“Apa yang kam—”
Hans membekap mulut rekan kerjanya yang tiba-tiba hadir saat sedang mencari tahu yang dikerjakan oleh mantan kakak iparnya selama ini dan pergerakan Adnan yang mencurigakan.
Suara baritonnya bisa mengacaukan segalanya. Hans membawa rekan kerja keluar dari toilet dan bersembunyi di belakang lift.
“Apa-apaan kamu?” Rekan kerja protes sambil melepaskan tangan kekar dari mulutnya.
“Kamu tadi mengagetkanku dari … sesuatu tak kasat mata yang kulihat dan mendengar isak tangis perempuan di toilet pria,” kilah Hans.
“Sungguh? Kamu melihat dan mendengarnya?” tanya rekan kerja yang malah antusias dengan cerita bohongnya.
Hans tersenyum miring dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mengangguk pelan. Ia tidak percaya bahwa rekan kerjanya tertarik dengan perkataannya yang tidak benar.
Tidak masalah kalau dia tidak percaya dengan perkataannya, yang terpenting adalah tidak ketahuan mereka. Siapa pun bisa datang begitu saja ke toilet.
Hans harus berhati-hati lain kali. Risiko ketahuan sangat besar ketika ingin tahu yang dilakukan oleh musuhnya.
Apalagi, dia pernah mengambil istrinya dengan cara yang tidak pantas.
“Iya. Apakah ada cerita seperti itu di perusahaan ini?” tanya Hans yang berusaha mengikuti antusias rekannya.
“Beritanya seperti itu dan semakin menyeramkan sejak Pak Cody Ruth, pemilik perusahaan ini meninggal dunia dan digantikan oleh istrinya yang terkenal tanpa ampun dengan karyawannya.”
“Tanpa ampun? Maksudnya?” tanya Hans tidak mengerti dengan ucapan rekan kerjanya.
“Dia terkenal sadis terhadap karyawannya. Jika ada kesalahan kecil maka langsung dipecat dan ….”
Hans meninggalkan rekan kerjanya saat Adnan melewati belakang lift menuju halaman belakang perusahaan bersama Ryan. Ia masih penasaran dengan aktivitas dan pembicaraan mereka.
Pembicaraan antara Ryan dengan Adnan tampak belum selesai dan terlihat seperti sedang bertransaksi barang yang sangat mahal.
“Hei, kamu mau ke mana?”
“Apa? Ada masalah kamu dengan saya?!” Adnan membalas ucapan rekan kerjanya nada tinggi.
Hans bersembunyi di balik pilar yang terlihat oleh rekan kerjanya sembari meletakkan telunjuk di depan mulut kepadanya.
Rekan kerja yang mulutnya tidak bisa ditahan saat menegur dan tidak membiarkannya pergi saat bercerita kepadanya membuatnya hampir ketahuan saat mengikutinya.
Ia mengikuti mereka setelah dia pergi dari hadapannya. Hans harus mencari tahu apa yang dijual olehnya sehingga spekulasinya tidak hanya dalam bentuk imajinasi yang tak berwujud.
Mereka berhenti tepat di dekat sampah. Ryan mengambil tas yang terlihat seperti terbuat dari rotan dan tas plastik berwarna hitam dari tangan Adnan.
“Kamu harus menjual buah itu karena harga buah itu sangat mahal bagi yang membutuhkannya. Jika kamu ingin kaya dan bersenang-senang dengan wanita lain maka berusaha keraslah.”
“Apakah buah ini sangat langka?” tanya Ryan yang tidak percaya dengannya.
“Apakah kamu tidak ingin semakin kaya selain menjual serbuk dan serpihan sabu dan ganja?” tanya Adnan yang mencengkeram kerah bajunya.
Bola mata membulat saat mendengar barang yang dijual oleh Ryan selama ini. Pantas saja, dia terlihat tenang dan santai ketika Rashid memintanya untuk melanjutkan bisnisnya.
Ryan lebih memilih menjual narkoba dari pada melanjutkan bisnis yang menguntungkan milik ayahnya.
Hans mengambil gambar transaksi Ryan dengan Adnan secara diam-diam dari balik dinding yang tidak jauh dari mereka. Ia tersenyum miring saat mendapatkan gambar yang sesuai dengan keinginannya.
