Share

Keputusan

last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-22 16:57:30

"Aku tidak tahu, Sat."

"Beri dia satu kesempatan, Mbak. Kurasa Mas Tara sudah berubah. Tak ada salahnya memperbaiki hubungan yang rusak, kan?"

Aku membisu. Entah angin apa yang membuat sikapnya berubah 180 derajat?

"Namun satu yang harus Mbak ingat, kalau sampai Mas Tara melakukan hal yang sama. Aku akan merebut Mbak dengan tanganku sendiri," ucapnya lalu pergi meninggalkanku.

Aku melangkah menuju kamar. Rasa lelah menuntunku untuk segera merebahkan tubuh.

Aku buka pintu perlahan, takut mengganggu Aluna yang sudah tertidur. Ah, aku lupa, Aluna sudah tertidur pulas bersama kakek dan neneknya. Terpaksa malam ini aku tidur sekamar dengan Mas Tara. Tidak mungkin aku tidur di kamar mama. Ibu dan bapak pasti akan curiga.

Aku merebahkan tubuh di atas ranjang. Kutarik selimut hingga menutupi perut. Kali ini aku berharap Mas Tara ketiduran di sofa agar tak sekamar denganku.

Kreek...

Suara pintu dibuka dari luar. Rupanya aku harus kecewa, harapanku tak dikabulkan oleh Tuhan.

"Kamu sudah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Erni Ruhiyani
lebih.baik berpisah dari pada di teruskan berumah tangga dgn suami yg jelas" sdh berkhianat
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
jawabnya gampang Alin.... aq gak hisa hidup dg pengkhianat & pezina. Percaya deh, hidup dg pezina akan kena sialnya. bukankah 40 rmh disekitar orang yg melakukan zina akan terdampak sial. nah apalg hidup serumah & seranjang dg pezina. udah pasti kena sialnya deh.
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
sudah cerai aja alin bertahan tersiksa tara dusta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kedatangan Imelda

    "Mau apa kamu kemari, anak kecil?" Aku berdiri sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Marah dan benci melebur menjadi satu. Kalau boleh ingin kuacak-acak perempuan di hadapanku ini. Namun kutahan agar tak menimbulkan masalah baru. Tak lucu jika aku menghajar seorang anak yang masih sekolah. Kalau dia sudah dewasa pasti akan kuhajar dengan tanganku sendiri. "Aku merindukan suami kamu, Mbak Alin," ucapnya tanpa rasa malu. Ya Allah, apa seperti ini anak muda jaman sekarang? Mencintai lelaki yang pantas menjadi kakaknya atau bahkan ayahnya. “Kamu masih kecil,kamu tak pantas mencintai lelaki yang jauh lebih dewasa. Bahkan dia sudah memiliki anak dan istri. Istighfar kamu,Mel.”“Bukankah cinta tidak pernah memandang usia,kasta bahkan status?” ucapnya penuh keyakinan.Astagfirullah ... setan apa yang menempel di tubuh anak itu. Hingga ia salah mengartikan kata cinta yang sesungguhnya.“Pergi saja kamu dari sini,Mel. Jangan memperkeruh suasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Siapa Dia?

    "Mama mau ke mana?" tanya Aluna yang sudah berada di belakangku. Tak lama Mas Tara masuk ke kamar. "Mama ada perlu, Sayang. Aluna sama papa dulu, ya." Ku elus pucuk kepalanya. "Aluna ikut," rengeknya sambil bergelayut di kakiku. Pasti akan ada drama setelah ini. Betapa susah menikmati waktu sendiri. "Aluna main sama papa dulu, ya. Nanti kita nonton film kartun," bujuk Mas Tara. "Gak mau! Aku mau ikut mama.""Nanti mama belikan es krim kalau Aluna mau main sama papa," bujukku sambil menatap lekat maniknya. "Tapi gak boleh lama." Perlahan tangannya terlepas dari kakiku. Selalu saja ada drama saat aku meminta izin pergi. Tak jarang aku harus pergi diam-diam. Itu pun tak akan bisa lama. Aluna akan menerorku dengan telepon yang memintaku cepat pulang. "Iya, Sayang. Mau es krim rasa apa?""Mau es krim rasa coklat dan vanila.""Siap. Mama pergi dulu, ya." Kuciumi pipi Aluna beberapa kali. "Titip Aluna, Mas," ucapku lalu mencium punggung tangannya. "Hati-hati di jalan, Mama." Mas Ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Aluna Sakit

