Rashid mendaratkan pukulan di wajahnya hingga Hans tersungkur di lantai dan sudut bibir berdarah. Saat dia marah dengannya tidak pernah memukul wajahnya menggunakan tangan yang mengepal erat dan hanya tamparan.
Tidak hanya itu, dia bisa menyuruh dan memerintah banyak orang untuk membunuhnya saat sedang amarah membara. Namun, kemarahannya sangat berbeda saat ini.
Apakah karena pengaruh obat suntikan itu?
Hans berdiri sambil menatap Rashid yang berdiri sempoyongan dan mengeluarkan banyak keringat di dahi. Dia memegang kepala dan hitungan detik terkapar di lantai dan mengenai kardus itu dan lima suntikan beserta cairannya pecah di lantai.
Suara suntikan yang pecah membuat ibu mertua dan Ryan mendatangi sumber arah. Ibu mertua berteriak histeris saat melihat suaminya terkapar di lantai dan pecahan kaca berserakan di mana-mana.
“Apa yang kamu lakukan kepada suamiku, Haaannss?” pekik Ibu mertua sambil terisak dan melotot. Dia terduduk dan menepuk pipi Rashid.
“Saya tidak melakukan apa pun, Bu,” jawab Hans sambil menyeka darah yang ada di sudut bibirnya.
“Bohong! Kamu pasti mau membunuh suami saya, kan?!”
“Tid—”
Pukulan keras mendarat di pipi kanannya dan membuatnya terjatuh di lantai. Ryan menarik dan mencengkeram bajunya lalu memukul wajahnya beberapa kali.
Ryan yang tidak tahu apa pun menyerang Hans tanpa ampun hingga wajahnya lebam dan matanya bengkak. Kebiasaan pria yang tidak bertanya penyebabnya.
“Mau kurusak wajahmu yang mulus ini?”
“Kebiasaan pria bodoh,” kata Hans tersenyum miring sambil menatap lamat.
Satu pukulan keras mendarat di hidungnya dan tersungkur kembali sampai meneteskan darah di lantai. Ryan mencengkeram kerah pakaiannya dengan tatapan nanar.
Ryan masih memukulinya dan menarik kerah bajunya mengarah ke kamarnya.
“Ah, terus sayang. Aku sudah tidak tahan ingin mengeluarkannya!”
Hans menahan tangan Ryan yang akan mendarat di wajahnya ketika mendengar suara desahan istrinya. Tidak hanya itu, ia juga mendengar erangan dari pria berasal dari kamarnya.
Hans bergegas berdiri dengan tubuh yang sakit dan wajah bengkak dipenuhi dengan darah.
Hans dan Ryan mematung saat melihat Sandria bercinta dengan pria berambut cepak, tato kepala tengkorak di punggung dan nama Sandria di belakang tangan kanannya setelah membuka pintu kamar.
Hans bertepuk tangan sambil tersenyum miring dan memalingkan wajah ke sepatu fantovel milik Ryan.
Model sepatu fantovelnya sangat berbeda. Ryan menyukai model yang ujungnya lancip.
Ia mengambil sepatu itu secara perlahan dan hendak menanyakan sepatu itu kepada Ryan. Namun, belum sempat bertanya kepadanya.
“Kamu?”
“Kamu tidak perlu terkejut seperti itu karena gosip yang pernah kamu dengar itu benar,” ucapnya ringan saat ketahuan bercinta dengan pria lain dengan tubuh tertutup selimut.
“Sepatu ini punya dia?” tanya Hans menahan emosinya.
“Ya. Pesan yang pernah kamu lihat saat mau berangkat kerja adalah dia juga.”
Hans tersenyum miring sambil membuang sepasang sepatu fantovel di lantai secara kasar. Prasangka terhadap Sandria yang berselingkuh dengan pria lain terbukti benar.
Semua yang pernah didengar dari orang lain dan dilihat secara kebetulan di layar handphone memang benar adanya.
Usaha yang selama ini dilakukan olehnya tidak akan pernah ternilai ketika ada pria lain di sisinya. Ia berusaha menampis semua prasangka buruknya itu dan optimis bahwa Sandria bisa mencintainya.
Namun, optimis sirna setelah dikhianati oleh istrinya.
Hans teringat dengan kandungan yang pernah keguguran sebanyak dua kali karena tidak pernah menyentuh sama sekali. Beberapa kali tidak dijawab olehnya.
“Apakah dua kandunganmu yang keguguran adalah anak dia?”
“Ya. Aku terpaksa menikahimu karena dia tidak mau bertanggung jawab, tapi akhirnya dia mencintaiku dan segera menikahiku.”
Hans terpaku mendengar pengakuan Sandria. Ia tidak hanya dikhianati, tetapi ditipu juga.