“Ternyata, pekerjaanmu selama ini menjual narkoba dalam bentuk serbuk. Pantas saja, kamu terlihat tenang dan berusaha meyakinkan ayahmu,” kata Hans lirih sambil menggeser foto yang baru didapatkan beberapa detik yang lalu.
Hans kembali ke mejanya yang tanpa terasa sudah tiga puluh menit meninggalkan ruangan. Ia mengerjakan pekerjaannya dengan semua sorot mata beralih kepadanya.
“Kamu habis dari mana?” tanya salah satu rekan kerja keuangan.
“Aku … habis buang air besar,” jawab Hans sambil menatap lamat.
“Kamu membuang hajat harus sangat lama?” tanya rekan kerjanya dan disusul oleh Adnan yang memasuki ruangan.
Adnan menoleh ke arahnya saat berbicara dengan salah satu rekan kerjanya yang bernama Tono. Pembicaraan itu membuatnya curiga kepada Hans.
“Ada apa? Kenapa kamu tampak tidak terima dengan Hans? Apa yang habis dilakukan olehnya?” tanya Adnan yang berusaha terlihat adil sembari meliriknya dan duduk bersandar di kursi kerja.
Dia terlihat sok peduli dan baik di depan rekan kerja, padahal tidak tahu sifat aslinya.
“Dia buang hajat aja tiga puluh menit. Sedangkan, saya tidak pernah segitu lamanya.”
“Apakah membuang hajat harus dihitung waktunya? Bagaimana kalau yang dikeluarkan sangat banyak? Apakah kita perlu menghitung waktu saat membuang hajat sendiri?” cecar Hans sembari menatap Tono dan melirik Adnan yang memperhatikannya.
Semua orang yang berada di ruang keuangan terdiam setelah Hans mengeluarkan argumentasi saat membuang hajat di toilet. Semua pertanyaan itu sangat bisa diterima oleh siapa pun.
Argumentasi yang masuk akal. Semua terdiam.
“Dia saja sampai berkeringat seperti itu, pastinya banyak yang dikeluarkan,” ujar salah satu rekan kerjanya bernama Supedjo.
Ucapan yang baru saja dikeluarkan olehnya disetujui oleh beberapa rekan kerjanya yang lain hingga pernyataan Tono ditolak oleh banyak orang.
Hans hanya tersenyum tipis sembari menatap Tono dengan mengangkat alisnya bahwa tidak ada yang setuju dengan pernyatannya.
Ia berhasil mengambil hati beberapa rekan kerja di hari pertama dengan alasan yang logis dalam keadaan yang terpojok.
Bahkan, tatapan Adnan yang curiga kepadanya pun kembali normal dengan senyuman lebar dan menghampirinya sambil membawa buah berwarna hijau dan bentuknya sama dengan yang telah dilihat.
Ia harus berusaha untuk terlihat baik di depan banyak orang dan menyingkirkan masalah pribadi pada Adnan.
“Makanlah ini, Hans.” Hans menyerahkan buah berwarna hijau yang mirip dengan rambutan.
“Kenapa Bapak tiba-tiba memberi saya buah? Buah apa ini, Pak?” tanya Hans yang berusaha santai saat Adnan mendekatinya.
“Wah, dapat buah dari Manajer. Kita jarang dan hampir tidak pernah dapat dari Pak Adnan, loh, Hans.” Beberapa rekan kerja merasa iri dengannya.
“Terima dan makanlah!” Adnan memaksa Hans untuk menerima dan memakannya.
“Tapi, buah apa ini, Pak?” tanyanya sekali lagi sembari menatap buah itu.
