Pak, Gawat!Wanita itu berbalik badan ketika pintu ruangan terbuka dan sosok yang keluar dari ruangan adalah Adnan.“Diah Viera bertemu dengan Adnan? Apa hubungan mereka?” Hans bertanya-tanya sambil memperhatikan mereka yang berpelukan dan memegang tangan.Mereka pergi dari depan ruangan. Sontak, Hans mengikuti langkah mereka yang menuju halaman belakang dan duduk di kursi panjang berdua.Hans berdiri tepat di belakang dinding yang tak jauh dari lokasi mereka yang sedang berbincang. Ia tidak boleh terlihat oleh Diah Viera karena dia mengenalnya.Namun, ia teringat bahwa Diah Viera tidak mengenal sosok dirinya yang sebenarnya sehingga mau bertemu pun bebas dan menganggap bahwa pernah menjadi pasangan kekasih dan telah menjadi mantan kekasih.Hans penasaran dengan hubungan mereka. Ia hanya mengenal Diah Viera sebagai mantan kekasih dan teman semasa kuliah dan mengingat kondisi yang mengenaskan saat menjalin hubungan dengannya.“Aku rindu sama kamu. Kamu sudah menikah dengan wanita yang
Mira dan Komar saling memandang dan menaikkan kedua alis mereka. Mereka mengetahui sosok yang datang pagi di ruangan ini.“Ada apa? Apakah ada masalah dengan pekerjaan kita, Pak” tanya Mira pelan sambil melirik semua orang yang ada di ruangan.Adnan membisu selama satu menit sambil menoleh ke arah Wulan dan Sabrina yang menegang ketika Mira menanyakan masalah dengan pekerjaannya.Ekspresi Adnan serius saat menanyakan sosok yang datang pagi hingga membuat Mira penasaran dengan masalah yang terjadi.Adnan menghela napas panjang dengan berat sambil membasahi bibirnya lalu tersenyum lebar.“Tidak ada. Saya hanya penasaran saja karena mendapat laporan bahwa ada karyawan datang ke kantor pagi hari dan langsung masuk ruangan ini. Sebenarnya, tidak ada masalah yang terjadi,” jawab Adnan sambil menatap semua rekan kerjanya.“Syukurlah. Saya pikir ada masalah yang terjadi.”“Silakan kembali bekerja.”Adnan mempersilakan rekan kerjanya kembali bekerja. Hans hanya membisu sembari mengamati keadaa
Hans memundurkan posisi duduk dengan tegap sambil mengernyitkan dahi dan menatap Mira yang menuduhnya memasuki situs gelap itu.Meskipun kenyataan memang benar bahwa ia memasuki situs gelap itu tetap membungkam sampai mempercayai rekan timnya. Hans masih belum bisa mempercayai siapa pun di timnya, tetapi mencoba untuk mempercayainya.“Kenapa kamu menuduhku melakukan itu? Apakah kamu punya bukti?” Hans bali bertanya.Mira mengalihkan pandangan. “Aku tidak menuduhmu, tapi teringat dengan ekspresi Pak Adnan yang terlihat marah saat menanyakan sosok yang datang pagi dan sepertinya sedang terjadi sesuatu. Jika analisisku benar, artinya ....”“Dia mengetahui siapa pun yang mengakses situs gelap itu,” jawab Tono secepat kilat.“Astaga, pantas sekali dia terlihat khawatir, gelisah dan marah,” jawab Tiwi sambil mengangguk paham atas situasi yang terjadi di sekitarnya.“Tapi, siapa yang mengakses itu? Untuk apa dia mengaksesnya?” tanya Komar yang berpikir tujuan seseorang untuk mengakses situs
