"Aku mohon hentikan, aku mohon." Kenny memberanikan diri memeluk Austin dari belakang, matanya terpejam, tak kuasa melihat penyiksaan yang Austin lakukan pada lawannya. Pelukan dan tangisan Kenny mengejutkan Austin, dalam hitungan detik api terserap kembali ke dalam telapak tangannya. Pria bertubuh kekar itu terbakar hingga tak terdengar teriakan lagi dari mulutnya. Sang rekan yang datang bersama dengan pria kekar itu membolakan mata, tak kuasa menolong temannya. Ia terpaku, menatap kesengsaraan yang disebabkan oleh kekuatan Austin."T-tangkap dia! Jangan biarkan dia lari!" teriak pengawal Thomson yang menyaksikan kekuatan Austin. Pengawal itu terkejut saat mengetahui sang majikan memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia pun terpaku melihat kejadian naas di depannya, begitu pengawal Thomson mendapat kesadaran, mereka langsung mengejar rekan penjahat yang hendak menculik Kenny. Begitu Austin mendapatkan kesadaran, tubuhnya bergetar melihat manusia yang sudah tak bernyawa di depannya.
"Tenanglah, kau harus tenang," bisik Kenny meski takut.Para pengawal melindungi dirinya dari kobaran api yang memburu ke arah mereka. Mereka tak meyangka jika kekuatan itu bisa lebih besar dari yang tadi mereka lihat. Austin mendengar bisikan Kenny, ia memejamkan, mata berusaha mengontrol jiwa di dalam dirinya. Fokus itu masih ia lakukan karena bisikan-bisikan Kenny di telinganya. Wanitanya itu terus saja memberikan ketenangan dengan kata-katanya, bahkan pelukan wanita itu belum juga terlepas dari tubuh Austin. Tanpa disadari, air terangkat dari permukaan danau. Lagi-lagi Kenny tercengang melihat apa yang ada di hadapannya. Meski memejamkan mata, Austin mampu meraskan jika dirinya bisa mengontrol kekuatan. Hembusan angin yang keluar dari telapak tangan kirinya mengangkat air, dan membuat api yang berkobar semakin mengecil."Wow!... Keren!" gumam Kenny.Pujian Kenny membuat Austin membuka matanya, ia pun melihat apa yang Kenny lihat. Perlahan Kenny menyentuh pergelangan tangan Austi
"Cepat cari Clarissa!" perintah Austin pada rekannya. Baku tembak tak terelakan lagi, para pengawal Arthur dan Robert saling menunjukkan kemampuannya. Austin berjalan paling depan, kedua tangannya memegang pistol dan menembaki siapa saja yang menghalangi jalannya. Tanpa membuang waktu, Austin berlari dengan kecepatan penuh memasuki gedung markas sang paman. Semakin lama pengawal Robert semakin berdatangan dengan jumlah yang banyak, mereka melawan Austin tanpa memandang statusnya. Mereka tak peduli jika Austin adalah bagian dari Jacob, bagi mereka perintah sang Tuan yang menjadi keharusan. "Jangan membuang waktu! Kalian berpencar! Cari Clarissa dan pergi dari sini," perintah Austin lagi tanpa melepaskan arah pandangnya pada lawan. "Tuan, di bagian belakang ada begitu banyak tawanan wanita. Apakah kita akan membebaskannya juga?" tanya salah satu pengawal Arthur."Lepaskan semua, dan lindungi mereka," balas Austin. Austin memberikan kode pada Peter dengan anggukan kepala, ia mengaja
"Kau pikir kau bisa lari dariku?" balas supir yang kini telah menolehkan wajah ke belakang, sambil melepas tudung jaket yang ia kenakan."P-paman!" balas Austin terkejut.Tanpa Austin ketahui, Robert telah mengetahui rencanannya yang telah mengincar Clarissa. Ia sengaja tak menyerang Austin dalam waktu dekat, pria paruh baya itu telah mengintai pergerakan Austin.Keberuntungan berpihak padanya saat garmen yang menjadi incaran Austin memiliki hubungan dengan wanita yang ia sekap. Kelicikan Robert membuatnya mengambil keuntungan, ia sengaja melonggarkan penjagaan dan membocorkan lokasi Clarissa agar siapa saja mengetahui keberadaan wanita itu.Kailnya termakan oleh Austin, pria muda yang berstatus keponakan itu memakan umpan yang telah ia berikan. Bahkan Robert merampas jaket milik pengawal Austin dan mengambil alih mobil rombongan. Lagi-lagi keberuntungan berpihak pada pria licik itu, Austin memasuki mobil yang hendak ia kendarai. Tanpa membuang waktu, Robert melajukan mobil menuju hu
