar di bawah naungan Keluarga Gunardi, lalu menodongkan pisau untuk memaksa paman Werdi untuk menjual perusahaan.Kalau memang benar seperti itu, Ardika yang berada di hadapannya ini pasti memiliki latar belakang yang sangat besar, sampai-sampai tidak bisa dibayangkan olehnya. Kalau tidak, bagaimana mungkin seorang tokoh besar seperti Cahdani bersedia diperintah oleh Ardika seperti seekor anjing untuk menggigit orang?Setelah berpikir demikian, sekujur tubuh Werdi mulai terasa lemas.Sambil menatap Ardika dengan lekat, Werdi menelan air liurnya, lalu bertanya pada Ardika, "Siapa ... kamu sebenarnya?!"Ardika tertawa dan berkata, "Kamu nggak berhak tahu identitasku."Dia cukup puas dengan efektivitas kerja Cahdani.Terkadang, anjing yang satu i

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2231 Melakukan Sesuai yang Telah Dikatakan

    Pengaruh, bukan hanya sekadar omong saja, melainkan membutuhkan waktu untuk membangunnya.Setelah melakukan proses pengelolaan selama puluhan tahun, Keluarga Gunardi baru berhasil membangun pengaruh di berbagai aspek dunia seni ibu kota provinsi.Sekarang, hanya dengan satu panggilan telepon, Ardika ingin meminta orang untuk menekan pengaruh Keluarga Gunardi di dunia seni ibu kota provinsi, bahkan membeli dan menekan perusahaan Keluarga Gunardi?Apa Ardika menganggap mereka semua ini bodoh dan tidak tahu apa-apa?Menghadapi ejekan dan sindiran semua orang, Ardika berkata dengan santai, "Oh? Bukankah hanya sekadar menekan Keluarga Gunardi? Ya, itu bukanlah apa-apa, nggak perlu sampai Jace yang turun tangan. Aku menginstruksikan Cahdani, anjingku ini untuk melakukannya saja sudah cukup."Suasana di dalam ruangan tersebut langsung berubah menjadi hening.Cahdani?Cahdani yang Ardika maksud adalah pria yang membentuk aliansi dengan Vita untuk melumpuhkan Giorgi, wakil ketua Organisasi Snak

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2230 Tak Terkalahkan

    Nada bicara Ardika sangat tenang, tetapi juga sangat mengintimidasi.Mendengar ucapannya, orang-orang di sekeliling tempat itu sampai berhalusinasi, merasakan seolah-olah dia benar-benar bisa melakukannya.Karena mereka merasa kata-katanya benar-benar meyakinkan."Kamu? Apa kamu pikir kamu pantas?"Werdi tertawa dingin dan berkata, "Bocah, apa kamu pikir kamu sedang berperan sebagai seorang presdir dominan di drama TV? Kamu bilang blokade, maka kamu bisa blokade ....""Dengar baik-baik, dua hal!"Sebelum Werdi bisa menyelesaikan kalimatnya, suaranya sudah diredam oleh suara acuh tak acuh Ardika.Tidak tahu sejak kapan, Ardika sudah mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Cahdani. "Pertama, dengar-dengar pengaruh Keluarga Gunardi di dunia seni sangat besar, perusahaan mereka juga sangat besar?""Sekarang aku nggak peduli kamu menggunakan cara apa saja, yang bisa dibeli, dibeli. Yang nggak bisa dibeli, ditekan. Intinya, aku mau lihat bisnis-bisnis Keluarga Gunardi berada di bawah na

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2229 Akan Segera Kuatur Untukmu

    Raina ingin Futari mengerti sosok kakak ipar yang sangat dikagumi dan dekat dengannya itu, lebih memilih untuk berlagak hebat tanpa memedulikan nasib Futari!"Plak!"Ardika melirik Raina dengan sorot mata dingin, lalu langsung melayangkan satu tamparan dengan punggung tangannya.Dalam sekejap, sisi wajah Raina yang satu lagi juga sudah muncul bekas tamparan kemerahan. Dengan begitu, akhirnya kedua sisi wajahnya sudah seimbang."Ahh ...."Sambil menutupi wajahnya, Raina berteriak dengan terkejut. Dia tercengang sejenak, lalu menatap Ardika dengan tatapan tidak percaya dan berteriak dengan suara melengking, "Eh, Ardika, berani-beraninya kamu memukulku?!""Dasar sialan! Hari ini aku akan menghabisimu!"Raina benar-benar tidak menyangka. Ardika yang sejak pertama kali bertemu dengannya selalu patuh padanya, tidak berani melawannya biarpun digurui olehnya, kini malah memukulnya, bahkan tepat di bawah tatapan banyak orang.Tadi Mitha yang memukulnya, dia masih bisa terima. Bagaimanapun juga,

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2228 Kamu Ingin Lihat yang Mana

    Pengikut itu tertegun sejenak. Kemudian, dia baru menyadari, tadi dia sudah mengucapkan kata-kata bodoh.Raut wajahnya langsung memerah. Dia menunjuk Ardika sambil berteriak dengan marah, "Dasar sialan, kamu ....""Plak ...."Saat itu juga, Werdi menoleh, lalu melayangkan satu tamparan hingga membuat pria itu terjatuh ke lantai."Bodoh! Apa kamu merasa masih belum cukup memalukan?!"Werdi melontarkan satu kalimat itu dengan diliputi amarah, dia bahkan ingin mencekik mati orang bodoh itu.Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Ardika. Nada bicaranya berubah menjadi makin dingin, "Kakak ipar benalu Futari, 'kan? Tempat ini adalah Hainiken, perjamuan kalangan kelas atas, bukan Kota Banyuli, kampungmu itu.""Bersilat lidah di hadapan orang-orang seperti kami, selain menunjukkan kamu sangat bodoh, nggak ada artinya sama sekali.""Bertanding dalam hal kekuatan, pengaruh dan latar belakang, serta relasi dan sumber daya, adalah cara main kami untuk menginjak-injak orang.""Kalau kamu p

  • Menantu Pahlawan Negara   Bab 2227 Tidak Berhak

    Mendengar ucapan Raina, Futari sudah merasa kecewa sepenuhnya terhadap wanita itu. Saking kesalnya, dia mengentakkan kakinya dan berkata, "Aku nggak melakukan kesalahan apa pun! Atas dasar apa aku harus meminta maaf?!""Satu hal lagi, meminta kakak iparku untuk berlutut dan bersujud padanya? Werdi nggak berhak untuk itu!"Mendengar ucapan ini, Raina langsung membelalak kaget, lalu berkata dengan panik, "Kamu ... dasar gadis bodoh ini, bagaimana kamu bisa berbicara seperti ini?!""Nggak berhak?"Saat ini, Werdi yang baru saja mengetahui identitas Ardika dari seorang pengikutnya, menoleh ke arah Ardika, menatap Ardika dengan lekat, lalu terkekeh dengan dingin. "Aku nggak berhak meminta orang kampungan dari Kota Banyuli untuk berlutut?""Sedang bercanda, ya?"Suara Werdi berubah menjadi sangat dingin.Semua orang tahu ucapan Futari ini sudah menyulut amarah Werdi.Werdi, Tuan Muda Keluarga Gunardi yang kaya dan berkuasa. Ada banyak orang yang bahkan tidak punya kesempatan untuk berlutut d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status