    Mataku membola melihat Mas Tara berada di atas ranjang tanpa mengenakan pakaian sehelai pun. Bahkan ia melakukan hal menjijikan seperti itu. "A-Alin," ucapnya terbata. Cepat-cepat ia ambil selimut untuk menutupi miliknya yang terekspos sempurna. Aku berlari, dengan cepat kuambil ponsel yang berada di tangannya. Tepat saat ia kebingungan menutupi tubuh. Aku masih tak percaya dengan apa yang kulihat barusan. Jadi begini tingkahnya di belakangku. Menjijikan. Apa jangan-jangan seperti ini kebiasaannya? "Sayang, kamu di mana? Katanya mau sekali lagi.""Sayang, aku sudah memenuhi permintaanmu, lho."Dadaku bergemuruh mendengar suara perempuan di balik telepon itu. Kuarahkan ponsel di depan wajah. Mataku melotot melihat wanita tanpa busana di layar itu. Siapa lagi kalau bukan Imelda. Anak ingusan yang sudah menghancurkan keharmonisan keluarga kecilku. Dia buru-buru mematikan panggilan telepon ketika melihat wajahku di layar ponselnya. "Jadi begini kelakukan kamu di belakangku, Mas!" Ku

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Ancaman Tara

    "Urusi anakmu jangan urusi gundik kecil itu!" ucapku kesal. Mas Tara diam, dia tak bisa menjawab perkataanku. "Aluna tunggu sebentar, ya. Mama ambilkan kompres dan termometer dulu."Aku segera melangkah menuju lantai bawah untuk mengambil kompres dan termometer. Tak lupa ku ambilkan obat agar menurunkan panasnya. Kutempelkan termometer di ketiaknya. Sambil menunggu termometer berbunyi ku elus pucuk kepalanya. Wajahnya biasanya ceria kini terlihat sayu. "Ma, pusing.""Setelah minum obat pasti sembuh. Sabar, ya, Sayang."Tak berapa lama terdengar bunyi pelan yang keluar dari benda kecil itu. Aku mengambil, melihat tulisan yang ada di sana, 38,8° C. Demam Aluna tinggi. Pasti ia merasakan sakit. Kasihan kamu, Nak. "Aluna minum obat dulu, ya." Aluna mengangguk pelan. Obat yang sudah kugerus, kularutkan dengan air putih di dalam sendok. Dalam hitungan detik obat itu sudah berpindah ke perutnya. Tidak seperti anak kecil lainnya, Aluna termasuk anak yang mudah minum obat. Dia tak akan m

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Masuk Rumah Sakit

    "Hak asuh Aluna akan berada di tanganku. Ingat Alin, kamu itu pengangguran. Kamu mau makan apa jika berpisah denganku? Hakim tak akan memberikan hak asuh anak pada orang tua yang tidak bekerja seperti kamu!"Kalimat itu terus saja terngiang di telinga. Semangatku untuk berpisah seakan menguap di udara. Kehilangan hak asuh anak adalah momok paling menakutkan bagi seorang ibu. Begitu juga diriku. Mas Tara memang benar, saat ini aku tak memiliki pekerjaan. Bayangan akan kerja di mana aku juga tidak tahu. "Ma." Aku tersentak lalu menoleh ke samping. Aluna masih menutup mata sambil memanggil namaku berulang kali. Dia mengigau. Kuperiksa suhu tubuhnya. Astaga, suhu tubuhnya 39,7°C. Ya Allah, kenapa suhu tubuhnya masih panas padahal sudah diperiksakan ke dokter. Dengan cepat ku ambil ponsel, jemari ini menari di atas layar. Dua belas digit nomor ponsel Mas Tara sudah tertulis jelas di sana. Segera kutarik ke atas gambar telepon berwarna hijau itu. Panggilan itu tersambung tapi tak kunj

