Mira dan Komar saling memandang dan menaikkan kedua alis mereka. Mereka mengetahui sosok yang datang pagi di ruangan ini.“Ada apa? Apakah ada masalah dengan pekerjaan kita, Pak” tanya Mira pelan sambil melirik semua orang yang ada di ruangan.Adnan membisu selama satu menit sambil menoleh ke arah Wulan dan Sabrina yang menegang ketika Mira menanyakan masalah dengan pekerjaannya.Ekspresi Adnan serius saat menanyakan sosok yang datang pagi hingga membuat Mira penasaran dengan masalah yang terjadi.Adnan menghela napas panjang dengan berat sambil membasahi bibirnya lalu tersenyum lebar.“Tidak ada. Saya hanya penasaran saja karena mendapat laporan bahwa ada karyawan datang ke kantor pagi hari dan langsung masuk ruangan ini. Sebenarnya, tidak ada masalah yang terjadi,” jawab Adnan sambil menatap semua rekan kerjanya.“Syukurlah. Saya pikir ada masalah yang terjadi.”“Silakan kembali bekerja.”Adnan mempersilakan rekan kerjanya kembali bekerja. Hans hanya membisu sembari mengamati keadaa
Hans memundurkan posisi duduk dengan tegap sambil mengernyitkan dahi dan menatap Mira yang menuduhnya memasuki situs gelap itu.Meskipun kenyataan memang benar bahwa ia memasuki situs gelap itu tetap membungkam sampai mempercayai rekan timnya. Hans masih belum bisa mempercayai siapa pun di timnya, tetapi mencoba untuk mempercayainya.“Kenapa kamu menuduhku melakukan itu? Apakah kamu punya bukti?” Hans bali bertanya.Mira mengalihkan pandangan. “Aku tidak menuduhmu, tapi teringat dengan ekspresi Pak Adnan yang terlihat marah saat menanyakan sosok yang datang pagi dan sepertinya sedang terjadi sesuatu. Jika analisisku benar, artinya ....”“Dia mengetahui siapa pun yang mengakses situs gelap itu,” jawab Tono secepat kilat.“Astaga, pantas sekali dia terlihat khawatir, gelisah dan marah,” jawab Tiwi sambil mengangguk paham atas situasi yang terjadi di sekitarnya.“Tapi, siapa yang mengakses itu? Untuk apa dia mengaksesnya?” tanya Komar yang berpikir tujuan seseorang untuk mengakses situs
“Kita cari tahu tujuan dia apa dan jawaban sementara adalah memperkaya diri agar bisa memikat banyak wanita,” jawab Hans secepat kilat dan tegas.Semua rekan tim tersenyum miring lalu tertawa saat mendengar jawaban darinya sambil bertepuk tangan dan menggeleng pelan.Mereka tidak menyangka bahwa ketua tim memiliki pemikiran seperti itu.Hans ikut tersenyum miring dan tertawa palsu untuk menutupi tujuan yang sesungguhnya dan identitasnya. Ia mulai mengenal banyak tentang Adnan saat ini.Dia tidak hanya tukang selingkuh, bajingan, mengambil istri orang lain, tetapi penjilat dan serakah atas harta. Ia mengenal Adnan saat hari diceraikan oleh istrinya. Dia tampak senang telah merebut wanita yang dicintai dan ditinggalkannya.Bahkan, Adnan tidak ingin Hans mendekatinya kembali. Namun, Hans penasaran dengan kabar mantan istri dan keluarganya, serta kakaknya yang telah dipermalukan olehnya.“Kembali bekerja, jam makan siang sudah habis.”“Baik, Pak.”Hans, Komar, Tiwi, Agustinus dan Tono kel