“Kita cari tahu tujuan dia apa dan jawaban sementara adalah memperkaya diri agar bisa memikat banyak wanita,” jawab Hans secepat kilat dan tegas.Semua rekan tim tersenyum miring lalu tertawa saat mendengar jawaban darinya sambil bertepuk tangan dan menggeleng pelan.Mereka tidak menyangka bahwa ketua tim memiliki pemikiran seperti itu.Hans ikut tersenyum miring dan tertawa palsu untuk menutupi tujuan yang sesungguhnya dan identitasnya. Ia mulai mengenal banyak tentang Adnan saat ini.Dia tidak hanya tukang selingkuh, bajingan, mengambil istri orang lain, tetapi penjilat dan serakah atas harta. Ia mengenal Adnan saat hari diceraikan oleh istrinya. Dia tampak senang telah merebut wanita yang dicintai dan ditinggalkannya.Bahkan, Adnan tidak ingin Hans mendekatinya kembali. Namun, Hans penasaran dengan kabar mantan istri dan keluarganya, serta kakaknya yang telah dipermalukan olehnya.“Kembali bekerja, jam makan siang sudah habis.”“Baik, Pak.”Hans, Komar, Tiwi, Agustinus dan Tono kel
“Apa pun yang kamu tanyakan, aku tidak akan menjawabnya.”“Kenapa? Apakah kamu berada di pihak Lee? Apakah kamu tidak setia lagi dengannya?” cecar Sabrina sambil mencengkeram kerah kemejanya dan dihimpit ke dinding.Hans hendak menolongnya, tetapi langkah terhenti ketika Wulan bertanya sesuatu kepada Tono yang mengejutkannya. Fakta baru ditemukan olehnya yang keluar dari mulut Wulan.“Kamu jangan berpura-pura lagi kalau kamu adalah teman setia Pak Adnan. Kita tahu bahwa kamu sangat menginginkan posisi yang sama, tetapi tidak pernah melakukan hal kotor, seperti Pak Adnan. Bahkan, kamu lebih pintar darinya, tetapi kamu menurutinya sampai menjadi seorang budak untuk memalsukan laporan di zaman kalian. Kamu pikir kita tidak tahu?”“Apakah Adnan yang mengatakan kepada kalian sendiri? Apakah kalian sudah mulai tertutup karena janjinya yang tidak pernah ditepati?” tanya Tono santai sambil menatap mereka.Hans menutup matanya sambil merapatkan barisan giginya dengan mengepalkan tangannya deng
“Peluru yang digunakan bukanlah peluru biasa. Dia bisa menembus dinding dan beton saat target bersembunyi di sebuah bangunan. Mereka sering menggunakan senjata canggih.”Senjata yang digunakan oleh kakak Diah Viera dan rekannya adalah senjata yang paling bagus dan memiliki nama Barret M82. Senjata yang bisa menembak target dengan jarak dua kilometer dan tembus dinding dan beton.Target tidak bisa bersembunyi dalam bangunan ketika menggunakan senjata api seperti itu. Bahkan, senjata itu hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki keahlian khusus dalam dunia penembakan.“Bagaimana ciri-ciri temannya? Apakah kamu sudah menemukan nama asli, samaran atau tempat tinggalnya?” tanya Hans penasaran.Hans pernah mengantarkan paket yang mencurigakan ke alamat rumah yang merupakan komplek perumahan mewah. Kardus itu sangat berat dan panjang.“Saya masih belum menemukannya, Tuan muda. Saya dan yang lain masih proses penyelidikan karena ....”“Lanjutkan.”“Karena saya berspekulasi bahwa semua ini
“Saya belum tahu pasti karena dia berjalan dengan cepat. Nyonya besar juga meminta saya untuk keluar dan tidak perlu penjagaan.”Hans mengangguk pelan dengan menegangkan otot rahangnya sembari mengusap bibir. Ibu meminta pak Haedar untuk tidak berjaga ke depan. Apakah ibu sengaja melakukan itu agar tidak diketahui pembicaraannya?“Selama dia tidak mengganggu ibu, biarkan, tapi awasi dia jikalau datang lagi ke kantor.”“Baik, Tuan muda.”Hans berdiri dari sofanya dan hendak melangkah, tetapi terhenti dengan suara batuk ibunya yang berkali-kali dan erangan dari kamar ibunya.Sontak, Haedar dan Hans berlari ke kamar ibunya. Ia teringat dengan wajah ibunya yang pucat saat pergi dari sofa.“Apakah ibu sakit akhir-akhir ini?” tanya Hans sembari menaiki anak tangga.Haedar terdiam sambil menatapnya yang berada di depannya. Hans membuka kamar ibu dengan keras sampai pintunya terbuka tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.Hans disuguhkan pemandangan ibunya sedang terduduk di tepi kasur sambi
