“Lakukan pemeriksaan penyebaran kanker sekarang, tapi untuk menganalisis hasilnya bukan kalian, tetapi Dokter Cornelius. Dokter harnya boleh melakukan pemeriksaan.” Haedar menjawab dengan tegas tanpa mendengar perkataan Hans.Hans hanya bisa berdesis sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Ia tidak bisa berbuat apa pun untuk mengutarakan pendapatnya karena misinya yang belum terselesaikan.Ia tidak ingin penyamaran terbongkar sebelum misi terselesaikan.“Baiklah.”Tiga dokter membawa ibu menuju ruang pemeriksaan MRI. Hans mengikuti langkah mereka dari belakang sembari mengawasi mereka secara diam-diam dan memantau keadaan ibunya yang tertidur pulas di kasur rumah sakit.Ia sangat tidak setuju dengan saran dokter yang melakukan MRI di malam hari karena masih ada hari lain untuk melakukan hal itu. Walaupun ide Haedar sedikit bagus ketika meminta mereka hanya melakukan MRI tanpa menganalisis dan tetap pada Dokter Cornelius untuk menjelaskan penyakit Nyonya besar.“Hanya satu orang yang
Jemari Haedar fokus pada layar handphone yang dikeluarkan olehnya. Hans tidak sabar menunggu informasi yang didapatkan oleh kaki tangannya.“Apakah mereka berhubungan dengan semua ini?”Haedar meletakkan handphone di meja di ruang kamar ibunya, tepat di depannya. Layar menunjukkan foto Dokter Joe dengan informasi tentangnya.Dokter Joe merupakan keluarga Dokter. Ayah, Ibu dan kakak laki-lakinya merupakan seorang Dokter di Rumah Sakit yang berbeda dengan spesialis yang berbeda.Dokter Joe memiliki gelar Dokter yang berbeda dari keluarganya. Mereka memiliki gelar spesialis penyakit dalam.“Keluarganya Dokter semua?”“Iya, Tuan muda. Ayah dan ibunya pernah merawat istri mantan Presiden yang terkena penyakit kanker, tetapi tidak berhasil menyembuhkannya, meskipun melakukan perawatan apa pun.”“Lalu, kenapa dia menangani Rashid Omar Nadim saat itu, padahal dia seorang ahli anestesi?” tanya Hans heran dengan sesuatu yang pernah dilihat olehnya.“Dokter Rashid Omar Nadim adalah Ayah dari Dok
“Iya. Kenapa, Tuan muda?”“Tidak apa. Saya memikirkan kemungkinan terburuk terjadi setelah bertemu dengan ibu.” Hans membalas khawatir dengan mengernyitkan dahi sambil menautkan kedua tangannya dan memandangi ibunya yang terbaring di kasur rumah sakit.Hans menghela napas panjang dengan berat sambil menundukkan kepala. Berat sekali kepala untuk memikirkan semua yang berhubungan dengan keluarganya saat ini.Ibu Hans pernah meminta kepadanya untuk menemukan pelaku kejahatan kepada adik dan ayahnya. Apakah dia juga tidak percaya dengan berita yang tersebar di seluruh dunia? Apakah ibu juga melihat sesuatu saat ayah dan adiknya meninggal?“Cari tahu keberadaan Agus Mustofa Sentosa saat ini karena saya masih penasaran dengannya, apakah dia masih sama yang dulu atau sudah berubah.” Hans memberikan perintah kepada Haedar.“Baik, Tuan muda.”“Berikan aku alamat adik dan ayah meninggal.”“Baik, Tuan muda, tapi hotel itu bangunannya sudah ganti setelah kejadian Raja bisnis di kamarnya.”“Tidak
“Saya tidak tahu, Tuan muda. Ada apa?” tanya Haedar dengan intonasi penekanan sambil menatapnya penasaran.Hans menoleh ke arah laptop sambil membulatkan bola mata dan meminta Haedar untuk masuk ke kamar ibunya. Ia memperlihatkan riwayat panggilan ayahnya di layar laptop dan hanya ada satu nomor yang terlihat mencurigakan.“Nomor cantik.”“Nomor cantik membuat mataku mengarah kepadanya dan tidak ada suara apa pun ketika saya menghubunginya.”“Nomor yang mudah diingat dan digunakan sekali pakai dengan harga yang bisa mencapai puluhan juta hanya bisa dibeli oleh kalangan tertentu saja untuk keperluan yang mendesak atau melakukan transaksi.” Haedar menjelaskan kegunaan kartu ponsel sekali pakai.“Dia juga tahu akan menjadi buronan jika menyimpan nomor itu karena sudah membunuh Raja bisnis dan seorang laki-laki. Ada kemungkinan juga, seseorang atau pemilik kartu masih menyimpan kartu itu demi mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dan besar.”Hans berspekulasi hal yang bisa terjadi kapa
