Share

Tanpa Kamu

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2024-06-23 23:28:42

Dina melihat Putri telah bangun dengan badan yang basah. Pemandangan yang biasa ia temui, sebab tidak menggunakan popok bayi pada anaknya.

Jika ada Deny, lelaki itu akan sigap memegang anaknya dalam kondisi seperti sekarang. Dina menghela napas teringat suaminya yang ringan tangan membantunya mengurus anak.

Toilet training sudah diajarkan sedini mungkin. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil.

Menghela napas sejenak, mengulas senyum tipis, lantas bergegas mengangkat bocah kecilnya untuk dibersihkan di kamar mandi.

Pakaian yang bersih telah menempel di badan Putri. Dina mengoleskan minyak telon ke beberapa bagian badan anaknya yang terbuka, lantas kembali mengASIhi putri kecilnya yang kini sudah wangi.

"Kalau masih ngantuk boleh bobok lagi ya, Nak. Tapi ini sudah pagi, mau main juga boleh," ucap Dina sambil mengASIhi Putri. Satu tangannya yang bebas, mengusap-usap kepala bocah kecil itu dengan penuh rasa sayang.

"Mmm ... mmm
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Banjir

    Sore harinya ….Dina tertegun melihat genangan air di depan kontrakan. Tingginya menyentuh bagian bawah pintu pagar. Hujan baru berhenti beberapa menit yang lalu. Wanita bergamis hijau toska itu berharap air tidak naik lagi, seperti beberapa waktu lalu, yang justru jadi penyebab banjir karena air kiriman.Sempat tertidur setelah menidurkan putri kecilnya, Dina terbangun saat mendengar suara hujan yang turun bagai dicurahkan dari langit. Atap rumah tempat ia tinggal bukan dari genteng yang terbuat dari tanah, sehingga saat hujan turun meski gerimis kecil, ia bisa mengetahui dari dalam rumah.Istri dari Deny itu melihat anak-anak bermain air banjir. Ada yang membawa ban mobil yang besar untuk mereka naiki bergantian. Ada juga yang membawa kursi rusak untuk dinaiki rame-rame."Aku woy … woy … gantian!"Byurr ….Seorang anak menceburkan diri ke genangan air di ujung lapangan."Ganti aku!"Seorang anak lainnya hendak menaiki kursi rusak yang sudah diduduki oleh temannya. Namun, sudah asy

    Last Updated : 2024-06-24
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Pembaringan Terakhir

    "Bu, Bapak baik-baik saja, kan?" Deny bertanya sekali lagi. Sementara Bu Sari masih terisak. Perasaan Deny mulai tak nyaman."Bapakmu baik. Bapak sudah tenang, Nak. Kalian pulang, ya," ucap Bu Sari di antara isak tangisnya.“Maksud ibu tenang bagaimana?” kejar Deny, mengabaikan isakan sang ibu.“Bapakmu meninggal, Nak. Jam satu dini hari tadi. Pulanglah kalau masih ingin melihat bapakmu untuk terakhir kalinya,” jelas Bu Sari, membuat tangis Deny meledak.“Bu … Bapak meninggal, Bu …,” raung Deny yang reflek memeluk istrinya.Dina sendiri terdiam untuk beberapa saat melihat reaksi suaminya. “Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi raaji'uun,” gumamnya nyaris tak terdengar.“Mas, istighfar, Mas …,” ucap Dina kemudian, sambil menepuk-nepuk punggung suaminya. “Yang ikhlas, ya, biar lapang jalan Bapak,” lanjut Dina, yang sedikit menenangkan pria yang masih terisak dalam pelukannya.Teringat pada sang ibu yang masih terhubung melalui sambungan telepon, lelaki itu pun berkata, “Baik, Bu. Aku akan car

    Last Updated : 2024-06-25
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada Tamu

    Pukul empat sore, ibu-ibu sudah memenuhi halaman rumah Bu Sari. Sudah menjadi kebiasaan di sana, jika ada warga meninggal, warga lain bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sore hari setelah Ashar untuk ibu-ibu, sedang untuk bapak-bapak setelah sholat Maghrib. Bu Sari serta Dina ikut bergabung dengan para ibu. Sesekali Bu Sari masih meneteskan air mata. Dina tetap setia di samping Bu Sari mencoba menguatkan.Sedikit hiburan untuk Bu Sari dengan adanya Putri. Sesekali diajak bercanda untuk melupakan kesedihan karena ditinggal belahan jiwa. Tak jarang pula kenangan demi kenangan berkelebat dalam ingatan, membuat butiran mutiara berdesakan hendak ke luar dari indera penglihatan.***Tak terasa sudah tiga hari Dina dan Deny menemani Bu Sari di rumah setelah kepergian sang suami. Bu Sari sedikit terhibur dengan adanya Putri, cucu satu-satunya yang bertingkah lucu. Tak jarang Bu Sari menggendong dan menemani bermain saat Dina harus beristirahat. Kondisinya yang sedang berbadan dua d