Haedar hanya menatap Hans yang marah kepadanya. Dia bisa memahami sikapnya yang keras kepadanya karena Nyonya besar melarangnya untuk memberitahu penyakit yang diderita olehnya selama ini.“Nyonya besar sakit Kanker ovarium stadium akhir. Beliau melarang saya untuk memberitahu penyakitnya kepada Tuan muda karena telah berbuat salah di masa lalu sampai Tuan muda membencinya sehingga tidak ingin menambah beban pikiran dan hidup Tuan muda. Bahkan, Nyonya besar yang meminta saya untuk melacak keberadaan Tuan muda dengan memantau kondisi kesehatannya, tetapi sangat sulit ditemukan selama satu tahun. Tahun berikutnya, saya dan tim menemukan Tuan muda lalu memberikan setiap hal yang dilakukan oleh Tuan muda yang ternyata menjadi kurir.”Detak jantung Hans seakan berhenti selama dua jam ketika mendengar penjelasan kaki tangan keluarganya. Ibu meminta Haedar dan karyawannya mencari keberadaannya.Ibu mengetahui kondisinya selama ini sehingga berpura-pura tidak tahu dan hanya memintaku untuk ke
Semua menoleh ke arah Alan sambil menunggu jawabannya. Hans berharap semua yang dikatakan mereka adalah benar.“Mereka adalah salah satu orang yang menghampiriku dengan meminta bukti yang kumiliki. Perkataan Adnan benar, Ajudan dia hendak membunuhku, tetapi niat itu diurungkan dan memilih melanggar perintah dari atasannya dengan membuat perjanjian di antara mereka.”“Perjanjian apa itu?” tanya Hans menekan.“Aku juga tidak tahu perjanjian apa yang mereka bicarakan karena bicara di luar rumahku.”Hans mengalihkan pandangannya ke arah lantai dengan mengingat rekaman yang dijeda olehnya. Adnan berkata bahwa Ajudannya yang menghentikan pembunuhan terhadap Alan, apakah dia memiliki sisi sadar dalam membunuh seseorang atau ada sesuatu di balik itu semua?Semua berkaitan dengan kematian Cody Ruth dan adiknya. Ajudan dan Adnan menemui Alan dengan meminta bukti dimiliki oleh Alan. Hans mendapat titik terang berupa petunjuk dari rekaman video. Ia memutar rekaman itu kembali dan mendengarkan
Abigail terdiam saat ditembak pertanyaan tentang Rashid dirawat di rumah sakit. Hans tersenyum miring sambil menghela napas dan menggeleng pelan. “Ibu tahu.”Hans hendak membuka pintu ruangan Abigail terhenti dengan tangan mungil yang sudah tidak muda lagi dan jemari dipenuhi oleh perhiasan yang melingkar di sana.Bola mata Hans merayap perlahan ke arah ibunya. Ia menatap lamat dengan mulut tertutup lalu menyingkirkan tangan ibunya perlahan. “Aku tidak ingin membahas dia lagi.” Hans menolak secara halus.Tatapan Abigail menunjukkan ada sebuah rahasia yang harus diberitahu kepadanya. Namun, jika itu membahas Rashid maka tidak ingin lagi mendengar dan memperhatikannya.Kedua kali hendak membuka pintu, lagi dan lagi pandangannya teralihkan dengan perkataan ibunya.“Penyakit ibu tidak sembuh.”Hans menyingkirkan tangan dari pegangan pintu. “Apa maksudnya?”“Operasi kemarin berjalan lancar, tapi tidak bisa mengangkat akarnya karena sudah menyebar di beberapa anggota tubuh ibu. Ibu memin
