"Lebih baik nanti saja, kita lihat dulu perkembangan Austin," balas Tuan Arthur."Kenapa juga anak itu menyembunyikan statusnya dari keluarga Thomson?" tanya Tuan Jacob. "Entahlah, mungkin ia ingin menunjukkan kemampuannya sendiri, bahkan kekayaan yang aku berikan padanya selalu ditolak oleh anak itu," balas Tuan Arthur.Kedua pria tua itu masih saja memandangi Austin dari luar jendela, tak berbeda jauh dengan Peter. Peter dan rekannya masih saja menunggu Austin di rumah sakit. "Tuan, lebih baik kalian kembali ke hotel untuk beristirahat. Biar aku dan rekanku di sini yang menjaganya," ucap Peter. "Baiklah, kau jaga cucuku." Tuan Arthur mendorong kursi roda Tuan Jacob. Keduanya kembali ke hotel, tak banyak yang bisa mereka lakukan di rumah sakit, hanya mematung sambil menatap Austin.Dua hari sudah Austin tak sadarkan diri, Peter dan yang lainnya merasa cemas. Sedangkan ponsel yang ada pada Peter terus berdering menampilkan nama Kenny. "Bagaimana ini? Apakah aku harus mengabarinya
"Tidak, kami hanya sedang melintas dan melihat Peter berdiri di depan ruangan ini. Aku dan Jacob baru saja mengenal, ia meminta pertolonganku untuk terbebas dari anaknya, Robert. Kau tahu sendiri seburuk apa Robert," balas Tuan Arthur berlasan. Tuan Jacob yang berada di kursi roda menganggukkan kepalanya, membenarkan perkataan Tuan Arthur. Mereka masih ingin menjaga identitas Austin yang masih ditahasiakan, entah apa tujuannya, mereka pun tak tahu. 'Pintar juga Kakek bersandiwara,' batin Austin melihat kebohongan yang Tuan Arthur katakan. Tuan Thomson mengangguk paham, ia tak mempertanyakan lagi prihal kehadiran keduanya di ruangan Austin. Sedangkan Nyonya Thomson, ia melihat Austin dan Tuan Jacob secara bergantian. "Ada apa?" tanya Tuan Thomson pada istrinya. "Ah ... tidak, Aku hanya sedang melihat keadaan Austin saja," balas Nyonya Thomson dan langsung beralih ke arah Kenny. "Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Nyonya Thomson pada Austin. "Sudah lebih baik, Nek," balas Austin sa
"Kenapa hewan itu kau bawa ke sini?" tanya Kenny takut. Austin tersenyum dan keluar dari mobil, sosok Austin terlihat oleh mata harimau itu. Dengan empat kaki yang gagah, harimau itu belari dengan kecepatan penuh, menghampiri Austin yang tengah berdiri menatapnya.begitu dekat harimau itu langsung melompat dan terbang ke arah tubuh Austin seperti ingin menerkam. Austin yang tak siap dengan pergerakan hewan itu terjatuh, hingga harimau tepat berada di atasnya. Kenny yang berada di dalam mobil tercengang melihat sikap harimau pada Austin. Terlihat harimau itu tengah menjilati wajah Austin tanpa henti. Ia keluar hendak menghampiri Austin, dan memukul-mukul kaki harimau yang kini berada di atas luka Austin. Kenny sangat mencemaskan keadaan suaminya. "Pergi kau! Kau melukainya!" bentak Kenny sambil memukuli kaki harimau dengan balok yang entah ia dapatkan dari mana. Sikap Kenny membuat harimau itu marah, ia mengaum dan memberontak. Dengan sigap Austin menahan pergerakan harimau yang he
"Kau mau ke mana?" teriak Austin saat Kenny keluar kamar dengan kemarahannya.Mata Austin menatap lekat kepergian Kenny, ia hendak mengejar istrinya, tapi tertahan saat mengingat ia hanya mengenakan handuk saja. Pandangannya pun teralihkan pada Lea dan Aurel yang masih ada di kamarnya. "Aku mohon mengertilah, bawa Aurel ke luar," pinta Austin sambil mengatupkan kedua tangan di hadapan Lea. Ia tak menyangka kehadiran Lea dan Aurel bisa membuat kemarahan Kenny semakin membesar. Austin tak ingin pernikahannya hancur hanya karena sebuah kecemburuan. Lea yang mendapatkan permohonan dari Austin mengajak anaknya keluar dari kamar itu. Tapi Aurel seakan tak peduli, anak itu masih saja memeluk kaki Austin, tak ingin mengikuti kemauan Lea. Austin merasa serba salah, ia tak mungkin membiarkan Kenny pergi begitu saja. "Aku mohon keluar dulu bersama Mommy, aku ingin mengganti pakaian," pinta Austin lembut pada Aurel.Aurel tak bergeming, ia menggelengkan kepalanya. " Tidak, jika aku keluar mak