    Last Updated : 2024-06-25
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Sampai Tuntas

    Wajah Dina menjadi seputih kapas begitu meninggalkan dapur."Kenapa, Bu?" Deni saat melihat perubahan istrinya."I-itu, Pak. Ada ekor di dalam kompor," ucap Dina dengan nada panik mode on.Deni tersenyum menanggapi. Tanpa berkata lagi, ia beranjak untuk membuka pintu depan. "Tutup dulu pintu kamarnya, Bu."Dina menurut meski tak mengerti dengan maksud sang suami.Deni kembali ke dapur untuk melepaskan sambungan regulator, kemudian mengangkat kompor dua tungku tersebut ke luar rumah.Deni berhenti di luar pagar, lantas membalik kompor itu, dan benar saja, si pemilik ekor yang ditemukan oleh istrinya melompat ke luar."Pergi yang jauh, jangan kembali lagi, ya," ucap Deni sambil dadah dadah.Deni kembali ke dalam rumah, mengambil lap untuk membersihkan kompor."Sudah ketemu, Pak?" ia disambut dengan pertanyaan dari istrinya yang baru ke luar dari kamar mandi."Sudah, Bu. Sudah pergi malah.""Alhamdulillah ... ."Dina menghembuskan napas lega, sambil menepuk dada."Senang sekali dengar

    Last Updated : 2024-06-27
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Survei Lokasi

    Di tempat kerja, Deny disambut dengan ungkapan belasungkawa dari teman-teman kerja. Pria yang masih berduka itu menerima sumbangan kematian dari rekan kerja yang dimasukkan di dalam amplop berwarna putih. Sudah menjadi hal wajar di tempat ia bekerja. Namun, belum ada niat untuk membuka dan melihat isinya. Ia pun menyimpan amplop itu di dalam tas. "Ayo Den, kita ke luar, yuk," ajak Sapto saat jam makan siang."Mau ke mana?""Makan di depan yuk. Aku yang traktir, deh," jawab Sapto dengan senyum tulus."Ya udah, ayok."Mereka berjalan beriringan. Ada empat orang lagi yang ikut serta. Mereka semua teman satu divisi, berusaha menghibur Deny yang masih dalam suasana berkabung dengan bermacam cara.."Dek, ini tadi Mas dapat uang kematian dari teman-teman," ucap Deni saat buah hati mereka sudah terlelap, sambil menyerahkan amplop tebal."Ini buat Ibu kan, Mas? Dikirim aja uangnya," saran Dina begitu sa

    Last Updated : 2024-06-27
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Aku suka Rumahnya, Mas

    "Gimana Dek, setuju nggak kalau kita pindah ke sana?"Deny sungguh ingin tahu pendapat sang istri, meski sudah terbaca dari raut wajahnya saat berada di sana sore tadi."Setuju sih, Mas. Tapi ... ," jawaban Dina menggantung, seakan ada hal yang berat untuk disampaikan. Biar bagaimana pun, ia sudah jatuh hati dengan rumah yang mereka kunjungi, terlebih dengan halaman di belakang rumah. Ia tak perlu ke luar rumah untuk menjemur cucian, bukan? Juga akan merasa aman menemani anaknya bermain di halaman depan karena sudah memiliki pagar."Tapi kenapa, Dek?" kali ini Deny memandang lekat penuh tanya pada sang istri."Apa nggak mahal sewanya, Mas?” cicit Dina membuat salah satu sudut bibir suaminya tertarik ke atas.“Sudah kuduga,” batin Deny.Dina menghembuskan napas panjang, lalu berkata, “Rumahnya bagus, lho. Halaman ada dua, sudah dipagar lagi," terucap juga pertanyaan yang mengganjal hati wanita itu. Se

    Last Updated : 2024-06-27
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Perdebatan Suami Istri

