Hans melewati mereka dengan mendengarkan semua yang dikatakan olehnya. Ia berpura-pura tidak mendengarnya, meskipun ingin menghampiri dan mengatakan bahwa dia adalah ibunya.Hans memasuki kamar ibu di ruang VIP dan menunggu di dekat pintu. Ia hanya bisa memandangi wajah ibu yang terlihat masih belum segar kembali dan mata terpejam lagi setelah berbicara dengannya beberapa jam yang lalu.Walaupun singkat, momen itu sangat berharga untuknya.Sementara, Hans hanya memantau keadaan ibunya dari kejauhan ketika ada orang dan membiarkan kaki tangan berada di sampingnya.“Ibu Abigail segera siuman dan terima kasih sudah membujuknya untuk melakukan operasi dan perawatan.”Haedar hanya terkekeh sambil menoleh ke arah Hans sekilas. Dia tidak mengatakan apa pun setelah Dokter mengatakan hal itu.“Setelah perawatan ini, makanan Ibu Abigail harus dijaga dengan sangat baik dan dilarang makan makanan cepat saji karena bisa memicu pertumbuhan kanker di sel lain.” Salah satu Dokter berpesan kepada Haed
Hans berhenti tepat di depan lemari kaca yang terdapat banyak senjata milik ayahnya sambil menunggu pengawal yang ditunjuk olehnya untuk menghadap kepadanya.Hitungan detik, seorang pria berpakaian rapi dan berjas sesuai dengan yang disebutkan oleh Haedar telah datang kepadanya. Postur tubuhnya tidak kalah dengan pengawal yang terlihat mempesona.“Santo Paulus?”“Iya, Tuan muda.”“Apakah kamu tahu kalau saya adalah anak dari Cody Ruth?”“Semua orang yang bekerja dengan Pak Cody tahu tentang keluarganya dan bisa menjaga rahasia sehingga tidak ada satu pun rahasia yang bocor keluar karena Pak Cody memperlakukan karyawannya dengan sangat baik dan dianggap manusia. Jadi, memiliki waktu istirahat dan tidur bukan harus berjaga selama dua puluh empat jam dalam seminggu. Beliau juga memberikan fasilitas libur untuk kami secara bergantian dan memberi fasilitas yang sangat bagus dan nyaman untuk saya dan teman-teman, Tuan muda.”“Oke. Apakah kamu yang bertugas untuk mengawal Ibu ke mana pun per
Salah satu karyawan menekan sebuah folder yang diberi nama sesuai tanggal dan tahun permintaannya. Dia mempercepat rekaman di jam yang diminta olehnya.Dua karyawan menepi terlebih dahulu lalu Hans duduk untuk menonton rekaman tersebut dengan serius dan diamati. Jam enam tidak terlihat apa pun dan hanya mobil melintas.Rekaman dari kamera pengawas cukup jernih.Tepat pukul delapan malam, sebuah mobil mewah berwarna hitam dengan lambang kuda di depan yang tidak asing baginya berhenti di depan rumah.Dua menit kemudian, ibu keluar rumah dengan pakaian rapi dan mewah. Semua barang yang dipakai merupakan brand terkenal dan ternama di dunia.Hans menghentikan video rekaman itu sejenak lalu memperbesar di bagian wajah sosok pria yang berada di dalam mobil dengan memicingkan mata dan mengernyitkan dahi.Hans sampai memajukan wajah untuk melihat wajah sosok di dalam mobil. Namun, ia tidak dapat melihat jelas wajah pria itu.“Kenapa dia tidak turun dari mobil? Apakah dia pantas disebut seorang
