"Sudahlah, nanti aku tanyakan saja padanya. Kalau memang dia yang mengerjakannya, berarti dia sedang menyembunyikan sesuatu padaku," gumam Austin.Kenny kembali ke kamarnya, dengan hati-hati ia membuka pintu agar tidur Austin tak terusik. Tapi usahanya sia-sia, Austin terbangun dan terkejut melihat Kenny yang baru saja memasuki kamar."Kau habis dari mana? Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Austin cemas.Kenny tersenyum. "Aku habis dari ruang kerja, ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Oh ya, apakah kau yang membantuku mengerjakan semua pekerjaan itu?" tanya Kenny penasaran.Austin tergugup, ia terlihat salah tingkah tanpa berani menatap Kenny. "Mana mungkin aku yang mengerjakannya, aku tak paham dengan cara kerja sebuah perusahaan besar."Austin langsung berjalan dengan cepat ke belakang Kenny, ia mendorong kursi roda Kenny. Setelah sampai di dekat tempat tidur, ia langsung menggendong Kenny dan membaringkannya di sana. Pria itu tak berani menatap mata Kenny, ia takut kebohongannya
"Apakah kau tak ingin aku turun ke bawah? Kenapa?" tanya Austin penasaran.Pria itu menatap wanitanya lekat, ia mendekati Kenny dan menyentuh kening sang istri dengan punggung tangannya. Ia pikir Kenny mengalami demam sehingga ia tak ingin ditinggal olehnya.Dengan cepat Kenny menepis tangan Austin, ia merasa bingung dengan hatinya. Kenny sama sekali tak menginginkan Austin turun, tapi ia sendiri bingung mencari alasan yang tepat untuk melarangnya."Apakah ada yang sakit?" tanya Austin lagi."Tidak, turunlah jika kau ingin turun." Kenny langsung memunggungi Austin. Ia menutup tubuhnya dengan selimut. Rasa aneh Kenny rasakan, ia merasakan hatinya menjadi sesak mengingat perkataan Julie kepadanya tentang hubungan Austin dan Lea."Baiklah, aku akan tetap di sini menemanimu," balas Austin.Entah mengapa Austin merasa ada yang berbeda dengan istrinya. Ia melihat punggung Kenny yang sedikit bergetar. Nyatanya, Kenny sedang terisak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi
"Baiklah, kalau itu maumu," balas Austin.Austin membalikkan tubuhnya hendak keluar kamar, ia hanya sedang mengerjai istrinya. Dengan langkah sepelan mungkin ia menanti reaksi sang istri. Pria itu membuka pintu dan menutupnya lagi, tapi ia tak keluar dari kamarnya. Begitu suara pintu tertutup, ia bersedekap dada melihat Kenny yang masih memunggunginya. Tanpa diduga, Kenny meneriaki namanya."Austin!... brengsek kau ya!... apakah kau tak memiliki hati untukku?" Kenny berteriak dan menangis setelah suara pintu tertutup.Austin terkejut dengan tangisan Kenny yang menyesakkan, ia berjalan ke arah istrinya dan memeluknya dari belakang. Sontak Kenny terkejut dan menoleh ke arah Austin. Tanpa direncanakan, tolehan itu membuat bibirnya dan bibir sang suami menyatu. Keduanya membolakan mata dengan detak jantung yang berlomba satu sama lain. Hanya hitungan Detik Austin langsung menegapkan tubuh dan membuang pandangannya."M-maafkan aku, aku tak bermaksud seperti itu," ucap Austin tanpa memand
"Robert," balas Tuan Arthur."Paman Robert? Kenapa hidupku selalu berhubungan dengannya?" kesal Austin."Dia menculik Clarissa saat wanita itu sedang ada pelatihan desain di Madripoor city. Sekarang wanita itu ada di markasnya dan dijadikan budak pemuas nafsu. Akan aku kirimkan alamatnya." Tuan Arthur mengirimkan alamat lokasi penyekapan Clarissa pada Austin melalui pesan singkat."Kau sedang berbicara dengan siapa?" tanya Kenny penasaran."Ah ... hanya bicara dengan rekan kerja. Kau mau ke mana?" balas Austin tegugup."Aku ingin ke taman belakang, rasanya jenuh sekali berada di kamar terus, apakah kau mau menemaniku?" tanya Kenny lagi.Wanita itu kini sudah tak mengenakan kursi roda, melainkan tongkat untuk membantunya berjalan. Semakin hari keadaan Kenny semakin membaik dan ia sudah mulai beraktivitas meski hanya di rumah saja. "Ayo aku temani." Austin membantu Kenny berjalan dengan memegangi lengannya."Aku bisa jalan sendiri. Oh iya, bagaimana dengan usaha yang Peter kelola? Apak
"Aku mohon hentikan, aku mohon." Kenny memberanikan diri memeluk Austin dari belakang, matanya terpejam, tak kuasa melihat penyiksaan yang Austin lakukan pada lawannya. Pelukan dan tangisan Kenny mengejutkan Austin, dalam hitungan detik api terserap kembali ke dalam telapak tangannya. Pria bertubuh kekar itu terbakar hingga tak terdengar teriakan lagi dari mulutnya. Sang rekan yang datang bersama dengan pria kekar itu membolakan mata, tak kuasa menolong temannya. Ia terpaku, menatap kesengsaraan yang disebabkan oleh kekuatan Austin."T-tangkap dia! Jangan biarkan dia lari!" teriak pengawal Thomson yang menyaksikan kekuatan Austin. Pengawal itu terkejut saat mengetahui sang majikan memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia pun terpaku melihat kejadian naas di depannya, begitu pengawal Thomson mendapat kesadaran, mereka langsung mengejar rekan penjahat yang hendak menculik Kenny. Begitu Austin mendapatkan kesadaran, tubuhnya bergetar melihat manusia yang sudah tak bernyawa di depannya.
