“Ib—”Hans melepas tangan ibunya saat melihat kesusahan untuk bicara. Ia mengambil secarik kertas putih ukuran HVS A4 dan spidol berwarna hitam lalu diberikan kepada ibunya.Ia bernisiatif untuk menuliskan sesuatu yang akan disampaikan oleh ibunya. Ibu menerima dan menuliskan huruf demi huruf di kertas putih itu secara perlahan.Hans menunggu tulisan ibunya selesai.Tulisan dirangkai menjadi Ibu mau dioperasi dan melakukan perawatan demi kamu. Sontak, Hans meneteskan air mata saat membaca tulisan ibunya dan memeluk ibunya erat.Abigail pun meneteskan air mata dengan deras sambil mengelus kepalanya. Sekeras apa pun sifat dan sikap seorang ibu dan anak pasti bisa mencair disaat situasi yang saling membutuhkan dukungan.Keduanya menurunkan ego masing-masing dan mengakui kesalahan sehingga hubungan antara anak dan orang tua membaik. Hans ingin melakukan hal yang tidak pernah dilakukan olehnya untuk ibu.“Saya informasikan hal ini ke Dokter, Nyonya besar agar bisa dioperasi besok,” kata Ha
Hans melewati mereka dengan mendengarkan semua yang dikatakan olehnya. Ia berpura-pura tidak mendengarnya, meskipun ingin menghampiri dan mengatakan bahwa dia adalah ibunya.Hans memasuki kamar ibu di ruang VIP dan menunggu di dekat pintu. Ia hanya bisa memandangi wajah ibu yang terlihat masih belum segar kembali dan mata terpejam lagi setelah berbicara dengannya beberapa jam yang lalu.Walaupun singkat, momen itu sangat berharga untuknya.Sementara, Hans hanya memantau keadaan ibunya dari kejauhan ketika ada orang dan membiarkan kaki tangan berada di sampingnya.“Ibu Abigail segera siuman dan terima kasih sudah membujuknya untuk melakukan operasi dan perawatan.”Haedar hanya terkekeh sambil menoleh ke arah Hans sekilas. Dia tidak mengatakan apa pun setelah Dokter mengatakan hal itu.“Setelah perawatan ini, makanan Ibu Abigail harus dijaga dengan sangat baik dan dilarang makan makanan cepat saji karena bisa memicu pertumbuhan kanker di sel lain.” Salah satu Dokter berpesan kepada Haed
Hans berhenti tepat di depan lemari kaca yang terdapat banyak senjata milik ayahnya sambil menunggu pengawal yang ditunjuk olehnya untuk menghadap kepadanya.Hitungan detik, seorang pria berpakaian rapi dan berjas sesuai dengan yang disebutkan oleh Haedar telah datang kepadanya. Postur tubuhnya tidak kalah dengan pengawal yang terlihat mempesona.“Santo Paulus?”“Iya, Tuan muda.”“Apakah kamu tahu kalau saya adalah anak dari Cody Ruth?”“Semua orang yang bekerja dengan Pak Cody tahu tentang keluarganya dan bisa menjaga rahasia sehingga tidak ada satu pun rahasia yang bocor keluar karena Pak Cody memperlakukan karyawannya dengan sangat baik dan dianggap manusia. Jadi, memiliki waktu istirahat dan tidur bukan harus berjaga selama dua puluh empat jam dalam seminggu. Beliau juga memberikan fasilitas libur untuk kami secara bergantian dan memberi fasilitas yang sangat bagus dan nyaman untuk saya dan teman-teman, Tuan muda.”“Oke. Apakah kamu yang bertugas untuk mengawal Ibu ke mana pun per
Salah satu karyawan menekan sebuah folder yang diberi nama sesuai tanggal dan tahun permintaannya. Dia mempercepat rekaman di jam yang diminta olehnya.Dua karyawan menepi terlebih dahulu lalu Hans duduk untuk menonton rekaman tersebut dengan serius dan diamati. Jam enam tidak terlihat apa pun dan hanya mobil melintas.Rekaman dari kamera pengawas cukup jernih.Tepat pukul delapan malam, sebuah mobil mewah berwarna hitam dengan lambang kuda di depan yang tidak asing baginya berhenti di depan rumah.Dua menit kemudian, ibu keluar rumah dengan pakaian rapi dan mewah. Semua barang yang dipakai merupakan brand terkenal dan ternama di dunia.Hans menghentikan video rekaman itu sejenak lalu memperbesar di bagian wajah sosok pria yang berada di dalam mobil dengan memicingkan mata dan mengernyitkan dahi.Hans sampai memajukan wajah untuk melihat wajah sosok di dalam mobil. Namun, ia tidak dapat melihat jelas wajah pria itu.“Kenapa dia tidak turun dari mobil? Apakah dia pantas disebut seorang
