“Kekasih pengawal pribadimu,” jawab Agustinus santai.“Di mana dia sekarang?““Dia ada di halaman belakang bersama wanita itu karena aku tadi bertanya kepada pengawal lainnya.”“Suruh mereka ke sini. Aku ingin mendengarnya secara langsung.”Agustinus menyampaikan seruan dari Hans kepada pengawal yang berjaga di ruang tamu untuk meminta mereka memasuki ruangannya. Satu menit berlalu, mereka telah tiba di ruangan diskusi dengan menatap Hans dan lainnya yang bingung dan datar. “Ada apa?”“Terima kasih untuk semuanya.”“Tidak perlu khawatir, aku melakukan semua ini demi hidupku sendiri dan masa depanku kelak jika tinggal bersama dengan kekasihku.”“Apa yang kalian inginkan dariku? Aku ingin memberi hadiah untuk kalian.”“Tidak ada.”“Kalian mendapatkan pernikahan mewah di hotel mewah. Semua ditanggung olehku, jadi katakan kapan kalian menikah,” kata Hans santai.Wanita itu dan pengawal pribadi melongo saat mendengar hadiah darinya lalu bersalaman dengannya sebagai tanda terima kasih.“T
Hans memandangi televisi yang menyuguhkan pemandangan Rashid, Ayah Adnan, Adnan, Sandria, Ryan dan ajudan Ayah Adnan tertangkap dengan kedua tangan diborgol ke belakang bersama istri Rashid yang menutupi proses penyelidikan selama ini. Otak dari kematian Raja bisnis adalah Rashid Omar Nadim karena keserakahannya sehingga mendekati istri Pak Cody Ruth untuk bisa mendapatkan kekayaannya. Tidak hanya itu, Rashid juga pemarah sehingga membunuh anak lelaki dengan cara yang sama, seperti sudah direncanakan. Beruntung, Ibu Abigail tidak tertipu dengan rayuan maut yang dilakukan olehnya karena seorang lelaki yang selalu mengingatkan dan membantu untuk menyelesaikan masalah yang tidak rampung karena permainan orang dalam pihak berwajib. Siapakah dia yang selama ini berada di sampingnya? Apakah kekasih baru atau yang lain? Kita belum tahu dan tunggu kabar selanjutnya.“Apakah bapak memberitahu rekan kerja yang membantu kita untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Hans datar sembari memandangi
“Sayang, aku pulang.”“Jangan masuk. Aku masih ganti pakaian!”Hans tersenyum saat mendengar istrinya yang meminta untuk tidak masuk kamar terlebih dahulu dengan memperhatikan waktu yang melingkar di pergelangan tangannya.Hans terbiasa masuk kamar terlebih dahulu setelah pulang kerja yang seharian berada di jalan. Walaupun sang istri tidak menyukainya.“Duh!”Hans mendekatkan telinga ke pintu dengan mengernyitkan dahi saat mendengar keluhan suara pria seperti anggota tubuhnya terbentur benda di kamar.“Masih lama? Kamu baru selesai mandi?” tanya Hans sambil mengetuk pintu dan memandangi pintu kokoh berwarna cokelat tua.Wanita yang rambutnya diikat penuh berpakaian piyama berwarna ungu terlihat bentuk tubuhnya yang sempurna membuka pintu kamar dan berbalik meninggalkan pria berpakaian kusut dan aroma badan yang tidak pernah wangi saat pulang kerja.“Kenapa kamu lama sekali membuka pintunya?”“Aku lagi mandi tadi.”“Mandi? Kalau kamu mandi bukannya kamu pakai baju hand—”“Apa salahnya