“Kenapa terkejut seperti itu, Pak? Apakah bapak mengenal saya?” tanya Hans meledek dengan senyuman iblisnya yang memperhatikan tubuh Rashid yang tampak sehat bugar.“Tidak. Saya tidak mengenalmu.” Rashid terbata-bata dan berusaha menghindar kontak mata darinya. Lagi dan lagi, kebiasaan keluarga Rashid ketika berbuat salah atau menyembunyikan sesuatu maka berpaling dari lawan bicaranya dan berusaha menutupi apa pun yang diketahui olehnya. Ciri khas itu sudah dipelajari olehnya, sama halnya ketika dia menyuntikkan benda cair ke dalam tubuhnya lalu kolaps hingga dipanggil oleh Dokter yang menanganinya. Dokter yang menangani Rashid adalah dokter yang bekerja di rumah sakit Internasional dan telah berbicara yang sesungguhnya bahwa dia kecanduan obat terlarang sehingga membuka bisnis demi melancarkan pengedaran obat terlarang.“Sungguh? Bukankah Anda mengenal saya, Pak Rashid Omar Nadim?” tanya Hans santai sambil melangkah mendekatinya. Rashid menjauh perlahan dengan kedua tangan yang m
Hans duduk di depan kamar VIP yang jaraknya dua dari kamar Rashid Omar Nadim. Ia bersandar di dinding sambil bermain handphone dan mendengarkan pembicaraan mereka. Sandria tertawa dengan seorang pria yang terlihat seperti Ryan. Ia berusaha fokus terhadap pembicaraan mereka yang terdengar samar.“Ayah sungguh luar biasa.”“Saat mengetahui liputan dari Alan seorang Jurnalis handal yang terpercaya di negara ini, langsung bertindak,” kata Sandria sambil menepuk pundak pria itu. Hans terus menundukkan kepala dengan sibuk di layar handphone sembari berpura-pura menghubungi keluarga yang berada di dalam kamar itu. Mata Hans tidak luput dari pandangan ke arah Sandria dan pria itu. Senyuman Sandria masih terlihat sumringah dan tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Hans perlahan mengarahkan handphone ke Sandria dan pria itu untuk merekam kegiatan dan pembicaraannya. Namun, Sandria menyadari aktivitas Hans yang sengaja merekam perkataan dan aktivitasnya. Ia menggerakkan handphone ke sega
“Saya masih berpegang teguh dengan pendirian apa pun itu. Walaupun pernah memiliki hubungan dengan saya.”“Lalu, apa penilaian bapak terkait hal ini? apakah semuanya akan berhubungan secara kebetulan atau sudah direncanakan oleh mereka hingga tidak menyelidiki kasus kematian Pak Cody, Raja bisnis. Semua dunia akan membicarakan berita ini.” Agustinus menekan.Hans membisu lalu meminum minum kopi dingin sambil menghela napas panjang.Ia tidak bisa menilai sebelum mengamati, mengetahui dan menganalisis hasil yang didapatkan dari usahanya bersama rekan tim. Musuh yang dihadapi oleh Hans bukanlah musuh kelas bawah, melainkan mereka adalah musuh kelas kakap. Musuh yang memiliki banyak orang yang digunakan untuk menghabisi nyawa seseorang.Semua yang didapat olehnya seperti kebetulan dan atau bisa dikatakan dengan satu kata, yaitu takdir. Takdir yang mempertemukan Hans dengan keluarga Rashid dan Adnan yang memiliki niat buruk kepada keluarganya saat bertemu dengan seorang pria di London y
Tono mengangguk sambil tersenyum lebar. Semua menatap khawatir ke Tono yang berkorban untuk mencari tahu informasi penembak jitu ke dalam kandang yang berbahaya.“Maaf, Pak, Pak Tono lebih baik datang ke rumah Adnan saat saya melakukan liputan dengan alat yang dipasang karena ingin tahu ekspresi mereka ketika membahas malam tragis dan menyebut nama mereka.” Alan memberi saran kepada Pak Tono. Tono menoleh ke arah Hans dengan menatap lamat lalu Hans mengangguk. “Baiklah. Semangat,” kata Tono sambil mengepalkan tangan erat dan menggerakkannya dari atas ke bawah dengan senyuman lebar.Semua rekan tim mengikuti gerakan dia dengan senyuman lebar. “Aku sela,” potong Carlos.“Ada apa?” tanya Hans santai.“Kamu tadi bilang kalau ibu Abigail dan Pak Haedar mengawasi Alan yang meliput di depan hotel mewah, kan?” tanya Carlos menekan sambil mengusap dagu.“Iya. Kenapa?”“Sebaiknya, jangan. Jangan membawa ibumu ke hotel mewah karena mereka akan tahu keberadaannya.”“Lalu?” tanya Hans dengan in