Hans menghubungi Tom Scott setelah mendapat pesan yang membuatnya penasaran. Lima detik kemudian, panggilan keluar diangkat oleh Tom Scott.“Ada apa, Hans?”“Kamu mengenal nomor platnya?”“Iya, tapi aku harus memastikannya lagi agar dugaan sementaraku tidak salah. Hasil keluar besok dan mohon bersabar.”“Apa dugaanmu sementara? Apakah ada nama yang kamu kenal dari plat nomor itu?” tanya Hans dengan intonasi penekanan.Tom membisu di balik handphone. Dia pernah bertemu dengan pengusaha dalam sebuah acara pelelangan lukisan di Jakarta ketika hendak memasuki ruangan dan menoleh ke arah pengusaha itu sembari memperhatikan plat nomor mobilnya.Dia penasaran dengan sosok yang ada di dalam mobil dan ternyata dia adalah Rashid Omar Nadim yang keluar dari mobil mewah dengan plat nomor yang sama dengan hasil penangkapan foto itu.“Halo, Tom.”“Maaf. Aku masih ada. Ada apa?”“Kamu punya nama atas dugaan sementara yang kamu curigai?” tekan Hans sambil menatap lamat.“Ya.”“Siapa dia?”“Pak Rashid
“Aku kurang tahu kalau soal itu. Mungkin nanti siang, dia datang ke kantor. Jadi, tunggu saja.”“Oke. Datang ke Pawon Rempah Resto pukul lima sore, setelah pulang kerja. Kita membutuhkanmu,” kata Tiwi tegas.“Baiklah.”“Atau bertemu di rumahmu saja?” celetuk Agustinus.“Jangan, kosanku jelek dan masih berantakan.”“Ayolah, sekali saja.” Agustinus sedikit memaksa untuk bertemu di rumah Hans.“Tidak akan karena kalian akan muntah melihat kosanku yang sangat berantakan dan tidak wangi.” Hans terus berkilah untuk menolak permintaan salah satu rekan kerjanya yang meminta untuk bertemu di rumahnya.“Sudahlah, jangan memaksa Hans untuk bertemu di rumahnya. Dia akan kerepotan kalau kedatangan kita, apalagi dia sedang cuti karena sakit maka dari itu menghargai dia yang sakit. Ini saja, aku malu bilang kepadamu untuk bertemu denganmu, tapi kita membutuhkanmu karena banyak yang harus dibicarakan dan diskusikan.” Tiwi menengahi Agustinus dengan alasan yang masuk akal.“Oke. Lain kali saja, kalian
Abigail yang baru saja sadar dari pasca operasi telah memberikan banyak informasi kepadanya dan mengingatkan momen bersama adiknya yang sangat disesali olehnya.Namun, ia tidak tahu selama ini bahwa ada seorang Jurnalis yang menulis artikel tentang berita kematian Raja bisnis dan seorang laki-laki yang meninggal secara tidak wajar.Bahkan, Abigail pernah melihat sebuah website berita yang mengangkat berita kematian ayah dan adiknya yang tidak usut dengan tuntas. Semua pihak kepolisian tidak ada yang bergerak sama sekali.“Ada, Tuan muda. Selama ini saya mencari keberadaan dia, tapi masih abu-abu dan saya mendatangi rumahnya setiap hari, tidak ada jawaban sama sekali,” sahut Haedar sambil menghampiri mereka.“Di mana rumahnya?”“Jalan Pahlawan, rumahnya memasuki gang kecil, berpagar putih yang tinggi, nomor empat belas. Jurnalis itu bernama Alan Muskion.”“Alan Muskion? Jurnalis yang terkenal tidak takut apa pun dan selalu maju untuk urusan yang kasusnya tidak adil dan diselesaikan den
Alan mendelik saat mendengar nama Cody Ruth dan berusaha keras untuk menutup pagarnya, tetapi berhasil ditahan oleh Hans. Ia memasuki rumah Alan sembari menutup pagar putih yang tinggi dengan meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya.“Saya tidak tahu apa pun tentang dia. Kamu salah mencari orang. Saya bukan Alan Muskion!” bentak Alan sembari mendorong Hans pelan untuk keluar dari rumahnya.Hans hanya menerima perlakuan Alan yang bisa dikatakan bahwa dia terlihat masih trauma dengan masa lalunya. Rumah yang terlihat nyaman dari luar, tetapi ternyata sedikit berantakan di bagian halaman depan rumahnya.“Jika Mas tidak tahu apa pun tentang Pak Cody bukan sikap seperti ini yang ditunjukkan kepada saya,” kata Hans tegas sambil memegang tangannya dengan erat.Alan melotot lalu menampis tangan Hans dengan keras. Dia bergegas masuk ke dalam rumah dan dikejar oleh Hans dengan mempercepat langkahnya.“Saya bukan orang jahat, Mas. Mas tidak perlu takut dan tidak akan melakukan perbuatan buruk