Ia bertepuk tangan sembari menghampirinya yang tanpa busana. Pria yang tidak asing untuknya saat melihat dengan dekat karena pernah mengantar paket ke rumahnya.
“Kamu, aku talak tiga,” katanya sambil melepas dan melempar cincin pernikahannya ke wajah Sandria yang tanpa ada rasa bersalah.
“Hans!” teriak Ryan yang tidak terima dengannya saat melempar cincin ke wajah adiknya.
“Akhirnya, aku diceraikan sama dia, Sayang,” kata Sandria senang tanpa memikirkan perasaannya.
Langkah Hans terasa berat setelah mengetahui kenyataan. Seluruh tubuh yang dipukul oleh Ryan beberapa kali tidaklah sakit.
Namun, pengkhianatan besar yang dilakukan oleh Sandria sangatlah sakit.
Pengorbanan hidupnya selama empat tahun sia-sia. Ia menikahi wanita yang salah, tapi tidak punya rasa menyesal sedikit pun setelah menceraikannya.
Ia mengemasi semua pakaian dan barang yang pernah dibeli olehnya ke dalam tas ransel dengan dada yang sesak dan amarah yang membara terhadap Sandria dan keluarganya.
Situasi yang tidak pernah akur dan menghargai membuat dendamnya semakin menumpuk. Ia tidak boleh selalu berada di bawah dan saatnya membalas dendam dan menangkap pembunuh ayah dan adiknya.
Hans melewati Sandria dan Ryan yang terlihat bahagia saat melihatnya terpuruk dan tersakiti. Mereka terlihat puas setelah merendahkan, menghina, meremehkan dan mencaci maki.
“Pergi dari sini. Aku sudah muak melihat wajahmu itu!”
“Pria yang tidak berguna memang layak diselingkuhin karena dia tidak pernah mewujudkan keinginanku selama menikah empat tahun,” kata Sandria sambil tertawa.
Hans mengepalkan tangannya dengan erat. Orang berkuasa dan memiliki banyak uang selalu diutamakan dan kebanyakan semena-mena, termasuk keluarga Rashid.
Semua itu tidak akan terulang kembali ketika ia bangkit suatu hari nanti.
Nada dering panjang berbunyi dengan keras. Ia menerima panggilan dari nomor tak dikenal olehnya dengan memberi jarak dari mereka.
“Halo, siapa?”
“Tuan muda.”
“Pak Haedar?” sontak Hans yang mengecilkan nada suaranya di dekat tangga sambil memperhatikan keadaan sekitarnya.
Hans terkejut saat mendengar suara Haedar, tangan kanan ayahnya menghubunginya. Bagaimana bisa dia tahu nomor handphonenya?
“Bisa bertemu dengan Tuan muda?”
“Bagaimana Bap—”
“Bagi saya sangat mudah mengetahui nomor handphone dan melacak keberadaan, Tuan muda.”
“Saya sedang sibuk.”
“Pulanglah, Tuan muda.”
“Tidak. Jika ini permintaan dia.”
“Bukan Nyonya besar, tapi perusahaan membutuhkan Tuan muda.”
“Bagaimana bisa? Bukannya ibu yang sudah memimpin di sana?” Hans berusaha keras menolak untuk mengunjungi kantor ayahnya selagi masih ada ibunya.
Kebencian Hans terhadap ibunya sangat besar. Ia tidak bisa menerima dan mentolerir siapa pun yang berkhianat dengan pasangannya, apalagi tanpa bersalah.
Ibu Hans bernama Abigail Calista Ruth merupakan wanita karir yang pernah bekerja di perusahaan saham. Keberhasilan sang Ayah terkait tentang saham ada campur tangan darinya. Namun, karir yang ditekuni olehnya tidak diketahui oleh siapa pun, termasuk pria yang tidak tahu malu.
“Nyonya besar memang memimpin, tapi … ada masalah di perusahaan pangan, Tuan muda.”
“Ibu tidak bisa mengatasinya?”
“Datanglah, Tuan muda. Kita bertemu di rumah Angkasa.”
“Tidak.”
“Saya mohon, Tuan muda.”
“Aiish, ba—”
Hans mematikan panggilan masuk dari Haedar saat kedatangan ibu mertuanya yang menatap nanar kepadanya.
“Pergilah dari sini.”
“Saya mau pergi dari sini tanpa diminta,” balas Hans tanpa menatap ibu mertuanya.
“Kenapa kamu menurutinya?” tanyanya heran sambil berbalik badan.
Hans menghentikan langkahnya. “Saya bukan lagi suami Sandria.”
“Apa maksudmu?” tanya ibu mertua bingung.