"Tenanglah, kau harus tenang," bisik Kenny meski takut.Para pengawal melindungi dirinya dari kobaran api yang memburu ke arah mereka. Mereka tak meyangka jika kekuatan itu bisa lebih besar dari yang tadi mereka lihat. Austin mendengar bisikan Kenny, ia memejamkan, mata berusaha mengontrol jiwa di dalam dirinya. Fokus itu masih ia lakukan karena bisikan-bisikan Kenny di telinganya. Wanitanya itu terus saja memberikan ketenangan dengan kata-katanya, bahkan pelukan wanita itu belum juga terlepas dari tubuh Austin. Tanpa disadari, air terangkat dari permukaan danau. Lagi-lagi Kenny tercengang melihat apa yang ada di hadapannya. Meski memejamkan mata, Austin mampu meraskan jika dirinya bisa mengontrol kekuatan. Hembusan angin yang keluar dari telapak tangan kirinya mengangkat air, dan membuat api yang berkobar semakin mengecil."Wow!... Keren!" gumam Kenny.Pujian Kenny membuat Austin membuka matanya, ia pun melihat apa yang Kenny lihat. Perlahan Kenny menyentuh pergelangan tangan Austi
"Cepat cari Clarissa!" perintah Austin pada rekannya. Baku tembak tak terelakan lagi, para pengawal Arthur dan Robert saling menunjukkan kemampuannya. Austin berjalan paling depan, kedua tangannya memegang pistol dan menembaki siapa saja yang menghalangi jalannya. Tanpa membuang waktu, Austin berlari dengan kecepatan penuh memasuki gedung markas sang paman. Semakin lama pengawal Robert semakin berdatangan dengan jumlah yang banyak, mereka melawan Austin tanpa memandang statusnya. Mereka tak peduli jika Austin adalah bagian dari Jacob, bagi mereka perintah sang Tuan yang menjadi keharusan. "Jangan membuang waktu! Kalian berpencar! Cari Clarissa dan pergi dari sini," perintah Austin lagi tanpa melepaskan arah pandangnya pada lawan. "Tuan, di bagian belakang ada begitu banyak tawanan wanita. Apakah kita akan membebaskannya juga?" tanya salah satu pengawal Arthur."Lepaskan semua, dan lindungi mereka," balas Austin. Austin memberikan kode pada Peter dengan anggukan kepala, ia mengaja
"Kau pikir kau bisa lari dariku?" balas supir yang kini telah menolehkan wajah ke belakang, sambil melepas tudung jaket yang ia kenakan."P-paman!" balas Austin terkejut.Tanpa Austin ketahui, Robert telah mengetahui rencanannya yang telah mengincar Clarissa. Ia sengaja tak menyerang Austin dalam waktu dekat, pria paruh baya itu telah mengintai pergerakan Austin.Keberuntungan berpihak padanya saat garmen yang menjadi incaran Austin memiliki hubungan dengan wanita yang ia sekap. Kelicikan Robert membuatnya mengambil keuntungan, ia sengaja melonggarkan penjagaan dan membocorkan lokasi Clarissa agar siapa saja mengetahui keberadaan wanita itu.Kailnya termakan oleh Austin, pria muda yang berstatus keponakan itu memakan umpan yang telah ia berikan. Bahkan Robert merampas jaket milik pengawal Austin dan mengambil alih mobil rombongan. Lagi-lagi keberuntungan berpihak pada pria licik itu, Austin memasuki mobil yang hendak ia kendarai. Tanpa membuang waktu, Robert melajukan mobil menuju hu
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.