“Saya menyimpan di tempat yang aman dan hanya saya yang mengetahui. Jadi, saat saya memindahkan file ke kartu memori, selalu diminta dan dihancurkan sebanyak lima kali, tapi saya masih memiliki satu kartu memori yang berisi apa pun yang sangat penting di dalamnya.”“Apa pun yang sangat penting di dalamnya?” tanya Hans bingung.Hans penasaran dengan Alan. Ia salah menduga Alan selama ini. Dia juga cerdas, cerdik dan licik untuk mengelabuhi musuh yang menginginkannya enyah dari dunia media.Kekuatan tulisan, analisa masalah dan mengatasi masalah membuat Alan berhati-hati dalam menyimpan bukti. Dia juga memiliki bukti nyata dari saksi mata yang melihat Cody Ruth bersama siapa pun dengannya.“Perlakuan atasan terhadap karyawan, rekaman audio saksi atas kematian Cody Ruth dan seorang anak lelaki yang bernama Joe. Anda bisa melihatnya nanti. Semua sudah saya pindahkan ke kartu memori yang memiliki kapasitas tinggi.”“Baiklah. Kita bisa melihatnya nanti. Anda sekarang ikut saya dan jangan be
“Tidak pernah, Pak, tapi saya pernah melihat Pak Rashid beberapa kali datang ke kantor untuk menemui ibu Abigail.” Komar memberitahu dengan hati-hati.“Kata siapa dia datang untuk menemui ibu Abigail?”“Saya pernah menanyainya langsung saat menunggu di ruang tunggu ketika ibu Abigail sedang rapat dengan pengusaha lain yang berasal dari Inggris.”Hans membisu sambil mengernyitkan dahi dan memikirkan tujuan Rashid Omar Nadim mendatangi ibunya kesekian kali. ‘Apakah tujuan dia masih sama seperti dulu? Atau semakin parah dengan mengancam ibu?’ batin Hans penasaran.Hans beranjak dari kursi lalu pergi meninggalkan tim yang masih ingin berdiskusi dengannya. Sorot mata tertuju padanya karena sikap yang tak pernah terjadi padanya.“Aku mau ke toilet dulu, udah kebelet dari tadi.”Tiwi ikut beranjak dari kursi dengan alasan pergi ke toilet pada awalnya, tetapi tujuan itu berubah saat melihat arah Hans menuju ruangan pemilik atau CEO perusahaan sehingga diikuti olehnya secara diam-diam karena
“Saya kembali ke ruangan kerja saya dulu,” pamit Galih lalu keluar ruangan.Rekan kerja bagian keuangan meninggalkan ruangan keuangan untuk pengerjaan laporan dan audit sedang berlangsung. Ruangan keuangan tersisa rekan timnya. Tiwi mengalihkan kue tart di kulkas. Hans tidak ingin membahas dirinya sehingga mengganti topik pembicaraan dengan menanyakan kebingungan mereka terkait temuan di rumah Rashid. Semua rekan tim mengambil berkas, laptop dan buku catatan untuk membahas masalah audit yang belum terselesaikan karena terduga diusahakan untuk tidak tertangkap.“Saya ingat bahwa salah satu dari kalian naik ke atas saat mendengar langkah kaki yang turun dari tangga. Siapa dia? Apakah dia wanita atau pria?” tanya Hans santai sambil menatap rekan timnya satu per satu.“Dia adalah seorang pria karena saat suaranya mengerang dan saat kita keluar dari kamar rahasia mewah tanpa sengaja lampu senter milik Mira menyoroti wajah pria itu.”“Kami tidak tahu siapa dan berpikir bahwa dia adalah p