“Aku baik, Frank. Bagaimana kabarmu?”“Baik juga. Ada apa? Apakah kamu membutuhkanku?”Frank Artamajaya Christianto merupakan teman kuliah Hans yang dekat dengannya dan siap membantu siapa pun yang membutuhkan bantuan. Bahkan, dia tidak ikut turun tangan untuk membantu.Keluarga Frank keturunan dari bangsawan Yogyakarta dan ayahnya merupakan seorang pemilik perusahaan Teknologi ternama dan terkenal di negaranya. Frank memiliki kecerdasan pemrograman yang turun menurun dari ayahnya.Ibu Frank bernama Ayu Sulistowati Ningsih bekerja sebagai seorang Akuntan di Bank Dunia dan ayahnya bernama Willy Christian.“Aku membutuhkan otak dan keahlianmu.”“Wah, aku senang menolongmu kapanpun yang kamu butuhkan. Apa yang harus kulakukan? Apakah aku perlu datang ke sana untuk mengatasi masalahnya?”“Tidak perlu. Aku ingin kamu memberikan informasi tentang pemilik ponsel yang pernah dimasukkan nomor sekali pakai yang harganya sangat mahal.”“Oke. Ada lagi?”“Tolong lacak nomor handphone yang aku kiri
“Di mana tasnya?” tanya Hans dengan intonasi penekanan.Seorang pengawal masih berjaga di depan kamar rumah sakit ibunya dengan terbaring di di sofa yang ada di luar kamar. Pengawal terduduk ketika Hans meminta handphone ibunya sembari mengambilkan tas ibunya.Hans mengambil dua tas dari tangan pengawal yang bermata sipit dan berambut cepak lalu membuka tas ibunya dan didekati oleh Haedar.“Ada apa, Tuan muda?” tanya Haedar panik.“Siapa pun dicurigai, Pak, meskipun keluarga sendiri karena saya dan tim melakukan audit keseluruhan di perusahaan pangan. Jadi, saya berhak meminta dan memeriksa handphone dan laptop ibu,” jawab Hans yang sedikit berkilah.“Anda tidak mungkin melakukan ini terhadap Nyonya besar, Tuan muda,” bantah Haedar nada sedikit tinggi.Hans menghentikan aktivitasnya lalu menoleh ke arahnya dengan menghentakkan tangannya. Posisi tubuhnya kembali tegap dan menatap lamat ke arah Haedar.“Saya berhak melakukannya, Pak. Anda tahu betul tugas saya saat ini karena sudah ikut
“Dia sudah bersuami, Tuan muda.”“Sungguh? Kapan dia menikah?”“Dia menikah lima tahun yang lalu dan suaminya merupakan karyawan di perusahaan pangan di Departemen IT.”Hans memeriksa setiap file Sabrina yang memiliki tanggal sekitar Lima belas Juli dua ribu delapan belas dan terdapat puluhan foto dan satu video yang memiliki tanggal Dua puluh delapan Oktober dua ribu dua puluh satu.Hans menoleh ke arah Haedar dengan bola mata yang membulat setelah mengetahui tanggal yang memiliki tanggal yang berbeda setelah dia menikah dengan karyawan Departemen TI.“Dia selingkuhan pria ini juga!”“Betul. Tekstur rambut, kulit di leher dan bagian belakang tangannya tidak bisa membohongi dan kita bisa tahu, berdasarkan hal itu.”“Artinya melibatkan forensik?” tanya Hans mengarah hal ke sana.“Kemungkinan besar iya. Forensik tidak terlibat oleh pihak berwajib.”“Baiklah. Saya akan membutuhkannya suatu hari nanti, tapi untuk saat ini, saya tidak percaya kepada siapa pun karena kasus Ayah yang tidak d
“Ib—”Hans melepas tangan ibunya saat melihat kesusahan untuk bicara. Ia mengambil secarik kertas putih ukuran HVS A4 dan spidol berwarna hitam lalu diberikan kepada ibunya.Ia bernisiatif untuk menuliskan sesuatu yang akan disampaikan oleh ibunya. Ibu menerima dan menuliskan huruf demi huruf di kertas putih itu secara perlahan.Hans menunggu tulisan ibunya selesai.Tulisan dirangkai menjadi Ibu mau dioperasi dan melakukan perawatan demi kamu. Sontak, Hans meneteskan air mata saat membaca tulisan ibunya dan memeluk ibunya erat.Abigail pun meneteskan air mata dengan deras sambil mengelus kepalanya. Sekeras apa pun sifat dan sikap seorang ibu dan anak pasti bisa mencair disaat situasi yang saling membutuhkan dukungan.Keduanya menurunkan ego masing-masing dan mengakui kesalahan sehingga hubungan antara anak dan orang tua membaik. Hans ingin melakukan hal yang tidak pernah dilakukan olehnya untuk ibu.“Saya informasikan hal ini ke Dokter, Nyonya besar agar bisa dioperasi besok,” kata Ha