Dasar Menantu Tidak Tahu Diri!“Kemampuanku hanya sebatas itu.”Hans memang membeli buah, barang dan makanan yang murah di pinggir jalan saat memenuhi keinginan dan kebutuhan Sandria. Ia hanya mampu membeli dengan harga yang murah.Pendapatan tiap bulan tidak sampai minimal pendapatan kota.Harga menjadi tolak ukur bagi wanita kaya, seperti Sandria.Usaha untuk membahagiakan dan menyenangkannya selama ini tidak ada artinya karena harga yang murah. Ia juga curiga kepadanya bahwa semua itu dibuang saat tidak ada dirinya.“Kalau kemampuanmu hanya sebatas itu dan keahlianmu hanya mengirim barang, lebih baik tidak perlu ikut campur urusanku karena kapasitas otakmu takkan mampu menganalisis. Jadi, berhentilah bertanya, seperti detektif, polisi dan jaksa!” hina Sandria sampai terlihat otot lehernya.Hans tertegun sambil mengepalkan tangannya dengan erat.“Baiklah.”“Kamu tidur di ruang tamu malam ini dan seterusnya!” sungut Sandria sambil mengusirnya dan menutup pintu kamar dengan keras.Hina
Rashid mendaratkan pukulan di wajahnya hingga Hans tersungkur di lantai dan sudut bibir berdarah. Saat dia marah dengannya tidak pernah memukul wajahnya menggunakan tangan yang mengepal erat dan hanya tamparan.Tidak hanya itu, dia bisa menyuruh dan memerintah banyak orang untuk membunuhnya saat sedang amarah membara. Namun, kemarahannya sangat berbeda saat ini.Apakah karena pengaruh obat suntikan itu?Hans berdiri sambil menatap Rashid yang berdiri sempoyongan dan mengeluarkan banyak keringat di dahi. Dia memegang kepala dan hitungan detik terkapar di lantai dan mengenai kardus itu dan lima suntikan beserta cairannya pecah di lantai.Suara suntikan yang pecah membuat ibu mertua dan Ryan mendatangi sumber arah. Ibu mertua berteriak histeris saat melihat suaminya terkapar di lantai dan pecahan kaca berserakan di mana-mana.“Apa yang kamu lakukan kepada suamiku, Haaannss?” pekik Ibu mertua sambil terisak dan melotot. Dia terduduk dan menepuk pipi Rashid.“Saya tidak melakukan apa pun, B
“Ibu tanyakan pada Sandria sekarang dan … bukankah perpisahan saya dengan Sandria sudah diinginkan oleh keluarga ini?”“Sandria tidak ada salah apa pun, Bu. Dia yang salah!” sambar Ryan dari lorong kamar Sandria.“Jika ibu ingin lebih jelas, datangi dia di kamar,” kata Hans lembut sembari melirik Ryan yang mendelik dan mengancam untuk memukulnya.Ibu mertua berbalik badan dan menyingkirkan tubuh kekar anaknya. Dia bergegas mendatanginya di kamar, tapi Sandria muncul di hadapan ibunya sebelum berbelok ke lorong menuju kamarnya.“Dia memang bukan suami Sandria lagi, Bu.”“Apa? Bagaimana kalau media tahu?” Ibu mertua mengkhawatirkan nama keluarga besarnya hancur.“Tenang saja, Bu. Sandria sedang tidak hamil, kan?”“Tapi, kenapa dia menceraikanmu?” tanya Ibu mertua yang masih ingin tahu alasannya.“Karena dia selingkuh.”“Hans selingkuh?” Ibu mertua terlihat tidak percaya dengan jawabannya.“Iya, dia selingkuh.”“Pembohong dan pezina!” ujar Hans sembari menatap tajam dan rahang menegang.“
Hans menghela napas panjang setelah diminta untuk datang ke rumahnya. Ia sudah bisa menebak bahwa masalah semalam anak lelakinya dipukul oleh anak buahnya.Ryan, selain pengangguran, dia tukang penasaran dengan kehidupan orang lain dan sok jadi jagoan. Dia terkenal anak yang selalu sembunyi di bawah ketiak ayahnya yang berkuasa.Ia datang dengan pakaian kurir seperti biasa agar tidak membuat keluarga mantan istrinya curiga.Ia tiba di kediaman Rashid dan disuguhkan pemandangan Rashid sudah duduk di sofa bersama anak buahnya yang memiliki badan besar dan tinggi, istrinya dan Ryan yang wajahnya babak belur.“Kamu yang membalas dia?”“Bukan.”Rashid memukul meja dengan keras. “Jangan bohong!”“Aku tidak tahu hal apa pun yang ada di wajahnya.”“Lalu, kenapa wajahnya babak belur setelah mengikutimu di rumah mewah? Kamu merampok di sana?” cecar Rashid dengan intonasi penekanan.Hans melirik Ryan dengan santai sembari pura-pura terkejut dan tidak mengetahui hal itu. Pria yang jarang berhati-h
