“Kita cari tahu tujuan dia apa dan jawaban sementara adalah memperkaya diri agar bisa memikat banyak wanita,” jawab Hans secepat kilat dan tegas.Semua rekan tim tersenyum miring lalu tertawa saat mendengar jawaban darinya sambil bertepuk tangan dan menggeleng pelan.Mereka tidak menyangka bahwa ketua tim memiliki pemikiran seperti itu.Hans ikut tersenyum miring dan tertawa palsu untuk menutupi tujuan yang sesungguhnya dan identitasnya. Ia mulai mengenal banyak tentang Adnan saat ini.Dia tidak hanya tukang selingkuh, bajingan, mengambil istri orang lain, tetapi penjilat dan serakah atas harta. Ia mengenal Adnan saat hari diceraikan oleh istrinya. Dia tampak senang telah merebut wanita yang dicintai dan ditinggalkannya.Bahkan, Adnan tidak ingin Hans mendekatinya kembali. Namun, Hans penasaran dengan kabar mantan istri dan keluarganya, serta kakaknya yang telah dipermalukan olehnya.“Kembali bekerja, jam makan siang sudah habis.”“Baik, Pak.”Hans, Komar, Tiwi, Agustinus dan Tono kel
“Apa pun yang kamu tanyakan, aku tidak akan menjawabnya.”“Kenapa? Apakah kamu berada di pihak Lee? Apakah kamu tidak setia lagi dengannya?” cecar Sabrina sambil mencengkeram kerah kemejanya dan dihimpit ke dinding.Hans hendak menolongnya, tetapi langkah terhenti ketika Wulan bertanya sesuatu kepada Tono yang mengejutkannya. Fakta baru ditemukan olehnya yang keluar dari mulut Wulan.“Kamu jangan berpura-pura lagi kalau kamu adalah teman setia Pak Adnan. Kita tahu bahwa kamu sangat menginginkan posisi yang sama, tetapi tidak pernah melakukan hal kotor, seperti Pak Adnan. Bahkan, kamu lebih pintar darinya, tetapi kamu menurutinya sampai menjadi seorang budak untuk memalsukan laporan di zaman kalian. Kamu pikir kita tidak tahu?”“Apakah Adnan yang mengatakan kepada kalian sendiri? Apakah kalian sudah mulai tertutup karena janjinya yang tidak pernah ditepati?” tanya Tono santai sambil menatap mereka.Hans menutup matanya sambil merapatkan barisan giginya dengan mengepalkan tangannya deng
“Peluru yang digunakan bukanlah peluru biasa. Dia bisa menembus dinding dan beton saat target bersembunyi di sebuah bangunan. Mereka sering menggunakan senjata canggih.”Senjata yang digunakan oleh kakak Diah Viera dan rekannya adalah senjata yang paling bagus dan memiliki nama Barret M82. Senjata yang bisa menembak target dengan jarak dua kilometer dan tembus dinding dan beton.Target tidak bisa bersembunyi dalam bangunan ketika menggunakan senjata api seperti itu. Bahkan, senjata itu hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki keahlian khusus dalam dunia penembakan.“Bagaimana ciri-ciri temannya? Apakah kamu sudah menemukan nama asli, samaran atau tempat tinggalnya?” tanya Hans penasaran.Hans pernah mengantarkan paket yang mencurigakan ke alamat rumah yang merupakan komplek perumahan mewah. Kardus itu sangat berat dan panjang.“Saya masih belum menemukannya, Tuan muda. Saya dan yang lain masih proses penyelidikan karena ....”“Lanjutkan.”“Karena saya berspekulasi bahwa semua ini
