“Perhatian semuanya, ada anggota keuangan baru. Saya akan memperkenalkannya kepada kalian. Namanya adalah Lee.” Haedar memperkenalkan Lee Hans Cody kepada seluruh karyawannya, tapi tidak menyebutkan nama aslinya.
“Halo, nama saya Lee.”
“Wah, cakep banget. Halo, Lee.” Salah satu karyawan wanita memuji paras wajah yang mempesona di depannya.
Karyawan yang berkumpul di depan Direktur Utama dengan baris yang melingkar berkenalan satu per satu dengannya, terutama karyawan wanita yang berebutan untuk berjabat tangan dengannya.
Hans sengaja menggunakan nama depannya yang tidak diketahui oleh siapa pun karena terdapat Adnan yang bekerja di perusahaannya. Ia mulai beraksi untuk memberantas masalah di kantor, membalas dendam kepada siapa pun yang pernah merendahkan, menghina dan meremehkannya, serta mencari sosok pembunuh ayah dan adiknya.
“Senang berkenalan dengan kalian,” katanya ramah dengan senyuman lebar.
Beberapa karyawan wanita hampir pingsan saat melihat senyuman manis dan tampannya. Hans hanya menggeleng pelan.
Haedar meminta semua karyawannya kembali bekerja. Hans mengikutinya di belakang bersama Adnan menuju ruangan keuangan.
“Lee nanti kamu dilatih oleh Pak Adnan, ya. Pak Adnan adalah Manajer Keuangan.”
“Baik, Pak.”
Hans mengikuti langkah Haedar dan Adnan yang masuk ke ruangan keuangan dengan pintu berwarna cokelat muda yang tampak habis dibuka oleh seseorang.
Ia tidak lupa memperkenalkan diri kepada teman keuangannya dengan ramah.
“Halo, saya Lee, Admin Keuangan yang baru.”
“Halo, Lee. Selamat bergabung dengan kami.”
“Ya, semoga bisa menerima saya dengan baik dan menjadi teman yang baik, serta bekerja sama dengan baik.”
“Pasti, dong,” celetuk karyawan pria yang berpenampilan pria dengan aksesoris wanita yang menempel di kepala berwarna merah muda.
Hans tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala sekilas saat ada yang merespons harapan yang baik. Ia melotot selama dua detik saat melihat pria yang dilihat di rumah mantan ayah mertuanya.
Adnan yang dikatakan oleh Haedar adalah pria yang sama. Hans harus menghadapi situasi yang sangat berat tanpa melibatkan urusan pribadi di kantor.
“Silakan bekerja dan lakukan tugas Anda dengan baik.”
Hans membungkukkan badan sekilas kepada Haedar. “Baik, Pak. Terima kasih banyak.”
Haedar meninggalkan ruangan keuangan setelah memastikan dan memperkenalkan Hans kepada karyawannya dengan berpura-pura menjadi karyawan baru di perusahaan ayahnya.
Ia mengerjakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya seperti karyawan biasanya yang sudah tersedia di mejanya. Adnan menghampirinya sambil membawa lima dokumen dan diletakkan di mejanya.
“Dokumen ini berisi data perusahaan yang penting. Jadi, kamu harus berhati-hati saat mengerjakan dan melakukan perhitungannya.”
“Baik, Pak. Bagaimana dan dimulai dari mana saya mengerjakannya?”
“Kerjakan dari map berwarna kuning, yang kedua berwarna biru, ketiga berwarna kuning, keempat berwarna ungu dan kelima berwarna hijau.”
Hans mengambil dokumen dan mengurutkannya sesuai dengan yang dikatakan olehnya. Ia berpura-pura tidak memiliki daya ingat yang kuat sehingga mengurutkannya dari atas hingga bawah.
“Apakah kelima dokumen ini membutuhkan data yang valid dari divisi yang berbeda?” tanya Hans pelan.
“Tidak perlu. Semua itu sudah dipastikan valid.”
“Baik.” Hans membalas santai sambil membuka semua dokumen yang telah diurutkan dan memperhatikan datanya.
