Share

POV Dewi

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2024-05-30 16:23:35

Selama ini, aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan. Termasuk rumah yang kutempati ini. Meski ngontrak, tapi rumah ini sudah kupesan jauh hari sebelum rumah ini jadi.

Saat masih proses pembangunan sudah kupesan pada pemilik rumah kontrakan ini, supaya aku bisa menempati rumah yang di pojok. Dari semua penyewa, akulah yang paling lama tinggal di sini.

Aku merasa tertipu waktu baru tinggal di sini beberapa bulan, saat tiba-tiba banjir semata kaki. Dulu aku pikir rumah di sini bebas banjir. Lama-lama banjirnya makin tinggi sampai lutut.

Sebenarnya, aku tau kalau Dina tidak bersalah. Aku hanya mencari-cari celah untuk bisa menjatuhkan dia. Aku lihat hidupnya lurus-lurus saja. Gimana nggak lurus, aku dengar dia baru nikah waktu ngontrak di situ. Belum dua bulan, dia hamil.

Suaminya juga baik dan perhatian, ini yang membuatku iri. Aku tau suaminya perhatian karena sering lihat dia pulang kerja membawa tentengan, hal yang hampir tidak pernah dilakuk
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Kena Lagi

    Sejak kejadian hari itu, aku lihat kondisi selalu aman. Jemuran basah yang seakan menyambut ketika aku hendak mengantar jagoan kecilku ke sekolah, tidak lagi kutemukan.Manjur juga ngomelin Dina. Tau gitu kan dari dulu aja. Nggak perlu aku pakai payung segala kalau mau lewat situ. Iya, kan?Hari ini aku ingin pulang lebih cepat setelah mengantar sekolah. Ingin segera rebahan dan nonton Drakor. Namun, lagi-lagi pemandangan yang mengesalkan itu sudah tersaji begitu saja.Dari kejauhan, aku lihat si Dina lagi manjat kursi sambil tangannya naruh jemuran. Huh, pasti bakal kena tetesan air lagi ini. Awas aja kalau aku udah sampai, dia belum turun. Aku tabrak aja kali, ya, biar hilang juga tuh, janinnya. Kesel melulu bawaannya kalau lihat dia.Rupanya dia tau kalau aku datang. Belum juga kubuka pintu pagar, dia sudah buru-buru turun. Baguslah kalau tau diri. Pas lewat, aku lihat masih ada setengah ember jemuran dia. Kan, kena air lagi kan aku?

    Last Updated : 2024-05-31
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Penjual Minuman

    Dewi kembali berselancar mencari lowongan kerja melalui internet. Ia cari yang lokasinya paling dekat dengan rumah. Ini karena ia harus mengantar jemput anak semata wayangnya ke sekolah. Banyak yang menarik, tapi terkendala usia. Saat masih sibuk menelusuri lowongan demi lowongan, ada satu yang menarik perhatian Dewi. Sebuah produk susu yogurt membuka cabang baru, butuh sales untuk meningkatkan penjualan. Sedangkan umur tak jadi masalah. Tak menunggu lama, ia menyiapkan segala persyaratan untuk melamar kerja. Pagi ini, setelah mengantar Sultan ke sekolah, Dewi bergegas menuju kantor cabang susu yogurt untuk memenuni panggilan interview. Seperti kebanyakan orang yang baru melamar kerja, Dewi juga merasakan dag dig dug. Ada perasaan kuatir jika tak diterima, apalagi melihat orang yang datang tidak sedikit. Namun, Dewi tetap optimis jika dirinya akan diterima bekerja. Dewi diterima kerja setelah melalui proses interview. Tentu saj

    Last Updated : 2024-05-31
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada yang niat

    Pagi hari yang cerah, Dina bermaksud keluar rumah untuk mengeluarkan jemuran setelah mendengar suara motor Dewi keluar pagar. Ibu satu anak itu membuka pintu terlebih dahulu untuk memudahkan mengeluarkan keranjang cucian. Namun sesampainya di depan pintu, wanita itu sangat terkejut ketika melihat pintu gerbang yang ada di sebelah kiri rumahnya dalam keadaan terbuka. Selama ini, jika Dewi keluar atau masuk, pasti menutup kembali pintu itu meski tidak dikunci. Dina hampiri pintu itu bermaksud untuk menutupnya. Namun, lagi-lagi Dina dikejutkan oleh kenyataan bahwa pintu itu dikunci menggunakan rantai yang biasa dipakai untuk mengunci sepeda ontel. Bagaimana bisa ditutup kalau dirantai begitu? 'Astagfirullah ... perbuatan siapa ini?' Dina bertanya dalam hati. "Kenapa, Mbak?" tanya Bu Yati yang tiba-tiba muncul di depan rumah. Ia hampiri Dina yang masih berdiri di dekat pintu pagar di depan rumah Dewi. "Itu kok, kebuka pintunya?" tanya Bu Yati lagi. "Iya nih, Bude. Dikunci l