“Perhatian semuanya, ada anggota keuangan baru. Saya akan memperkenalkannya kepada kalian. Namanya adalah Lee.” Haedar memperkenalkan Lee Hans Cody kepada seluruh karyawannya, tapi tidak menyebutkan nama aslinya.“Halo, nama saya Lee.”“Wah, cakep banget. Halo, Lee.” Salah satu karyawan wanita memuji paras wajah yang mempesona di depannya.Karyawan yang berkumpul di depan Direktur Utama dengan baris yang melingkar berkenalan satu per satu dengannya, terutama karyawan wanita yang berebutan untuk berjabat tangan dengannya.Hans sengaja menggunakan nama depannya yang tidak diketahui oleh siapa pun karena terdapat Adnan yang bekerja di perusahaannya. Ia mulai beraksi untuk memberantas masalah di kantor, membalas dendam kepada siapa pun yang pernah merendahkan, menghina dan meremehkannya, serta mencari sosok pembunuh ayah dan adiknya.“Senang berkenalan dengan kalian,” katanya ramah dengan senyuman lebar.Beberapa karyawan wanita hampir pingsan saat melihat senyuman manis dan tampannya. Han
Hans memandangi televisi yang menyuguhkan pemandangan Rashid, Ayah Adnan, Adnan, Sandria, Ryan dan ajudan Ayah Adnan tertangkap dengan kedua tangan diborgol ke belakang bersama istri Rashid yang menutupi proses penyelidikan selama ini. Otak dari kematian Raja bisnis adalah Rashid Omar Nadim karena keserakahannya sehingga mendekati istri Pak Cody Ruth untuk bisa mendapatkan kekayaannya. Tidak hanya itu, Rashid juga pemarah sehingga membunuh anak lelaki dengan cara yang sama, seperti sudah direncanakan. Beruntung, Ibu Abigail tidak tertipu dengan rayuan maut yang dilakukan olehnya karena seorang lelaki yang selalu mengingatkan dan membantu untuk menyelesaikan masalah yang tidak rampung karena permainan orang dalam pihak berwajib. Siapakah dia yang selama ini berada di sampingnya? Apakah kekasih baru atau yang lain? Kita belum tahu dan tunggu kabar selanjutnya.“Apakah bapak memberitahu rekan kerja yang membantu kita untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Hans datar sembari memandangi
“Kekasih pengawal pribadimu,” jawab Agustinus santai.“Di mana dia sekarang?““Dia ada di halaman belakang bersama wanita itu karena aku tadi bertanya kepada pengawal lainnya.”“Suruh mereka ke sini. Aku ingin mendengarnya secara langsung.”Agustinus menyampaikan seruan dari Hans kepada pengawal yang berjaga di ruang tamu untuk meminta mereka memasuki ruangannya. Satu menit berlalu, mereka telah tiba di ruangan diskusi dengan menatap Hans dan lainnya yang bingung dan datar. “Ada apa?”“Terima kasih untuk semuanya.”“Tidak perlu khawatir, aku melakukan semua ini demi hidupku sendiri dan masa depanku kelak jika tinggal bersama dengan kekasihku.”“Apa yang kalian inginkan dariku? Aku ingin memberi hadiah untuk kalian.”“Tidak ada.”“Kalian mendapatkan pernikahan mewah di hotel mewah. Semua ditanggung olehku, jadi katakan kapan kalian menikah,” kata Hans santai.Wanita itu dan pengawal pribadi melongo saat mendengar hadiah darinya lalu bersalaman dengannya sebagai tanda terima kasih.“T
