"Huu ... huu ...."Wajah Ardius ditekan dengan keras oleh Ardika di atas meja. Dia tidak bisa menahan rasa sakit yang menjalar di wajahnya. Dia ingin berteriak dengan keras, tetapi pada akhirnya dia mendapati teriakannya terdengar seperti suara isakan yang tertahan di dalam tenggorokannya."Aku baru pertama kali mendengar permintaan seaneh ini."Ardika berkata dengan ekspresi dingin, "Atas dasar apa kamu begitu percaya diri, beranggapan aku nggak berani menyerangmu?""Kamu bahkan bilang kalau aku nggak menyerangmu, kamu akan menargetkan istriku, adik iparku, serta ayah dan ibu mertuaku?""Jelas-jelas kamu sedang memohon padaku untuk menyerangmu, menurutmu apakah mungkin aku nggak memenuhi keinginanmu?"Saat berbicara, Ardika langsung menarik kepala Ardius, lalu mengambil rokok yang telah dihisap setengah oleh pria itu dan langsung memasukkan bagian puntung rokok yang panas ke dalam mulut pria itu secara paksa."Ahhh ...."Panas yang membara menyelimuti lidah Ardius, bahkan asap dari ro
Ruang pribadi dipenuhi dengan suara teriakan histeris. Semua orang kembali tercengang melihat kekuatan luar biasa yang ditunjukkan oleh Ardika.'Ya Tuhan, bahkan para pengawal juga nggak bisa menghadapi bocah itu!'Saat ini, Herdun dan yang lainnya baru mengerti. Semalam, saat Ardika menghajar mereka, memang benar-benar sudah berbelas kasihan pada mereka."Ardika, apa yang ingin kamu lakukan? Jangan mendekat!"Saat ini, Herdun tiba-tiba berteriak dengan keras, suaranya diwarnai dengan ketakutan.Karena dia mendapati sorot mata Ardika tiba-tiba terpaku pada dirinya."Bam!"Ardika melangkah maju, lalu langsung membuat Herdun yang memiliki tubuh tinggi tegap itu terjatuh ke lantai."Menurutmu, apa yang ingin kulakukan? Selain Ardius, kamu yang paling arogan."Herdun yang terduduk di lantai, menutupi wajahnya sambil menatap Ardika dengan tatapan ketakutan.Namun, sorot matanya tetap saja mengekspos pemikirannya yang sesungguhnya. Dia enggan tunduk begitu saja.Dia berkata dengan suara dala
"Ayo, kita pergi. Kamu nggak perlu memedulikan hal-hal lain, sekarang hal yang perlu kamu lakukan adalah menemaniku makan."Ardika menggandeng tangan Luna. Di bawah arahan dari bos hotel, mereka langsung pergi ke sebuah ruang pribadi di lantai atas. Biasanya mereka makan di restoran lantai satu.Namun, karena Ardius dan lainnya pasti akan terus menerus memanggil bantuan, dia tidak ingin Luna menyaksikan pemandangan seperti itu.Siapa sangka, setelah dia dan Luna selesai makan, Ardius dan yang lainnya masih belum memanggil bantuan."Sayang, kamu pulang saja, istirahat di rumah."Ardika meminta staf Asosiasi Dagang Kota Banyuli untuk mengantar Luna pulang. Selain itu, dia juga menghubungi Levin, meminta Levin untuk mengirim orang melindungi istrinya sepanjang jalan.Namun, mereka hanya perlu memastikan istrinya aman sampai di luar Kompleks Vila Bumantara saja.Tidak ada orang yang berani menerobos masuk ke dalam Kompleks Vila Bumantara untuk menargetkan Luna.Futari, ayah dan ibu mertuan
Levin benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi.Kalau bukan karena Ardika bisa menundukkan Keluarga Septio Provinsi Aste, dia pasti sudah bertanya-tanya dari mana kepercayaan diri Ardika, sampai-sampai bisa mengucapkan kata-kata seperti itu."Naiklah ke atas, jagalah Asosiasi Dagang Kota Banyuli dengan baik."Ardika melambaikan tangannya."Kak Ardika, kamu tinggal di sini sendirian?"Levin langsung tercengang. "Mungkin mereka akan memanggil banyak orang kemari ....""Nggak peduli seberapa banyak orang yang datang, mereka tetap saja lemah." Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Kamu bawa anggotamu, jaga asosiasi baik-baik. Jangan biarkan mereka membuat keributan di atas."Dia mewaspadai Ardius yang tak bisa bersikap logis itu akan menghancurkan Asosiasi Dagang Kota Banyuli untuk melampiaskan amarahnya."Oke!"Levin menangkupkan tangannya, lalu berbalik dan masuk ke dalam lift.Saat ini, di jalan utama di luar Hotel Blazar, sudah dipenuhi dengan rombongan mobil mewah yang berjumlah mende