Hans menghubungi Tom Scott setelah mendapat pesan yang membuatnya penasaran. Lima detik kemudian, panggilan keluar diangkat oleh Tom Scott.“Ada apa, Hans?”“Kamu mengenal nomor platnya?”“Iya, tapi aku harus memastikannya lagi agar dugaan sementaraku tidak salah. Hasil keluar besok dan mohon bersabar.”“Apa dugaanmu sementara? Apakah ada nama yang kamu kenal dari plat nomor itu?” tanya Hans dengan intonasi penekanan.Tom membisu di balik handphone. Dia pernah bertemu dengan pengusaha dalam sebuah acara pelelangan lukisan di Jakarta ketika hendak memasuki ruangan dan menoleh ke arah pengusaha itu sembari memperhatikan plat nomor mobilnya.Dia penasaran dengan sosok yang ada di dalam mobil dan ternyata dia adalah Rashid Omar Nadim yang keluar dari mobil mewah dengan plat nomor yang sama dengan hasil penangkapan foto itu.“Halo, Tom.”“Maaf. Aku masih ada. Ada apa?”“Kamu punya nama atas dugaan sementara yang kamu curigai?” tekan Hans sambil menatap lamat.“Ya.”“Siapa dia?”“Pak Rashid
“Aku kurang tahu kalau soal itu. Mungkin nanti siang, dia datang ke kantor. Jadi, tunggu saja.”“Oke. Datang ke Pawon Rempah Resto pukul lima sore, setelah pulang kerja. Kita membutuhkanmu,” kata Tiwi tegas.“Baiklah.”“Atau bertemu di rumahmu saja?” celetuk Agustinus.“Jangan, kosanku jelek dan masih berantakan.”“Ayolah, sekali saja.” Agustinus sedikit memaksa untuk bertemu di rumah Hans.“Tidak akan karena kalian akan muntah melihat kosanku yang sangat berantakan dan tidak wangi.” Hans terus berkilah untuk menolak permintaan salah satu rekan kerjanya yang meminta untuk bertemu di rumahnya.“Sudahlah, jangan memaksa Hans untuk bertemu di rumahnya. Dia akan kerepotan kalau kedatangan kita, apalagi dia sedang cuti karena sakit maka dari itu menghargai dia yang sakit. Ini saja, aku malu bilang kepadamu untuk bertemu denganmu, tapi kita membutuhkanmu karena banyak yang harus dibicarakan dan diskusikan.” Tiwi menengahi Agustinus dengan alasan yang masuk akal.“Oke. Lain kali saja, kalian
Abigail yang baru saja sadar dari pasca operasi telah memberikan banyak informasi kepadanya dan mengingatkan momen bersama adiknya yang sangat disesali olehnya.Namun, ia tidak tahu selama ini bahwa ada seorang Jurnalis yang menulis artikel tentang berita kematian Raja bisnis dan seorang laki-laki yang meninggal secara tidak wajar.Bahkan, Abigail pernah melihat sebuah website berita yang mengangkat berita kematian ayah dan adiknya yang tidak usut dengan tuntas. Semua pihak kepolisian tidak ada yang bergerak sama sekali.“Ada, Tuan muda. Selama ini saya mencari keberadaan dia, tapi masih abu-abu dan saya mendatangi rumahnya setiap hari, tidak ada jawaban sama sekali,” sahut Haedar sambil menghampiri mereka.“Di mana rumahnya?”“Jalan Pahlawan, rumahnya memasuki gang kecil, berpagar putih yang tinggi, nomor empat belas. Jurnalis itu bernama Alan Muskion.”“Alan Muskion? Jurnalis yang terkenal tidak takut apa pun dan selalu maju untuk urusan yang kasusnya tidak adil dan diselesaikan den
Alan mendelik saat mendengar nama Cody Ruth dan berusaha keras untuk menutup pagarnya, tetapi berhasil ditahan oleh Hans. Ia memasuki rumah Alan sembari menutup pagar putih yang tinggi dengan meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya.“Saya tidak tahu apa pun tentang dia. Kamu salah mencari orang. Saya bukan Alan Muskion!” bentak Alan sembari mendorong Hans pelan untuk keluar dari rumahnya.Hans hanya menerima perlakuan Alan yang bisa dikatakan bahwa dia terlihat masih trauma dengan masa lalunya. Rumah yang terlihat nyaman dari luar, tetapi ternyata sedikit berantakan di bagian halaman depan rumahnya.“Jika Mas tidak tahu apa pun tentang Pak Cody bukan sikap seperti ini yang ditunjukkan kepada saya,” kata Hans tegas sambil memegang tangannya dengan erat.Alan melotot lalu menampis tangan Hans dengan keras. Dia bergegas masuk ke dalam rumah dan dikejar oleh Hans dengan mempercepat langkahnya.“Saya bukan orang jahat, Mas. Mas tidak perlu takut dan tidak akan melakukan perbuatan buruk