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Bertemu Leo

    "Pak Leo.""Anak kamu sakit apa, Lin?" Mengernyitkan dahi mendengar ucapannya. Dari mana ia tahu jika Aluna sakit? Bahkan aku belum mengatakan apa pun. "Bapak tahu dari mana?""Lho, bukankah Tara izin tidak masuk kantor karena anaknya sakit, ya?"DEG! Mas Tara izin tak masuk kantor? Tapi kenapa tadi ia berangkat ke kantor? Ada yang tidak beres di sini. Mas Tara pasti sedang asyik memadu kasih dengan anak ingusan itu. Allah... Ayah macam apa dia? Di sini kami berjuang tapi di sana ia bersenang-senang. "Alin." Sebuah sentuhan di pundak kembali menyentakku. "Eh, iya, Pak.""Anak kamu sakit a...." Belum sempat Pak Leo melanjutkan kalimatnya, kami dikejutkan dengan suara tangis anak kecil. Aku tahu pasti, suara tangis siapa itu, Aluna. Aku segera masuk ke ruang IGD, kutinggalkan Pak Leo begitu saja. "Mama ... Hu hu hu ...." Suara Aluna semakin keras. "Sayang, kenapa?" Kupeluk tubuhnya erat. Kuhapus jejak air mata yang masih menempel di pipinya. Perlahan tangis itu mereda, rasa tak

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Pesan Alin

    Pov Tara"Mas berisik!" ucap Imelda kesal karena ponselku terus saja berbunyi. Kuambil benda pipih yang ada di atas nakas, tiga buah panggilan dari Alin. Kenapa Alin menghubungiku di jam seperti ini? Apa terjadi sesuatu dengan Aluna? Mengingat dia kutinggalkan dalam keadaan sakit. Belum sempat kuangkat panggilan telepon itu berhenti seketika. Ah, mungkin Aluna hanya merindukan aku. Jika ada sesuatu Alin pasti mengirim pesan."Sayang, kok aku dianggurin, sih?" Imelda menyilangkan kedua tangan di dada. Bibirnya mengerucut membuatku semakin gemas saja. Ponsel kumatikan kemudian kuletakkan di atas nakas. Alin tak akan bisa menganggu waktuku dengan Imelda. "Mas, ih nyebelin," ucapnya kesal. Anak remaja dengan tingkah manja dan kekanak-kanakan membuatku semakin gemas. Itu yang membuatku enggan berpaling padanya. Alin memang benar, selama ini aku masih menjalin hubungan dengan gadis itu. Di depan Alin saja aku terlihat setia tapi sejujurnya aku masih memikirkan bahkan berkomunikasi den

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Gertakan Alin

    Pov TaraCepat-cepat menyalakan ponsel yang sempat aku nonaktifkan. Beberapa panggilan tak terjawab dari Alin dan Pak Leo. Tak berapa lama tiga pesan dari nomor Alin masuk ke aplikasi berwarna hijau milikku. Disusul pesan dari Pak Leo. Mereka berdua kenapa kompak menghubungiku? [Mas kamu di mana?][Angkat teleponku! ][Aluna masuk rumah sakit!]Ya Tuhan, ternyata Aluna masuk rumah sakit. Bukankah tadi sudah tak panas? Tapi kenapa bisa masuk rumah sakit lagi. Lampu kunyalakan, lalu bergegas menuju rumah sakit tempat Alin biasa memeriksakan Aluna saat sakit. TINGSebuah pesan masuk. Aku hanya meliriknya lalu kembali fokus mengendarai mobil. Aku melihat mobil Alin terparkir di halaman rumah sakit. Ternyata dugaanku benar, Aluna dirawat di rumah sakit ini. "Malam, Sus. Maaf kamar inap atas nama Aluna ada di mana, ya?""Ada di kamar VVIP, lantai tiga, Pak."Setelah mendapatkan kamar inap Aluna aku segera berjalan ke sana. Tentu dengan mengatakan jika aku ayahnya. Ini bukan jam jengu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27