    Last Updated : 2024-06-01
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Tetangga Unik

    "Yah … berkurang satu dong, teman main Putri,” sahut Dina serupa keluhan setelah beberapa saat terdiam dan sibuk dengan pikirannya.. Putri dan Hana memang seumuran, Hana lahir satu bulan lebih awal dari Putri. Bisa dikatakan mereka berteman sejak masih dalam kandungan. “Jadi gimana? Kalau di sana kan lumayan tinggi, tuh. Aman lah dari banjir,” desak Bu Maya "Mau aja sih, kalau cocok, tapi tetap tanya bapak dulu. Ya kan, Nak?" Kali ini Dina mengajak bicara anaknya. Putri yang belum mengerti hanya senyum-senyum sambil memainkan boneka jerapah. "Iya lah, wajib itu, kan nanti yang nempati sama-sama." Bu Maya membenarkan ucapan Dina. "Emang mau pindah ke mana?" Dina bertanya keheranan. "Itu di seberang jalan raya, dekat jalan yang dilewati kalau pijat bayi," jawab Bu Maya. "Wah, daerah sana kan dekat juga sama tempat kerja bapaknya Putri," ucap Dina. "Lalu nenek bagaimana?" tanya Dina lagi. Beberapa hari sebelumnya, Bu Maya pernah bercerita kalau cekcok dengan ibu suami

    Last Updated : 2024-06-01
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Proposal

    "Kalau di situ nggak banjir ya, Bu?" Dina bertanya untuk memastikan.Deretan rumah bu Maya memang lebih tinggi dari jalan raya, juga dari lapangan. Ada setengah meter selisihnya. Jadi halaman rumah Bu Maya juga agak miring menyesuaikan jalan. Sementara halaman rumah Bu Yana lebih datar."Banjir juga waktu itu yang pas tinggi banget, sampai mata kaki aja, sih Teh," jawab Bu Maya.'Yah, sama aja banjir, dong,' ucap Dina dalam hati."Kalau di situ, tiap tahun naik Teh, ya seratus dua ratus naiknya. Makanya kalau mau, nanti saya antar biar nggak dinaikin kalau ada yang bawa. Soalnya kalau enggak, nanti keduluan orang, kalau di sini kan cepet laku kontrakannya. Kayak yang rumah di situ kan baru berapa hari udah keisi." "Iya juga, sih," jawab Dina melihat ke arah rumah yang dimaksud oleh Bu Maya."Nanti deh, ya, tanya bapak dulu,” sambung Dina, yang tidak mau mengambil keputusan sendiri. Lagi pula, banjir masih jadi pertimbangannya.

    Last Updated : 2024-06-02
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Diajak Arisan

    Deny melihat sedikit senyum di wajah Dina saat menyampaikan perihal pindah rumah. Ya, meski masih mengontrak, setidaknya butuh tempat tinggal yang nyaman, bukan?Sebagai suami, dia mengerti ketidaknyamanan istrinya selama tinggal di rumah yang sekarang mereka tempati. Terlebih mendengar cerita semalam, soal pintu pagar yang sengaja dibuka oleh tetangga sebelah, semakin menambah daftar waspada saat mengasuh anak pertama mereka."Ya, lihat dulu dalamnya. Kalo kamu cocok … ya, ayok pindah nggak apa-apa malah dekat."Deny akhirnya menjawab setelah mengamati wajah sang istri. Wajah yang menggambarkan antara senang ada peluang pindah kontrakan, dan sedikit kerutan di kening, seakan ada hal yang ia khawatirkan."Tapi, dia bilang airnya susah, soalnya buat delapan keluarga."Kali ini Dina menjawab dengan suara melemah. Sementara itu, Deny terkejut mendengarnya."Lah … ya repot dong, kalau air aja susah. Air itu penting. Gimana kalau tiba

    Last Updated : 2024-06-02
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Melihat Rumah Hana