“Apa pun yang kamu tanyakan, aku tidak akan menjawabnya.”“Kenapa? Apakah kamu berada di pihak Lee? Apakah kamu tidak setia lagi dengannya?” cecar Sabrina sambil mencengkeram kerah kemejanya dan dihimpit ke dinding.Hans hendak menolongnya, tetapi langkah terhenti ketika Wulan bertanya sesuatu kepada Tono yang mengejutkannya. Fakta baru ditemukan olehnya yang keluar dari mulut Wulan.“Kamu jangan berpura-pura lagi kalau kamu adalah teman setia Pak Adnan. Kita tahu bahwa kamu sangat menginginkan posisi yang sama, tetapi tidak pernah melakukan hal kotor, seperti Pak Adnan. Bahkan, kamu lebih pintar darinya, tetapi kamu menurutinya sampai menjadi seorang budak untuk memalsukan laporan di zaman kalian. Kamu pikir kita tidak tahu?”“Apakah Adnan yang mengatakan kepada kalian sendiri? Apakah kalian sudah mulai tertutup karena janjinya yang tidak pernah ditepati?” tanya Tono santai sambil menatap mereka.Hans menutup matanya sambil merapatkan barisan giginya dengan mengepalkan tangannya deng
“Peluru yang digunakan bukanlah peluru biasa. Dia bisa menembus dinding dan beton saat target bersembunyi di sebuah bangunan. Mereka sering menggunakan senjata canggih.”Senjata yang digunakan oleh kakak Diah Viera dan rekannya adalah senjata yang paling bagus dan memiliki nama Barret M82. Senjata yang bisa menembak target dengan jarak dua kilometer dan tembus dinding dan beton.Target tidak bisa bersembunyi dalam bangunan ketika menggunakan senjata api seperti itu. Bahkan, senjata itu hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki keahlian khusus dalam dunia penembakan.“Bagaimana ciri-ciri temannya? Apakah kamu sudah menemukan nama asli, samaran atau tempat tinggalnya?” tanya Hans penasaran.Hans pernah mengantarkan paket yang mencurigakan ke alamat rumah yang merupakan komplek perumahan mewah. Kardus itu sangat berat dan panjang.“Saya masih belum menemukannya, Tuan muda. Saya dan yang lain masih proses penyelidikan karena ....”“Lanjutkan.”“Karena saya berspekulasi bahwa semua ini
“Saya belum tahu pasti karena dia berjalan dengan cepat. Nyonya besar juga meminta saya untuk keluar dan tidak perlu penjagaan.”Hans mengangguk pelan dengan menegangkan otot rahangnya sembari mengusap bibir. Ibu meminta pak Haedar untuk tidak berjaga ke depan. Apakah ibu sengaja melakukan itu agar tidak diketahui pembicaraannya?“Selama dia tidak mengganggu ibu, biarkan, tapi awasi dia jikalau datang lagi ke kantor.”“Baik, Tuan muda.”Hans berdiri dari sofanya dan hendak melangkah, tetapi terhenti dengan suara batuk ibunya yang berkali-kali dan erangan dari kamar ibunya.Sontak, Haedar dan Hans berlari ke kamar ibunya. Ia teringat dengan wajah ibunya yang pucat saat pergi dari sofa.“Apakah ibu sakit akhir-akhir ini?” tanya Hans sembari menaiki anak tangga.Haedar terdiam sambil menatapnya yang berada di depannya. Hans membuka kamar ibu dengan keras sampai pintunya terbuka tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.Hans disuguhkan pemandangan ibunya sedang terduduk di tepi kasur sambi
Haedar hanya menatap Hans yang marah kepadanya. Dia bisa memahami sikapnya yang keras kepadanya karena Nyonya besar melarangnya untuk memberitahu penyakit yang diderita olehnya selama ini.“Nyonya besar sakit Kanker ovarium stadium akhir. Beliau melarang saya untuk memberitahu penyakitnya kepada Tuan muda karena telah berbuat salah di masa lalu sampai Tuan muda membencinya sehingga tidak ingin menambah beban pikiran dan hidup Tuan muda. Bahkan, Nyonya besar yang meminta saya untuk melacak keberadaan Tuan muda dengan memantau kondisi kesehatannya, tetapi sangat sulit ditemukan selama satu tahun. Tahun berikutnya, saya dan tim menemukan Tuan muda lalu memberikan setiap hal yang dilakukan oleh Tuan muda yang ternyata menjadi kurir.”Detak jantung Hans seakan berhenti selama dua jam ketika mendengar penjelasan kaki tangan keluarganya. Ibu meminta Haedar dan karyawannya mencari keberadaannya.Ibu mengetahui kondisinya selama ini sehingga berpura-pura tidak tahu dan hanya memintaku untuk ke