Tanpa disadari olehnya, Adnan memperhatikannya dan terlihat memikirkan sesuatu. Namun, tatapan yang mencurigakan membuat Hans bergegas menyadarinya.
“Ada apa, Pak?” tanya Hans bingung sambil menatapnya.
“Tidak apa. Kerjakan tanpa perlu menunggu saya ajarkan, kan?” Adnan memberi perintah kepadanya dan pergi dari mejanya.
Hans memperhatikannya dengan helaan napas panjang yang dibuang perlahan. Ia terkejut dengan cara kerjanya yang tampak sekali bahwa malas mengajarkan ilmu yang belum pasti didapatkan oleh bawahannya.
Ia mengerjakan sesuai perintah dan berhati-hati sembari mengawasi pergerakannya yang masih belum terlihat mencurigakan.
Ia berusaha sebagai karyawan baru yang tidak memahami dunia pekerjaan sehingga tetap bertanya kepada rekan kerjanya saat tidak mengetahui atau lupa dengan rumus perhitungan Microsoft Excel.
Hal itu tetap akan dilakukan olehnya selama seminggu ke depan agar tidak membuat Adnan curiga kepadanya.
Ruangan keuangan sangat hening dan hanya terdengar suara ketikan dan pencetak sekaligus alat penghitungan jumlah uang kertas untuk disetorkan ke perusahaan.
Tidak luput dari pengawasannya, Nada dering panjang milik Adnan berbunyi dengan keras. Ia menerima panggilan masuk itu secara singkat dan tampak mengambil tas plastik berwarna hitam dari lacinya lalu bergegas dari kursinya.
Pergerakan Adnan sangat mencurigakan karena terlihat penting sambil membawa tas plastik yang berukuran sedang. Hans izin keluar dari ruangan dengan alasan membuang air besar setelah satu menit dari jarak kepergian Adnan.
Hans mencari keberadaan Adnan hingga lantai dasar sembari menoleh ke kanan dan kiri. Ia hendak keluar dari kantor, tapi harus pergi ke kamar mandi untuk membuang hajat.
Langkah terhenti ketika mendengar pembicaraan dua orang di toilet. Ia mengintip dua orang itu dan ternyata Adnan sedang berbicara dengan Ryan.
“Aku hanya punya delapan plastik berukuran kecil dan buahnya saja.”
“Buah?” tanya Ryan yang tampak tidak mengerti.
“Iya. Buah ini memiliki banyak khasiat dan bisa dijual kepada siapa pun. Jika orang yang mengetahui buah ini maka dia pasti membelinya. Jadi, kamu berusaha tenaga menawarkannya agar penjualan kita meningkat dan tidak hanya dalam bentuk seperti ini,” jelas Adnan dengan intonasi penekanan sambil mengeluarkan buah berbentuk bulat, berukuran sedang, berwarna hijau dan terdapat duri di seluruh permukaannya.
Sontak, Hans terkejut melihat buah yang dikeluarkan dari tas plastik berwarna hitam. Pertama kali, ia melihat bentuk buah yang ditunjukkan oleh Adnan.
“Baiklah. Ukuran berapa serbuk yang ada di dalam tas plastik ini?”
“Dua ons per plastik.”
“Berapa harga yang kupasang untuk buah ini?” tanya Ryan tanpa menanyakan nama buah yang ada di tangan Adnan.
‘Apakah pekerjaan Ryan selama ini menjual narkoba dan bekerja sama dengan Adnan?’ Batin Hans bertanya-tanya sembari memperhatikan mereka.