"Austin!...." Peter berlari menghampiri Austin sambil menembaki binatang buas yang hendak mendekat ke arahnya. Harimau yang menuntun jalan Peter juga tengah berkelahi dengan para hewan buas, yang hendak memangsa Austin. Peter merasa takjub dengan tingkah harimau yang membatunya. Para rekan Robert dan juga pengawal Arthur menyebar, membidik binatang buas dengan cermat. "Bantu harimau itu juga," pinta Peter pada rekannya. Suara tembakan menggema di dalam hutan yang gelap. Para hewan buas menyerah akan aksinya, dan berlari meninggalkan lokasi. Sedangkan harimau yang tengah membantu mereka terkapar lemah di tanah, meraung sambil menatap tubuh Austin yang masih tak sadarkan diri. "Bawa harimau itu juga, obati dia," pinta Peter sambil membopong tubuh Austin. Pengawal Arthur dan juga rekan Peter bekerja sama membawa tubuh harimau yang sangat berat. Tak ada tenaga bagi harimau itu untuk berjalan, hanya mampu berpasrah diri saat dibawa oleh mereka. Bahkan harimau itu mendapatkan banyak lu
"Lebih baik nanti saja, kita lihat dulu perkembangan Austin," balas Tuan Arthur."Kenapa juga anak itu menyembunyikan statusnya dari keluarga Thomson?" tanya Tuan Jacob. "Entahlah, mungkin ia ingin menunjukkan kemampuannya sendiri, bahkan kekayaan yang aku berikan padanya selalu ditolak oleh anak itu," balas Tuan Arthur.Kedua pria tua itu masih saja memandangi Austin dari luar jendela, tak berbeda jauh dengan Peter. Peter dan rekannya masih saja menunggu Austin di rumah sakit. "Tuan, lebih baik kalian kembali ke hotel untuk beristirahat. Biar aku dan rekanku di sini yang menjaganya," ucap Peter. "Baiklah, kau jaga cucuku." Tuan Arthur mendorong kursi roda Tuan Jacob. Keduanya kembali ke hotel, tak banyak yang bisa mereka lakukan di rumah sakit, hanya mematung sambil menatap Austin.Dua hari sudah Austin tak sadarkan diri, Peter dan yang lainnya merasa cemas. Sedangkan ponsel yang ada pada Peter terus berdering menampilkan nama Kenny. "Bagaimana ini? Apakah aku harus mengabarinya
"Tidak, kami hanya sedang melintas dan melihat Peter berdiri di depan ruangan ini. Aku dan Jacob baru saja mengenal, ia meminta pertolonganku untuk terbebas dari anaknya, Robert. Kau tahu sendiri seburuk apa Robert," balas Tuan Arthur berlasan. Tuan Jacob yang berada di kursi roda menganggukkan kepalanya, membenarkan perkataan Tuan Arthur. Mereka masih ingin menjaga identitas Austin yang masih ditahasiakan, entah apa tujuannya, mereka pun tak tahu. 'Pintar juga Kakek bersandiwara,' batin Austin melihat kebohongan yang Tuan Arthur katakan. Tuan Thomson mengangguk paham, ia tak mempertanyakan lagi prihal kehadiran keduanya di ruangan Austin. Sedangkan Nyonya Thomson, ia melihat Austin dan Tuan Jacob secara bergantian. "Ada apa?" tanya Tuan Thomson pada istrinya. "Ah ... tidak, Aku hanya sedang melihat keadaan Austin saja," balas Nyonya Thomson dan langsung beralih ke arah Kenny. "Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Nyonya Thomson pada Austin. "Sudah lebih baik, Nek," balas Austin sa
"Kenapa hewan itu kau bawa ke sini?" tanya Kenny takut. Austin tersenyum dan keluar dari mobil, sosok Austin terlihat oleh mata harimau itu. Dengan empat kaki yang gagah, harimau itu belari dengan kecepatan penuh, menghampiri Austin yang tengah berdiri menatapnya.begitu dekat harimau itu langsung melompat dan terbang ke arah tubuh Austin seperti ingin menerkam. Austin yang tak siap dengan pergerakan hewan itu terjatuh, hingga harimau tepat berada di atasnya. Kenny yang berada di dalam mobil tercengang melihat sikap harimau pada Austin. Terlihat harimau itu tengah menjilati wajah Austin tanpa henti. Ia keluar hendak menghampiri Austin, dan memukul-mukul kaki harimau yang kini berada di atas luka Austin. Kenny sangat mencemaskan keadaan suaminya. "Pergi kau! Kau melukainya!" bentak Kenny sambil memukuli kaki harimau dengan balok yang entah ia dapatkan dari mana. Sikap Kenny membuat harimau itu marah, ia mengaum dan memberontak. Dengan sigap Austin menahan pergerakan harimau yang he
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.