“Ibu tanyakan pada Sandria sekarang dan … bukankah perpisahan saya dengan Sandria sudah diinginkan oleh keluarga ini?”“Sandria tidak ada salah apa pun, Bu. Dia yang salah!” sambar Ryan dari lorong kamar Sandria.“Jika ibu ingin lebih jelas, datangi dia di kamar,” kata Hans lembut sembari melirik Ryan yang mendelik dan mengancam untuk memukulnya.Ibu mertua berbalik badan dan menyingkirkan tubuh kekar anaknya. Dia bergegas mendatanginya di kamar, tapi Sandria muncul di hadapan ibunya sebelum berbelok ke lorong menuju kamarnya.“Dia memang bukan suami Sandria lagi, Bu.”“Apa? Bagaimana kalau media tahu?” Ibu mertua mengkhawatirkan nama keluarga besarnya hancur.“Tenang saja, Bu. Sandria sedang tidak hamil, kan?”“Tapi, kenapa dia menceraikanmu?” tanya Ibu mertua yang masih ingin tahu alasannya.“Karena dia selingkuh.”“Hans selingkuh?” Ibu mertua terlihat tidak percaya dengan jawabannya.“Iya, dia selingkuh.”“Pembohong dan pezina!” ujar Hans sembari menatap tajam dan rahang menegang.“
Hans menghela napas panjang setelah diminta untuk datang ke rumahnya. Ia sudah bisa menebak bahwa masalah semalam anak lelakinya dipukul oleh anak buahnya.Ryan, selain pengangguran, dia tukang penasaran dengan kehidupan orang lain dan sok jadi jagoan. Dia terkenal anak yang selalu sembunyi di bawah ketiak ayahnya yang berkuasa.Ia datang dengan pakaian kurir seperti biasa agar tidak membuat keluarga mantan istrinya curiga.Ia tiba di kediaman Rashid dan disuguhkan pemandangan Rashid sudah duduk di sofa bersama anak buahnya yang memiliki badan besar dan tinggi, istrinya dan Ryan yang wajahnya babak belur.“Kamu yang membalas dia?”“Bukan.”Rashid memukul meja dengan keras. “Jangan bohong!”“Aku tidak tahu hal apa pun yang ada di wajahnya.”“Lalu, kenapa wajahnya babak belur setelah mengikutimu di rumah mewah? Kamu merampok di sana?” cecar Rashid dengan intonasi penekanan.Hans melirik Ryan dengan santai sembari pura-pura terkejut dan tidak mengetahui hal itu. Pria yang jarang berhati-h
“Perhatian semuanya, ada anggota keuangan baru. Saya akan memperkenalkannya kepada kalian. Namanya adalah Lee.” Haedar memperkenalkan Lee Hans Cody kepada seluruh karyawannya, tapi tidak menyebutkan nama aslinya.“Halo, nama saya Lee.”“Wah, cakep banget. Halo, Lee.” Salah satu karyawan wanita memuji paras wajah yang mempesona di depannya.Karyawan yang berkumpul di depan Direktur Utama dengan baris yang melingkar berkenalan satu per satu dengannya, terutama karyawan wanita yang berebutan untuk berjabat tangan dengannya.Hans sengaja menggunakan nama depannya yang tidak diketahui oleh siapa pun karena terdapat Adnan yang bekerja di perusahaannya. Ia mulai beraksi untuk memberantas masalah di kantor, membalas dendam kepada siapa pun yang pernah merendahkan, menghina dan meremehkannya, serta mencari sosok pembunuh ayah dan adiknya.“Senang berkenalan dengan kalian,” katanya ramah dengan senyuman lebar.Beberapa karyawan wanita hampir pingsan saat melihat senyuman manis dan tampannya. Han
“Apa yang kam—”Hans membekap mulut rekan kerjanya yang tiba-tiba hadir saat sedang mencari tahu yang dikerjakan oleh mantan kakak iparnya selama ini dan pergerakan Adnan yang mencurigakan.Suara baritonnya bisa mengacaukan segalanya. Hans membawa rekan kerja keluar dari toilet dan bersembunyi di belakang lift.“Apa-apaan kamu?” Rekan kerja protes sambil melepaskan tangan kekar dari mulutnya.“Kamu tadi mengagetkanku dari … sesuatu tak kasat mata yang kulihat dan mendengar isak tangis perempuan di toilet pria,” kilah Hans.“Sungguh? Kamu melihat dan mendengarnya?” tanya rekan kerja yang malah antusias dengan cerita bohongnya.Hans tersenyum miring dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mengangguk pelan. Ia tidak percaya bahwa rekan kerjanya tertarik dengan perkataannya yang tidak benar.Tidak masalah kalau dia tidak percaya dengan perkataannya, yang terpenting adalah tidak ketahuan mereka. Siapa pun bisa datang begitu saja ke toilet.Hans harus berhati-hati lain kali. Risiko ketahuan