“Saya belum tahu pasti karena dia berjalan dengan cepat. Nyonya besar juga meminta saya untuk keluar dan tidak perlu penjagaan.”Hans mengangguk pelan dengan menegangkan otot rahangnya sembari mengusap bibir. Ibu meminta pak Haedar untuk tidak berjaga ke depan. Apakah ibu sengaja melakukan itu agar tidak diketahui pembicaraannya?“Selama dia tidak mengganggu ibu, biarkan, tapi awasi dia jikalau datang lagi ke kantor.”“Baik, Tuan muda.”Hans berdiri dari sofanya dan hendak melangkah, tetapi terhenti dengan suara batuk ibunya yang berkali-kali dan erangan dari kamar ibunya.Sontak, Haedar dan Hans berlari ke kamar ibunya. Ia teringat dengan wajah ibunya yang pucat saat pergi dari sofa.“Apakah ibu sakit akhir-akhir ini?” tanya Hans sembari menaiki anak tangga.Haedar terdiam sambil menatapnya yang berada di depannya. Hans membuka kamar ibu dengan keras sampai pintunya terbuka tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.Hans disuguhkan pemandangan ibunya sedang terduduk di tepi kasur sambi
Haedar hanya menatap Hans yang marah kepadanya. Dia bisa memahami sikapnya yang keras kepadanya karena Nyonya besar melarangnya untuk memberitahu penyakit yang diderita olehnya selama ini.“Nyonya besar sakit Kanker ovarium stadium akhir. Beliau melarang saya untuk memberitahu penyakitnya kepada Tuan muda karena telah berbuat salah di masa lalu sampai Tuan muda membencinya sehingga tidak ingin menambah beban pikiran dan hidup Tuan muda. Bahkan, Nyonya besar yang meminta saya untuk melacak keberadaan Tuan muda dengan memantau kondisi kesehatannya, tetapi sangat sulit ditemukan selama satu tahun. Tahun berikutnya, saya dan tim menemukan Tuan muda lalu memberikan setiap hal yang dilakukan oleh Tuan muda yang ternyata menjadi kurir.”Detak jantung Hans seakan berhenti selama dua jam ketika mendengar penjelasan kaki tangan keluarganya. Ibu meminta Haedar dan karyawannya mencari keberadaannya.Ibu mengetahui kondisinya selama ini sehingga berpura-pura tidak tahu dan hanya memintaku untuk ke
Hans yang sedari bersandar menjadi berdiri santai di depan Ryan yang berteriak kepadanya hingga membuat pidato Adnan berhenti dan menjadi pusat perhatian banyak orang.Rashid Omar Nadim menghampirinya bersama sang istri. Ibu Ryan mengambil lap untuk membersihkan noda anggur merah di jasnya.Hans meletakkan gelas yang sudah kosong di meja yang ada di dekatnya. Ia sengaja menumpahkan sisa air anggur merah ke jasnya karena terkejut sehingga membuat perkara saat mengadakan acara penting.“Kamu? Siapa yang mengundangmu ke sini?” cecar Rashid nada tinggi sambil melotot.“Salah siapa rumah terbuka lebar dan tidak ada penjaga sama sekali. Rumah pengusaha seharusnya dijaga ketat oleh pengawal agar tetap aman. Untung saja aku yang masuk bukan maling yang mengambil barang mewah kalian.” Hans menjawab santai sambil terkekeh pelan dan menatap Rashid yang tetap tidak menyukainya.Ibu Ryan menampar Hans dengan keras hingga membuatnya berpegangan ke pintu taman belakang. Hans menoleh dengan tatapan b
Hans memperhatikan lift sembari menggaruk leher yang tidak gatal untuk mencari keberadaan kamera pengawas di dalam lift.Satu kamera pengawas berada di belakang Hans sebelah kanan. Ia tidak mungkin menggunakan topeng di dalam lift karena bisa ketahuan tentang identitas yang sesungguhnya.Beberapa menit berlalu, lift tiba di lantai tujuan lalu menekan tombol lift untuk turun lantai basemen demi memasang topeng wajah aslinya agar tidak ketahuan oleh banyak orang dan berjaga diri serangan Jurnalis yang tiba-tiba datang ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan ibu, istri dari Raja Bisnis.Hans memasang wajah aslinya berbentuk topeng sebelum wajah diperbaiki. Ia menuju kamar ibu dan melihat pengawal Ibu berdiri di depan kamarnya.“Kalian boleh istirahat. Saya menemani Ibu di sini,” kata Hans kepada dua pengawal yang berjaga di depan kamar rumah sakit ibunya.“Terima kasih, Tuan muda.”“Sama-sama. Kalian sudah bekerja dengan keras dan kaki butuh istirahat juga. Jadi, istirahatlah.”Dua penga