Hans yang sedari bersandar menjadi berdiri santai di depan Ryan yang berteriak kepadanya hingga membuat pidato Adnan berhenti dan menjadi pusat perhatian banyak orang.Rashid Omar Nadim menghampirinya bersama sang istri. Ibu Ryan mengambil lap untuk membersihkan noda anggur merah di jasnya.Hans meletakkan gelas yang sudah kosong di meja yang ada di dekatnya. Ia sengaja menumpahkan sisa air anggur merah ke jasnya karena terkejut sehingga membuat perkara saat mengadakan acara penting.“Kamu? Siapa yang mengundangmu ke sini?” cecar Rashid nada tinggi sambil melotot.“Salah siapa rumah terbuka lebar dan tidak ada penjaga sama sekali. Rumah pengusaha seharusnya dijaga ketat oleh pengawal agar tetap aman. Untung saja aku yang masuk bukan maling yang mengambil barang mewah kalian.” Hans menjawab santai sambil terkekeh pelan dan menatap Rashid yang tetap tidak menyukainya.Ibu Ryan menampar Hans dengan keras hingga membuatnya berpegangan ke pintu taman belakang. Hans menoleh dengan tatapan b
Hans memandangi televisi yang menyuguhkan pemandangan Rashid, Ayah Adnan, Adnan, Sandria, Ryan dan ajudan Ayah Adnan tertangkap dengan kedua tangan diborgol ke belakang bersama istri Rashid yang menutupi proses penyelidikan selama ini. Otak dari kematian Raja bisnis adalah Rashid Omar Nadim karena keserakahannya sehingga mendekati istri Pak Cody Ruth untuk bisa mendapatkan kekayaannya. Tidak hanya itu, Rashid juga pemarah sehingga membunuh anak lelaki dengan cara yang sama, seperti sudah direncanakan. Beruntung, Ibu Abigail tidak tertipu dengan rayuan maut yang dilakukan olehnya karena seorang lelaki yang selalu mengingatkan dan membantu untuk menyelesaikan masalah yang tidak rampung karena permainan orang dalam pihak berwajib. Siapakah dia yang selama ini berada di sampingnya? Apakah kekasih baru atau yang lain? Kita belum tahu dan tunggu kabar selanjutnya.“Apakah bapak memberitahu rekan kerja yang membantu kita untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Hans datar sembari memandangi
“Kekasih pengawal pribadimu,” jawab Agustinus santai.“Di mana dia sekarang?““Dia ada di halaman belakang bersama wanita itu karena aku tadi bertanya kepada pengawal lainnya.”“Suruh mereka ke sini. Aku ingin mendengarnya secara langsung.”Agustinus menyampaikan seruan dari Hans kepada pengawal yang berjaga di ruang tamu untuk meminta mereka memasuki ruangannya. Satu menit berlalu, mereka telah tiba di ruangan diskusi dengan menatap Hans dan lainnya yang bingung dan datar. “Ada apa?”“Terima kasih untuk semuanya.”“Tidak perlu khawatir, aku melakukan semua ini demi hidupku sendiri dan masa depanku kelak jika tinggal bersama dengan kekasihku.”“Apa yang kalian inginkan dariku? Aku ingin memberi hadiah untuk kalian.”“Tidak ada.”“Kalian mendapatkan pernikahan mewah di hotel mewah. Semua ditanggung olehku, jadi katakan kapan kalian menikah,” kata Hans santai.Wanita itu dan pengawal pribadi melongo saat mendengar hadiah darinya lalu bersalaman dengannya sebagai tanda terima kasih.“T
