Seorang pemuda melenggang masuk, nada bicaranya terdengar sangat arogan.Secara naluriah, semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah pemuda itu. Siapa pemuda yang sangat arogan itu?"Tuan Muda Ponipa!"Begitu melihat pemuda itu, ekspresi Zinando dan yang lainnya langsung berubah drastis.Pemuda itu tidak lain adalah Ponipa, cucu Tiano, Wali Kota Banyuli terdahulu!Tiano menjabat sebagai Wali Kota Banyuli selama dua puluh tahun, jadi tentu saja semua orang mengenal jelas siapa cucunya.Kenadi mengamati reaksi semua orang dengan saksama. Kemudian, dia tersenyum dan berkata, "Sepertinya kalian sudah tahu siapa Tuan Muda Ponipa. Ya, benar. Tuan Muda Ponipa juga merupakan pemegang saham Rumah Sakit Internasional Victori!"Ekspresi Zinando dan yang lainnya berubah menjadi pucat.Mereka sudah pernah mendengar bahwa Ponipa adalah pemegang saham Rumah Sakit Internasional Victori.Sebenarnya, ada bayang-bayang Ponipa di banyak perusahaan di Kota Banyuli. Identitasnya yang diketahui oleh pu
Ucapan Ardika membuat semua orang tercengang.Ardika tidak hanya mengutarakan rencananya untuk menyegel Rumah Sakit Internasional Victori di hadapan Ponipa selaku pemegang saham. Dia bahkan juga meminta pendapat dari Ponipa.Apa bedanya tindakannya itu dengan mempermalukan Ponipa secara langsung?Kenadi langsung tertawa dan berkata, "Bocah, seharusnya kamu nggak menanyakan hal ini pada Tuan Muda Ponipa. Seharusnya kamu menanyakan hal ini pada petinggi tujuh departemen yang kamu panggil kemari itu.""Coba kamu tanyakan pada mereka, apakah mereka berani menyegel Rumah Sakit Internasional Victori tepat di hadapan Tuan Muda Ponipa?"Nada bicara mengejek terdengar jelas dalam ucapan Kenadi, dia menatap Ardika dengan memasang ekspresi seolah sedang mentertawakan Ardika."Haha, tentu saja nggak berani! Lihat saja siapa Tuan Muda Ponipa!""Tuan Muda Ponipa adalah cucu kandung dari Wali Kota Banyuli terdahulu! Bahkan dia sudah bisa dianggap sebagai tuan muda paling terhormat di Kota Banyuli!""
"Aku memang keterlaluan, kenapa memangnya?"Nada bicara Ardika terdengar santai, tetapi juga mengandung unsur dominan yang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata.Semua orang tercengang.Ponipa adalah cucu Tiano, wali kota lama, tetapi Ardika hanyalah menantu benalu pecundang Keluarga Basagita.Perbedaan identitas mereka berdua bagaikan langit dan bumi.Jelas-jelas seharusnya Ponipa yang memegang kendali dan berada di posisi aktif, sedangkan Ardika seharusnya tunduk dan berada di posisi pasif.Namun, kalau didengar dari pembicaraan kedua orang itu, mengapa posisi mereka malah seperti terbalik?Ardika benar-benar arogan, sampai-sampai tidak bisa dideskripsikan dengan kata "arogan" lagi, tetapi saat menghadapi desakan dari lawannya, Ponipa malah tidak menunjukkan sikap yang tegas."Tuan Muda Ponipa, ada apa denganmu? Apa kamu sedang jatuh sakit, sampai-sampai kamu kurang sadar? Orang yang berdiri hadapanmu hanyalah seorang pecundang. Kamu harus menunjukkan kehebatanmu, injak dia di b
Ponipa pergi begitu saja.Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang.Suasana di koridor UGD sangat hening.Bahkan Yelita, Tasya dan yang lainnya yang sebelumnya sangat percaya diri dan terus melontarkan kata-kata arogan pada Ardika, terdiam cukup lama.Selain itu, yang lebih dahsyat lagi adalah, cucu Tiano diusir oleh Ardika begitu saja. Saat ini, tidak ada seorang pun yang bisa menghalanginya menghancurkan rumah sakit lagi."Tuan Muda Kenadi, cepat pikirkan cara, jangan biarkan bajing ... Ardika menyegel rumah sakit begitu saja!"Yelita berbicara dengan nada manja sambil menggandeng lengan Kenadi.Dia sudah berusaha keras mencapai posisinya sebagai Kepala Rumah Sakit Internasional Victori dengan mengandalkan kasih sayang dan cinta dari Kenadi terhadapnya.Tentu saja dia akan menjadi orang pertama yang tidak terima kalau rumah sakit disegel."Minggir sana! Jangan ganggu aku!"Kenadi meneriaki Yelita dengan tidak sabar. Dalam situasi seperti sekarang ini, bagaimana mungkin dia punya car