“Apa yang kam—”Hans membekap mulut rekan kerjanya yang tiba-tiba hadir saat sedang mencari tahu yang dikerjakan oleh mantan kakak iparnya selama ini dan pergerakan Adnan yang mencurigakan.Suara baritonnya bisa mengacaukan segalanya. Hans membawa rekan kerja keluar dari toilet dan bersembunyi di belakang lift.“Apa-apaan kamu?” Rekan kerja protes sambil melepaskan tangan kekar dari mulutnya.“Kamu tadi mengagetkanku dari … sesuatu tak kasat mata yang kulihat dan mendengar isak tangis perempuan di toilet pria,” kilah Hans.“Sungguh? Kamu melihat dan mendengarnya?” tanya rekan kerja yang malah antusias dengan cerita bohongnya.Hans tersenyum miring dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mengangguk pelan. Ia tidak percaya bahwa rekan kerjanya tertarik dengan perkataannya yang tidak benar.Tidak masalah kalau dia tidak percaya dengan perkataannya, yang terpenting adalah tidak ketahuan mereka. Siapa pun bisa datang begitu saja ke toilet.Hans harus berhati-hati lain kali. Risiko ketahuan
“Buah enak ini. Jadi, makanlah,” kata Adnan sambil tersenyum miring.Hans membisu sembari memperhatikan buah yang ada di tangan kekarnya. Dia terlihat mencurigakan karena memaksa untuk memakan buah pemberiannya.Semakin tidak menjawab pertanyaannya maka membuat Hans semakin bermain-main dengannya. Dia memang sangat pintar memengaruhi banyak orang hingga mendapat pujian dari beberapa rekan kerjanya.Ia menerima buah dari tangan kekarnya dan dimasukkan ke dalam lacinya. “Saya akan memakannya ketika jam istirahat bukan sedang jam bekerja masih berlangsung,” balasnya tegas.Hans tidak bisa dipaksa oleh siapa pun. Bahkan, ia tidak percaya dengan pemberian dari siapa pun untuk saat ini.Jemari dan mata kembali ke layar monitor dan mengacuhkan keberadaan Adnan yang masih berada di sampingnya. Tatapan seluruh rekan kerja membulat saat melihat aksi penolakannya.“Baiklah. Jangan lupa nanti dimakan.” Adnan berucap sambil menepuk lengan kekarnya dan kembali ke mejanya.Hans tidak menyangka bahwa
‘Kenapa selalu disuguhkan buah hijau? Jika dia bertanya seperti itu, artinya baru dikasih oleh Adnan dan tidak pernah melihat buah seperti itu sebelumnya?’Hans membatin dengan siapa pun yang menanyakan buah berwarna hijau, seperti rambutan. Mereka tidak pernah melihat buah dengan bentukan seperti itu.Namun, hanya ada satu pertanyaan di kepalanya saat Adnan memberikan buah itu. Kenapa selalu buah hijau yang berduri yang diberikan kepada seseorang yang sedih atau membutuhkan semangat lagi?“Buah ini jarang banget di sini dan adanya di Kalimantan. Jadi, saya mendapatkan ini dari teman saya karena katanya enak dikonsumsi. Nanti pasti ketagihan dan mencari buah ini.”“Oh, begitu. Makasih, ya.”“Sama-sama. Semoga suka dan tidak mahal kalau beli di aku.”Hans bergegas sembunyi di balik truk dengan merapatkan tubuhnya ke badan truk hingga melihat Adnan yang telah pergi dari kantor.Adnan merupakan pria yang pintar merayu seseorang atau mengajak siapa pun untuk mengonsumsi makanan yang tidak