“Buah enak ini. Jadi, makanlah,” kata Adnan sambil tersenyum miring.Hans membisu sembari memperhatikan buah yang ada di tangan kekarnya. Dia terlihat mencurigakan karena memaksa untuk memakan buah pemberiannya.Semakin tidak menjawab pertanyaannya maka membuat Hans semakin bermain-main dengannya. Dia memang sangat pintar memengaruhi banyak orang hingga mendapat pujian dari beberapa rekan kerjanya.Ia menerima buah dari tangan kekarnya dan dimasukkan ke dalam lacinya. “Saya akan memakannya ketika jam istirahat bukan sedang jam bekerja masih berlangsung,” balasnya tegas.Hans tidak bisa dipaksa oleh siapa pun. Bahkan, ia tidak percaya dengan pemberian dari siapa pun untuk saat ini.Jemari dan mata kembali ke layar monitor dan mengacuhkan keberadaan Adnan yang masih berada di sampingnya. Tatapan seluruh rekan kerja membulat saat melihat aksi penolakannya.“Baiklah. Jangan lupa nanti dimakan.” Adnan berucap sambil menepuk lengan kekarnya dan kembali ke mejanya.Hans tidak menyangka bahwa
‘Kenapa selalu disuguhkan buah hijau? Jika dia bertanya seperti itu, artinya baru dikasih oleh Adnan dan tidak pernah melihat buah seperti itu sebelumnya?’Hans membatin dengan siapa pun yang menanyakan buah berwarna hijau, seperti rambutan. Mereka tidak pernah melihat buah dengan bentukan seperti itu.Namun, hanya ada satu pertanyaan di kepalanya saat Adnan memberikan buah itu. Kenapa selalu buah hijau yang berduri yang diberikan kepada seseorang yang sedih atau membutuhkan semangat lagi?“Buah ini jarang banget di sini dan adanya di Kalimantan. Jadi, saya mendapatkan ini dari teman saya karena katanya enak dikonsumsi. Nanti pasti ketagihan dan mencari buah ini.”“Oh, begitu. Makasih, ya.”“Sama-sama. Semoga suka dan tidak mahal kalau beli di aku.”Hans bergegas sembunyi di balik truk dengan merapatkan tubuhnya ke badan truk hingga melihat Adnan yang telah pergi dari kantor.Adnan merupakan pria yang pintar merayu seseorang atau mengajak siapa pun untuk mengonsumsi makanan yang tidak
Tiga pria berbadan besar dengan pakaian berwarna hitam melepaskan Ryan yang ada di depan rumahnya. Tatapan tajamnya terlihat seakan menerkamnya.Ryan mendekati dan memukul wajahnya sebelah kiri. Hans memegang pipi dan menggerakan rahang sekilas sembari tersenyum miring dan berdesis.“Apa yang kamu lakukan di depan rumah orang mewah?” tanya Hans yang berpura-pura tidak mengetahui sesuatu yang terjadi di depannya.“Rumah mewah? Katakan, siapa kamu sebenarnya, Hans? Kamu bisa saja membohongi ayah dan ibuku, tapi tidak denganku karena aku yakin kamu pasti bekerja sama dengan mereka, kan?” tukas Ryan yang penasaran dengan sosok Hans sebenarnya.Hans tersenyum miring. “Pria yang tidak pernah berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak maka akibatnya sangat membahayakan. Semua yang kamu lihat dan lacak bukan berarti itu yang sesungguhnya terjadi. Teknologi bisa saja salah karena buatan manusia,” jawab Hans santai sambil menatap lamat.“Sungguh? Jika terbukti akurat dan aku bisa membongkarmu,
“Pak Haedar tahu, Tuan muda dan ….”“Katakan.”“Semua itu dari Pak Haedar dan memberikan informasi kepada kami.”Hans hanya mengangguk sambil memasukkan handphone ke kantong kemeja. Ia tidak heran kalau informasi yang didapatkan sangat cepat.Pertempuran baru saja dimulai. Ia sudah mendapat beberapa hal yang menjadi untuk pembalasannya terhadap orang-orang yang pernah meremehkan dan merendahkannya.Hans menginap di hotel mewah dan meminta anak buahnya untuk berjaga di rumah. Ia juga mengambil kunci mobil yang diantar oleh pengawalnya.Ia teringat sesuatu saat pengawal yang ada dalam mobil masih berputar balik. Ia mengetuk kaca mobil dan meminta untuk tidak pergi dulu.Hans mengambil buah berwarna hijau dan ditunjukkan kepada mereka. Ia berharap salah satu atau banyak orang di antara mereka yang mengetahui buah hijau ini.“Kalian tahu buah ini?”Empat pengawalnya mengernyitkan dahi saat Hans menunjukkan buah yang terlihat antara asing atau pernah dilihat sebelumnya. Ali Muhammad mengam
