Share

2. Dasar, Menantu Tidak Tahu Diri!

Dasar Menantu Tidak Tahu Diri!

“Kemampuanku hanya sebatas itu.”

Hans memang membeli buah, barang dan makanan yang murah di pinggir jalan saat memenuhi keinginan dan kebutuhan Sandria. Ia hanya mampu membeli dengan harga yang murah.

Pendapatan tiap bulan tidak sampai minimal pendapatan kota.

Harga menjadi tolak ukur bagi wanita kaya, seperti Sandria.

Usaha untuk membahagiakan dan menyenangkannya selama ini tidak ada artinya karena harga yang murah. Ia juga curiga kepadanya bahwa semua itu dibuang saat tidak ada dirinya.

“Kalau kemampuanmu hanya sebatas itu dan keahlianmu hanya mengirim barang, lebih baik tidak perlu ikut campur urusanku karena kapasitas otakmu takkan mampu menganalisis. Jadi, berhentilah bertanya, seperti detektif, polisi dan jaksa!” hina Sandria sampai terlihat otot lehernya.

Hans tertegun sambil mengepalkan tangannya dengan erat.

“Baiklah.”

“Kamu tidur di ruang tamu malam ini dan seterusnya!” sungut Sandria sambil mengusirnya dan menutup pintu kamar dengan keras.

Hinaan berakhir dengan pengusiran yang tak layak disebut pertengkaran antara suami dan istri. Hans membersihkan diri di kamar mandi khusus asisten rumah tangga dan mendengar beberapa suara pria dan wanita di ruang tamu.

“Akhirnya, kerja samaku dengan Ayah Adnan berhasil.”

“Iya, Ayah. Ibu senang mendengarnya. Semoga membuahkan hasil.”

“Iya, Bu. Oh, iya di mana Sandria dan Adnan? Bukannya mereka tadi ada di rumah ini?”

“Mungkin keluar, Pak.”

Rashid merupakan pengusaha elektronik yang sahamnya semakin membesar dan posisi Ayah Hans, Cody Ruth tidak terkalahkan. Dia terobsesi untuk menjadi orang terkaya di negaranya dan mengalahkan Raja bisnis, Cody Ruth.

Berbagai cara akan dilakukan olehnya untuk mendapatkan keinginannya dan merealisasikannya.

Hans membersihkan diri secepat kilat sembari mengeringkan rambut dan memperhatikan mertua dan kakaknya yang terduduk lesu.

Pria bertubuh jangkung, berparas tampan dan badan atletis menaiki anak tangga adalah Kakak Sandria, Ryan Anggara Nadim bersama ibunya. Dia hanya pengangguran yang mengikuti ke mana pun ayahnya, Rashid Omar Nadim pergi untuk berbisnis.

Ryan tidak ada minat untuk melanjutkan bisnis ayahnya, tapi ia pernah melihat Ryan mengirim barang satu kardus ke toko logistik.

Apakah ia berbisnis sesuatu yang bisa menghasilkan banyak uang?

Semua tidak ada yang tahu tentang pekerjaannya dan selalu mengatakan tenang saja pada ayahnya karena masih memiliki uang yang banyak.

“Apa yang kamu lakukan di sana? Nguping?” tukas Rashid melotot.

“Tidak, Ayah.”

“Sini kamu!”

Hans menuruti perkataan Rashid secepat kilat dan kepala tertunduk. Ia pasti mendapat hinaan dan caci makian kembali karena dianggap menguping pembicaraannya.

“Kamu sengaja menguping pembicaraan saya tadi?”

“Tidak, Ayah. Aku baru selesai mandi,” jawab Hans sembari melirik sebuah kardus yang sedikit terbuka.

Kardus berisi benda bening dan terdapat angka di tubuh bendanya dan banyak tumpukan plastik berisi cairan. Barang yang mencurigakan.

“Saya habis berbisnis dengan calon Ayah besan saya, Ayah Adnan. Dia melobi orang yang menyeramkan dan berbisnis sangat luar biasa.”

Hans mengangguk sambil menatap Rashid dan menoleh ke arah kardus yang besar.

Siapa Adnan?

Apakah dia adalah pria yang sering dibangga-banggakan olehnya?

Hans tidak pernah mendengar nama yang disebutkan oleh ayah mertuanya selama menikah dengan Sandria. Namun, ia pernah mendengar suara baritonnya yang berat melalui handphone ayah mertuanya.

Apakah Rashid sangat dekat dengan Adnan dan keluarganya?

“Mandi? Kamu mandi di sana?”

“Iya. Say—”

“Saya tidak heran kalau Sandria tidak ingin dekat denganmu,” sela Rashid sambil mengusap dagunya lalu mengambil suntikan dan satu kantong plastik berisi cairan di kardus dan dimasukkan ke dalam benda itu.

Rashid, ayah mertuanya tidak pernah menyukainya dan selalu berharap anaknya berpisah dengan pria buruk rupa dan tidak memiliki pengetahuan berbisnis.