Tiga pria berbadan besar dengan pakaian berwarna hitam melepaskan Ryan yang ada di depan rumahnya. Tatapan tajamnya terlihat seakan menerkamnya.Ryan mendekati dan memukul wajahnya sebelah kiri. Hans memegang pipi dan menggerakan rahang sekilas sembari tersenyum miring dan berdesis.“Apa yang kamu lakukan di depan rumah orang mewah?” tanya Hans yang berpura-pura tidak mengetahui sesuatu yang terjadi di depannya.“Rumah mewah? Katakan, siapa kamu sebenarnya, Hans? Kamu bisa saja membohongi ayah dan ibuku, tapi tidak denganku karena aku yakin kamu pasti bekerja sama dengan mereka, kan?” tukas Ryan yang penasaran dengan sosok Hans sebenarnya.Hans tersenyum miring. “Pria yang tidak pernah berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak maka akibatnya sangat membahayakan. Semua yang kamu lihat dan lacak bukan berarti itu yang sesungguhnya terjadi. Teknologi bisa saja salah karena buatan manusia,” jawab Hans santai sambil menatap lamat.“Sungguh? Jika terbukti akurat dan aku bisa membongkarmu,
“Pak Haedar tahu, Tuan muda dan ….”“Katakan.”“Semua itu dari Pak Haedar dan memberikan informasi kepada kami.”Hans hanya mengangguk sambil memasukkan handphone ke kantong kemeja. Ia tidak heran kalau informasi yang didapatkan sangat cepat.Pertempuran baru saja dimulai. Ia sudah mendapat beberapa hal yang menjadi untuk pembalasannya terhadap orang-orang yang pernah meremehkan dan merendahkannya.Hans menginap di hotel mewah dan meminta anak buahnya untuk berjaga di rumah. Ia juga mengambil kunci mobil yang diantar oleh pengawalnya.Ia teringat sesuatu saat pengawal yang ada dalam mobil masih berputar balik. Ia mengetuk kaca mobil dan meminta untuk tidak pergi dulu.Hans mengambil buah berwarna hijau dan ditunjukkan kepada mereka. Ia berharap salah satu atau banyak orang di antara mereka yang mengetahui buah hijau ini.“Kalian tahu buah ini?”Empat pengawalnya mengernyitkan dahi saat Hans menunjukkan buah yang terlihat antara asing atau pernah dilihat sebelumnya. Ali Muhammad mengam
Hans bergegas pergi ke sebuah bar mewah yang lokasinya tidak jauh dari tempat menginap. Ia pergi ke Bar untuk mencari informasi tentang buah kecubung dan berharap mendapatkan informasi yang lebih banyak dan akurat.Ia memasuki bar yang berjudul tiga ratus enam puluh derajat dengan lampu gantung yang mewah berwarna oranye dan warna-warni lampu disko yang memenuhi ruangan bagian bar dan penari striptis.Banyak orang berjas dan berpakaian rapi berada di lingkaran penari striptis sambil menyawer penarinya. Bahkan, tidak sedikit tamu yang hanya duduk sambil bermain kasino dengan ditemani oleh beberapa perempuan dan tampak menyedot cairan hingga membuatnya melayang.Hans memesan minum bir tahun 1986 sembari memerhatikan sekilas untuk bertanya kepada seseorang yang tepat dan bisa ditanya oleh seseorang.Ia tidak menemukan seseorang yang bisa ditanya hingga melanjutkan minumnya. Saat Hans mengalami kebuntuan untuk mencari jalan, mendapatkan pesan dari Haedar.[Tuan muda sedang berada di bar t
“Siapa kamu?” Seorang pria berambut klimis dengan tato bintang di leher meletakkan botol itu lalu berdiri dan mendekatinya.Langkah pria itu sempoyongan sambil mengisap rokok elektrik dan tersenyum miring.“Hai, teman-teman. Kita kedatangan tamu pria yang kelihatannya tampan, tapi … separuh wajah kirinya rusak.”“Apakah Anda, Tuan Carlos Antonio Swegen? Mantan intel dari kepolisian?” tanya Hans pelan sambil menatapnya.Senyuman miring yang sumringah menjadi ciut saat mendengar pertanyaannya. Dia tampak terkejut saat mengetahui sosoknya.Dia merasa tidak mengenalnya, tapi Hans bisa mengetahui sosok dirinya yang jarang diketahui oleh banyak orang dan hanya orang tertentu.Pria itu mendekatinya dan menatap lamat. “Siapa kamu? bagaimana kamu tahu siapa aku sebenarnya?” tanya pria itu yang berusaha berdiri tegap sambil mencolek lengannya yang kekar.“Bisa bicara di ruang privasi?”“Dia mengajakku berduaan. Jangan-jangan ….”“Sikat saja, siapa tahu kamu mendapatkan bayaran lebih dari hasil