    Dina membawa Putri ke luar setelah tenang. Ia lihat ke rumah Bu Yati, nenek Ida sudah tidak ada di sana. Tinggal Bu Yati yang sedang asyik melihat anak-anak kecil bermain di lapangan. Dina Pun membawa Putri ke halaman Bu Yati karena melihat Keysha juga sedang bermain."Gimana Mbak, jadi ikut?" tanya Dina pada Bu Yati."Enggak ah, Tante, kayak nggak meyakinkan." Bu Yati berkata sambil menggelengkan kepalanya, lalu berkata, “Tante tertarik? Tapi kayak geleng-geleng tadi?”Dina tersenyum sambil menggelengkan kepala, lalu menjawab, "Kalau aku memang nggak tertarik sama arisan-arisan gitu sih, Mbak. Mending nabung. Sama aja kan, hasilnya." "Iya sih, Tante," ucap Bu Yati. "Eh, Itu ayah pulang tuh, Dek."Tiba-tiba Bu Yati menunjuk ujung jalan, di mana sudah ada Deny di sana. Dina reflek menoleh, kemudian tersenyum saat melihat sang suami sudah pulang kerja. Sementara Deny yang melihat istri dan anaknya malah melambaikan tangan dada-dada.

    Last Updated : 2024-06-04
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Apa Keputusannya?

    Sebenarnya Dina enggan melihat ke sana setelah mengetahui bahwa air di sana susah. Namun, demi menghargai suami yang meminta untuk melihat dalamnya, Dina menurut saja. Rumah Hana menghadap ke arah barat, tepat di pertigaan jalan yang menjadi lalu lintas pengendara bermotor maupun para pedagang. Termasuk gerobak sampah juga lewat sana, sebab TPA tepat ada di sebelah Utara perkampungan yang ditinggali Dina.Meski kecil, jalan di sana selalu ramai dilalui kendaraan bermotor. Siang hari sampai sore jika cuaca cerah, maka panas sekali di depan rumah. Itu sebabnya Dina jarang melihat pintu rumah mereka terbuka di saat siang sampai sore.Dina meminta ijin pada Bu Maya untuk melihat ke dalam rumah. Dengan senang hati Bu Maya mengiyakan. Saat baru masuk, Dina melihat tumpukan baju yang terbungkus rapi dalam plastik. Nampaknya pakaian keluarga Bu Maya yang baru diambil dari laundry. Dina juga melihat banyak kardus di sana."Maaf ya, rumahnya berantakan. In

    Last Updated : 2024-06-04

Latest chapter

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Buat Kita Aja

    “Dapat arisan kan, kamu? Kebetulan, sudah saatnya kirim ke ibu.”Hati Lila meradang mendengar ucapan suaminya. Terlebih lagi, melihat ekspresi pria di depannya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. “Itu tabungan aku, Yah!?” seru Lila tak terima.Setelah sekian lama ia menyusul suami ke ibukota, lalu berusaha menyisihkan sedikit tabungan, kini dengan mudahnya lelaki itu merampas apa yang ia punya. Ya, meski semua dari pemberian sang suami. Namun, sebagai istri, dia juga punya hak bukan?“Tabungan kamu kan dari aku juga,” sahut Gema yang langsung menyimpan lembaran-lembaran merah itu ke dalam saku celananya.“Dah lah, sana urusin Ari. Ayah mau tidur biar bisa bangun cepat lalu masak bubur,” pungkas Gema lalu berlalu ke kamar. Lila ingin mendebat, tapi seakan tidak bertenaga. Dalam diam, wanita itu mencari cara supaya bisa mengambil kembali haknya..Tengah malam, Lila terbangun dengan kepala yang pusing luar biasa.

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Perdebatan Suami Istri

    Beberapa saat sebelumnya …Lila memasuki halaman kontrakan dengan berdendang ringan. Wanita itu baru saja pulang dari arisan di komplek sebelah.Aroma masakan langsung menyapa indera penciuman begitu ia membuka pintu. Pemandangan pertama yang terlihat adalah Ari yang sedang duduk manis di depan kotak nasi yang terbuka dan menampilkan isinya.Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sekitar bocah berumur tiga tahun itu. Melihat siapa yang datang, Ari langsung melebarkan senyum dan menyapa, “Bunda!”Lila tersenyum malas, dan lebih tertarik dengan nasi kotak yang terlihat lezat.“Ayah mana, Nak?” tanya Lila setelah mendaratkan bibir di pipi gembul anak sulungnya.“Ayah masak di dapur!”Gema menyahut sebelum Ari menjawab pertanyaan sang Bunda.“Jam segini baru pulang. Pasti ngerumpi lagi!” gerutu Gema yang segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu.“Nggak ingat anak. Main pergi nggak pulang-pulang.”Gema masih meluapkan kekesalannya pada sang istri yang pergi sejak sore hingga mal