Hans tiba di ruang diskusi di rumahnya dengan melepas jaket kulit dan diletakkan di sofa dengan tangan dan dada bagian kiri yang masih terasa nyeri dan sakit sehingga duduk perlahan.Semua rekan tim dan Haedar berada dalam ruangan itu sembari memperhatikannya yang tidak bisa dilarang ketika keinginan menggebu dalam dirinya.“Apakah anak buah dari Rashid dan Adnan masih ada dalam ruangan di rumah ini?” tanya Hans pelan.Lima pria bertato bulan dan bintang dan kepala tengkorak pernah ditangkap olehnya saat melakukan penyelidikan di sebuah gudang tua samping laboratorium mereka.“Masih ada, Tuan muda. Saya pindahkan ke ruang bawah tanah karena mereka berisik dan mengancam membunuh kami semua setelah mendengar kabar Tuan muda ditembak oleh anak dari tuannya dan menganggap mati.”“Aku dianggap mati oleh mereka?”Haedar dan seluruh rekan tim membisu saat ia menanyakan perihal kematian dirinya. Ada sesuatu yang tidak disampaikan oleh mereka kepadanya.Semua rekan tim dan Haedar dua bulan la
“Anak dari pengusaha elektronik bebas dari jeratan hukum setelah dalam penjara dalam kasus penembakan wanita berambut pendek yang diduga wanita simpanan Rashid Omar Nadim.”Suara berita yang menggelegar berasal dari televisi merasuki telinga Hans yang mengalami koma selama dua bulan lamanya setelah kejadian penembakan di pemakaman ibunya. Hans mengalami peristiwa yang mengerikan demi mengungkapkan pelaku kejahatan penembakan dan penghilangan nyawa Raja bisnis dan anak laki-laki yang diduga tidak memiliki identitas. Hans membuka mata perlahan saat mengingat kejadian kematian ibunya yang tidak ada di sampingnya saat dibutuhkan dengan meneteskan air mata. Sesak sekali rasanya.Napas Hans terengah-engah dengan pemandangan langit kamar rumah sakit berwarna putih tanpa bersuara. Pandangan lurus ke atas dan tidak menyadari seseorang di sampingnya. “Hans.” Carlos memanggil namanya pelan. Haedar mendekati Hans dengan memegang tangan dan mengusap kepalanya sembari berkata, “Tuan muda, syuku
“Aku tidak mendua!” bentak Rashid sambil melotot ke arah Hans.Hans dan semua rekan tim memakai kacamata hitam dan pakaian serba hitam mulai dari atasan hingga sepatu sehingga tidak mengetahui sosok yang berada di balik kacamata hitam.“Sungguh? Apakah kamu bisa membuktikannya?” tanya Hans menantang. Rashid mengalihkan pandangan dengan menggerakkan tangan di depan dada sembari meremas dan mengeluarkan banyak keringat. Semua orang terpaku pada Hans hingga kamera perusahaan media menyorotinya tanpa membuka kacamata. Rashid terdiam.Hans mengeluarkan semua foto yang sudah dicetak olehnya sebelum berbicara dengan rekan tim lalu membuang semua foto yang terdiri dari lima belas lembar di depan wajah Rashid, Istri dan wanita berambut pendek. Hans pergi dari hadapan banyak wartawan dan keluarga cemara yang sedang dipermalukan oleh kepala keluarga yang dipandang hebat dan cinta kepada keluarga. “Ma, maafkan aku. Semua ini bukan karena aku.”“Halah, hidung belang. Kamu juga bilang bahwa ak
“Mohon maaf, ibu Abigail sudah mengembuskan napas terakhirnya. Beliau menyerah selama operasi berjalan.” Dokter menyampaikan berita duka dengan lembut.Sontak, Hans melotot dan kaki terasa lemah untuk berdiri setelah mendengar kabar duka dari ibunya. Pandangan Hans yang sedari tadi samar menjadi buram dan mengalirkan butiran bening dengan deras di pipi. Ia tidak percaya mendengar kabar duka sebelum menangkap pelaku kejahatan. Abigail melanggar janji yang dibuat bersama dengan Hans. Tangan Hans mengepal dengan erat sembari menenangkan diri di kursi besi panjang yang dingin.Hans terpukul mendengar kepergian sang ibu yang terakhir kali sempat berdebat dan kesal dengannya. Ia tidak akan berbuat seperti itu jika mengetahui semua sakit yang dirasakan oleh Abigail.Tuhan menghukum Hans dengan cara yang sangat menyakitkan. Tidak ada hukuman yang menyakitkan, seperti yang dialami olehnya saat ini.Hans masih terduduk di kursi besi yang panjang saat banyak orang berlalu lalang di depannya. B