“Kamu sungguh tidak mengenalku?” tanya Hans sekali lagi.Haedar, tangan kanan keluarganya mengatakan bahwa Carlos mengetahui keluarga Cody Ruth. Jika dia mengetahui sosok dirinya yang sesungguhnya, tidak akan bertanya beberapa kali.Atau Carlos hanya mengetes dan memeriksa identitasnya yang sesungguhnya?Hans harus berhati-hati dengan siapa pun, meskipun Carlos pernah bertransaksi dengan ayahnya. Bahkan, Haedar mengenalnya karena pernah menemani Cody untuk bertemu dengannya.Carlos bukanlah pria sembarangan yang bisa dijadikan kepercayaan untuk mencari informasi karena dia memiliki banyak koneksi dan meloloskan pembelian senjata secara ilegal.Hans menatap lamat sambil memikirkan langkah untuk memberitahu sosok dirinya atau memilih tetap merahasiakannya hingga waktunya tiba untuk mengungkapkan identitas yang sebenarnya.Hans menghela napas panjang sambil menggaruk ujung hidung dan berkata, “Aku adalah pengawal baru yang ingin tahu penyebab kematian Tuan besar Cody Ruth.”Carlos membul
“Tidak pernah, Pak, tapi saya pernah melihat Pak Rashid beberapa kali datang ke kantor untuk menemui ibu Abigail.” Komar memberitahu dengan hati-hati.“Kata siapa dia datang untuk menemui ibu Abigail?”“Saya pernah menanyainya langsung saat menunggu di ruang tunggu ketika ibu Abigail sedang rapat dengan pengusaha lain yang berasal dari Inggris.”Hans membisu sambil mengernyitkan dahi dan memikirkan tujuan Rashid Omar Nadim mendatangi ibunya kesekian kali. ‘Apakah tujuan dia masih sama seperti dulu? Atau semakin parah dengan mengancam ibu?’ batin Hans penasaran.Hans beranjak dari kursi lalu pergi meninggalkan tim yang masih ingin berdiskusi dengannya. Sorot mata tertuju padanya karena sikap yang tak pernah terjadi padanya.“Aku mau ke toilet dulu, udah kebelet dari tadi.”Tiwi ikut beranjak dari kursi dengan alasan pergi ke toilet pada awalnya, tetapi tujuan itu berubah saat melihat arah Hans menuju ruangan pemilik atau CEO perusahaan sehingga diikuti olehnya secara diam-diam karena
“Saya kembali ke ruangan kerja saya dulu,” pamit Galih lalu keluar ruangan.Rekan kerja bagian keuangan meninggalkan ruangan keuangan untuk pengerjaan laporan dan audit sedang berlangsung. Ruangan keuangan tersisa rekan timnya. Tiwi mengalihkan kue tart di kulkas. Hans tidak ingin membahas dirinya sehingga mengganti topik pembicaraan dengan menanyakan kebingungan mereka terkait temuan di rumah Rashid. Semua rekan tim mengambil berkas, laptop dan buku catatan untuk membahas masalah audit yang belum terselesaikan karena terduga diusahakan untuk tidak tertangkap.“Saya ingat bahwa salah satu dari kalian naik ke atas saat mendengar langkah kaki yang turun dari tangga. Siapa dia? Apakah dia wanita atau pria?” tanya Hans santai sambil menatap rekan timnya satu per satu.“Dia adalah seorang pria karena saat suaranya mengerang dan saat kita keluar dari kamar rahasia mewah tanpa sengaja lampu senter milik Mira menyoroti wajah pria itu.”“Kami tidak tahu siapa dan berpikir bahwa dia adalah p