    Beberapa saat sebelumnya …Lila memasuki halaman kontrakan dengan berdendang ringan. Wanita itu baru saja pulang dari arisan di komplek sebelah.Aroma masakan langsung menyapa indera penciuman begitu ia membuka pintu. Pemandangan pertama yang terlihat adalah Ari yang sedang duduk manis di depan kotak nasi yang terbuka dan menampilkan isinya.Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sekitar bocah berumur tiga tahun itu. Melihat siapa yang datang, Ari langsung melebarkan senyum dan menyapa, “Bunda!”Lila tersenyum malas, dan lebih tertarik dengan nasi kotak yang terlihat lezat.“Ayah mana, Nak?” tanya Lila setelah mendaratkan bibir di pipi gembul anak sulungnya.“Ayah masak di dapur!”Gema menyahut sebelum Ari menjawab pertanyaan sang Bunda.“Jam segini baru pulang. Pasti ngerumpi lagi!” gerutu Gema yang segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu.“Nggak ingat anak. Main pergi nggak pulang-pulang.”Gema masih meluapkan kekesalannya pada sang istri yang pergi sejak sore hingga mal

    Last Updated : 2024-07-31
  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Buat Kita Aja

    “Dapat arisan kan, kamu? Kebetulan, sudah saatnya kirim ke ibu.”Hati Lila meradang mendengar ucapan suaminya. Terlebih lagi, melihat ekspresi pria di depannya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. “Itu tabungan aku, Yah!?” seru Lila tak terima.Setelah sekian lama ia menyusul suami ke ibukota, lalu berusaha menyisihkan sedikit tabungan, kini dengan mudahnya lelaki itu merampas apa yang ia punya. Ya, meski semua dari pemberian sang suami. Namun, sebagai istri, dia juga punya hak bukan?“Tabungan kamu kan dari aku juga,” sahut Gema yang langsung menyimpan lembaran-lembaran merah itu ke dalam saku celananya.“Dah lah, sana urusin Ari. Ayah mau tidur biar bisa bangun cepat lalu masak bubur,” pungkas Gema lalu berlalu ke kamar. Lila ingin mendebat, tapi seakan tidak bertenaga. Dalam diam, wanita itu mencari cara supaya bisa mengambil kembali haknya..Tengah malam, Lila terbangun dengan kepala yang pusing luar biasa.

    Last Updated : 2024-08-01

Latest chapter

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Buat Kita Aja

    “Dapat arisan kan, kamu? Kebetulan, sudah saatnya kirim ke ibu.”Hati Lila meradang mendengar ucapan suaminya. Terlebih lagi, melihat ekspresi pria di depannya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. “Itu tabungan aku, Yah!?” seru Lila tak terima.Setelah sekian lama ia menyusul suami ke ibukota, lalu berusaha menyisihkan sedikit tabungan, kini dengan mudahnya lelaki itu merampas apa yang ia punya. Ya, meski semua dari pemberian sang suami. Namun, sebagai istri, dia juga punya hak bukan?“Tabungan kamu kan dari aku juga,” sahut Gema yang langsung menyimpan lembaran-lembaran merah itu ke dalam saku celananya.“Dah lah, sana urusin Ari. Ayah mau tidur biar bisa bangun cepat lalu masak bubur,” pungkas Gema lalu berlalu ke kamar. Lila ingin mendebat, tapi seakan tidak bertenaga. Dalam diam, wanita itu mencari cara supaya bisa mengambil kembali haknya..Tengah malam, Lila terbangun dengan kepala yang pusing luar biasa.

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Perdebatan Suami Istri

    Beberapa saat sebelumnya …Lila memasuki halaman kontrakan dengan berdendang ringan. Wanita itu baru saja pulang dari arisan di komplek sebelah.Aroma masakan langsung menyapa indera penciuman begitu ia membuka pintu. Pemandangan pertama yang terlihat adalah Ari yang sedang duduk manis di depan kotak nasi yang terbuka dan menampilkan isinya.Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sekitar bocah berumur tiga tahun itu. Melihat siapa yang datang, Ari langsung melebarkan senyum dan menyapa, “Bunda!”Lila tersenyum malas, dan lebih tertarik dengan nasi kotak yang terlihat lezat.“Ayah mana, Nak?” tanya Lila setelah mendaratkan bibir di pipi gembul anak sulungnya.“Ayah masak di dapur!”Gema menyahut sebelum Ari menjawab pertanyaan sang Bunda.“Jam segini baru pulang. Pasti ngerumpi lagi!” gerutu Gema yang segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu.“Nggak ingat anak. Main pergi nggak pulang-pulang.”Gema masih meluapkan kekesalannya pada sang istri yang pergi sejak sore hingga mal