Hans tiba di ruang diskusi di rumahnya dengan melepas jaket kulit dan diletakkan di sofa dengan tangan dan dada bagian kiri yang masih terasa nyeri dan sakit sehingga duduk perlahan.Semua rekan tim dan Haedar berada dalam ruangan itu sembari memperhatikannya yang tidak bisa dilarang ketika keinginan menggebu dalam dirinya.“Apakah anak buah dari Rashid dan Adnan masih ada dalam ruangan di rumah ini?” tanya Hans pelan.Lima pria bertato bulan dan bintang dan kepala tengkorak pernah ditangkap olehnya saat melakukan penyelidikan di sebuah gudang tua samping laboratorium mereka.“Masih ada, Tuan muda. Saya pindahkan ke ruang bawah tanah karena mereka berisik dan mengancam membunuh kami semua setelah mendengar kabar Tuan muda ditembak oleh anak dari tuannya dan menganggap mati.”“Aku dianggap mati oleh mereka?”Haedar dan seluruh rekan tim membisu saat ia menanyakan perihal kematian dirinya. Ada sesuatu yang tidak disampaikan oleh mereka kepadanya.Semua rekan tim dan Haedar dua bulan la
“Anak dari pengusaha elektronik bebas dari jeratan hukum setelah dalam penjara dalam kasus penembakan wanita berambut pendek yang diduga wanita simpanan Rashid Omar Nadim.”Suara berita yang menggelegar berasal dari televisi merasuki telinga Hans yang mengalami koma selama dua bulan lamanya setelah kejadian penembakan di pemakaman ibunya. Hans mengalami peristiwa yang mengerikan demi mengungkapkan pelaku kejahatan penembakan dan penghilangan nyawa Raja bisnis dan anak laki-laki yang diduga tidak memiliki identitas. Hans membuka mata perlahan saat mengingat kejadian kematian ibunya yang tidak ada di sampingnya saat dibutuhkan dengan meneteskan air mata. Sesak sekali rasanya.Napas Hans terengah-engah dengan pemandangan langit kamar rumah sakit berwarna putih tanpa bersuara. Pandangan lurus ke atas dan tidak menyadari seseorang di sampingnya. “Hans.” Carlos memanggil namanya pelan. Haedar mendekati Hans dengan memegang tangan dan mengusap kepalanya sembari berkata, “Tuan muda, syuku
“Aku tidak mendua!” bentak Rashid sambil melotot ke arah Hans.Hans dan semua rekan tim memakai kacamata hitam dan pakaian serba hitam mulai dari atasan hingga sepatu sehingga tidak mengetahui sosok yang berada di balik kacamata hitam.“Sungguh? Apakah kamu bisa membuktikannya?” tanya Hans menantang. Rashid mengalihkan pandangan dengan menggerakkan tangan di depan dada sembari meremas dan mengeluarkan banyak keringat. Semua orang terpaku pada Hans hingga kamera perusahaan media menyorotinya tanpa membuka kacamata. Rashid terdiam.Hans mengeluarkan semua foto yang sudah dicetak olehnya sebelum berbicara dengan rekan tim lalu membuang semua foto yang terdiri dari lima belas lembar di depan wajah Rashid, Istri dan wanita berambut pendek. Hans pergi dari hadapan banyak wartawan dan keluarga cemara yang sedang dipermalukan oleh kepala keluarga yang dipandang hebat dan cinta kepada keluarga. “Ma, maafkan aku. Semua ini bukan karena aku.”“Halah, hidung belang. Kamu juga bilang bahwa ak
“Mohon maaf, ibu Abigail sudah mengembuskan napas terakhirnya. Beliau menyerah selama operasi berjalan.” Dokter menyampaikan berita duka dengan lembut.Sontak, Hans melotot dan kaki terasa lemah untuk berdiri setelah mendengar kabar duka dari ibunya. Pandangan Hans yang sedari tadi samar menjadi buram dan mengalirkan butiran bening dengan deras di pipi. Ia tidak percaya mendengar kabar duka sebelum menangkap pelaku kejahatan. Abigail melanggar janji yang dibuat bersama dengan Hans. Tangan Hans mengepal dengan erat sembari menenangkan diri di kursi besi panjang yang dingin.Hans terpukul mendengar kepergian sang ibu yang terakhir kali sempat berdebat dan kesal dengannya. Ia tidak akan berbuat seperti itu jika mengetahui semua sakit yang dirasakan oleh Abigail.Tuhan menghukum Hans dengan cara yang sangat menyakitkan. Tidak ada hukuman yang menyakitkan, seperti yang dialami olehnya saat ini.Hans masih terduduk di kursi besi yang panjang saat banyak orang berlalu lalang di depannya. B