“Tidak. Tetap menggunakan nomor itu karena tidak akan bisa mendeteksi lokasi dari pemilik nomor ponsel dan identitasnya.”Semua terdiam dengan ide gila yang keluar dari mulutnya. Mereka terlihat tidak percaya bahwa Hans memiliki ide yang berdampak besar untuknya jika ketahuan identitas yang sesungguhnya. “Apakah kamu lupa dengan misimu hingga akhir sebelum pelaku pembunuh Pak Cody dan adikmu tertangkap?” Komar bertanya dengan nada peringatan. “Aku tidak lupa.”“Lalu?”“Kalian takut akan identitasku terbongkar sebelum waktunya dan mengira aku gegabah dalam mengambil keputusan saat punya ide seperti itu?” tanya Hans dengan intonasi penekanan sambil menatap semua rekan tim.“Buk—”“Semua sudah terpikirkan olehku.”“Baiklah. Kalau kamu ingin seperti itu.”Hans duduk sambil memperhatikan laptop yang terbuka di meja kerjanya. Ia teringat dengan ibu yang berada di ruangan yang paling aman untuk sementara waktu lalu menelepon Haedar.Hans menunggu Haedar untuk menjawab panggilan keluarnya.
Hans meletakkan botol di meja balkon dengan santai dan bersandar di kursi santai yang terbuat dari kayu, berlubang dan bantal putih sebagai tempat duduk.Mira dan Alan mendekatinya setelah saling melempar tatapan. Hans masih mengendalikan emosi dan tidak memiliki gairah untuk menyelesaikan masalah yang ditugaskan dan diamanahkan oleh Abigail.“Kamu tidak ingin tahu beritanya?” tanya Mira nada pelan sembari sedikit membungkuk dan memegang bahunya. “Apakah kamu tidak tahu kalau saya ingin masih menyendiri di kamar ini sambil mengamati pemandangan kota besar di sore hari yang mendung dan terasa nyaman, tapi banyak penjahat yang berkeliaran di luar sana?”“Maaf,” balas Mira lalu menoleh ke arah Alan.Hans mendengar helaan napas Alan dan bertukar posisi dengan Mira. “Sampai kapan kamu begini? Sampai ibumu mati karena dipermalukan di sosial media?” cecar Alan nada pedas. Hans terbangun dari duduk dengan menghadap ke arah Alan sembari melotot dan tangan mengepal erat. Mira terkejut meliha
“Pak Cody membantu ayahku untuk memberantas pengedaran dan konsumsi obat terlarang dengan bantuan Pak Haedar.”Hans membisu dengan mengingat semua kejadian padanya mulai dari masih muda menempuh pendidikan di luar negeri dan melihat ibu mendua, pengakuan ibu, hubungan pernikahan yang kandas di tengah jalan dan keserakahan Rashid dan Ayah Adnan yang diketahui olehnya. Hans mendesis sembari menyeka rambut hitam yang lurus secara perlahan sambil memejamkan mata dan menghentakkan kepalan tangan erat ke meja kayu. Tidak ada yang namanya kebetulan dalam dunia ini. Semua telah ditunjukkan oleh sang maha kuasa bahwa ada sesuatu yang diberantas dan dibersihkan. “Unggah dan sebar rekaman Rashid ke media sosial, buat kalimat yang mengajak masyarakat menganalisis,” kata Hans dengan kepala tertunduk dan tangan masih mengepal erat.“Kamu yakin mau menyebar itu sekarang?” tanya Carlos nada ragu.Hans menoleh ke arah Carlos dengan menatap tajam. “Aku sangat yakin dan tidak ada ampun untuknya.”“Ba