Bab terbaru

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Ending

    "Alin, kenapa diam?""Aku kangen ibu, jadi pulang ke kampung.""Sejak kapan putri ibu belajar berbohong? Zaman sudah modern, tak perlu jauh-jauh untuk bisa bertatap muka? Ponsel ada, kan. Apa lagi kamu sedang masa pemulihan, tak bagus melakukan perjalanan jauh, Lin."Aku membisu, memang benar perkataan ibu. Tak mungkin beliau percaya dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Aku tak pandai membuat alasan yang tepat, selalu saja ketahuan. "Ceritakan, Lin.""Bukan di sini, Bu. Nanti malam saja."Ibu mengangguk, menyetujui perkataanku. Karena memang tak baik membicarakan masalah yang menyangkut Satriya tepat di hadapan putri kecilku. Dia memang diam, tapi otaknya merekam semua percakapan kami. Tak menutup kemungkinan kata-kata kami menyakiti hatinya. ***Di sini kami, duduk di teras seraya menatap malam. Tak ada Aluna, dia sudah terlelap setelah azan magrib. Perjalanan jauh membuat dia lelah hingga tidur lebih awal. "Kalian bertengkar?" Ibu menatap penuh selidik. Sebuah anggukan membe

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Alin Pulang ke Kampung

    Nada dering panggilan masuk menghentikan lamunanku. Sesaat Aluna menggeliat, suara ponsel itu sedikit mengusik tidurnya. Aluna baru saja terlelap setelah perjalanan panjang dan sesekali beristirahat karena nyeri terkadang terasa. Benda pipih itu terus saja bernyanyi meski kubiarkan hingga bungkam dengan sendirinya. Aku melirik jam yang melingkar di tangan, hampir tengah malam. Kurasa Satriya baru saja pulang, dia tak menemukan keberadaanku hingga terpaksa menelepon. Ponsel sengaja aku non aktifkan, biarlah Satriya kebingungan untuk sementara waktu. Aku hanya lelah dengan sikapnya akhir-akhir ini. Tak bisakah ia sadar, jika semua ini takdir yang sudah Allah gariskan pada kami. Sebagai seorang ibu, aku pun terpukul atas kepergian Finziya. Putri kecil yang kami nantikan justru kembali pada Sang Pemilik. Bayangan tangis dan tawa saat aku menimangnya harus hilang dalam sekejap mata. Sebenernya akulah yang paling terpukul dan nyaris depresi. Sebagai seorang ibu, aku merasa gagal melind

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kepergian Alin

    Pov Satriya[Apa kabar, Sat? Benar perkataanku, kan ... Aluna akan menjadi tembok pembatas antara kamu dan Alin. Harusnya kamu sadar, hanya aku papanya, bukan kamu.]Aku mengepalkan tangan di atas meja. Amarah yang belum mereka kini kembali meledak. Tuhan, kenapa kakakku sendiri yang berniat merusak rumah tanggaku? Ponsel kuletakkan kembali di atas meja. Menyalakan laptop Niko yang sempat kupijam. Tanganku menari di atas mouse, mengedit foto klien. Namun pikiran bercabang membuat hasil edit tak memuaskan, aku tak bisa fokus saat masalah memenuhi kepalaku. Aku mengusap wajah kasar, mengeluarkan emosi yang sempat memenuhi rongga dada. Lelah, satu kata yang kini aku rasakan. Ingin aku berteriak, namun nyatanya ini bukan tempat yang tepat. Nada dering panggilan masuk kembali menyita perhatianku. Kulirik layar benda pipih yang tergeletak di atas meja. Untunglah bukan nama Tara yang muncul di sana. Aku tak mampu mengontrol emosi jika lelaki itu kembali menghubungiku. Namun rasa lega hil