Hans bergegas pergi ke sebuah bar mewah yang lokasinya tidak jauh dari tempat menginap. Ia pergi ke Bar untuk mencari informasi tentang buah kecubung dan berharap mendapatkan informasi yang lebih banyak dan akurat.Ia memasuki bar yang berjudul tiga ratus enam puluh derajat dengan lampu gantung yang mewah berwarna oranye dan warna-warni lampu disko yang memenuhi ruangan bagian bar dan penari striptis.Banyak orang berjas dan berpakaian rapi berada di lingkaran penari striptis sambil menyawer penarinya. Bahkan, tidak sedikit tamu yang hanya duduk sambil bermain kasino dengan ditemani oleh beberapa perempuan dan tampak menyedot cairan hingga membuatnya melayang.Hans memesan minum bir tahun 1986 sembari memerhatikan sekilas untuk bertanya kepada seseorang yang tepat dan bisa ditanya oleh seseorang.Ia tidak menemukan seseorang yang bisa ditanya hingga melanjutkan minumnya. Saat Hans mengalami kebuntuan untuk mencari jalan, mendapatkan pesan dari Haedar.[Tuan muda sedang berada di bar t
“Siapa kamu?” Seorang pria berambut klimis dengan tato bintang di leher meletakkan botol itu lalu berdiri dan mendekatinya.Langkah pria itu sempoyongan sambil mengisap rokok elektrik dan tersenyum miring.“Hai, teman-teman. Kita kedatangan tamu pria yang kelihatannya tampan, tapi … separuh wajah kirinya rusak.”“Apakah Anda, Tuan Carlos Antonio Swegen? Mantan intel dari kepolisian?” tanya Hans pelan sambil menatapnya.Senyuman miring yang sumringah menjadi ciut saat mendengar pertanyaannya. Dia tampak terkejut saat mengetahui sosoknya.Dia merasa tidak mengenalnya, tapi Hans bisa mengetahui sosok dirinya yang jarang diketahui oleh banyak orang dan hanya orang tertentu.Pria itu mendekatinya dan menatap lamat. “Siapa kamu? bagaimana kamu tahu siapa aku sebenarnya?” tanya pria itu yang berusaha berdiri tegap sambil mencolek lengannya yang kekar.“Bisa bicara di ruang privasi?”“Dia mengajakku berduaan. Jangan-jangan ….”“Sikat saja, siapa tahu kamu mendapatkan bayaran lebih dari hasil
“Kamu sungguh tidak mengenalku?” tanya Hans sekali lagi.Haedar, tangan kanan keluarganya mengatakan bahwa Carlos mengetahui keluarga Cody Ruth. Jika dia mengetahui sosok dirinya yang sesungguhnya, tidak akan bertanya beberapa kali.Atau Carlos hanya mengetes dan memeriksa identitasnya yang sesungguhnya?Hans harus berhati-hati dengan siapa pun, meskipun Carlos pernah bertransaksi dengan ayahnya. Bahkan, Haedar mengenalnya karena pernah menemani Cody untuk bertemu dengannya.Carlos bukanlah pria sembarangan yang bisa dijadikan kepercayaan untuk mencari informasi karena dia memiliki banyak koneksi dan meloloskan pembelian senjata secara ilegal.Hans menatap lamat sambil memikirkan langkah untuk memberitahu sosok dirinya atau memilih tetap merahasiakannya hingga waktunya tiba untuk mengungkapkan identitas yang sebenarnya.Hans menghela napas panjang sambil menggaruk ujung hidung dan berkata, “Aku adalah pengawal baru yang ingin tahu penyebab kematian Tuan besar Cody Ruth.”Carlos membul
“Jangan khawatir soal uang bayaran dan Nyonya Abigail,” jawab Hans santai sambil tersenyum dan mengeluarkan buah yang ada di dalam kantong celana.“Oke. Saya percaya, tapi … tunggu dulu,” kata Carlos sambil mengambil buah hijau dari tangannya dan memperhatikannya secara detail dengan mengernyitkan dahi hingga membuat bola matanya sedikit mengarah ke arah yang berbeda.Hans memperhatikan Carlos yang memperhatikan buah itu dengan jarak yang dekat, padahal buah yang memiliki nama buah kecubung memiliki aroma yang menyengat. Bagaimana bisa dia tahan dengan aromanya?“Hati-hati, buah itu aromanya menyengat.”“Saya tahu.”“Lalu?”“Dari mana Anda tahu buah ini? Siapa yang memberinya atau Anda membeli di mana?” tanya Carlos yang antusias dengan buah yang dipegang olehnya.Dahi reflek mengernyit hingga menautkan alisnya. Ekspresi kegirangannya membuatnya sedikit heran karena buah yang sangat dijauhi oleh siapa pun untuk yang normal.Apakah Carlos tahu bahwa buah kecubung bisa digunakan sebagai