“Tidak. Tetap menggunakan nomor itu karena tidak akan bisa mendeteksi lokasi dari pemilik nomor ponsel dan identitasnya.”Semua terdiam dengan ide gila yang keluar dari mulutnya. Mereka terlihat tidak percaya bahwa Hans memiliki ide yang berdampak besar untuknya jika ketahuan identitas yang sesungguhnya. “Apakah kamu lupa dengan misimu hingga akhir sebelum pelaku pembunuh Pak Cody dan adikmu tertangkap?” Komar bertanya dengan nada peringatan. “Aku tidak lupa.”“Lalu?”“Kalian takut akan identitasku terbongkar sebelum waktunya dan mengira aku gegabah dalam mengambil keputusan saat punya ide seperti itu?” tanya Hans dengan intonasi penekanan sambil menatap semua rekan tim.“Buk—”“Semua sudah terpikirkan olehku.”“Baiklah. Kalau kamu ingin seperti itu.”Hans duduk sambil memperhatikan laptop yang terbuka di meja kerjanya. Ia teringat dengan ibu yang berada di ruangan yang paling aman untuk sementara waktu lalu menelepon Haedar.Hans menunggu Haedar untuk menjawab panggilan keluarnya.
Hans meletakkan botol di meja balkon dengan santai dan bersandar di kursi santai yang terbuat dari kayu, berlubang dan bantal putih sebagai tempat duduk.Mira dan Alan mendekatinya setelah saling melempar tatapan. Hans masih mengendalikan emosi dan tidak memiliki gairah untuk menyelesaikan masalah yang ditugaskan dan diamanahkan oleh Abigail.“Kamu tidak ingin tahu beritanya?” tanya Mira nada pelan sembari sedikit membungkuk dan memegang bahunya. “Apakah kamu tidak tahu kalau saya ingin masih menyendiri di kamar ini sambil mengamati pemandangan kota besar di sore hari yang mendung dan terasa nyaman, tapi banyak penjahat yang berkeliaran di luar sana?”“Maaf,” balas Mira lalu menoleh ke arah Alan.Hans mendengar helaan napas Alan dan bertukar posisi dengan Mira. “Sampai kapan kamu begini? Sampai ibumu mati karena dipermalukan di sosial media?” cecar Alan nada pedas. Hans terbangun dari duduk dengan menghadap ke arah Alan sembari melotot dan tangan mengepal erat. Mira terkejut meliha
“Pak Cody membantu ayahku untuk memberantas pengedaran dan konsumsi obat terlarang dengan bantuan Pak Haedar.”Hans membisu dengan mengingat semua kejadian padanya mulai dari masih muda menempuh pendidikan di luar negeri dan melihat ibu mendua, pengakuan ibu, hubungan pernikahan yang kandas di tengah jalan dan keserakahan Rashid dan Ayah Adnan yang diketahui olehnya. Hans mendesis sembari menyeka rambut hitam yang lurus secara perlahan sambil memejamkan mata dan menghentakkan kepalan tangan erat ke meja kayu. Tidak ada yang namanya kebetulan dalam dunia ini. Semua telah ditunjukkan oleh sang maha kuasa bahwa ada sesuatu yang diberantas dan dibersihkan. “Unggah dan sebar rekaman Rashid ke media sosial, buat kalimat yang mengajak masyarakat menganalisis,” kata Hans dengan kepala tertunduk dan tangan masih mengepal erat.“Kamu yakin mau menyebar itu sekarang?” tanya Carlos nada ragu.Hans menoleh ke arah Carlos dengan menatap tajam. “Aku sangat yakin dan tidak ada ampun untuknya.”“Ba