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Aku suka Rumahnya, Mas

    "Gimana Dek, setuju nggak kalau kita pindah ke sana?"Deny sungguh ingin tahu pendapat sang istri, meski sudah terbaca dari raut wajahnya saat berada di sana sore tadi."Setuju sih, Mas. Tapi ... ," jawaban Dina menggantung, seakan ada hal yang berat untuk disampaikan. Biar bagaimana pun, ia sudah jatuh hati dengan rumah yang mereka kunjungi, terlebih dengan halaman di belakang rumah. Ia tak perlu ke luar rumah untuk menjemur cucian, bukan? Juga akan merasa aman menemani anaknya bermain di halaman depan karena sudah memiliki pagar."Tapi kenapa, Dek?" kali ini Deny memandang lekat penuh tanya pada sang istri."Apa nggak mahal sewanya, Mas?” cicit Dina membuat salah satu sudut bibir suaminya tertarik ke atas.“Sudah kuduga,” batin Deny.Dina menghembuskan napas panjang, lalu berkata, “Rumahnya bagus, lho. Halaman ada dua, sudah dipagar lagi," terucap juga pertanyaan yang mengganjal hati wanita itu. Se

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Survei Lokasi

    Di tempat kerja, Deny disambut dengan ungkapan belasungkawa dari teman-teman kerja. Pria yang masih berduka itu menerima sumbangan kematian dari rekan kerja yang dimasukkan di dalam amplop berwarna putih. Sudah menjadi hal wajar di tempat ia bekerja. Namun, belum ada niat untuk membuka dan melihat isinya. Ia pun menyimpan amplop itu di dalam tas. "Ayo Den, kita ke luar, yuk," ajak Sapto saat jam makan siang."Mau ke mana?""Makan di depan yuk. Aku yang traktir, deh," jawab Sapto dengan senyum tulus."Ya udah, ayok."Mereka berjalan beriringan. Ada empat orang lagi yang ikut serta. Mereka semua teman satu divisi, berusaha menghibur Deny yang masih dalam suasana berkabung dengan bermacam cara.."Dek, ini tadi Mas dapat uang kematian dari teman-teman," ucap Deni saat buah hati mereka sudah terlelap, sambil menyerahkan amplop tebal."Ini buat Ibu kan, Mas? Dikirim aja uangnya," saran Dina begitu sa

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Sampai Tuntas

    Wajah Dina menjadi seputih kapas begitu meninggalkan dapur."Kenapa, Bu?" Deni saat melihat perubahan istrinya."I-itu, Pak. Ada ekor di dalam kompor," ucap Dina dengan nada panik mode on.Deni tersenyum menanggapi. Tanpa berkata lagi, ia beranjak untuk membuka pintu depan. "Tutup dulu pintu kamarnya, Bu."Dina menurut meski tak mengerti dengan maksud sang suami.Deni kembali ke dapur untuk melepaskan sambungan regulator, kemudian mengangkat kompor dua tungku tersebut ke luar rumah.Deni berhenti di luar pagar, lantas membalik kompor itu, dan benar saja, si pemilik ekor yang ditemukan oleh istrinya melompat ke luar."Pergi yang jauh, jangan kembali lagi, ya," ucap Deni sambil dadah dadah.Deni kembali ke dalam rumah, mengambil lap untuk membersihkan kompor."Sudah ketemu, Pak?" ia disambut dengan pertanyaan dari istrinya yang baru ke luar dari kamar mandi."Sudah, Bu. Sudah pergi malah.""Alhamdulillah ... ."Dina menghembuskan napas lega, sambil menepuk dada."Senang sekali dengar