“Ibu juga belum tahu siapa dia, tapi dia sering pergi dengan Ayah Adnan dan mendampinginya ke mana pun pergi.”Hans memperhatikan foto pria yang tubuhnya tegap dan kekar dengan senyuman yang terdapat lesung pipi. Jika dia sering mendampingi Ayah Adnan ke mana pun pergi hanya memiliki dua arti. Kemungkinan dia bekerja sebagai Asisten atau Ajudannya. Tugas dua jabatan itu hampir sama, tetapi memiliki perbedaan. Ia belum pernah melihat dengan dua matanya terkait pria yang sedang dicari dan masih tanda tanya. “Aku akan cari tahu dia.”“Hati-hati, Nak. Ibu juga mencari tahu siapa dia.”“Apakah pria yang mengurus warisan Ayah untukku tahu dia?” tanya Hans tiba-tiba kepikiran pria yang memberitahu sosok mereka terkait hubungan dengan ayahnya. “Sepertinya tahu.”“Oke. Aku mau berangkat kerja dan Adnan tidak boleh lolos dari jeratan hukum dengan kasus penggelapan dana.” Hans memasukkan foto ke dalam dashboard dan bersiap untuk berangkat ke kantor.Tangan memegang pengatur perpindahan laju
Hans tidak mendengar pertanyaan dari Putri, tetapi Arman mendengarnya dan dibalas anggukan olehnya. Hans memasuki pesawat dan duduk seorang diri dengan kelas pesawat yang mewah. Ia merebahkan badan sambil menonton film untuk menikmati perjalanan dari Korea Selatan menuju Indonesia.Puluhan jam berlalu, Hans dan tiga pengawal tiba di Bandara Indonesia. Hans naik taksi menuju rumahnya dengan wajah yang kembali normal. Ia tiba di malam hari sehingga mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Hans telah beristirahat bekerja hampir satu bulan. Beberapa jam berlalu, hari telah berganti dan memasuki pagi hari. Ia bersiap-siap menuju kantor untuk bekerja.Hans menuruni anak tangga untuk berangkat kerja, tetapi disuguhkan pemandangan Haedar dan ibunya yang sedang duduk di meja makan dengan makanan yang telah siap untuk disantap.“Sarapan dulu.”Hans sarapan bersama ibu dan Haedar. Ia merasakan tatapan kedua orang di hadapannya mengarah kepadanya tanpa berkedip.“Jangan lupa berkedip saat meliha
“Ciri-cirinya itu tinggi sekitar seratus delapan puluh sentimeter, putih dan bertubuh atletis. Dia mirip Sandria dan pria satunya bertubuh kekar, tinggi, rambut cepak seperti potongan tentara atau polisi dan terlihat cerdas.”Hans mengernyitkan dahi saat mendengar ciri-ciri dua pria yang salah satunya tidak asing baginya. Ciri-ciri pertama masuk ke Ryan. Namun, ia penasaran dengan ciri-ciri pria kedua.Hans mengambil handphone lalu menghubungi Haedar. Dia siapa tau mengetahui ciri-ciri fisik pria yang disebutkan oleh Arman.“Halo, Pak.”“Tuan muda. Bagaimana keadaan Tuan muda? Apakah semuanya baik-baik saja?”“Baik-baik saja, Pak. Bapak tenang saja.”“Syukurlah.” Haedar terdengar lega mendengar kabar darinya.“Saya mendapatkan informasi dari Arman, Pak.”“Informasi tentang apa, Tuan muda?”“Arman pernah melihat sosok pria bertubuh kekar di acara bergengsi bersama Ryan keluar dari ruangan sebelah. Ciri-cirinya adalah bertubuh kekar, tinggi, berambut cepak seperti potongan seorang ten
“Dia ada di rumah sakit dan terbaring di ranjang. Lee belum bisa berbicara dengan kalian karena keadaannya yang belum membaik.” “Apakah kami boleh melihatnya sebentar saja?”“Kamu berada di kamarnya, kan?”Arman membisu dan merayapkan bola mata ke arah Hans secara perlahan. Hans mendengar permintaan rekan timnya hanya mengangguk sembari merebahkan badan dan berpura-pura memejamkan matanya. Arman mendekati Hans yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan mengarahkan kamera kepada Hans yang tertidur di ranjangnya.“Astaga, Pak Lee,” sontak Tiwi nada sedih.“Sayangku. Kenapa kamu bisa seperti itu, Pak? Ada apa dengan wajah tampanmu?” Mira khawatir akan keselamatan Lee.“Apa yang terjadi kepada Pak Lee? Kenapa wajahnya diperban?” cecar Agustinus.“Saya belum tau kronologinya. Dia pasti cerita kepada kalian.”“Di mana rumah sakitnya?” tanya Mira dengan intonasi penekanan.“Apakah dia bisa dikunjungi?”“Maaf, saya tidak bisa memberitahu kalian karena Lee tidak mengatakan apa pun kepada s