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kemarahan Satriya

    Pov Satriya"Aluna!"Aku berteriak kala es teh dalam gelas tumpah tepat di atas laptop. Cepat-cepat aku cabut kabel charger yang masih menempel di laptop. Membalikkan benda pintar itu, mengelap bekas air yang masih melekat. "Aluna, kenapa bisa tumpah? "Gadis kecil itu berdiri di tempat seraya menangis sesenggukan. Bulir demi bulir terus saja jatuh membasahi pipinya. Namun entah kenapa aku tak iba, rasa kesal justru semakin mengakar. "Mama!"Bukannya menjawab, Aluna justru berteriak memanggil Alin. Dia persis seperti Mas Tara ketika kecil, mengadu, dan mencari perlindungan di punggung mama. "Ya Allah, kenapa bisa begini?"Alin begitu terkejut melihat keadaan ruang keluarga. Apa lagi melihat laptop yang tengah kukeringkan dengan tisu. Belum lagi beberapa foto tersiram air. "Tanyakan saja pada anakmu!"Tangis Aluna kian menjadi seiring suaraku yang memekik. "Kenapa bisa tumpah, Nak?"Hanya tangisan yang keluar dari mulut mungil itu. Entah, lama-lama aku menjadi bosan. Bosan dengan

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Bentakan Satriya

    Dua hari setalah kalimat menyakitkan menghantam hatiku. Kini kembali kami saling diam, seolah ada tembok pembatas meski kami berada dalam satu ranjang. Bahkan kami saling beradu punggung. Sibuk dengan rasa sakit masing-masing. Titik demi titik jatuh membasahi pipi. Aku menangis dalam diam, keluar sudah sesak dalam rongga dada. Menyakitkan, tapi tak mampu kujawab perkataan Satriya. "Gara-gara Aluna, anakku meninggal!"Kalimat itu terus saja terngiang di telinga. Sesak, dadaku seakan terhimpit batu besar, hingga menghirup udara begitu susah. Kenapa Satriya tega mengatakan hal itu? Kenapa? Tarikan napas dan denting jam terdengar jelas di telinga. Keheningan menciptakan atmosfer yang berbeda di kamar ini. Rasa nyaman yang dulu melekat seolah hilang dalam satu kedipan mata. Kembali aku pejamkan mata saat merasakan gerakan di ranjang. Tak lama langkah kaki menjauh hingga gesekan pintu terdengar jelas di telingaku. Satriya pergi seperti kemarin malam. Setelah merasa aman, aku pun memba

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Gara-gara Aluna

    "Hati-hati, jangan mengulangi hal yang sama. Ngerti!"Satriya berlalu pergi seraya membawa kamera. Tak lama terdengar suara mobil menjauh. Dia bekerja tanpa mengucapkan salam, apa lagi sarapan. Aku menghela napas, membuang rasa sesak dalam dada. Tak bisa aku pungkiri, ucapan Satriya menyakiti hati. Bukankah kematian adalah takdir, bukan salah Aluna. Dia masih terlalu kecil untuk menanggung kesalahan. "Ma ...."Aluna memeluk tubuhku sambil tersedu, dia menangis mendengar bentakan ayah sambungnya. "Aluna geser dulu, Nak."Perlahan Aluna berjalan hingga berhenti dan menempel tembok. Air matanya masih menetes, dia takut dengan bentakan Satriya. "Aluna di situ dulu, ya. Mama mau bersihin tumpahan airnya."Segera aku ambil pel, membersihkan genangan air yang ada di lantai. Harus segera dibersihkan agar tidak menjatuhkan orang lain, termasuk Aluna. Setelah selesai kami pun sarapan berdua. Ya, hanya berdua karena Satriya sudah berangkat terlebih dahulu. "Aluna libur dulu, ya," ucapku se