“Lakukan pemeriksaan penyebaran kanker sekarang, tapi untuk menganalisis hasilnya bukan kalian, tetapi Dokter Cornelius. Dokter harnya boleh melakukan pemeriksaan.” Haedar menjawab dengan tegas tanpa mendengar perkataan Hans.Hans hanya bisa berdesis sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Ia tidak bisa berbuat apa pun untuk mengutarakan pendapatnya karena misinya yang belum terselesaikan.Ia tidak ingin penyamaran terbongkar sebelum misi terselesaikan.“Baiklah.”Tiga dokter membawa ibu menuju ruang pemeriksaan MRI. Hans mengikuti langkah mereka dari belakang sembari mengawasi mereka secara diam-diam dan memantau keadaan ibunya yang tertidur pulas di kasur rumah sakit.Ia sangat tidak setuju dengan saran dokter yang melakukan MRI di malam hari karena masih ada hari lain untuk melakukan hal itu. Walaupun ide Haedar sedikit bagus ketika meminta mereka hanya melakukan MRI tanpa menganalisis dan tetap pada Dokter Cornelius untuk menjelaskan penyakit Nyonya besar.“Hanya satu orang yang
Semua menoleh ke arah Alan sambil menunggu jawabannya. Hans berharap semua yang dikatakan mereka adalah benar.“Mereka adalah salah satu orang yang menghampiriku dengan meminta bukti yang kumiliki. Perkataan Adnan benar, Ajudan dia hendak membunuhku, tetapi niat itu diurungkan dan memilih melanggar perintah dari atasannya dengan membuat perjanjian di antara mereka.”“Perjanjian apa itu?” tanya Hans menekan.“Aku juga tidak tahu perjanjian apa yang mereka bicarakan karena bicara di luar rumahku.”Hans mengalihkan pandangannya ke arah lantai dengan mengingat rekaman yang dijeda olehnya. Adnan berkata bahwa Ajudannya yang menghentikan pembunuhan terhadap Alan, apakah dia memiliki sisi sadar dalam membunuh seseorang atau ada sesuatu di balik itu semua?Semua berkaitan dengan kematian Cody Ruth dan adiknya. Ajudan dan Adnan menemui Alan dengan meminta bukti dimiliki oleh Alan. Hans mendapat titik terang berupa petunjuk dari rekaman video. Ia memutar rekaman itu kembali dan mendengarkan
Abigail terdiam saat ditembak pertanyaan tentang Rashid dirawat di rumah sakit. Hans tersenyum miring sambil menghela napas dan menggeleng pelan. “Ibu tahu.”Hans hendak membuka pintu ruangan Abigail terhenti dengan tangan mungil yang sudah tidak muda lagi dan jemari dipenuhi oleh perhiasan yang melingkar di sana.Bola mata Hans merayap perlahan ke arah ibunya. Ia menatap lamat dengan mulut tertutup lalu menyingkirkan tangan ibunya perlahan. “Aku tidak ingin membahas dia lagi.” Hans menolak secara halus.Tatapan Abigail menunjukkan ada sebuah rahasia yang harus diberitahu kepadanya. Namun, jika itu membahas Rashid maka tidak ingin lagi mendengar dan memperhatikannya.Kedua kali hendak membuka pintu, lagi dan lagi pandangannya teralihkan dengan perkataan ibunya.“Penyakit ibu tidak sembuh.”Hans menyingkirkan tangan dari pegangan pintu. “Apa maksudnya?”“Operasi kemarin berjalan lancar, tapi tidak bisa mengangkat akarnya karena sudah menyebar di beberapa anggota tubuh ibu. Ibu memin