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Aku suka Rumahnya, Mas

    "Gimana Dek, setuju nggak kalau kita pindah ke sana?"Deny sungguh ingin tahu pendapat sang istri, meski sudah terbaca dari raut wajahnya saat berada di sana sore tadi."Setuju sih, Mas. Tapi ... ," jawaban Dina menggantung, seakan ada hal yang berat untuk disampaikan. Biar bagaimana pun, ia sudah jatuh hati dengan rumah yang mereka kunjungi, terlebih dengan halaman di belakang rumah. Ia tak perlu ke luar rumah untuk menjemur cucian, bukan? Juga akan merasa aman menemani anaknya bermain di halaman depan karena sudah memiliki pagar."Tapi kenapa, Dek?" kali ini Deny memandang lekat penuh tanya pada sang istri."Apa nggak mahal sewanya, Mas?” cicit Dina membuat salah satu sudut bibir suaminya tertarik ke atas.“Sudah kuduga,” batin Deny.Dina menghembuskan napas panjang, lalu berkata, “Rumahnya bagus, lho. Halaman ada dua, sudah dipagar lagi," terucap juga pertanyaan yang mengganjal hati wanita itu. Se

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Survei Lokasi

    Di tempat kerja, Deny disambut dengan ungkapan belasungkawa dari teman-teman kerja. Pria yang masih berduka itu menerima sumbangan kematian dari rekan kerja yang dimasukkan di dalam amplop berwarna putih. Sudah menjadi hal wajar di tempat ia bekerja. Namun, belum ada niat untuk membuka dan melihat isinya. Ia pun menyimpan amplop itu di dalam tas. "Ayo Den, kita ke luar, yuk," ajak Sapto saat jam makan siang."Mau ke mana?""Makan di depan yuk. Aku yang traktir, deh," jawab Sapto dengan senyum tulus."Ya udah, ayok."Mereka berjalan beriringan. Ada empat orang lagi yang ikut serta. Mereka semua teman satu divisi, berusaha menghibur Deny yang masih dalam suasana berkabung dengan bermacam cara.."Dek, ini tadi Mas dapat uang kematian dari teman-teman," ucap Deni saat buah hati mereka sudah terlelap, sambil menyerahkan amplop tebal."Ini buat Ibu kan, Mas? Dikirim aja uangnya," saran Dina begitu sa

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Sampai Tuntas

    Wajah Dina menjadi seputih kapas begitu meninggalkan dapur."Kenapa, Bu?" Deni saat melihat perubahan istrinya."I-itu, Pak. Ada ekor di dalam kompor," ucap Dina dengan nada panik mode on.Deni tersenyum menanggapi. Tanpa berkata lagi, ia beranjak untuk membuka pintu depan. "Tutup dulu pintu kamarnya, Bu."Dina menurut meski tak mengerti dengan maksud sang suami.Deni kembali ke dapur untuk melepaskan sambungan regulator, kemudian mengangkat kompor dua tungku tersebut ke luar rumah.Deni berhenti di luar pagar, lantas membalik kompor itu, dan benar saja, si pemilik ekor yang ditemukan oleh istrinya melompat ke luar."Pergi yang jauh, jangan kembali lagi, ya," ucap Deni sambil dadah dadah.Deni kembali ke dalam rumah, mengambil lap untuk membersihkan kompor."Sudah ketemu, Pak?" ia disambut dengan pertanyaan dari istrinya yang baru ke luar dari kamar mandi."Sudah, Bu. Sudah pergi malah.""Alhamdulillah ... ."Dina menghembuskan napas lega, sambil menepuk dada."Senang sekali dengar