"Syuu!"Ratusan pasang mata langsung tertuju pada Ardika dengan serempak.Gelombang tekanan yang tak terlihat seperti menyapu ke arah Ardika.Kalau dibandingkan dengan Ardika yang berdiri sendirian di sana, kesenjangan antara kedua belah pihak sangatlah besar.Situasi saat ini bagaikan setetes air akan menghadapi gelombang air yang dahsyat, tampak sangat kasihan dan tidak berdaya.Kalau pemandangan ini diabadikan dengan kamera ponsel, sebuah sensasi tidak berdaya pasti akan menyelimuti layar.Banyak di antara ratusan orang itu yang menunjukkan ekspresi mempermainkan, mereka bahkan mengagumi pertahanan mental pria yang berdiri sendirian itu.Menghadapi sorot mata tajam ratusan orang sendirian, tetapi orang itu masih bisa berdiri dengan tegak."Ardius, apa otakmu sudah rusak? Kamu sedang membuat pertunjukan di sini?" Ardika mendongak, menatap lawan bicaranya dengan sorot mata seperti menatap idiot.Suasana di tempat parkir bawah tanah langsung hening seketika.Siapa sangka di bawah tatap
Ardius tertawa dan berkata, "Ardika, hanya dengan mengucapkan beberapa kalimat saja, kamu sudah bisa menyulut amarah tiga ratus orang sobatku. Kamu benar-benar ahli dalam memanas-manasi situasi.""Tapi, apakah kamu pernah memikirkan konsekuensi dari tindakanmu itu?""Oh ya, jangan berlagak hebat di hadapanku dengan mengatakan kamu bisa mengalahkan tiga ratus orang seorang diri.""Padahal kebenarannya adalah, setelah mengetahui orang yang kamu singgung adalah aku, orang-orang yang kamu panggil kemari mengingkari janji mereka, bahkan istrimu juga nggak bersedia menemanimu menanggung konsekuensinya.""Kamu sudah dicampakkan oleh keluarga dan teman-temanmu, menjadi seorang diri.""Saat ini, kamu hanya sedang berusaha bertahan, bukan?"Ini adalah alasan mengapa begitu Ardius datang dan melihat Ardika seorang diri, dia hanya tertegun sejenak tanpa berpikir banyak.Karena itulah, di matanya situasi yang seharusnya di mana kedua belah pihak memanggil bala bantuan masing-masing, lalu terlibat d
Ardika menatap Ardius sambil tersenyum tipis. Akhirnya, dia mengungkapkan tujuannya yang sebenarnya.Dia hanya tertarik pada Wirhan.Karena cepat atau lambat dia akan berhadapan dengan Wirhan, jadi sebaiknya dia meminta Ardius untuk memanggil kakak sepupunya itu ke sini sekarang.Ardius berkata dengan dingin, "Ardika, sebaiknya kamu hanya sedang bercanda.""Eh? Aku serius."Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Jujur saja, kalau aku benar-benar mematahkan lengan dan kaki tiga ratus orang termasuk kamu, hari ini departemen ortopedi semua rumah sakit Kota Banyuli pasti akan penuh dengan pasien.""Aku adalah tipe orang yang nggak suka menonjolkan diri. Aku nggak ingin membesar-besarkan masalah, aku juga nggak ingin terlihat brutal dan kejam.""Kalau kamu memanggil kakak sepupumu itu ke sini, situasinya berbeda. Aku hanya perlu mematahkan kakinya saja. Hanya dia seorang.""Ardius, aku berbicara panjang lebar seperti ini juga demi kebaikanmu sendiri.""Kalau biaya pengobatan satu orang diba
Herdun tertegun sejenak.Kemudian, setelah melihat seulas senyum tipis di wajah Ardika, dia langsung mengerti maksud Ardika. Pria itu sedang mengisyaratkan kakaknya mengandalkan tubuh untuk menaikkan status dan kedudukan sendiri.Bagaikan seekor kelinci yang ekornya diinjak, dia langsung mengentakkan kakinya dan berkata dengan marah, "Eh, Ardika, berani-beraninya kamu menjelek-jelekkan kakakku! Tunggu mati saja kamu!""Tin ... tin ...."Begitu Herdun selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari arah belakang semua orang, yaitu pintu masuk tempat parkir bawah tanah.Karena mengetahui apa yang akan terjadi di tempat parkir bawah tanah, bos Hotel Blazar telah meminta petugas keamanan untuk memblokade akses jalan menuju ke tempat parkir bawah tanah.Saat ini, mobil yang memasuki tempat itu hanya antara dari pihak Ardius, atau dari pihak Ardika.Sangat jelas, saat ini hanya ada satu kemungkinan, yaitu dari pihak Ardius."Didengar dari suaranya saja, aku sudah tahu itu ada