“Kenapa terkejut seperti itu, Pak? Apakah bapak mengenal saya?” tanya Hans meledek dengan senyuman iblisnya yang memperhatikan tubuh Rashid yang tampak sehat bugar.“Tidak. Saya tidak mengenalmu.” Rashid terbata-bata dan berusaha menghindar kontak mata darinya. Lagi dan lagi, kebiasaan keluarga Rashid ketika berbuat salah atau menyembunyikan sesuatu maka berpaling dari lawan bicaranya dan berusaha menutupi apa pun yang diketahui olehnya. Ciri khas itu sudah dipelajari olehnya, sama halnya ketika dia menyuntikkan benda cair ke dalam tubuhnya lalu kolaps hingga dipanggil oleh Dokter yang menanganinya. Dokter yang menangani Rashid adalah dokter yang bekerja di rumah sakit Internasional dan telah berbicara yang sesungguhnya bahwa dia kecanduan obat terlarang sehingga membuka bisnis demi melancarkan pengedaran obat terlarang.“Sungguh? Bukankah Anda mengenal saya, Pak Rashid Omar Nadim?” tanya Hans santai sambil melangkah mendekatinya. Rashid menjauh perlahan dengan kedua tangan yang m
Hans duduk di depan kamar VIP yang jaraknya dua dari kamar Rashid Omar Nadim. Ia bersandar di dinding sambil bermain handphone dan mendengarkan pembicaraan mereka. Sandria tertawa dengan seorang pria yang terlihat seperti Ryan. Ia berusaha fokus terhadap pembicaraan mereka yang terdengar samar.“Ayah sungguh luar biasa.”“Saat mengetahui liputan dari Alan seorang Jurnalis handal yang terpercaya di negara ini, langsung bertindak,” kata Sandria sambil menepuk pundak pria itu. Hans terus menundukkan kepala dengan sibuk di layar handphone sembari berpura-pura menghubungi keluarga yang berada di dalam kamar itu. Mata Hans tidak luput dari pandangan ke arah Sandria dan pria itu. Senyuman Sandria masih terlihat sumringah dan tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Hans perlahan mengarahkan handphone ke Sandria dan pria itu untuk merekam kegiatan dan pembicaraannya. Namun, Sandria menyadari aktivitas Hans yang sengaja merekam perkataan dan aktivitasnya. Ia menggerakkan handphone ke sega
“Saya masih berpegang teguh dengan pendirian apa pun itu. Walaupun pernah memiliki hubungan dengan saya.”“Lalu, apa penilaian bapak terkait hal ini? apakah semuanya akan berhubungan secara kebetulan atau sudah direncanakan oleh mereka hingga tidak menyelidiki kasus kematian Pak Cody, Raja bisnis. Semua dunia akan membicarakan berita ini.” Agustinus menekan.Hans membisu lalu meminum minum kopi dingin sambil menghela napas panjang.Ia tidak bisa menilai sebelum mengamati, mengetahui dan menganalisis hasil yang didapatkan dari usahanya bersama rekan tim. Musuh yang dihadapi oleh Hans bukanlah musuh kelas bawah, melainkan mereka adalah musuh kelas kakap. Musuh yang memiliki banyak orang yang digunakan untuk menghabisi nyawa seseorang.Semua yang didapat olehnya seperti kebetulan dan atau bisa dikatakan dengan satu kata, yaitu takdir. Takdir yang mempertemukan Hans dengan keluarga Rashid dan Adnan yang memiliki niat buruk kepada keluarganya saat bertemu dengan seorang pria di London y
Tono mengangguk sambil tersenyum lebar. Semua menatap khawatir ke Tono yang berkorban untuk mencari tahu informasi penembak jitu ke dalam kandang yang berbahaya.“Maaf, Pak, Pak Tono lebih baik datang ke rumah Adnan saat saya melakukan liputan dengan alat yang dipasang karena ingin tahu ekspresi mereka ketika membahas malam tragis dan menyebut nama mereka.” Alan memberi saran kepada Pak Tono. Tono menoleh ke arah Hans dengan menatap lamat lalu Hans mengangguk. “Baiklah. Semangat,” kata Tono sambil mengepalkan tangan erat dan menggerakkannya dari atas ke bawah dengan senyuman lebar.Semua rekan tim mengikuti gerakan dia dengan senyuman lebar. “Aku sela,” potong Carlos.“Ada apa?” tanya Hans santai.“Kamu tadi bilang kalau ibu Abigail dan Pak Haedar mengawasi Alan yang meliput di depan hotel mewah, kan?” tanya Carlos menekan sambil mengusap dagu.“Iya. Kenapa?”“Sebaiknya, jangan. Jangan membawa ibumu ke hotel mewah karena mereka akan tahu keberadaannya.”“Lalu?” tanya Hans dengan in