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Ada Tamu

    Pukul empat sore, ibu-ibu sudah memenuhi halaman rumah Bu Sari. Sudah menjadi kebiasaan di sana, jika ada warga meninggal, warga lain bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sore hari setelah Ashar untuk ibu-ibu, sedang untuk bapak-bapak setelah sholat Maghrib. Bu Sari serta Dina ikut bergabung dengan para ibu. Sesekali Bu Sari masih meneteskan air mata. Dina tetap setia di samping Bu Sari mencoba menguatkan.Sedikit hiburan untuk Bu Sari dengan adanya Putri. Sesekali diajak bercanda untuk melupakan kesedihan karena ditinggal belahan jiwa. Tak jarang pula kenangan demi kenangan berkelebat dalam ingatan, membuat butiran mutiara berdesakan hendak ke luar dari indera penglihatan.***Tak terasa sudah tiga hari Dina dan Deny menemani Bu Sari di rumah setelah kepergian sang suami. Bu Sari sedikit terhibur dengan adanya Putri, cucu satu-satunya yang bertingkah lucu. Tak jarang Bu Sari menggendong dan menemani bermain saat Dina harus beristirahat. Kondisinya yang sedang berbadan dua d

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Pembaringan Terakhir

    "Bu, Bapak baik-baik saja, kan?" Deny bertanya sekali lagi. Sementara Bu Sari masih terisak. Perasaan Deny mulai tak nyaman."Bapakmu baik. Bapak sudah tenang, Nak. Kalian pulang, ya," ucap Bu Sari di antara isak tangisnya.“Maksud ibu tenang bagaimana?” kejar Deny, mengabaikan isakan sang ibu.“Bapakmu meninggal, Nak. Jam satu dini hari tadi. Pulanglah kalau masih ingin melihat bapakmu untuk terakhir kalinya,” jelas Bu Sari, membuat tangis Deny meledak.“Bu … Bapak meninggal, Bu …,” raung Deny yang reflek memeluk istrinya.Dina sendiri terdiam untuk beberapa saat melihat reaksi suaminya. “Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi raaji'uun,” gumamnya nyaris tak terdengar.“Mas, istighfar, Mas …,” ucap Dina kemudian, sambil menepuk-nepuk punggung suaminya. “Yang ikhlas, ya, biar lapang jalan Bapak,” lanjut Dina, yang sedikit menenangkan pria yang masih terisak dalam pelukannya.Teringat pada sang ibu yang masih terhubung melalui sambungan telepon, lelaki itu pun berkata, “Baik, Bu. Aku akan car

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Banjir

    Sore harinya ….Dina tertegun melihat genangan air di depan kontrakan. Tingginya menyentuh bagian bawah pintu pagar. Hujan baru berhenti beberapa menit yang lalu. Wanita bergamis hijau toska itu berharap air tidak naik lagi, seperti beberapa waktu lalu, yang justru jadi penyebab banjir karena air kiriman.Sempat tertidur setelah menidurkan putri kecilnya, Dina terbangun saat mendengar suara hujan yang turun bagai dicurahkan dari langit. Atap rumah tempat ia tinggal bukan dari genteng yang terbuat dari tanah, sehingga saat hujan turun meski gerimis kecil, ia bisa mengetahui dari dalam rumah.Istri dari Deny itu melihat anak-anak bermain air banjir. Ada yang membawa ban mobil yang besar untuk mereka naiki bergantian. Ada juga yang membawa kursi rusak untuk dinaiki rame-rame."Aku woy … woy … gantian!"Byurr ….Seorang anak menceburkan diri ke genangan air di ujung lapangan."Ganti aku!"Seorang anak lainnya hendak menaiki kursi rusak yang sudah diduduki oleh temannya. Namun, sudah asy

  • Membungkam Mulut Tetangga Julid   Tanpa Kamu

    Dina melihat Putri telah bangun dengan badan yang basah. Pemandangan yang biasa ia temui, sebab tidak menggunakan popok bayi pada anaknya.Jika ada Deny, lelaki itu akan sigap memegang anaknya dalam kondisi seperti sekarang. Dina menghela napas teringat suaminya yang ringan tangan membantunya mengurus anak.Toilet training sudah diajarkan sedini mungkin. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil. Menghela napas sejenak, mengulas senyum tipis, lantas bergegas mengangkat bocah kecilnya untuk dibersihkan di kamar mandi.Pakaian yang bersih telah menempel di badan Putri. Dina mengoleskan minyak telon ke beberapa bagian badan anaknya yang terbuka, lantas kembali mengASIhi putri kecilnya yang kini sudah wangi. "Kalau masih ngantuk boleh bobok lagi ya, Nak. Tapi ini sudah pagi, mau main juga boleh," ucap Dina sambil mengASIhi Putri. Satu tangannya yang bebas, mengusap-usap kepala bocah kecil itu dengan penuh rasa sayang."Mmm ... mmm

DMCA.com Protection Status