“Aku melibatkan ibu agar Pak Presiden tahu bahwa seorang istri dari Raja bisnis juga membutuhkan keadilan,” jawab Hans menekan.“Maaf, Pak, boleh saya beri saran?” tanya Komar.“Silakan.”“Jika Bapak melibatkan ibu Abigail yang ada memperkeruh suasana karena Pak Presiden pasti mengabaikan hal itu. Posisi ibu Abigail juga berbahaya kalau berada di luar.”Hans membisu sambil menegangkan rahang dan mengepalkan tangannya dengan erat. Perkataan Komar ada benarnya. Banyak musuh yang masih berkeliaran di luar sana.“Baiklah. Alan saja yang meliput di luar sana di depan hotel Santorini yang di mana bisa dipantau oleh Pak Haedar dan ibu Abigail.”“Oke, setuju.”Hans menjelaskan strategi berikutnya di papan transparan yang terbuat dari kaca yang diterangi oleh lampu LED.Langkah selanjutnya adalah memancing pelaku yang terdeteksi dan paling menonjol ketika berita peliputan itu muncul. Alan sebagai umpan untuk memancing mereka ketika tidak terlihat lama di depan publik. Banyak masyarakat dan s
Saat Hans dan Carlos berdebat untuk mengutarakan argumentasi membuat Alan tak tinggal diam.Tanpa ada yang tahu, Alan memeriksa postingan dengan anonim di sosial media sudah jutaan orang yang melihat dan menyukai postingannya.“Apa yang kamu lakukan, Alan?” tanya Hans nada tinggi.Alan terkejut. “Aku hanya melihat postinganku sebelumnya.”“Postingan tentang kisah kematian Raja bisnis yang memiliki motif sama dengan kematian anak laki-laki tanpa identitas atau adiknya?” tanya Mira pelan.Alan mengangguk. Semua rekan tim mendekati dan menatap ke layar laptop yang ada dalam pangkuannya.Sontak, semua sorot mata terbelalak ketika melihat jumlah orang yang melihat, membagikan, menyukai dan berkomentar.“Serius itu jumlahnya?”“Aku juga kaget.”“Keren, baru dua jam kamu sudah mendapatkan satu juta orang yang menyukai, membagikan, komen dan melihat,” puji Mira sambil menatap rekan tim bergantian.Hans dan Carlos saling memandang saat melihat jumlah pengikut dan pembaca kisah kematian Raja bi
“Kami memilih untuk bekerja dengan Bapak.”“Oke. Jika kalian berkhianat maka tanggung sendiri akibatnya.”“Iya, Pak.”“Kami sudah mengirim nomor rekening,” kata pria berambut panjang sambil menunjukkan nomor rekening yang sudah dicatat olehnya.Hans mengambil handphone-nya lalu mencatat lima rekening pria itu lalu mengirim uang sebesar seratus lima puluh juta rupiah ke masing-masing rekening. “Saya sudah mengirim uang ke kalian, silakan cek.”Kelima pria itu bergegas memeriksa nomor rekeningnya untuk memeriksa ada uang masuk atau tidak.Hitungan detik, bola mata mereka membulat bersama lalu merayap ke arah Hans dengan mulut sedikit terbuka.“Kenapa?”“Apakah ini tidak kebanyakan, Pak?”“Kalian dibayar berapa sama dia?” tanya Hans datar.“Kami dibayar dua puluh juta saat itu.”Hans hanya menatap sadis ke arah mereka sambil memasukkan handphone ke dalam kantong celana jeans. “Buat bekal hidup kalian yang lebih baik.”“Terima kasih, Pak.”Hans mengangguk lalu keluar dari kamar berisi l