"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu," racau Kenny masih mengganggu Austin yang sedang fokus mengendarai mobil.Perkataan Kenny membuatnya terkejut, ia menghentikan laju mobil secara tiba-tiba. Lalu menatap wajah istrinya yang sudah berantakan karena pengaruh alkohol."Kau bilang apa tadi?" tanya Austin memastikan, ia tak ingin bahagia hanya karena salah mendengar. "Aku mencintaimu, aku mencintaimu!...." teriak Kenny lalu terkekeh sambil menatap wajah suaminya. "Apakah aku sedang bermimpi?" tanya Austin sambil menepuk-nepuk pipinya. Kenny merasa gemas dengan sikap Austin yang tak mempercayai ucapannya. Wanita yang kesadarannya hampir hilang itu mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir suaminya. "Kau tak bermimpi, aku benar-benar mencintaimu," ucapnya setelah memberikan kecupan pada bibir Austin. Austin membolakan matanya, ia tak menyangka akan mendapatkan cinta Kenny secepat ini. Ia menarik tengkuk istrinya dan kembali melumat bibir seksi Kenny yang tak henti meracau. "Kau sudah
"Siapa yang datang?!" teriak Kenny dari dalam kamar mandi."Kau tetaplah di sana, jangan keluar!" balas Austin dengan berteriak, lalu melanjutkan langkah mendekati pintu. Ia melihat dari layar pengintai yang ada di samping pintu, tapi tak menemukan orang di luar sana. Keningnya mengerut, ia pikir suara itu berasal dari orang yang iseng membunyikan bel kamarnya. Suara itu terdengar lagi saat Austin membalikkan tubuhnya, ia kembali melihat layar pengintai. Masih sama, tak ada orang di depan kamarnya."Siapa yang bermain-main di hotel mewah ini?!" kesal Austin.Dengan cepat ia membuka pintu, begitu pintu terbuka wajahnya dibekap dengan sapu tangan yang sudah diberikan obat bius. Austin kehilangan kesadarannya, tubuhnya dibawa paksa oleh beberapa orang bertubuh besar. Sedangkan Kenny, wanita itu baru saja keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk. Ia terkejut saat melihat beberapa orang bertubuh besar menyeret Austin dengan kasar. Beruntung para pria jahat itu tak melihat kehad
"Aku hanya menginginkan kesengsaraanmu, apakah kau lupa jika kau telah membunuh seluruh keluargaku dan juga membuat anakku cacat?" tanya Robert dengan mata penuh kebencian. "Itu semua bukan salahku, tapi salah istrimu sendiri yang terus menghina ibuku. Kau akan menyesal sudah menahanku di sini!" Austin kembali mengamati ruang penjara yang ia tempati, ia menemukan celah untuk membakar kamera pengintai dan juga speker yang sedari tadi membuatnya muak. Pergerakan kamera ia amati, terus menatap hingga membuat Robert bingung. "Apa yang kau lakukan?" tanya Robert melihat wajah serius Austin yang menatap kamera dengan wajah serius. 'Satu, dua, tiga,' batinnya menghitung, tepat angka tiga ia langsung menyemburkan api ke arah kamera dan juga speker secara bersamaan. Ia juga mengendalikan kekuatan anginya untuk mengempaskan air yang otomatis menyembur saat api keluar. Austin memokuskan gerakannya. Hingga kamera dan speaker berhasil dibakar olehnya. Gerakan tangan kirinya mengarah pada api
"Tidak! Jangan membunuhku, aku mohon," mohon Robet sambil menggelengkan kepalanya pada Tuan Jacob. Tuan Jacob melihat ketakutan di mata Robert, ia tak langsung menjawabnya. Pandangannya teralihkan pada Austin yang sudah dikabuti kemarahan. Austin masih menunggu jawaban sang Kakek, ia tak akan membunuh Robert begitu saja di hadapan Taun Jacob tanpa izin darinya. Mau bagaimanapun Robert tetaplah anak Tuan Jacob, darah dagingnya sendiri. Terlihat Tuan Jacob menghela napa kasar, tatapannya pun tak setajam sebelumnya. Tuan Jacob menggelengkan kepalanya, ia masih menaruh kasih pada Robert, terlepas dari kekejaman yang anaknya lakukan. "Aku akan memaafkanmu, tapi kau tak diizinkan menyandang nama Jacob pada namamu. Mulai saat ini kau bukan anakku, dan kau dikeluarkan dari kartu keluarga," ucap Tuan Jacob sambil menatap keterkejutan Robert.Robert tak mampu lagi berkata, lebih baik ia kehilangan seorang Ayah daripada ia kehilangan nyawanya. "Minggu depan akan aku umumkan pergantian kepemi
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.