“Ibu juga belum tahu siapa dia, tapi dia sering pergi dengan Ayah Adnan dan mendampinginya ke mana pun pergi.”Hans memperhatikan foto pria yang tubuhnya tegap dan kekar dengan senyuman yang terdapat lesung pipi. Jika dia sering mendampingi Ayah Adnan ke mana pun pergi hanya memiliki dua arti. Kemungkinan dia bekerja sebagai Asisten atau Ajudannya. Tugas dua jabatan itu hampir sama, tetapi memiliki perbedaan. Ia belum pernah melihat dengan dua matanya terkait pria yang sedang dicari dan masih tanda tanya. “Aku akan cari tahu dia.”“Hati-hati, Nak. Ibu juga mencari tahu siapa dia.”“Apakah pria yang mengurus warisan Ayah untukku tahu dia?” tanya Hans tiba-tiba kepikiran pria yang memberitahu sosok mereka terkait hubungan dengan ayahnya. “Sepertinya tahu.”“Oke. Aku mau berangkat kerja dan Adnan tidak boleh lolos dari jeratan hukum dengan kasus penggelapan dana.” Hans memasukkan foto ke dalam dashboard dan bersiap untuk berangkat ke kantor.Tangan memegang pengatur perpindahan laju
Hans tidak mendengar pertanyaan dari Putri, tetapi Arman mendengarnya dan dibalas anggukan olehnya. Hans memasuki pesawat dan duduk seorang diri dengan kelas pesawat yang mewah. Ia merebahkan badan sambil menonton film untuk menikmati perjalanan dari Korea Selatan menuju Indonesia.Puluhan jam berlalu, Hans dan tiga pengawal tiba di Bandara Indonesia. Hans naik taksi menuju rumahnya dengan wajah yang kembali normal. Ia tiba di malam hari sehingga mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Hans telah beristirahat bekerja hampir satu bulan. Beberapa jam berlalu, hari telah berganti dan memasuki pagi hari. Ia bersiap-siap menuju kantor untuk bekerja.Hans menuruni anak tangga untuk berangkat kerja, tetapi disuguhkan pemandangan Haedar dan ibunya yang sedang duduk di meja makan dengan makanan yang telah siap untuk disantap.“Sarapan dulu.”Hans sarapan bersama ibu dan Haedar. Ia merasakan tatapan kedua orang di hadapannya mengarah kepadanya tanpa berkedip.“Jangan lupa berkedip saat meliha
“Ciri-cirinya itu tinggi sekitar seratus delapan puluh sentimeter, putih dan bertubuh atletis. Dia mirip Sandria dan pria satunya bertubuh kekar, tinggi, rambut cepak seperti potongan tentara atau polisi dan terlihat cerdas.”Hans mengernyitkan dahi saat mendengar ciri-ciri dua pria yang salah satunya tidak asing baginya. Ciri-ciri pertama masuk ke Ryan. Namun, ia penasaran dengan ciri-ciri pria kedua.Hans mengambil handphone lalu menghubungi Haedar. Dia siapa tau mengetahui ciri-ciri fisik pria yang disebutkan oleh Arman.“Halo, Pak.”“Tuan muda. Bagaimana keadaan Tuan muda? Apakah semuanya baik-baik saja?”“Baik-baik saja, Pak. Bapak tenang saja.”“Syukurlah.” Haedar terdengar lega mendengar kabar darinya.“Saya mendapatkan informasi dari Arman, Pak.”“Informasi tentang apa, Tuan muda?”“Arman pernah melihat sosok pria bertubuh kekar di acara bergengsi bersama Ryan keluar dari ruangan sebelah. Ciri-cirinya adalah bertubuh kekar, tinggi, berambut cepak seperti potongan seorang ten
“Dia ada di rumah sakit dan terbaring di ranjang. Lee belum bisa berbicara dengan kalian karena keadaannya yang belum membaik.” “Apakah kami boleh melihatnya sebentar saja?”“Kamu berada di kamarnya, kan?”Arman membisu dan merayapkan bola mata ke arah Hans secara perlahan. Hans mendengar permintaan rekan timnya hanya mengangguk sembari merebahkan badan dan berpura-pura memejamkan matanya. Arman mendekati Hans yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan mengarahkan kamera kepada Hans yang tertidur di ranjangnya.“Astaga, Pak Lee,” sontak Tiwi nada sedih.“Sayangku. Kenapa kamu bisa seperti itu, Pak? Ada apa dengan wajah tampanmu?” Mira khawatir akan keselamatan Lee.“Apa yang terjadi kepada Pak Lee? Kenapa wajahnya diperban?” cecar Agustinus.“Saya belum tau kronologinya. Dia pasti cerita kepada kalian.”“Di mana rumah sakitnya?” tanya Mira dengan intonasi penekanan.“Apakah dia bisa dikunjungi?”“Maaf, saya tidak bisa memberitahu kalian karena Lee tidak mengatakan apa pun kepada s