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada Tamu

    Pukul empat sore, ibu-ibu sudah memenuhi halaman rumah Bu Sari. Sudah menjadi kebiasaan di sana, jika ada warga meninggal, warga lain bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sore hari setelah Ashar untuk ibu-ibu, sedang untuk bapak-bapak setelah sholat Maghrib. Bu Sari serta Dina ikut bergabung dengan para ibu. Sesekali Bu Sari masih meneteskan air mata. Dina tetap setia di samping Bu Sari mencoba menguatkan.Sedikit hiburan untuk Bu Sari dengan adanya Putri. Sesekali diajak bercanda untuk melupakan kesedihan karena ditinggal belahan jiwa. Tak jarang pula kenangan demi kenangan berkelebat dalam ingatan, membuat butiran mutiara berdesakan hendak ke luar dari indera penglihatan.***Tak terasa sudah tiga hari Dina dan Deny menemani Bu Sari di rumah setelah kepergian sang suami. Bu Sari sedikit terhibur dengan adanya Putri, cucu satu-satunya yang bertingkah lucu. Tak jarang Bu Sari menggendong dan menemani bermain saat Dina harus beristirahat. Kondisinya yang sedang berbadan dua d

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Pembaringan Terakhir

    "Bu, Bapak baik-baik saja, kan?" Deny bertanya sekali lagi. Sementara Bu Sari masih terisak. Perasaan Deny mulai tak nyaman."Bapakmu baik. Bapak sudah tenang, Nak. Kalian pulang, ya," ucap Bu Sari di antara isak tangisnya.“Maksud ibu tenang bagaimana?” kejar Deny, mengabaikan isakan sang ibu.“Bapakmu meninggal, Nak. Jam satu dini hari tadi. Pulanglah kalau masih ingin melihat bapakmu untuk terakhir kalinya,” jelas Bu Sari, membuat tangis Deny meledak.“Bu … Bapak meninggal, Bu …,” raung Deny yang reflek memeluk istrinya.Dina sendiri terdiam untuk beberapa saat melihat reaksi suaminya. “Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi raaji'uun,” gumamnya nyaris tak terdengar.“Mas, istighfar, Mas …,” ucap Dina kemudian, sambil menepuk-nepuk punggung suaminya. “Yang ikhlas, ya, biar lapang jalan Bapak,” lanjut Dina, yang sedikit menenangkan pria yang masih terisak dalam pelukannya.Teringat pada sang ibu yang masih terhubung melalui sambungan telepon, lelaki itu pun berkata, “Baik, Bu. Aku akan car

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Banjir

    Sore harinya ….Dina tertegun melihat genangan air di depan kontrakan. Tingginya menyentuh bagian bawah pintu pagar. Hujan baru berhenti beberapa menit yang lalu. Wanita bergamis hijau toska itu berharap air tidak naik lagi, seperti beberapa waktu lalu, yang justru jadi penyebab banjir karena air kiriman.Sempat tertidur setelah menidurkan putri kecilnya, Dina terbangun saat mendengar suara hujan yang turun bagai dicurahkan dari langit. Atap rumah tempat ia tinggal bukan dari genteng yang terbuat dari tanah, sehingga saat hujan turun meski gerimis kecil, ia bisa mengetahui dari dalam rumah.Istri dari Deny itu melihat anak-anak bermain air banjir. Ada yang membawa ban mobil yang besar untuk mereka naiki bergantian. Ada juga yang membawa kursi rusak untuk dinaiki rame-rame."Aku woy … woy … gantian!"Byurr ….Seorang anak menceburkan diri ke genangan air di ujung lapangan."Ganti aku!"Seorang anak lainnya hendak menaiki kursi rusak yang sudah diduduki oleh temannya. Namun, sudah asy

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Tanpa Kamu

    Dina melihat Putri telah bangun dengan badan yang basah. Pemandangan yang biasa ia temui, sebab tidak menggunakan popok bayi pada anaknya.Jika ada Deny, lelaki itu akan sigap memegang anaknya dalam kondisi seperti sekarang. Dina menghela napas teringat suaminya yang ringan tangan membantunya mengurus anak.Toilet training sudah diajarkan sedini mungkin. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil. Menghela napas sejenak, mengulas senyum tipis, lantas bergegas mengangkat bocah kecilnya untuk dibersihkan di kamar mandi.Pakaian yang bersih telah menempel di badan Putri. Dina mengoleskan minyak telon ke beberapa bagian badan anaknya yang terbuka, lantas kembali mengASIhi putri kecilnya yang kini sudah wangi. "Kalau masih ngantuk boleh bobok lagi ya, Nak. Tapi ini sudah pagi, mau main juga boleh," ucap Dina sambil mengASIhi Putri. Satu tangannya yang bebas, mengusap-usap kepala bocah kecil itu dengan penuh rasa sayang."Mmm ... mmm

DMCA.com Protection Status