“Aku melibatkan ibu agar Pak Presiden tahu bahwa seorang istri dari Raja bisnis juga membutuhkan keadilan,” jawab Hans menekan.“Maaf, Pak, boleh saya beri saran?” tanya Komar.“Silakan.”“Jika Bapak melibatkan ibu Abigail yang ada memperkeruh suasana karena Pak Presiden pasti mengabaikan hal itu. Posisi ibu Abigail juga berbahaya kalau berada di luar.”Hans membisu sambil menegangkan rahang dan mengepalkan tangannya dengan erat. Perkataan Komar ada benarnya. Banyak musuh yang masih berkeliaran di luar sana.“Baiklah. Alan saja yang meliput di luar sana di depan hotel Santorini yang di mana bisa dipantau oleh Pak Haedar dan ibu Abigail.”“Oke, setuju.”Hans menjelaskan strategi berikutnya di papan transparan yang terbuat dari kaca yang diterangi oleh lampu LED.Langkah selanjutnya adalah memancing pelaku yang terdeteksi dan paling menonjol ketika berita peliputan itu muncul. Alan sebagai umpan untuk memancing mereka ketika tidak terlihat lama di depan publik. Banyak masyarakat dan s
Saat Hans dan Carlos berdebat untuk mengutarakan argumentasi membuat Alan tak tinggal diam.Tanpa ada yang tahu, Alan memeriksa postingan dengan anonim di sosial media sudah jutaan orang yang melihat dan menyukai postingannya.“Apa yang kamu lakukan, Alan?” tanya Hans nada tinggi.Alan terkejut. “Aku hanya melihat postinganku sebelumnya.”“Postingan tentang kisah kematian Raja bisnis yang memiliki motif sama dengan kematian anak laki-laki tanpa identitas atau adiknya?” tanya Mira pelan.Alan mengangguk. Semua rekan tim mendekati dan menatap ke layar laptop yang ada dalam pangkuannya.Sontak, semua sorot mata terbelalak ketika melihat jumlah orang yang melihat, membagikan, menyukai dan berkomentar.“Serius itu jumlahnya?”“Aku juga kaget.”“Keren, baru dua jam kamu sudah mendapatkan satu juta orang yang menyukai, membagikan, komen dan melihat,” puji Mira sambil menatap rekan tim bergantian.Hans dan Carlos saling memandang saat melihat jumlah pengikut dan pembaca kisah kematian Raja bi
“Kami memilih untuk bekerja dengan Bapak.”“Oke. Jika kalian berkhianat maka tanggung sendiri akibatnya.”“Iya, Pak.”“Kami sudah mengirim nomor rekening,” kata pria berambut panjang sambil menunjukkan nomor rekening yang sudah dicatat olehnya.Hans mengambil handphone-nya lalu mencatat lima rekening pria itu lalu mengirim uang sebesar seratus lima puluh juta rupiah ke masing-masing rekening. “Saya sudah mengirim uang ke kalian, silakan cek.”Kelima pria itu bergegas memeriksa nomor rekeningnya untuk memeriksa ada uang masuk atau tidak.Hitungan detik, bola mata mereka membulat bersama lalu merayap ke arah Hans dengan mulut sedikit terbuka.“Kenapa?”“Apakah ini tidak kebanyakan, Pak?”“Kalian dibayar berapa sama dia?” tanya Hans datar.“Kami dibayar dua puluh juta saat itu.”Hans hanya menatap sadis ke arah mereka sambil memasukkan handphone ke dalam kantong celana jeans. “Buat bekal hidup kalian yang lebih baik.”“Terima kasih, Pak.”Hans mengangguk lalu keluar dari kamar berisi l