Share

Solusi

"Ada sedikit masalah, Bu karena jemuran," jawab Dina. "Maaf ya Bu, saya masuk dulu, anak saya belum selesai makan tadi."

Untungnya, Bu RT mengangguk mengiyakan, lalu Dina masuk dan kembali menyuapi anaknya makan. Sementara Dewi terdengar berbicara dengan Bu RT.

"Saya tu kesel Bu, sama dia. Masa tiap hari asal saya mau keluar dia malah ngeluarin jemuran. Kan airnya netes kena saya, Bu," ucap Dewi. Wajahnya masih ditekuk. Diliriknya Dina dengan lirikan tajam penuh kebencian.

"Jadi begitu. Maaf ya, Bu Dewi, bukan saya mau ikut campur. Kalau ada masalah kan bisa kita bicarakan baik-baik. Terus ini kan rumahnya begini, nggak ada tempat lagi buat jemur. Kan kasihan, lho." Bu RT coba menengahi. Dewi justru mencebik tak suka.

"Saya sampai nggak pernah nyapa atau ngajak main anaknya karena kesel sama mamanya. Padahal saya nggak gitu, saya itu seneng kalau ada anak kecil. Suka saya ajak main." Dewi berkata sebelum bu RT menghabiskan kalimatnya.

"Begini saja, saya panggil Bu Rini kesini ya, biar kita semua dapat solusi," kata Bu RT akhirnya.

Bu Rini merupakan pemilik rumah kontrakan. Rumah Bu Rini hanya beda desa, jika naik motor sekitar sepuluh menit sudah sampai.

"Saya permisi dulu, nanti saya kesini lagi ya, Bu." Bu RT pamit pada Dewi juga Dina yang ada di dalam rumah.

Bu RT baru saja meninggalkan halaman, Dewi segera mengalihkan pandangan pada Dina yang masih menyuapi anaknya. Wajahnya masih menyimpan amarah.

"Sekarang semua orang tau. PUAS LO?!" Dewi bersuara lantang di depan pintu rumah Dina. Sementara Dina tak acuh karena sibuk dengan anaknya. Setelah itu Dewi Pun masuk ke dalam rumah dengan menghentakkan kaki.

***

Di rumah Dewi, ada Bu Rini, Bu RT, Dewi dan juga Dina. Mereka semua duduk melingkar di ruang tamu Dewi.

"Jadi begini ibu-ibu, saya sebagai RT di lingkungan ini, ingin menengahi masalah Bu Dewi juga Bu Dina. Karena saya nggak enak kalau dalam lingkungan ini ada yang ribut-ribut. Saya berharap semua warga rukun," kata Bu RT memulai.

"Dan maaf saya terpaksa memanggil Bu Rini sebagai pemilik kontrakan, supaya ada jalan keluar dari masalah ini," lanjut Bu RT lagi, sambil melihat Bu Rini dengan wajah bersalah.

Bu Rini mengangguk paham, lantas berkata, "Saya juga sebagai pemilik kontrakan berharap, yang tinggal di sini rukun-rukun. Apalagi kita semua kan sama-sama merantau, sama-sama jauh dari keluarga. Ya tetangga kita inilah yang sekarang jadi keluarga, karena kalau ada apa-apa pasti tetangga dulu yang kita jawil. Yang pertama kita mintai tolong. Bener nggak, Bu?" ucap dan tanya Bu Rini dengan suara tenang.

Semua yang hadir mengangguk setuju.

"Bagaimana Bu Dewi, ada yang mau disampaikan?" tanya Bu RT setelah hening beberapa saat.

"Gini Bu, saya itu keganggu gitu, tiap saya mau keluar rumah, kenapa dia ngeluarin jemuran, kan jemuran dia basah, jadi airnya itu netes-netes kena saya juga anak saya kalo lewat. Saya juga pernah kok ngontrak yang rumah saya dilewati tetangga, tapi saya nggak pernah netesin air jemuran," jawab Dewi panjang pendek. Sesekali ia melirik Dina yang duduk berseberangan dengannya.

"Bagaimana Bu Dina?" tanya Bu RT menengahi.

Dina menghela napas sejenak sebelum berbicara.

"Maaf ya, Bu, saya kan nggak tau jadwal Bu Dewi mau keluar rumah jam berapa. Saya nyuci juga sesempat saya kalau anak saya anteng, begitu selesai ya saya keluarkan jemur di luar," jawab Dina.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Dina menajamkan telinga dan mengenali kalau itu suara tangis anaknya.

"Maaf Bu, anak saya nangis, saya permisi dulu ya." Dina pamit pulang karena anaknya menangis, sedangkan di rumah tidak ada orang lain. Gegas ia beranjak setelah diiyakan oleh mereka yang hadir.

"Sebenarnya ini kan masalah kecil, kenapa dibesar-besarkan, Bu?" tanya Bu Rini setelah Dina menghilang di balik pintu. Dewi menunduk.

"Saya sampai malu tadi dapat telepon dari Bu RT kalau di sini rame-rame, sampai terdengar ke tetangga," ucap Bu Rini seraya menghela napas panjang. "Saya harap kejadian ini tidak terulang lagi ya, Bu," lanjut Bu Rini lagi.

"Begini Bu Dewi," ucap Bu Rini, "Kalau misalnya yang situ disekat bagaimana? Nanti saya buatkan pintu keluar supaya Bu Dewi tidak perlu melewati rumah Bu Dina?"

Bu Rini mengarahkan ibu jarinya ke arah tembok pembatas teras Dina dan Dewi.

Dewi terlihat berpikir, lalu berkata, "Boleh juga Bu, tapi kalau disekat, bagaimana nanti saya ngeluarin motor? Ini kan di pojokan?"

"Jadi Bu Dewi maunya bagaimana?" tanya Bu Rini lagi.

Dewi nampak berpikir keras. Jika batas rumahnya dan rumah Dina disekat, maka dia akan kesulitan saat keluar masuk menggunakan sepeda motor. Sedangkan jika tidak disekat, dia juga tidak mau seperti selama ini, kena tetesan air jemuran.

"Terserah ibu sajalah," jawab Dewi, tanpa solusi.

"Lho, kok terserah?" sahut Bu RT, tampak sedikit kesal, "Jangan begitu Bu Dewi. Ini dikasih solusi sama Bu Rini, sudah baik sekali pemilik rumah mau membuatkan pintu pagar lagi dan juga disekat pembatasnya supaya ibu tidak melewati rumah Bu Dina."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status