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Perubahan Sikap Satriya

    "Aluna tidak kamu ajak, Pi?"Satriya menolah tapi kembali sibuk memasukkan pakaian ke dalam tas. Mulut lelakiku masih membisu, tak ada sepatah kata yang keluar saat ia tiba di sini. "Rumah sakit pasti memperbolehkan kalau untuk menjemput pasien, Pi. Dia pasti merindukan aku.""Dia sama ibu di rumah," jawab Satriya datar. Satriya kembali membereskan barang-barang kami. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ya, semenjak kematian putri kami, Satriya menjadi pendiam. Tak ada tawa apa lagi kekonyolan yang biasa ia lakukan. Dia tenggelam dalam luka dan kesedihan. Sebenarnya bukan hanya dia yang kehilangan, aku pun merasakan hal yang sama. Namun hidup harus terus berjalan sekali pun dengan luka yang melekat. "Sebentar, aku panggilkan suster."Satriya keluar dari ruang rawat inapku. Sepi, kurasakan itu lagi. Perasaan bersalah hadir tanpa kuminta. Seandainya aku hati-hati, mungkin putri kecilku akan baik-baik saja. Suara pintu dibuka menyentak lamunanku. Aku menoleh, Satriya masuk bers

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kepergian Malaikat Kecil

    "Bayiku di mana, Sus?"Kembali aku menanyakan hal yang sama. Namun lagi dua perempuan berpakaian serba putih itu hanya diam membisu. Seolah ada sesuatu yang mereka tutupi. Apa jangan-jangan .... "Kita ke kamar inap dulu, ya, Bu."Kedua suster kembali mendorong brankar, tempatku terbaring tak berdaya. Aku menatap lurus ke atas dengan pandangan kosong. Beberapa prasangka kembali menari dalam angan. Bayang bayi mungil yang belum kulihat terlintas berulang kali. Suara gesekan roda brankar dan lantai bak sirine yang membuat orang-orang menyingkir kala kami lewat. Sempat kulihat beberapa pasang mata mencuri pandang ke arahku. Mungkin bertanya-tanya karena aku hanya seorang diri tanpa ada kelurga yang menemani. Apa lagi baru keluar dari ruang operasi. Pintu kamar dibuka, kosong tak ada Satriya di sana. Prasangka kembali memenuhi isi kepalaku. Di mana suami dan bayiku? Dibantu empat suster aku dipindahkan di atas ranjang khas rumah sakit. "Ada yang sakit, Bu?" tanyanya salah satu suster

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Operasi Sesar

    Darah? Aku menatap bawah, benar saja darah segar keluar dari pangkal paha. Nyeri, perutku terasa tertusuk ... sakit sekali. Bahkan aku tak mampu menjelaskan sakitnya seperti apa."Pi... Papi!"Aku terus memegangi perut, namun Satriya tak kunjung membuka mata. Dia masih terlelap dalam mimpi. Ya Allah, Satriya. "Papi!" teriak Aluna kencang. Seketika Satriya terbangun. Dia menjerit kala melihat aku tergeletak tak berdaya di lantai. Ditambah darah yang keluar darin pangkal paha. "Ya Allah, Yang. Kamu kenapa?""Sa--sakit, Yang." Aku pegangi perut yang terasa sakit. "Ya Allah, kenapa bisa begini?"Satriya kebingungan, dia jongkok hendak membopong tubuhku. "Aluna kedinginan, Yang."Gerakan tangan itu terhenti, Satriya kebingungan hendak mengganti baju Aluna atau menolongku terlebih dahulu. Kami sama-sama membutuhkan bantuan secepatnya. "Aluna tunggu di sini dulu, Papi mau bawa Mama ke mobil.""Tapi, Pi ....""Sebentar, Nak. Papi bawa mama turun dulu."Sempat kudengar hentakkan kaki

DMCA.com Protection Status