"Kamu adalah ... Ardika?"Amir terkejut bukan main.Dia belum pernah bertemu Ardika secara langsung, dia hanya pernah melihat foto Ardika.Terlebih lagi, sejak kedua kaki Firza, putranya dipatahkan oleh Ardika, wajah Ardika makin sering melintas dalam benaknya.Biarpun Ardika berubah menjadi abu, dia juga bisa mengenali pria itu!Bagaimanapun juga, dia adalah seorang tokoh hebat di dunia investasi. Setelah terkejut sejenak, Amir tenang kembali.Dia berkata dengan dingin, "Ardika, mengapa ponsel Kenadi bisa ada di tanganmu?"Saat ini, berbagai pemikiran sudah muncul dalam benaknya.Namun, satu hal yang dia yakini, Kenadi pasti sudah jatuh ke tangan Ardika.Pada zaman sekarang ini, ponsel sudah ibarat seperti "tangan ketiga" dalam diri seseorang.Benda ini tidak akan jatuh ke tangan Ardika tanpa sebab.Ardika mengarahkan kamera ke arah Kenadi yang tergeletak di lantai, lalu tersenyum dan berkata, "Oh, aku sedang bersama keponakanmu. Dia baik-baik saja, Pak Amir nggak perlu khawatir."Di
"Teman harus saling mempertimbangkan satu sama lain."Amir tersenyum dan berkata, "Ardika, kalau kamu bisa mempertimbangkanku, aku juga nggak keberatan untuk melupakan dendam dan prasangka buruk terhadapmu. Aku bersedia berteman denganmu.""Adapun mengenai kaki Firza, bukankah masih bisa diobati ...."Bahkan Ardika juga merasa sedikit heran mengapa Amir bisa mengucapkan kata-kata seperti itu.Namun, dia bukan bocah berusia tiga tahun, tentu saja tidak akan memercayai ucapan Amir begitu saja. Dia sangat jelas bahwa itu hanyalah taktik yang dimainkan oleh Amir.Bagi orang seperti Amir yang selalu mementingkan keuntungan, teman bukanlah apa-apa baginya.Selama pria itu merasakan ada keuntungan untuk dirinya sendiri, dia akan "menikam" siapa saja kapan saja."Ckckck, kalian adalah ayah dan anak yang sempurna."Ardika tersenyum dan berkata, "Makin Pak Amir berhati dingin seperti ini, aku makin nggak berani berteman denganmu.""Kalau begitu, nggak ada yang bisa kita negosiasikan lagi?"Amir
Zinando segera menerima ponsel itu, lalu mengarahkan kamera tepat ke arah Ardika dan Kenadi yang tergeletak di lantai."Ardika, apa yang ingin kamu lakukan?!"Kenadi mengajukan pertanyaan itu dengan ekspresi ketakutan.Menyadari situasi sudah gawat, dia berusaha keras merangkak bangkit dan hendak melarikan diri."Bam!"Hanya dengan satu tendangan dari Ardika saja, tubuhnya sudah kembali terjatuh ke lantai. Kemudian, Ardika berjalan menghampirinya dan berkata tanpa menoleh ke belakang, "Amir, lihat baik-baik. Ini adalah harga yang harus kamu bayar karena telah memprovokasiku.""Ardika! Awas saja kalau kamu berani!"Nada bicara terkejut sekaligus marah Amir terdengar dari ponsel tersebut.Firza, putranya, sama sekali tidak bisa diharapkan, tipe orang yang tidak mau maju.Jadi, Kenadi bukan hanya sekadar keponakan kandungnya, melainkan calon penerus yang dia latih secara khusus. Karena itu pula, dia menyerahkan beberapa rumah sakit swasta kepada Kenadi untuk dikelola oleh keponakannya itu
Namun, pada akhirnya Amir menyimpan kembali niat membunuhnya itu.Karena dia mendapati bahwa saat ini dia sama sekali tidak bisa menghabisi Ardika.Awalnya dia sengaja membuat Yudin dan Ardika berselisih, agar kedua orang itu melawan satu sama lain.Kalau bisa, sebaiknya Yudin menghabisi Ardika. Jadi, dia tidak perlu turun tangan secara pribadi.Menurut informasi yang Amir peroleh, Ardika pergi ke lokasi syuting dan membuat keributan besar. Setelah menyelamatkan Luna, pria itu memang pergi ke Vila Hundo untuk mencari perhitungan dengan Yudin.Baginya, pria itu sama saja dengan cari mati sendiri!Namun, hal yang mencengangkan adalah, lebih dari satu jam kemudian, Ardika bisa muncul di Rumah Sakit Internasional Victori dalam kondisi baik-baik saja dan tetap bersikap sangat arogan seolah tak terkalahkan.Sementara itu, Yudin disiksa oleh seorang pecundang keluarga kelas dua Kota Banyuli hingga sekarat.Tentu saja Keluarga Sudibya segera memblokade informasi yang sangat memalukan itu, agar