“Jika itu dia maka lebih mudah untuk menangkapnya karena seseorang yang bekerja sama dengan kepolisian telah diketahui identitasnya dan siapa pun yang bekerja sama dengannya pasti ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.”“Bagaimana jika kita tidak melibatkan kepolisian?”“Apa maksudmu?”“Aku ingin mereka mati dengan cara yang lebih mengenaskan dari pada Ayah.”“Apa maksud dari mati yang lebih mengenaskan dari suamiku?”Hans turun dari ranjang sembari membawa infus berjalan ke luar kamar VIP untuk berbicara dengan ibunya.Ia belum membicarakan temuan apa pun yang berhubungan dengan kematian ayahnya. Kematian seorang Raja bisnis yang sangat disegani, dihormati dan disayang oleh banyak orang sangat mengenaskan.“Intinya adalah Ayah meninggal disiksa secara berkeroyok lalu ditembak dari kejauhan di hotel bintang lima. Kaca besar yang bisa digunakan untuk memandangi indahnya lampu kota berlubang dan sengaja dilubangi untuk bisa menembak Ayah tanpa menimbulkan suara apa pun.” Hans menjelaskan
Arman menggeleng cepat sambil merapatkan kedua telapak tangan dan sedikit membungkukkan badan kepadanya. Dia tampak enggan dekat dengan seorang wanita yang memiliki masa lalu dan keluarga yang berbahaya serta berhubungan dengan jasad yang bisa menyeret namanya.Hans terkekeh melihat ekspresi pengawalnya yang sudah tidak mau berurusan dengannya setelah tidur dengannya sampai terdengar menikmati dari rekamannya. “Saya harap kamu mendapatkan pendamping yang baik dan penyayang. Jauh-jauh dari wanita seperti Sandria.”“Aamiin. Bagaimana ceritanya Tuan muda bertemu dengan wanita seperti itu?”“Kamu tahu kalau saya pernah bersama dengannya?”“Tahu. Kami yang mencari keberadaan Tuan muda. Wajah tampan Tuan muda rusak dan bekerja sebagai kurir hanya karena tidak mengungkapkan identitas Tuan muda. Apakah alasannya karena Tuan besar dan adiknya?”“Saya tidak ingin merusak niat baiknya yang menyembunyikan kedua anaknya dari hadapan media atau siapa pun itu. Ayah hanya memperkenalkanku dan dia k
Arman memberikan kamera pengawas dan alat perekam suara kepada Hans. “Tuan muda lebih baik mendengarkan dari kedua alat itu karena saya takut tidak percaya dengan perkataan saya. Saya sudah berusaha mencoba untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya.”Hans menerima kedua alat itu lalu mengambil kartu memori dari setiap barang yang ada di tangannya. Ia memasang kartu memori di sebuah alat yang menggabungkan kamera memori ke laptopnya untuk membaca data yang ada dalam kedua kartu memori itu. Ia menyalin video bercinta mereka dan dipindahkan ke laptop dengan sebuah folder yang bernama Arman. Setelah menyalin dari kamera pengawas, harddisk terpasang.Hans tidak lupa menyalin dan menempelkan rekaman audio mereka saat berbicara ke dalam sebuah folder yang sama. “Kamu bicara dengan Sandria berapa menit saat bercinta dengannya?”“Sepertinya menit keenam belas karena dia bercinta sambil minum alkohol dan saya dipaksa untuk minum dan menjilat di gunung besarnya karena dia sengaja menumpahka