“Buah enak ini. Jadi, makanlah,” kata Adnan sambil tersenyum miring.Hans membisu sembari memperhatikan buah yang ada di tangan kekarnya. Dia terlihat mencurigakan karena memaksa untuk memakan buah pemberiannya.Semakin tidak menjawab pertanyaannya maka membuat Hans semakin bermain-main dengannya. Dia memang sangat pintar memengaruhi banyak orang hingga mendapat pujian dari beberapa rekan kerjanya.Ia menerima buah dari tangan kekarnya dan dimasukkan ke dalam lacinya. “Saya akan memakannya ketika jam istirahat bukan sedang jam bekerja masih berlangsung,” balasnya tegas.Hans tidak bisa dipaksa oleh siapa pun. Bahkan, ia tidak percaya dengan pemberian dari siapa pun untuk saat ini.Jemari dan mata kembali ke layar monitor dan mengacuhkan keberadaan Adnan yang masih berada di sampingnya. Tatapan seluruh rekan kerja membulat saat melihat aksi penolakannya.“Baiklah. Jangan lupa nanti dimakan.” Adnan berucap sambil menepuk lengan kekarnya dan kembali ke mejanya.Hans tidak menyangka bahwa
‘Kenapa selalu disuguhkan buah hijau? Jika dia bertanya seperti itu, artinya baru dikasih oleh Adnan dan tidak pernah melihat buah seperti itu sebelumnya?’Hans membatin dengan siapa pun yang menanyakan buah berwarna hijau, seperti rambutan. Mereka tidak pernah melihat buah dengan bentukan seperti itu.Namun, hanya ada satu pertanyaan di kepalanya saat Adnan memberikan buah itu. Kenapa selalu buah hijau yang berduri yang diberikan kepada seseorang yang sedih atau membutuhkan semangat lagi?“Buah ini jarang banget di sini dan adanya di Kalimantan. Jadi, saya mendapatkan ini dari teman saya karena katanya enak dikonsumsi. Nanti pasti ketagihan dan mencari buah ini.”“Oh, begitu. Makasih, ya.”“Sama-sama. Semoga suka dan tidak mahal kalau beli di aku.”Hans bergegas sembunyi di balik truk dengan merapatkan tubuhnya ke badan truk hingga melihat Adnan yang telah pergi dari kantor.Adnan merupakan pria yang pintar merayu seseorang atau mengajak siapa pun untuk mengonsumsi makanan yang tidak
Tiga pria berbadan besar dengan pakaian berwarna hitam melepaskan Ryan yang ada di depan rumahnya. Tatapan tajamnya terlihat seakan menerkamnya.Ryan mendekati dan memukul wajahnya sebelah kiri. Hans memegang pipi dan menggerakan rahang sekilas sembari tersenyum miring dan berdesis.“Apa yang kamu lakukan di depan rumah orang mewah?” tanya Hans yang berpura-pura tidak mengetahui sesuatu yang terjadi di depannya.“Rumah mewah? Katakan, siapa kamu sebenarnya, Hans? Kamu bisa saja membohongi ayah dan ibuku, tapi tidak denganku karena aku yakin kamu pasti bekerja sama dengan mereka, kan?” tukas Ryan yang penasaran dengan sosok Hans sebenarnya.Hans tersenyum miring. “Pria yang tidak pernah berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak maka akibatnya sangat membahayakan. Semua yang kamu lihat dan lacak bukan berarti itu yang sesungguhnya terjadi. Teknologi bisa saja salah karena buatan manusia,” jawab Hans santai sambil menatap lamat.“Sungguh? Jika terbukti akurat dan aku bisa membongkarmu,
“Pak Haedar tahu, Tuan muda dan ….”“Katakan.”“Semua itu dari Pak Haedar dan memberikan informasi kepada kami.”Hans hanya mengangguk sambil memasukkan handphone ke kantong kemeja. Ia tidak heran kalau informasi yang didapatkan sangat cepat.Pertempuran baru saja dimulai. Ia sudah mendapat beberapa hal yang menjadi untuk pembalasannya terhadap orang-orang yang pernah meremehkan dan merendahkannya.Hans menginap di hotel mewah dan meminta anak buahnya untuk berjaga di rumah. Ia juga mengambil kunci mobil yang diantar oleh pengawalnya.Ia teringat sesuatu saat pengawal yang ada dalam mobil masih berputar balik. Ia mengetuk kaca mobil dan meminta untuk tidak pergi dulu.Hans mengambil buah berwarna hijau dan ditunjukkan kepada mereka. Ia berharap salah satu atau banyak orang di antara mereka yang mengetahui buah hijau ini.“Kalian tahu buah ini?”Empat pengawalnya mengernyitkan dahi saat Hans menunjukkan buah yang terlihat antara asing atau pernah dilihat sebelumnya. Ali Muhammad mengam