Hans memicingkan mata sekilas saat memperhatikan ekspresi ayah mertuanya. Dia terlihat tahu sesuatu yang berhubungan dengan Sandria dan memperhatikannya yang akan menyuntikkan diri menggunakan cairan itu.

‘Apakah ….’ Hans bertanya dalam batin dan tersadar dengan Rashid yang mencari keberadaan Sandria dan Adnan.

“Ayah tahu mereka ada di sini?”

“Ya, mereka bilang mau menghabiskan waktu bersama di luar.”

“Siapa Adnan?”

“Kenapa kamu seperti detektif?” Hans terkekeh sembari memasukkan cairan ke tubuhnya.

“Siapa dia?”

Rashid tertawa. “Dia adalah teman lama Sandria dan orang tuanya merupakan orang penting di dunia kepolisian. Keren sekali keluarganya.” Rashid membanggakan keluarga Adnan tanpa ragu di depannya.

“Apakah itu obat insulin?” tanya Hans sekali lagi sambil membulatkan bola mata lalu membuka isi kardus yang terdapat banyak sekali suntikan dan cairan dalam plastik.

Rashid tidak menjawab.

Sejak kapan Rashid suntik insulin? Apakah baru-baru ini dia diagnosis sakit diabetes?

Ia melihat banyak suntikan bening dan cairan dalam plastik berjumlah yang sangat banyak. Ia mengambil satu suntikan dan cairan itu.

Rasa penasaran yang tinggi, ia membuka plastik itu dan perlahan menciumnya dengan berjarak dua sentimeter.

Sontak, Hans tersedak dan tanpa sengaja menjatuhkan suntikan bening yang terbuat dari plastik dan cairannya hingga pecah.

“Haaaannnss!” pekik Rashid melotot.

Hans mengambil tisu dan membersihkan lantainya yang basah. “Maaf, aku tidak sengaja,” katanya sembari menutup hidung menggunakan lengannya.

Pakaian Hans ditarik dan dicengkeram erat oleh Rashid. Mata merah dan tatapannya sangat tajam dan menakutkan.

“Dasar menantu tidak tahu diri!”

“Saya tidak sengaja.”

“Kamu bilang tidak sengaja? Bagaimana bisa?!” sungut Rashid sambil menggerakkan tubuhnya.

“Maaf.”

“Maaf, maaf, kamu hanya bisa bilang maaf saja. Saya tidak butuh kata maaf darimu!”

“Berapa harga yang harus saya bayar?”

“Kamu mau membayarnya?”

“Berapa?”

“Kamu tidak akan mampu membayarnya, Hans karena satu suntikan sangat mahal. Bahkan harga ginjalmu tidak cukup untuk membeli barang itu, Hans!”

Rashid membara saat satu barang suntikan pecah. Dia tidak akan memaafkan siapa pun yang menghancurkan barang atau bisnis kesayangannya.

Hans memerhatikan tatapan ayah mertuanya yang sangat menyeramkan dari pada sebelumnya. Walaupun dia marah, tetapi tidak semenakutkan beberapa menit yang lalu.

Tatapan yang tidak asing untuknya semakin jelas memperhatikan mata merah dan pupil yang membesar. Tatapan yang tajam dan menyeramkan hanya dimiliki oleh pecandu narkoba.

Apakah ayah mertuanya pecandu narkoba selama ini?

“Berapa mahalnya?” tanya Hans sambil menelan air saliva.

“Kalau satu suntikan harganya dua puluh juta. Kamu mampu membayarnya, hah?!”

Rashid lagi dan lagi meremehkan dan merendahkan menantunya yang hanya kurir. Namun, Hans bukanlah kurir sembarangan.

Hans merupakan pewaris tunggal Ruthens Group dan pemegang saham nomor satu di berbagai perusahaan sekaligus CEO di perusahaan pangan terbesar dan ternama di dalam negeri.

Ia memiliki trauma terhadap perempuan masa kecil saat melihat ibunya selingkuh dengan pria di luar negeri ketika Ayah mengunjunginya bersama Ibu hingga terjadi kecelakaan di wajahnya.

Ia berniat kembali ke Indonesia untuk mencari sosok pembunuh ayah dan adiknya malah dituduh menghamili anak orang. Fokus Hans terpecah dan tidak pernah menghubungi tangan kanannya lagi setelah menikah dengan Sandria.

Selama empat tahun menikah dengan putri kesayangan pengusaha Nadim tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan perlakuan baik dari keluarganya.

Fisik yang rusak menjadi petaka sekaligus berkah untuknya karena tidak ada yang mengenalinya di dunia ini. Ayah, Cody Ruth menyembunyikan keberadaan kedua anaknya dengan alasan tidak ingin diketahui oleh musuh dan media.

“Saya bisa membayarnya, tapi beritahu barang apa itu,” jawab Hans tegas sambil menatap lamat.

“Kamu curiga kepadaku!” geram Rashid sampai air liur keluar.

“Saya tidak mengatakan itu dan hanya meminta memberitahu barang apa itu.” Kesabaran Hans telah mencapai limit.

“Haaannnnsss!” sungut Rashid sembari melayangkan tangannya yang menggenggam erat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status