“Jika itu dia maka lebih mudah untuk menangkapnya karena seseorang yang bekerja sama dengan kepolisian telah diketahui identitasnya dan siapa pun yang bekerja sama dengannya pasti ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.”“Bagaimana jika kita tidak melibatkan kepolisian?”“Apa maksudmu?”“Aku ingin mereka mati dengan cara yang lebih mengenaskan dari pada Ayah.”“Apa maksud dari mati yang lebih mengenaskan dari suamiku?”Hans turun dari ranjang sembari membawa infus berjalan ke luar kamar VIP untuk berbicara dengan ibunya.Ia belum membicarakan temuan apa pun yang berhubungan dengan kematian ayahnya. Kematian seorang Raja bisnis yang sangat disegani, dihormati dan disayang oleh banyak orang sangat mengenaskan.“Intinya adalah Ayah meninggal disiksa secara berkeroyok lalu ditembak dari kejauhan di hotel bintang lima. Kaca besar yang bisa digunakan untuk memandangi indahnya lampu kota berlubang dan sengaja dilubangi untuk bisa menembak Ayah tanpa menimbulkan suara apa pun.” Hans menjelaskan
Arman menggeleng cepat sambil merapatkan kedua telapak tangan dan sedikit membungkukkan badan kepadanya. Dia tampak enggan dekat dengan seorang wanita yang memiliki masa lalu dan keluarga yang berbahaya serta berhubungan dengan jasad yang bisa menyeret namanya.Hans terkekeh melihat ekspresi pengawalnya yang sudah tidak mau berurusan dengannya setelah tidur dengannya sampai terdengar menikmati dari rekamannya. “Saya harap kamu mendapatkan pendamping yang baik dan penyayang. Jauh-jauh dari wanita seperti Sandria.”“Aamiin. Bagaimana ceritanya Tuan muda bertemu dengan wanita seperti itu?”“Kamu tahu kalau saya pernah bersama dengannya?”“Tahu. Kami yang mencari keberadaan Tuan muda. Wajah tampan Tuan muda rusak dan bekerja sebagai kurir hanya karena tidak mengungkapkan identitas Tuan muda. Apakah alasannya karena Tuan besar dan adiknya?”“Saya tidak ingin merusak niat baiknya yang menyembunyikan kedua anaknya dari hadapan media atau siapa pun itu. Ayah hanya memperkenalkanku dan dia k
Arman memberikan kamera pengawas dan alat perekam suara kepada Hans. “Tuan muda lebih baik mendengarkan dari kedua alat itu karena saya takut tidak percaya dengan perkataan saya. Saya sudah berusaha mencoba untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya.”Hans menerima kedua alat itu lalu mengambil kartu memori dari setiap barang yang ada di tangannya. Ia memasang kartu memori di sebuah alat yang menggabungkan kamera memori ke laptopnya untuk membaca data yang ada dalam kedua kartu memori itu. Ia menyalin video bercinta mereka dan dipindahkan ke laptop dengan sebuah folder yang bernama Arman. Setelah menyalin dari kamera pengawas, harddisk terpasang.Hans tidak lupa menyalin dan menempelkan rekaman audio mereka saat berbicara ke dalam sebuah folder yang sama. “Kamu bicara dengan Sandria berapa menit saat bercinta dengannya?”“Sepertinya menit keenam belas karena dia bercinta sambil minum alkohol dan saya dipaksa untuk minum dan menjilat di gunung besarnya karena dia sengaja menumpahka